menerobos%20jalan%20buntu
menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu
50 orang diduga sebagai pelaku pada level lapangan, 11 orang pada level komando, sementara tiga orang bertanggung jawab pada level strategis. Salah seorang orang tua korban, Karsiah ibunda dari Hendriawan Sie, mengungkapkan kekecewaannya atas peradilan militer kasus penembakan anaknya tersebut: 70 “Sebagai keluarga korban, saya tidak pernah mendapat informasi secara langsung dari ABRI tentang pengadilan militer. Saya tahu kalau ada pengadilan militer dari Mas Hadi Wibowo selaku salah satu pendamping saya saat itu. Saya menghadiri proses persidangan peradilan militer untuk kasus Trisakti dari awal hingga akhir, makanya saya tahu dan mendengar sendiri putusan dan pemecatan atas 9 orang pelaku ada yang di hukum 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun.” 90 Lebih jauh Karsiah menyatakan suasana persidangan juga dipenuhi sejumlah aparat dan keluarga korban tidak pernah dijadikan saksi: “Di persidangan saya banyak melihat anggota TNI selalu memenuhi ruang sidang. Mereka selalu menggunakan pakaian seragam lengkap dan memenuhi seisi ruang sidang. Saya tidak pernah menjadi saksi, saya hanya mendengarkan di ruang sidang karena waktu kejadian saya tidak ada”.91 Atas proses tersebut, walaupun pemerintah sudah memberikan gelar pahlawan reformasi, Karsiah menilai bahwa proses ini tidaklah sebanding dengan penderitaan yang ditanggung saat ini: “Terus terang saya tidak puas, Mas. Karena hidup saya sudah teraniaya begini. Saya mencari makan sendiri, ditanggung sama Trisakti, bahkan dari pemerintah pun nggak ada. Saya terus terang sakit karena anak saya cuma diakui sebagai pejuang reformasi. Saya bingung, sudah nggak punya suami dan nggak punya anak, masa mau mengabdi ke Trisakti terus menerus.”92 Senada dengan hal tersebut, salah satu orang tua korban lainnya yaitu Tetti, ibunda Elang Mulya Lesmana menyatakan kekecewaannya terhadap proses peradilan militer yang ada : 90 Wawancara terhadap Karsiah, ibunda dari Hendriawan Sie, salah satu korban penembakan dalam kasus Trisakti 12 Mei 1998, pada tanggal 16 September 2009. 91 Ibid. 92 Ibid.
“Saya mempertanyakan peradilan militer itu apakah benar ataukah hanya rekayasa. Peradilan militer tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan kasus ini. Karena kami keluarga korban tidak diberikan akses yang baik terhadap pengadilan dari pihak ABRI. Pengadilan ini hanya menghukum para pelaku lapangan dan komandannya masih bebas berkeliaran.”93 Atas vonis tersebut, sejumlah organisasi masyarakat sipil meliputi, KontraS, Elsam, TruK dan Universitas Trisakti pada tanggal 19 Juni 2001 menyampaikan beberapa catatan diantaranya, pertama, persidangan tersebut hanya meminimalisir kesalahan ABRI secara institusional menjadi sekadar kesalahan sejumlah anggota Brimob, kedua, peradilan ini belum membuktikan perubahan pada institusi TNI/POLRI, ketiga, persoalan Trisakti bukan saja persoalan internal militer melainkan persoalan kemanusiaan secara universal, keempat, paradigma TNI masih menganggap peradilan HAM sebagai ancaman. IV. 3 Kasus Penembakan di Semanggi II 1999 Kasus Semanggi II terjadi seiring maraknya aksi protes terkait rencana pemerintah untuk memberlakukan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB).94 Protes dari kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil semakin menguat, mereka menilai bahwa secara substansi RUU ini tidak jauh dengan UU subversif. Puncak dari tekanan dan kritik dari mahasiswa dan segenap masyarakat sipil direspon dengan tindakan represif oleh ABRI hingga mengakibatkan 11 mahasiswa dan masyarakat di Jakarta, Lampung dan Palembang tewas, 217 orang luka-luka.95 Seperti dalam laporan KPP HAM kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II di tahun 2002, ditemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan dalam rangkaian kekerasan terhadap mahasiswa sejak Mei 1998 – Oktober 1999. Disebutkan juga bahwa tindakan kekerasan terhadap mahasiswa dan masyarakat yang menuntut reformasi. Sementara peradilan militer yang diterapkan pada peristiwa di Trisakti, Semanggi II di Jakarta dan Bandar Lampung tidak memenuhi rasa keadilan. 93 Wawancara terhadap Tetti pada 14 September 2009. Teti adalah ibunda dari Elang Mulya Lesmana salah satu korban penembakan dalam kasus Trisakti 12 Mei 1998 94 Pada Juli 1999 pemerintah melalui Menkopolkam Jenderal Feisal Tanjung secara resmi mengajukan RUU Keamanan dan Keselamatan Negara (KKN) yang kemudian diubah menjadi RUU PKB. 95 Kasus Semanggi II terjadi di beberapa tempat di Indonesia, di Jakarta kasus ini terjadi pada kisaran tanggal 23 – 24 September 1999, kemudian di Lampung pada tanggal 28 September 1999 dan di Palembang pada tanggal 5 Oktober 1999. Selain itu, dalam siaran pers KontraS, 28 September 2007. 71
- Page 19 and 20: Operasionalisasi sistem peradilan m
- Page 21 and 22: Ketentuan ini juga ditegaskan oleh
- Page 23 and 24: wajib militer berdasarkan suatu key
- Page 25 and 26: “Any person against whom proceedi
- Page 27 and 28: internasional -baik di tingkat inte
- Page 29 and 30: Di luar dua isu di atas; pelanggara
- Page 31 and 32: Undang-Undang No 4 Tahun 2004 tenta
- Page 33 and 34: Kewenangan konstitusional negara un
- Page 35 and 36: preventif berulangnya pelanggaran H
- Page 37 and 38: BAB III PERADILAN MILITER INDONESIA
- Page 39 and 40: Aturan hukum terkait dengan militer
- Page 41 and 42: Dalam sumber hukum sebagaimana yang
- Page 43 and 44: umumnya menangani baik perkara perd
- Page 45 and 46: Pengadilan militer model ini bertah
- Page 47 and 48: acara pidana dan hukum acara gugata
- Page 49 and 50: pidana yang dilakukan sipil dan mil
- Page 51 and 52: Sumber : Data olahan Dokumentasi Ko
- Page 53 and 54: Berdasarkan kompentensi subjektifny
- Page 55 and 56: dan keamanan negara. Sesungguhnya a
- Page 57 and 58: g. Melanggar Prinsip Peradilan yang
- Page 59 and 60: g. menentukan perkara untuk diseles
- Page 61 and 62: Menghukum yang bersangkutan dengan
- Page 63 and 64: hukum berdasarkan ketentuan peratur
- Page 65 and 66: orang menjadi korban dalam penculik
- Page 67 and 68: pernah ada rekonstruksi yang dilaku
- Page 69: PPRM bertujuan untuk menghalau luas
- Page 73 and 74: tahu. Jadi kami memang benar - bena
- Page 75 and 76: ersamaan, Perwakilan Komnas HAM kal
- Page 77 and 78: Sampai pada awal tahun 2007, proses
- Page 79 and 80: Pembacaan putusan itu disampaikan K
- Page 81 and 82: IV. 6 Kasus Pembunuhan Theys Hiyo E
- Page 83 and 84: Marpaung Panahatan, seorang sipil,
- Page 85 and 86: menyalahi prinsip asas imparsialita
- Page 87 and 88: ahwa tersangka yang bersalah tidak
- Page 89 and 90: oleh Polisi Militer. 4 Marcus Silan
- Page 91 and 92: RI terkait kendala dalam RUU peruba
- Page 93 and 94: RUU tentang Hukum Disiplin Militer
- Page 95 and 96: Perdebatan lain yang muncul adalah
- Page 97 and 98: V.2 Stagnasi Sikap Pemerintah penyi
- Page 99 and 100: Tabel Pendapat Para Ahli mengenai P
- Page 101 and 102: Mereka sama-sama penyidik. Akan leb
- Page 103 and 104: 6. Panja menyepakati penggunaan ist
- Page 105 and 106: terbalik dari kondisi ini ialah jik
- Page 107 and 108: BAB VI KESIMPULAN Dari seluruh urai
- Page 109 and 110: Dalam praktiknya, kalaupun terjadi
- Page 111 and 112: PERSATUAN BANGSA‐ BANGSA Dewan Ek
- Page 113 and 114: Ringkasan Eksekutif Dalam putusanny
- Page 115 and 116: Sebagai tambahan atas Deklarasi Uni
- Page 117 and 118: awah hukum internasional) adalah pr
- Page 119 and 120: dan Pengacara, Kelompok Kerja untuk
“Saya mempertanyakan peradilan militer itu apakah benar ataukah hanya<br />
rekayasa. Peradilan militer tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan kasus<br />
ini. Karena kami keluarga korban tidak diberikan akses yang baik terhadap<br />
pengadilan dari pihak ABRI. Pengadilan ini hanya menghukum para pelaku<br />
lapangan dan komandannya masih bebas berkeliaran.”93<br />
Atas vonis tersebut, sejumlah organisasi masyarakat sipil meliputi, KontraS, Elsam,<br />
TruK dan Universitas Trisakti pada tanggal 19 Juni 2001 menyampaikan beberapa<br />
catatan diantaranya, pertama, persidangan tersebut hanya meminimalisir kesalahan<br />
ABRI secara institusional menjadi sekadar kesalahan sejumlah anggota Brimob,<br />
kedua, peradilan ini belum membuktikan perubahan pada institusi TNI/POLRI,<br />
ketiga, persoalan Trisakti bukan saja persoalan internal militer melainkan persoalan<br />
kemanusiaan secara universal, keempat, paradigma TNI masih menganggap peradilan<br />
HAM sebagai ancaman.<br />
IV. 3 Kasus Penembakan di Semanggi II 1999<br />
Kasus Semanggi II terjadi seiring maraknya aksi protes terkait rencana pemerintah<br />
untuk memberlakukan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya<br />
(PKB).94 Protes dari kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil semakin menguat,<br />
mereka menilai bahwa secara substansi RUU ini tidak jauh dengan UU subversif.<br />
Puncak dari tekanan dan kritik dari mahasiswa dan segenap masyarakat sipil direspon<br />
dengan tindakan represif oleh ABRI hingga mengakibatkan 11 mahasiswa dan<br />
masyarakat di Jakarta, Lampung dan Palembang tewas, 217 orang luka-luka.95<br />
Seperti dalam laporan KPP HAM kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II di<br />
tahun 2002, ditemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya kejahatan terhadap<br />
kemanusiaan dalam rangkaian kekerasan terhadap mahasiswa sejak Mei 1998 –<br />
Oktober 1999. Disebutkan juga bahwa tindakan kekerasan terhadap mahasiswa dan<br />
masyarakat yang menuntut reformasi. Sementara peradilan militer yang diterapkan<br />
pada peristiwa di Trisakti, Semanggi II di Jakarta dan Bandar Lampung tidak<br />
memenuhi rasa keadilan.<br />
93 Wawancara terhadap Tetti pada 14 September 2009. Teti adalah ibunda dari Elang Mulya<br />
Lesmana salah satu korban penembakan dalam kasus Trisakti 12 Mei 1998<br />
94 Pada Juli 1999 pemerintah melalui Menkopolkam Jenderal Feisal Tanjung secara resmi<br />
mengajukan RUU Keamanan dan Keselamatan Negara (KKN) yang kemudian diubah menjadi<br />
RUU PKB.<br />
95 Kasus Semanggi II terjadi di beberapa tempat di Indonesia, di Jakarta kasus ini terjadi pada<br />
kisaran tanggal 23 – 24 September 1999, kemudian di Lampung pada tanggal 28 September<br />
1999 dan di Palembang pada tanggal 5 Oktober 1999. Selain itu, dalam siaran pers KontraS, 28<br />
September 2007.<br />
71