18.04.2013 Views

menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

g. Melanggar Prinsip Peradilan yang Jujur dan Tidak Memihak (Fair Trial)<br />

UU No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer membuka peluang terjadinya<br />

sejumlah hal yang menjadi prasyarat umum bagi sebuah proses peradilan. Terdapat<br />

sejumlah pasal yang sangat multitafsir yang memungkin pelanggaran terdapat hakhak<br />

dasar sebuah proses persidangan. Seperti disebutkan dalam Pasal 106 ayat 1:<br />

Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat<br />

hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar<br />

pemeriksaan.<br />

Dalam pasal ini tidak dijelaskan apakah penasihat hukum boleh melakukan<br />

penyanggahan terhadap sesuatu yang ditujukan kepada si tersangka. Lebih parah lagi<br />

adalah apa yang dinyatakan dalam ayat (2) pada pasal yang sama, di mana penasihat<br />

hukum dilarang untuk mendengar pemeriksaan jika terkait dengan kasus kejahatan<br />

negara. Ayat tersebut menyatakan bahwa dalam hal kejahatan terhadap keamanan<br />

negara, penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat<br />

mendengar pemeriksaan terhadap tersangka.<br />

Selain itu terdapat pembatasan atas pendampingan oleh penasihat hukum melalui cara<br />

perizinan dan prioritas. Penasihat hukum diutamakan dari dinas bantuan hukum yang<br />

terdapat dalam institusi TNI. Hal ini tercantum dalam Pasal 215 ayat (2) yang<br />

menyatakan: Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan dari<br />

dinas bantuan hukum yang ada di lingkungan angkatan bersenjata.<br />

Selain itu penasihat hukum tersebut juga harus mendapatkan izin atau atas perintah<br />

Papera. Dalam Pasal 216 (1) hal ini dinyatakan bahwa :<br />

“Penasihat hukum yang mendampingi tersangka di tingkat penyidikan atau<br />

terdakwa di tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan harus atas perintah<br />

atau seizin Perwira Penyerah Perkara atau pejabat lain yang ditunjuknya.”<br />

Hal ini menunjukkan ke-tidakindependen-an penasihat hukum, sekaligus dominasi<br />

Papera dalam proses peradilan.<br />

UU No 31 Tahun 1997 tentang Pengadilan Militer mengandung sejumlah kelemahan<br />

dalam konteks demokratisasi di Indonesia saat ini. UU ini bertentangan dengan<br />

prinsip non-diskriminasi, peradilan yang jujur, tidak efektif dan efisien serta tidak<br />

kontekstual dalam reformasi sistem peradilan dan reformasi sektor keamanan.<br />

Kelemahan-kelemahan ini terbukti menghambat upaya mewujudkan keadilan dan hak<br />

korban atas kasus-kasus pelanggaran berat HAM yang terjadi di beberapa daerah di<br />

Indonesia, terutama hambatan untuk memberlakukan pengadilan HAM atas kasuskasus<br />

pelanggaran berat HAM.<br />

57

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!