menerobos%20jalan%20buntu
menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu
48 v. Pengawasan terhadap: penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran di daerah hukumnya masing-masing serta tingkah laku dan perbuatan para hakim dalam menjalankan tugasnya. d. Pengadilan Militer Pertempuran: tingkat pertama dan terakhir di daerah pertempuran. Karenanya, daerah hukumnya berada di daerah pertempuran tergantung dari perpindahan pasukan. 3) Atasan yang Berhak Menghukum (Ankum) Walaupun Ankum bukan satu-satunya penyidik yaitu dapat juga dilakukan polisi militer dan oditur militer serta dapat dibantu penyidik pembantu (provost di tiap-tiap angkatan), tetapi kewenangan Ankum lah yang paling besar. Hal ini ditunjukkan dari perintah penahanan hanya berasal dari Ankum dan hasil penyidikan harus dilaporkan kepada Ankum. 4) Perwira Penyerah Perkara (Papera) Penyerahan perkara ini berarti suatu perkara dapat: i. diserahkan ke pengadilan untuk diadili ii. diselesaikan untuk diadili iii. ditutup demi kepentingan hukum/umum/militer Yang memiliki kewenangan penyerah perkara adalah Panglima, Kepala Staf TNI dan yang ditunjuk komandan atau kepala kesatuan dengan syarat komandan Korem. Khusus untuk menutup perkara hanya dapat dilakukan oleh Panglima. 5) Keterbukaan Peradilan Pengadilan militer dapat dinyatakan tertutup untuk perkara yang menyangkut rahasia militer dan/atau rahasia negara. Dalam UU No 31 Tahun 1997, kriteria rahasia militer dan rahasia negara tidak jelas sehingga potensial untuk disalahgunakan. 6) Koneksitas Aturan mengenai koneksitas dalam UU No 31 Tahun 1997 secara umum sama dengan ketentuan dalam UU No 14 Tahun 1970 dan KUHAP, yaitu diadili pada peradilan umum. Sedangkan acara pemeriksaannya sama persis dengan ketentuan acara pemeriksaan koneksitas dalam KUHAP. Saat ini berkembang paham bahwa koneksitas cenderung dilihat sebagai hal yang baik yaitu untuk menjembatani keadilan antara pengadilan umum dan militer, yaitu dipicu adanya kasus tindak
pidana yang dilakukan sipil dan militer secara bersama-sama di mana pelaku sipil telah dihukum saat pelaku militer belum disidangkan. Walau demikian, dalam konteks kompetensi absolut peradilan militer yang melanggar asas persamaan di depan hukum, koneksitas harus dipahami sebagai sebuah moderasi pembaruan yang sungguh-sungguh di lingkungan peradilan militer. 7) Bantuan Hukum Walaupun bantuan hukum diakui dalam peradilan militer, tetapi konsepnya adalah pembatasan terhadap hak bantuan hukum itu sendiri. Penasihat hukum dalam mendampingi di tingkat penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan harus atas perintah (untuk yang berasal dari dinas bantuan hukum) atau izin Papera atau pejabat lain yang ditunjuknya (untuk yang berasal dari luar dinas bantuan hukum). Bahkan untuk terdakwa sipil dalam persidangan perkara koneksitas, harus dengan izin kepala pengadilan. Selain itu, dalam berhubungan dan berbicara dengan kliennya diawasi oleh pejabat yang bersangkutan, tidak hanya melihat tetapi juga mendengar isi pembicaraan. 8) Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pelaksanaan putusan pengadilan berupa pidana penjara atau kurungan, dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan militer. Bila terpidana dipecat dari dinas keprajuritan, baru pidana tersebut dilakukan di lembaga pemasyarakatan umum. III.2 Kelemahan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer Ada sejumlah hal yang perlu dikritisi dalam UU ini, khususnya karena UU ini berada dalam struktur TNI. Bahkan hal ini secara jelas-jelas dinyatakan dalam Pasal 8, (1) yang menyatakan: Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan bersenjata. Beberapa hal yang tidak relevan bagi kemandirian peradilan militer di Indonesia adalah sebagai berikut : a. Menggunakan Dasar Hukum yang Sudah Tidak Berlaku Pada bagian menimbang dalam UU No 31 Tahun 1997 disebutkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar pembentukan UU ini. Di antaranya UU mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Mahkamah Agung. Namun UU tersebut yang dijadikan pertimbangan dalam UU No 31/1997 sudah tidak berlaku lagi atau sudah diamandemen. 49
- Page 1 and 2: MENEROBOS JALAN BUNTU KAJIAN TERHAD
- Page 3 and 4: SEKAPUR SIRIH KontraS (Komisi untuk
- Page 5 and 6: Buku hasil kajian tentang Peradilan
- Page 7 and 8: f. Melanggar Prinsip Peradilan yang
- Page 9 and 10: menghargai dan melindungi HAM. Hal
- Page 11 and 12: Sipil-Politik (ICCPR), Kovenan Inte
- Page 13 and 14: Perubahan atas peradilan militer in
- Page 15 and 16: prinsip internasional. Bab keempat,
- Page 17 and 18: Sistem peradilan militer tidak diat
- Page 19 and 20: Operasionalisasi sistem peradilan m
- Page 21 and 22: Ketentuan ini juga ditegaskan oleh
- Page 23 and 24: wajib militer berdasarkan suatu key
- Page 25 and 26: “Any person against whom proceedi
- Page 27 and 28: internasional -baik di tingkat inte
- Page 29 and 30: Di luar dua isu di atas; pelanggara
- Page 31 and 32: Undang-Undang No 4 Tahun 2004 tenta
- Page 33 and 34: Kewenangan konstitusional negara un
- Page 35 and 36: preventif berulangnya pelanggaran H
- Page 37 and 38: BAB III PERADILAN MILITER INDONESIA
- Page 39 and 40: Aturan hukum terkait dengan militer
- Page 41 and 42: Dalam sumber hukum sebagaimana yang
- Page 43 and 44: umumnya menangani baik perkara perd
- Page 45 and 46: Pengadilan militer model ini bertah
- Page 47: acara pidana dan hukum acara gugata
- Page 51 and 52: Sumber : Data olahan Dokumentasi Ko
- Page 53 and 54: Berdasarkan kompentensi subjektifny
- Page 55 and 56: dan keamanan negara. Sesungguhnya a
- Page 57 and 58: g. Melanggar Prinsip Peradilan yang
- Page 59 and 60: g. menentukan perkara untuk diseles
- Page 61 and 62: Menghukum yang bersangkutan dengan
- Page 63 and 64: hukum berdasarkan ketentuan peratur
- Page 65 and 66: orang menjadi korban dalam penculik
- Page 67 and 68: pernah ada rekonstruksi yang dilaku
- Page 69 and 70: PPRM bertujuan untuk menghalau luas
- Page 71 and 72: “Saya mempertanyakan peradilan mi
- Page 73 and 74: tahu. Jadi kami memang benar - bena
- Page 75 and 76: ersamaan, Perwakilan Komnas HAM kal
- Page 77 and 78: Sampai pada awal tahun 2007, proses
- Page 79 and 80: Pembacaan putusan itu disampaikan K
- Page 81 and 82: IV. 6 Kasus Pembunuhan Theys Hiyo E
- Page 83 and 84: Marpaung Panahatan, seorang sipil,
- Page 85 and 86: menyalahi prinsip asas imparsialita
- Page 87 and 88: ahwa tersangka yang bersalah tidak
- Page 89 and 90: oleh Polisi Militer. 4 Marcus Silan
- Page 91 and 92: RI terkait kendala dalam RUU peruba
- Page 93 and 94: RUU tentang Hukum Disiplin Militer
- Page 95 and 96: Perdebatan lain yang muncul adalah
- Page 97 and 98: V.2 Stagnasi Sikap Pemerintah penyi
48<br />
v. Pengawasan terhadap: penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan<br />
Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer<br />
Pertempuran di daerah hukumnya masing-masing serta tingkah laku dan<br />
perbuatan para hakim dalam menjalankan tugasnya.<br />
d. Pengadilan Militer Pertempuran: tingkat pertama dan terakhir di daerah<br />
pertempuran. Karenanya, daerah hukumnya berada di daerah pertempuran<br />
tergantung dari perpindahan pasukan.<br />
3) Atasan yang Berhak Menghukum (Ankum)<br />
Walaupun Ankum bukan satu-satunya penyidik yaitu dapat juga dilakukan polisi<br />
militer dan oditur militer serta dapat dibantu penyidik pembantu (provost di tiap-tiap<br />
angkatan), tetapi kewenangan Ankum lah yang paling besar. Hal ini ditunjukkan dari<br />
perintah penahanan hanya berasal dari Ankum dan hasil penyidikan harus dilaporkan<br />
kepada Ankum.<br />
4) Perwira Penyerah Perkara (Papera)<br />
Penyerahan perkara ini berarti suatu perkara dapat:<br />
i. diserahkan ke pengadilan untuk diadili<br />
ii. diselesaikan untuk diadili<br />
iii. ditutup demi kepentingan hukum/umum/militer<br />
Yang memiliki kewenangan penyerah perkara adalah Panglima, Kepala Staf TNI dan<br />
yang ditunjuk komandan atau kepala kesatuan dengan syarat komandan Korem.<br />
Khusus untuk menutup perkara hanya dapat dilakukan oleh Panglima.<br />
5) Keterbukaan Peradilan<br />
Pengadilan militer dapat dinyatakan tertutup untuk perkara yang menyangkut rahasia<br />
militer dan/atau rahasia negara. Dalam UU No 31 Tahun 1997, kriteria rahasia militer<br />
dan rahasia negara tidak jelas sehingga potensial untuk disalahgunakan.<br />
6) Koneksitas<br />
Aturan mengenai koneksitas dalam UU No 31 Tahun 1997 secara umum sama dengan<br />
ketentuan dalam UU No 14 Tahun 1970 dan KUHAP, yaitu diadili pada peradilan<br />
umum. Sedangkan acara pemeriksaannya sama persis dengan ketentuan acara<br />
pemeriksaan koneksitas dalam KUHAP. Saat ini berkembang paham bahwa<br />
koneksitas cenderung dilihat sebagai hal yang baik yaitu untuk menjembatani<br />
keadilan antara pengadilan umum dan militer, yaitu dipicu adanya kasus tindak