18.04.2013 Views

menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Dalam sumber hukum sebagaimana yang diutarakan diatas juga menjadikan doktrin<br />

militer sebagai sumber formal hukum militer. S Sianturi secara tidak langsung<br />

membuktikan bahwa militer Indonesia tidak memasukkan doktrin hukum dan<br />

kepentingan masyarakat sipil serta HAM sebagai ukuran bagi perumusan aturan<br />

hukum militer. Pengaturan hukum militer sebagaimana gambaran di atas tidak<br />

semata-mata berdasarkan hukum atau konstitusi. Terbukti unsur kepentingan militer<br />

juga berperan sebagai landasan hukum militer. Padahal, seharusnya soal kepentingan<br />

militer diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam artian bahwa<br />

antara hukum dan militer bukan sesuatu yang sejajar dan berbeda.<br />

Hukum harus dimaknai sebagai modal dalam kedudukan, peran dan tugas bagi militer<br />

di Indonesia. Hal ini adalah konsekuensi dari prinsip rule of law yang menjadi<br />

prasyarat dalam demokrasi di negara mana pun. Penyimpangan-penyimpangan oleh<br />

militer dalam menjalankan tugas dan peran profesionalnya, baik dalam kedudukannya<br />

dalam struktur pemerintahan maupun di luar kedudukan dalam struktur pemerintahan<br />

juga harus diatur dalam hukum. Doktrin-doktrin kemiliteran pun, jika ingin digunakan<br />

sebagai dasar kerja atau wewenang militer di Indonesia, seharusnya dituangkan dalam<br />

aturan perundang-undangan. Hukum seharusnya menjadi alat legitimasi terhadap<br />

tugas-tugas militer di Indonesia, termasuk legitimasi kontrol terhadap militer.<br />

Persilangan mandat dari konstitusi, termasuk Amandemen I-IV UUD 1945 dan<br />

doktrin militer dalam aturan dan implementasi aturan hukum terhadap militer pada<br />

akhirnya hanya akan mengakibatkan penerapan hukum yang tidak sejajar. Hal ini<br />

justru bertentangan dengan nilai hukum; equality before the law (semua orang<br />

dianggap sama di depan hukum) dan melanggar prinsip non-diskriminasi yang<br />

dijamin dalam konstitusi. Ketidaksejajaran dan diskriminatif-nya hukum militer<br />

tersebut dapat dilihat dalam penyataan tim penulis buku Departemen Petahanan dan<br />

keamanan (1976), Brigjen Soegiri dkk, bahwa :<br />

“Peraturan-peraturan yang bersifat khusus yang hanya berlaku bagi<br />

militer inilah kita sebut hukum militer. juga di bidang hukum<br />

pidana, diperlukan peraturan-peraturan yang bersifat khusus yang<br />

hanya berlaku bagi militer inilah kita sebut hukum militer. Juga di<br />

bidang hukum pidana, diperlukan peraturan-peraturan yang selain<br />

bersifat keras dan berat, sering harus pula didasarkan kepada asasasas<br />

yang menyimpang dari teori-teori hukum pidana umum. Tidak<br />

itu saja, juga mengenai sanksinya, sering harus menyimpang dari<br />

stelsel pemidanaan yang lazim berlaku bagi masyarakat biasa dalam<br />

arti perluasan jenis-jenis pidana dan pemberatan-pemberatan<br />

pidana.”72<br />

72 Brigjen. Jend. TNI Soegiri SH dkk, hal 3.<br />

41

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!