menerobos%20jalan%20buntu
menerobos%20jalan%20buntu
menerobos%20jalan%20buntu
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Di luar dua isu di atas; pelanggaran HAM yang berat dan tindak pidana korupsi, tidak<br />
terdapat lagi suatu kategori tindak kejahatan yang bisa membatasi yurisdiksi sistem<br />
peradilan militer di Indonesia.51<br />
III. Memperkuat Jaminan Prinsip Independensi, Imparsialitas, dan Kompentensi suatu<br />
Sistem Peradilan<br />
III.1. Integrasi Sistem Peradilan Militer di Dalam Sistem Peradilan Umum<br />
Salah satu karakter absahnya suatu sistem peradilan militer adalah bila ia dijamin,<br />
ditegaskan, atau diatur oleh suatu ketentuan dalam konstitusi atau perundangundangan.<br />
Bila suatu tribunal militer didirikan oleh suatu landasan legal yang nonpermanen<br />
atau ad hoc, bisa dikatakan itu bukanlah sebuah pengadilan militer.52<br />
Selain itu, sistem peradilan militer juga harus diintegrasikan –dan tidak boleh di luar-<br />
ke dalam sistem peradilan umum yang bersifat lebih superior. Hal ini untuk menjadi<br />
prinsip independensi peradilan yang merupakan bentuk lain dari prinsip<br />
ketatanegaraan modern yang demokratis tentang pemisahan kekuasaan (separation of<br />
power) dari institusi utama negara: eksekutif, legislatif, dan yudikatif.53<br />
Sistem peradilan militer memiliki hakekat sebagai bagian dari institusi militer yang<br />
merupakan cabang dari eksekutif. Selain itu terdapat perbedaan yang cukup signifikan<br />
dari jenjang karier dan latar pendidikan seorang hakim militer dengan hakim biasa.<br />
Oleh karena itu, ada kecenderungan dalam sistem peradilan militer, terjadi intervensi<br />
eksekutif terhadap yudikatif. Hal ini sudah tertulis secara eksplisit oleh Pasal 14<br />
paragraf 1 ICCPR yang menegaskan bahwa ”... setiap orang berhak atas pemeriksaan<br />
yang adil dan terbuka untuk umum, oleh suatu badan peradilan yang berwenang,<br />
bebas dan tidak berpihak dan dibentuk menurut undang-undang”. Suatu jalan tengah<br />
yang mungkin bisa diambil untuk memastikan suatu independensi, imparsialitas, dan<br />
kompetensi sistem peradilan militer adalah dengan melibatkan hakim sipil dalam<br />
51 Berulang kali ditegaskan oleh banyak pihak, termasuk para pemimpin pemerintahan pasca<br />
rezim Orde Baru, bahwa keduanya dianggap merupakan dua kejahatan paling serius di negeri<br />
ini dan dianggap sebagai tipikal watak rezim Orde Baru yang sangat represif dan korup.<br />
52 Emmanuel Decaux, Issue of the Administration of Justice Through Military Tribunals,<br />
E/CN.4/Sub.2/2006/58, 13 Januari 2006, Prinsip No 1: Pembentukan Tribunal Militer oleh<br />
Konstitusi atau Undang-Undang, hal. 8. Peter Rowe, The Impact of Human Rights Law on<br />
Armed Forces, Cambridge University Press, New York, 2006, hal. 96.<br />
53 Sewaktu ketentuan suatu prinsip peradilan yang independen pada Pasal 14 ICCPR ini<br />
dibahas, uniknya tidak terdapat keberatan dari para perwakilan negara-negara sosialis (Eropa<br />
Timur) yang dalam sistem peradilannya lebih mengutamakan suatu penyatuan kekuasaan (unity<br />
of powers) dan supremasi demokrasi politik. Lihat Manfred Nowak, U.N. Covenant on Civil<br />
and Political Rights; CCPR Commentary, 2nd Revised Edition, N.P. Engel, Publisher, Kehl,<br />
2005, hal 306.<br />
29