menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu

18.04.2013 Views

240 Kedua, Majelis hakim membiarkan upaya penasehat hukum terdakwa yang kerapkali merendahkan hak dan martabat saksi korban. Ketiga, dangkalnya kualitas dakwaan dan tuntutan pidana kepada 13 terdakwa pelaku penembakan, yakni hanya menggunakan ketentuan Pasal 170 ayat 1 dan 2 KUHP sebagai dakwaan primer, lalu ketentuan Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP sebagai dakwaan alternatif, khusus terhadap Lettu Budi Santoso didakwakan Pasal 103 ayat 1 KUHP Militer sebagai dakwaan alternatif kedua. Dari temuan observasi tersebut, Kontras menilai bahwa proses hukum di Mahkamah Militer telah mengabaikan hak-hak mendasar dari saksi dan korban secara terang-terangan. Persidangan telah mengaburkan substansi kasus Alas Tlogo khususnya dalam mengidentifikasi ada tidaknya suatu perintah komando hingga terjadi penyerangan yang berakibat tewasnya korban warga sipil. KontraS juga menemukan bukti-bukti dan saksi yang menyatakan ada penyerangan oleh pasukan Marinir yang tengah melakukan pengamanan penggarapan lahan areal Pusat Latihan Tempur TNI AL guna keperluan aktifitas perusahaan PT Rajawali. Padahal ada sejumlah tanaman warga desa setempat yang tak lama lagi hendak dipanen. Penyerangan itu dilakukan melalu aksi penembakan terhadap warga sipil di desa Alastlogo pada 30 Juni 2007. Dakwaan dan tuntutan Oditur Militer hanya mencerminkan aspek kriminalitas biasa dari tragedi penembakan di Alas Tlogo. Konstruksi dakwaan dan tuntutan seperti ini dengan sendirinya akan menyulitkan pembuktian hukum atas kesalahan pelaku dan tanggungjawab komando. Konstruksi hukum dari dakwaan dan tuntutan juga menjauhkan dari dugaan awal bahwa penembakan warga petani hingga tewas sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia. Aksi kekerasan seperti ini pun bukan yang pertama kali, meski sebelumnya tak sampai menewaskan korban, tebaran area korban termasuk korban yang tengah hamil. Menurut kami, penting untuk melihat tipologi kekerasan yang terjadi di Alas Togo secara fair guna menempatkan perlakuan yang layak terhadap pelanggaran hukum tersebut. Dalam hal ini mekanisme hukum yang ditempuh seharusnya mekenisme pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Penghukuman tidak bisa semata dibebankan kepada prajurit lapangan. Terlebih semua terdakwa dipersamakan begitu saja tanggungjawabnya, tanpa memeriksa lebih jauh penangungjawab pasukan yang mengendalikan pasukan

terdakwa tersebut. Oleh karena itu amat tidak cukup jika penyelesaian masalah ini hanya menggunakan sistem peradilan militer dan membuat dakwaan dengan pasal-pasal 170 ayat 1 dan 2 KUHP, 338 juncto pasal 55 ayat 1 KUHP, khusus bagi Lettu Budi Santoso didakwakan pasal 103 ayat 1 KUHP Militer. Dalam hal ini, kami meragukan akuntabilitas mahkamah militer yang memeriksa kasus Alas Tlogo. Kami kembali mendesak Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan pro justisia sesuai UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM terhadap dugaan pelanggaran berat HAM pada peristiwa 30 Mei 2007. Kami meminta pihak TNI bersikap kooperatif dan membantu proses penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM. Kami menilai bahwa Penyelesaian lewat Mahkamah Militer ini bukan akhir bagi penyelesaian kasus Alas Tlogo dan tak bisa menghalangi proses hukum selanjutnya dalam yurisdiksi peradilan sipil. Apalagi, karena persoalan yang sesungguhnya, seperti hak warga petani atas tanah sebagai sumber kehidupannya belum kembali. Jakarta, 13 Juni 2008 7. 22 April 2008 Peradilan Militer Harus Transparan dalam Persidangan Kasus Pembunuhan Man Robert oleh Dandim Solok Usman Robert alias Man Robert (41) warga Solok, Sumatera Barat ditemukan tewas dengan kondisi tubuh yang mengenaskan, terapung di danau Singakarak pada Mei 2007 lalu. Tewasnya Man Robert ini diduga akibat perilaku arogan dan tanpa prikemanusiaan yang dilakukan oleh Komandan Kodim (Dandim) Solok Letkol Inf Untung Siswanto bersama 5 orang anggota Intel Kodim. Sebelum dibunuh, Man Robert terlebih dahulu diculik dan disiksa di Markas Kodim Solok. Terhadap kasus tersebut Kontras Sumatera Utara mendesak pengadilan militer untuk menyelenggarakan sidang pengadilan secara transparan tanpa ada fakta yang ditutup-tutupi. Kontras Sumatera Utara 241

240<br />

Kedua, Majelis hakim membiarkan upaya penasehat hukum terdakwa yang<br />

kerapkali merendahkan hak dan martabat saksi korban. Ketiga, dangkalnya<br />

kualitas dakwaan dan tuntutan pidana kepada 13 terdakwa pelaku<br />

penembakan, yakni hanya menggunakan ketentuan Pasal 170 ayat 1 dan 2<br />

KUHP sebagai dakwaan primer, lalu ketentuan Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat<br />

1 KUHP sebagai dakwaan alternatif, khusus terhadap Lettu Budi Santoso<br />

didakwakan Pasal 103 ayat 1 KUHP Militer sebagai dakwaan alternatif kedua.<br />

Dari temuan observasi tersebut, Kontras menilai bahwa proses hukum di<br />

Mahkamah Militer telah mengabaikan hak-hak mendasar dari saksi dan korban<br />

secara terang-terangan. Persidangan telah mengaburkan substansi kasus Alas<br />

Tlogo khususnya dalam mengidentifikasi ada tidaknya suatu perintah komando<br />

hingga terjadi penyerangan yang berakibat tewasnya korban warga sipil.<br />

KontraS juga menemukan bukti-bukti dan saksi yang menyatakan ada<br />

penyerangan oleh pasukan Marinir yang tengah melakukan pengamanan<br />

penggarapan lahan areal Pusat Latihan Tempur TNI AL guna keperluan<br />

aktifitas perusahaan PT Rajawali. Padahal ada sejumlah tanaman warga desa<br />

setempat yang tak lama lagi hendak dipanen. Penyerangan itu dilakukan<br />

melalu aksi penembakan terhadap warga sipil di desa Alastlogo pada 30 Juni<br />

2007.<br />

Dakwaan dan tuntutan Oditur Militer hanya mencerminkan aspek kriminalitas<br />

biasa dari tragedi penembakan di Alas Tlogo. Konstruksi dakwaan dan<br />

tuntutan seperti ini dengan sendirinya akan menyulitkan pembuktian hukum<br />

atas kesalahan pelaku dan tanggungjawab komando. Konstruksi hukum dari<br />

dakwaan dan tuntutan juga menjauhkan dari dugaan awal bahwa penembakan<br />

warga petani hingga tewas sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia. Aksi<br />

kekerasan seperti ini pun bukan yang pertama kali, meski sebelumnya tak<br />

sampai menewaskan korban, tebaran area korban termasuk korban yang tengah<br />

hamil.<br />

Menurut kami, penting untuk melihat tipologi kekerasan yang terjadi di Alas<br />

Togo secara fair guna menempatkan perlakuan yang layak terhadap<br />

pelanggaran hukum tersebut. Dalam hal ini mekanisme hukum yang ditempuh<br />

seharusnya mekenisme pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam UU<br />

Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.<br />

Penghukuman tidak bisa semata dibebankan kepada prajurit lapangan. Terlebih<br />

semua terdakwa dipersamakan begitu saja tanggungjawabnya, tanpa<br />

memeriksa lebih jauh penangungjawab pasukan yang mengendalikan pasukan

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!