menerobos%20jalan%20buntu
menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu
236 Satu Dekade: Keberhasilan Reformasi TNI Terbebani Paradigma Orde Baru (1998-2008) Pada 5 Oktober 2007, saat memperingati Hari Ulang Tahun ke-62 TNI di Mabes TNI Cilangkap, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan “Tahun depan, laporkanlah kepada rakyat Indonesia apaapa yang telah TNI capai dalam reformasi internal sepuluh tahun pertama.” Presiden kembali mengingatkan perlunya evaluasi pencapaian reformasi internal TNI saat membuka Seminar Nasional yang diadakan Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD) bertajuk “Pertahanan Negara Republik Indonesia Abad ke-21” di Bandung, September lalu. Presiden SBY menyatakan, pengembangan postur TNI diarahkan pada kekuatan minimum esensial (minimum esential force). Kini, TNI tengah menyusun laporan pencapaian reformasi internal selama 10 tahun dan akan dipublikasikan dalam waktu dekat. Bagaimana isi laporan itu nantinya? Bagaimana pula kira-kira reaksi dari Presiden maupun publik secara umum atas isi laporan itu? Dalam amanat peringatan HUT TNI ke-63, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso telah melaporkan secara singkat jalannya lima agenda reformasi internal TNI; Netralitas TNI dalam Politik; Penghentian TNI dari Bisnis; Peradilan Militer; Kesejahteraan Prajurit; Profesionalisme. Agenda ke-1 dan ke-5 telah dinyatakan tuntas, sementara tiga agenda lainnya dikatakan merupakan kewenangan pembuat kebijakan otoritas sipil. Bagaimana paparan detail mengenai lima hal ini, banyak pihak menunggu laporan resmi TNI. Meski demikian, tak ada salahnya untuk mempublikasikan naskah singkat ini terlebih dahulu sebagai pandangan dari sebagian kecil komponen rakyat atas jalannya reformasi TNI. Berdasarkan lima agenda inilah laporan evaluasi ini mengukur perkembangan reformasi internal TNI selama 10 tahun. Harapannya, agar diperoleh gambaran yang seimbang sekaligus sebagai masukan bagi laporan evaluasi versi TNI ke depan. Laporan evaluasi ini menyimpulkan bahwa keberhasilan reformasi TNI adalah keberhasilan normatif. Pelaksanaan norma-norma reformasi itu baru seperempat perjalanan. Penyebabnya adalah reformasi TNI masih terbebani oleh paradigma Orde Baru yang berkaitan dengan pertarungan politik domestik 1960an dan ancaman komunisme dalam konteks perang dingin. Hal ini tercermin di berbagai dokumen dan fakta yang ditemukan di lapangan, termasuk Buku Putih Pertahanan 2008. Persepsi yang dominan selama 10 tahun masih memandang ancaman dari dalam negeri dan hal ini telah menghambat arah transformasi organisasi TNI kearah yang lebih profesional.
Lebih dari itu, segala kemajuan reformasi TNI belum sepenuhnya bisa mengubah relasi-relasi eksternal secara signifikan, baik dengan komponen rakyat maupun institusi negara lainnya. Pertama, ukuran keberhasilan menghapuskan peran politik TNI tidak berhenti pada hilangnya jumlah kursi TNI di DPR. Melainkan harus berlanjut pada hilangnya dominasi militer dalam perumusan kebijakan politik negara. Meski keberadaan TNI di parlemen berakhir pada tahun 2004, rumusan undangundang tertentu seperti UU TNI dan UU KKR memperlihatkan kuatnya pengaruh TNI. Dalam UU TNI, beberapa posisi lama TNI seperti keberadaan koter dan fungsi kekaryaan masih dibenarkan. Sedangkan UU KKR yang semula diharapkan sebagai medium penyelesaian kasus kejahatan masa lalu dalam kerangka reformasi institusional TNI terbukti menjadi contoh produk politik yang bermasalah, sehingga dibatalkan MK. Beban paradigma ini membuat TNI mempertahankan struktur komando teritorial AD - seperti Kodam, Korem, Kodim, Babinsa. Padahal, reformasi 1998 menuntut pencabutan dwifungsi ABRI; penghapusan peran sosial politik dan penghapusan struktur Koter. Fraksi ABRI di parlemen telah ditinggalkan pada tahun 2004, namun Koter terus dipertahankan. Keputusan ini menjauhkan TNI dari kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan strategis global yang mensyaratkan postur pertahanan ideal yang sesuai tantangan Abad ke-21, yakni tidak bertumpu pada pertahanan darat, melainkan teknologi dan sistem pertahanan yang terpadu antara matra darat, udara dan laut. Dalam hal ini agenda mendesak reformasi TNI harus diarahkan pada agenda besar reformasi sistem keamanan, dengan terlebih dahulu membentuk Dewan Pertahanan Nasional (DPN) yang entah kenapa belum terbentuk. DPN dibutuhkan untuk mensinergikan seluruh kerangka kebijakan keamanan dengan kebijakan di sektor lainnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Badan inilah yang seharusnya menjadi medium semua aktor untuk secara bersama merumuskan arah kebijakan pertahanan. Kedua, regulasi politik berhasil merumuskan larangan bagi TNI untuk berbisnis. Namun pelaksanaanya menunjukkan negara lamban dalam mengambilalih aset bisnis TNI. Di tengah kelambanan itu, negara membiarkan praktik-praktik bisnis tetap berjalan, bahkan tak menghentikan pengalihan aset bisnis TNI ke tangan swasta. Banyak aset negara yang dipakai TNI terindikasi telah disalahgunakan untuk tujuan yang melawan hukum. Ketiga, penundaan revisi UU Peradilah Militer membuat akuntabilitas publik TNI di muka hukum tetap rendah. Anggota TNI dan para purnawirawan masih 237
- Page 185 and 186: III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 71.
- Page 187 and 188: REKOMENDASI Nº. 1 Tidak adanya kom
- Page 189 and 190: REKOMENDASI Nº. 6 Publisitas pemer
- Page 191 and 192: (b) Sebaliknya, pelanggaran yang di
- Page 193 and 194: Lihat laporan Kevin McNamara, “Ha
- Page 195 and 196: Juga menegaskan bahwa setiap orang
- Page 197 and 198: RANCANGAN PRINSIP-PRINSIP PENGATURA
- Page 199 and 200: internasional tidak diterapkan. Seb
- Page 201 and 202: kondisi yang mendasarinya harus men
- Page 203 and 204: Pasal 40 dan 37 (d) dari Konvensi H
- Page 205 and 206: orang yang diadili atas pelanggaran
- Page 207 and 208: Prinsip No 11 Rezim penjara militer
- Page 209 and 210: dari investigasi awal hingga ke pen
- Page 211 and 212: pengadilan, serta harus dijamin sem
- Page 213 and 214: (c) Memiliki akses pada pemulihan y
- Page 215 and 216: Hukum internasional menerapkan atur
- Page 217 and 218: PRAKTIK-PRAKTIK PERADILAN PIDANA MI
- Page 219 and 220: kesatuan angkatan bersenjata. Sedan
- Page 221 and 222: Kronik Perkembangan Peradilan Milit
- Page 223 and 224: 2000 Mahmil 1-04 Semanggi II untuk
- Page 225 and 226: 2007 2008 2009 Rapat internal IX, D
- Page 227 and 228: akuntabilitas TNI. Masalah ini kian
- Page 229 and 230: penting untuk melakukan evaluasi ek
- Page 231 and 232: undang ini [pada bulan September 20
- Page 233 and 234: 3. 2 Juli 2009 DPR Segera Selesaika
- Page 235: umum. Di negara-negara demokrasi, t
- Page 239 and 240: akyat dalam konteks perang gerilya
- Page 241 and 242: terdakwa tersebut. Oleh karena itu
- Page 243 and 244: Pemerintah agar memberikan hak atas
- Page 245 and 246: 1. Bahwa peristiwa penembakan terha
- Page 247 and 248: 1. Mendesak Menteri Pertahanan untu
- Page 249 and 250: 9. 19 Februari 2008 TNI HARUS TUNDU
- Page 251 and 252: Delapan Tahun Tragedi 28 September
- Page 253 and 254: Rizal dan Saidatul Fitria layak dis
- Page 255 and 256: Demikian hal ini disampaikan Terima
- Page 257 and 258: Lampiran: Putusan perkara No. PUT.2
- Page 259 and 260: keamanan di Indonesia. Karena bagai
- Page 261 and 262: penegakan HAM dan demokrasi pemerin
- Page 263 and 264: sikap yang jelas terhadap tindak la
- Page 265 and 266: Kepala Bidang Operasional Kepala Bi
- Page 267 and 268: pada masa darurat militer, serta pe
- Page 269 and 270: KontraS dan LBH Jakarta menyesalkan
- Page 271 and 272: Kami menyambut baik janji Pangdam V
- Page 273 and 274: Kejaksaan Agung telah mencampuraduk
- Page 275 and 276: keamanan. Dengan demikian seolah-ol
- Page 277 and 278: 2. Pernyatan kasum TNI, letjend (TN
- Page 279 and 280: A. Pengaturan kewenangan peradilan
- Page 281 and 282: Adanya pembenaran moralitas dan huk
- Page 283 and 284: pada tanggal 5 Oktober 1999 dengan
- Page 285: • Dibentuknya peradilan khusus ba
236<br />
Satu Dekade:<br />
Keberhasilan Reformasi TNI Terbebani Paradigma Orde Baru<br />
(1998-2008)<br />
Pada 5 Oktober 2007, saat memperingati Hari Ulang Tahun ke-62 TNI di<br />
Mabes TNI Cilangkap, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)<br />
mengungkapkan “Tahun depan, laporkanlah kepada rakyat Indonesia apaapa<br />
yang telah TNI capai dalam reformasi internal sepuluh tahun pertama.”<br />
Presiden kembali mengingatkan perlunya evaluasi pencapaian reformasi<br />
internal TNI saat membuka Seminar Nasional yang diadakan Sekolah Staf<br />
Komando Angkatan Darat (SESKOAD) bertajuk “Pertahanan Negara<br />
Republik Indonesia Abad ke-21” di Bandung, September lalu. Presiden SBY<br />
menyatakan, pengembangan postur TNI diarahkan pada kekuatan minimum<br />
esensial (minimum esential force). Kini, TNI tengah menyusun laporan<br />
pencapaian reformasi internal selama 10 tahun dan akan dipublikasikan dalam<br />
waktu dekat. Bagaimana isi laporan itu nantinya? Bagaimana pula kira-kira<br />
reaksi dari Presiden maupun publik secara umum atas isi laporan itu?<br />
Dalam amanat peringatan HUT TNI ke-63, Panglima TNI Jenderal Djoko<br />
Santoso telah melaporkan secara singkat jalannya lima agenda reformasi<br />
internal TNI; Netralitas TNI dalam Politik; Penghentian TNI dari Bisnis;<br />
Peradilan Militer; Kesejahteraan Prajurit; Profesionalisme. Agenda ke-1 dan<br />
ke-5 telah dinyatakan tuntas, sementara tiga agenda lainnya dikatakan<br />
merupakan kewenangan pembuat kebijakan otoritas sipil. Bagaimana paparan<br />
detail mengenai lima hal ini, banyak pihak menunggu laporan resmi TNI.<br />
Meski demikian, tak ada salahnya untuk mempublikasikan naskah singkat ini<br />
terlebih dahulu sebagai pandangan dari sebagian kecil komponen rakyat atas<br />
jalannya reformasi TNI. Berdasarkan lima agenda inilah laporan evaluasi ini<br />
mengukur perkembangan reformasi internal TNI selama 10 tahun.<br />
Harapannya, agar diperoleh gambaran yang seimbang sekaligus sebagai<br />
masukan bagi laporan evaluasi versi TNI ke depan.<br />
Laporan evaluasi ini menyimpulkan bahwa keberhasilan reformasi TNI adalah<br />
keberhasilan normatif. Pelaksanaan norma-norma reformasi itu baru<br />
seperempat perjalanan. Penyebabnya adalah reformasi TNI masih terbebani<br />
oleh paradigma Orde Baru yang berkaitan dengan pertarungan politik domestik<br />
1960an dan ancaman komunisme dalam konteks perang dingin. Hal ini<br />
tercermin di berbagai dokumen dan fakta yang ditemukan di lapangan,<br />
termasuk Buku Putih Pertahanan 2008. Persepsi yang dominan selama 10<br />
tahun masih memandang ancaman dari dalam negeri dan hal ini telah<br />
menghambat arah transformasi organisasi TNI kearah yang lebih profesional.