menerobos%20jalan%20buntu
menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu
juga merekomendasikan pengesahan konvensi penghilangan orang secara paksa, yang juga menandakan urgensi dari pengesahan konvensi ini. Kami meminta Pemerintah segera menandatangani konvensi ini untuk kemudian disahkan sebagai hukum nasional di Indonesia sebagai bentuk perlindungan bagi semua orang atas tindakan penghilangan secara paksa di kemudian hari. Terhadap kebutuhan-kebuthan mendesak di atas, KontraS meminta Pemerintah dan DPR tidak menutup mata. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, pembahasan terhadap RUU yang penting dapat dilaksanakan meski tidak diputuskan dalam Prolegnas. Pembahasan terhadap regulasi-regulasi penting ini di tahun 2010 menjadi ukuran dari komitmen dan konsistensi Pemerintahan SBY dan anggota DPR RI untuk menelurkan kebijakan-kebijakan yang pro-HAM dan demokratis di tahun 2010. Jakarta, 14 Desember 2009 Badan Pekerja, Indria Fernida Wakil I Koordinator 228 2. 4 Oktober 2009 HUT TNI ke 64 Elite Sipil Harus Segera Agendakan Reformasi Militer Kami sejumlah koalisi masyarakat sipil mengucapkan selamat hari jadi kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang ke 64 pada 5 Oktober 2009. Momentum hari jadi ini biasa diperingati oleh sejumlah kalangan di Indonesia, terutama oleh TNI. Selain diperingati pada hari jadinya, momentum ini juga
penting untuk melakukan evaluasi eksistensi TNi dimasa transisi politik Indonesia dan terutama dalam menjelang bekerjanya Pemerintahan dan DPR baru hasil pemilu 2009. dilain sisi, kami prihatin dengan sejumlah ketidak tercapaian agenda reformasi TNI sebagaimana yang diamanantkan oleh Undang-undang No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Undangundang no. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Agenda-agenda tersebut berupa; reformasi Peradilan Militer yang tak kunjung tuntas, proses pegambilalihan bisnis militer yang tidak menyentuh seluruh persoalan yang melingkupinya dan peruses restrukturisasi koter serta pertanggung jawaban anggota TNI terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM dimasa lalu. Oleh karenanya ada sejumlah hal yang layak kami sampaikan sebagai focus evaluasi; Pertama, Reformasi Peradilan Militer Tahun 2009 ini merupakan batas akhir dari periode administrasi pemerintahan dan parlemen untuk menyempurnakan salah satu agenda reformasi sektor militer (TNI), yaitu revisi sistem peradilan militer. Hal ini sudah dimandatkan lewat Ketatapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) No. VII tahun 2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada Pasal 3(4). dan UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 65 ayat (2). Selama ini, sistem lama yang memiliki juridiksi untuk mengadili personel militer untuk tindak pelanggaran/kejahatan apa pun –baik tindak pidana militer maupun tindak pidana umum- merupakan salah satu sumber praktek impunitas. Sayangnya hingga berakhirnya periode pemerintahan dan parlemen 2004-2009, revisi tersebut belum terjadi. Lebih mengkhawatirkan lagi, selama Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pihak Departemen Pertahanan (Dephan) dan TNI justru menggugat mandat TAP MPR VII/2000 –yang menurut mereka sudah tidak berlaku lagi- dan menyatakan Pasal 65 (2) UU No. 34/2004 tentang perubahan juridiksi peradilan militer sebagai sesuatu yang dipaksakan. Jelas ini merupakan sikap politik yang bertentangan dengan agenda reformasi demokratik dari suatu supremasi sipil. Satu ganjalan utama reformasi sistem peradilan militer adalah bersikerasnya 229
- Page 177 and 178: (di mana pada tahun 1996 mempertany
- Page 179 and 180: B. Organisasi pengadilan militer 57
- Page 181 and 182: kriminal biasa. Review konstitusion
- Page 183 and 184: hadapan pengadilan militer serta se
- Page 185 and 186: III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 71.
- Page 187 and 188: REKOMENDASI Nº. 1 Tidak adanya kom
- Page 189 and 190: REKOMENDASI Nº. 6 Publisitas pemer
- Page 191 and 192: (b) Sebaliknya, pelanggaran yang di
- Page 193 and 194: Lihat laporan Kevin McNamara, “Ha
- Page 195 and 196: Juga menegaskan bahwa setiap orang
- Page 197 and 198: RANCANGAN PRINSIP-PRINSIP PENGATURA
- Page 199 and 200: internasional tidak diterapkan. Seb
- Page 201 and 202: kondisi yang mendasarinya harus men
- Page 203 and 204: Pasal 40 dan 37 (d) dari Konvensi H
- Page 205 and 206: orang yang diadili atas pelanggaran
- Page 207 and 208: Prinsip No 11 Rezim penjara militer
- Page 209 and 210: dari investigasi awal hingga ke pen
- Page 211 and 212: pengadilan, serta harus dijamin sem
- Page 213 and 214: (c) Memiliki akses pada pemulihan y
- Page 215 and 216: Hukum internasional menerapkan atur
- Page 217 and 218: PRAKTIK-PRAKTIK PERADILAN PIDANA MI
- Page 219 and 220: kesatuan angkatan bersenjata. Sedan
- Page 221 and 222: Kronik Perkembangan Peradilan Milit
- Page 223 and 224: 2000 Mahmil 1-04 Semanggi II untuk
- Page 225 and 226: 2007 2008 2009 Rapat internal IX, D
- Page 227: akuntabilitas TNI. Masalah ini kian
- Page 231 and 232: undang ini [pada bulan September 20
- Page 233 and 234: 3. 2 Juli 2009 DPR Segera Selesaika
- Page 235 and 236: umum. Di negara-negara demokrasi, t
- Page 237 and 238: Lebih dari itu, segala kemajuan ref
- Page 239 and 240: akyat dalam konteks perang gerilya
- Page 241 and 242: terdakwa tersebut. Oleh karena itu
- Page 243 and 244: Pemerintah agar memberikan hak atas
- Page 245 and 246: 1. Bahwa peristiwa penembakan terha
- Page 247 and 248: 1. Mendesak Menteri Pertahanan untu
- Page 249 and 250: 9. 19 Februari 2008 TNI HARUS TUNDU
- Page 251 and 252: Delapan Tahun Tragedi 28 September
- Page 253 and 254: Rizal dan Saidatul Fitria layak dis
- Page 255 and 256: Demikian hal ini disampaikan Terima
- Page 257 and 258: Lampiran: Putusan perkara No. PUT.2
- Page 259 and 260: keamanan di Indonesia. Karena bagai
- Page 261 and 262: penegakan HAM dan demokrasi pemerin
- Page 263 and 264: sikap yang jelas terhadap tindak la
- Page 265 and 266: Kepala Bidang Operasional Kepala Bi
- Page 267 and 268: pada masa darurat militer, serta pe
- Page 269 and 270: KontraS dan LBH Jakarta menyesalkan
- Page 271 and 272: Kami menyambut baik janji Pangdam V
- Page 273 and 274: Kejaksaan Agung telah mencampuraduk
- Page 275 and 276: keamanan. Dengan demikian seolah-ol
- Page 277 and 278: 2. Pernyatan kasum TNI, letjend (TN
penting untuk melakukan evaluasi eksistensi TNi dimasa transisi politik<br />
Indonesia dan terutama dalam menjelang bekerjanya Pemerintahan dan DPR<br />
baru hasil pemilu 2009. dilain sisi, kami prihatin dengan sejumlah ketidak<br />
tercapaian agenda reformasi TNI sebagaimana yang diamanantkan oleh<br />
Undang-undang No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Undangundang<br />
no. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Agenda-agenda<br />
tersebut berupa; reformasi Peradilan Militer yang tak kunjung tuntas, proses<br />
pegambilalihan bisnis militer yang tidak menyentuh seluruh persoalan yang<br />
melingkupinya dan peruses restrukturisasi koter serta pertanggung jawaban<br />
anggota TNI terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM dimasa lalu. Oleh<br />
karenanya ada sejumlah hal yang layak kami sampaikan sebagai focus<br />
evaluasi;<br />
Pertama, Reformasi Peradilan Militer<br />
Tahun 2009 ini merupakan batas akhir dari periode administrasi pemerintahan<br />
dan parlemen untuk menyempurnakan salah satu agenda reformasi sektor<br />
militer (TNI), yaitu revisi sistem peradilan militer. Hal ini sudah dimandatkan<br />
lewat Ketatapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) No. VII tahun<br />
2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara<br />
Republik Indonesia, pada Pasal 3(4). dan UU No. 34/2004 tentang Tentara<br />
Nasional Indonesia Pasal 65 ayat (2). Selama ini, sistem lama yang memiliki<br />
juridiksi untuk mengadili personel militer untuk tindak pelanggaran/kejahatan<br />
apa pun –baik tindak pidana militer maupun tindak pidana umum- merupakan<br />
salah satu sumber praktek impunitas. Sayangnya hingga berakhirnya periode<br />
pemerintahan dan parlemen 2004-2009, revisi tersebut belum terjadi.<br />
Lebih mengkhawatirkan lagi, selama Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)<br />
dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pihak Departemen Pertahanan<br />
(Dephan) dan TNI justru menggugat mandat TAP MPR VII/2000 –yang<br />
menurut mereka sudah tidak berlaku lagi- dan menyatakan Pasal 65 (2) UU<br />
No. 34/2004 tentang perubahan juridiksi peradilan militer sebagai sesuatu yang<br />
dipaksakan. Jelas ini merupakan sikap politik yang bertentangan dengan<br />
agenda reformasi demokratik dari suatu supremasi sipil.<br />
Satu ganjalan utama reformasi sistem peradilan militer adalah bersikerasnya<br />
229