menerobos%20jalan%20buntu
menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu
Sama dengannya, mekanisme yudisial imparsial untuk menyelesaikan konflik yurisdiksi atau wewenang harus dibangun. Prinsip ini sangat penting, karena menjamin pengadilan militer tidak membentuk sistem paralel di luar kontrol wewenang yudisial. Sangat menarik untuk mencatat bahwa hal ini direkomendasikan oleh pelapor khusus mengenai penyiksaan dan Pelapor Khusus mengenai Eksekusi Ekstra-yudisial, Sewenang-wenang, dan Cepat. xxxiii 214 Prinsip No 18 Asas kepatuhan dan tanggungjawab atasan Tanpa menghakimi prinsip berkaitan dengan yurisdiksi pengadilan militer: (a) Asas kepatuhan (due obedience) tidak bisa diterapkan untuk membebaskan anggota militer dari tanggungjawab pidana individual bahwa ia menyebabkan secara langsung pelanggaran HAM berat, seperti eksekusi ekstra-yudisial, penghilangan paksa, dan penyiksaan, kejahatan perang atau kejahatan atas kemanusiaan; (b) Fakta bila pelanggaran HAM serius, seperti eksekusi ekstra-yudisial, penghilangan paksa, penyiksaan, dan kejahatan perang atau kejahatan atas kemanusiaan yang dilakukan oleh bawahan tidak membebaskan atasannya dari tanggungjawab pidana jika mereka gagal menjalankan kekuatan yang dimilikinya untuk mencegah tindakan mereka, jika mereka memiliki informasi yang membuat mereka mengetahui kejahatan tersebut sedang atau akan dilakukan. Prinsip kepatuhan kerap kali digunakan dalam pengadilan dan peradilan, terutama pengadilan militer, dalam kerangka tinjauan ini, menjadi subjek pembatasan berikut: fakta bahwa tertuduh bertanggung jawab pada pelanggaran karena perintah atasan tidak membebaskannya dari tanggung jawab kriminal. Paling tidak, kondisi ini bisa dijadikan dasaran tidak untuk “permakluman (extenuating circumstances)” tapi untuk pengurangan hukuman. Sebaliknya, pelanggaran yang dilakukan oleh subordinat tidak membebaskan atasan hierarkisnya dari tanggungjawab pidana jika mereka memiliki atau punya alasan untuk mengetahui bawahannya akan atau sedang menjalankan pelanggaran tersebut, dan mereka tidak bertindak menjalankan kekuasaannya untuk mencegah pelanggaran dan menahan calon pelaku. Sangatlah penting untuk menekankan, sejauh proses hukum kriminal dan tanggung jawab kriminal perhatikan, perintah yang diberikan oleh atasan tidak bisa menjustifikasi eksekusi ekstra-yudisial, penghilangan paksa, penyiksaan, kejahatan perang, atau kejahatan atas kemanusiaan, ataupun membebaskan pelaku dari tanggungjawab pidana individual. Prinsip ini dinyatakan dalam banyak instrumen internasional.
Hukum internasional menerapkan aturan bahwa atasan hierarkis menanggung tanggungjawab pidana untuk pelanggaran HAM serius, kejahatan perang, dan kejahatan atas kemanusiaan yang dilakukan personil di bawah wewenang dan kontrol efektifnya. Prinsip tanggungjawab pidana dari pejabat yang mengabaikan, diakui dalam banyak instrumen internasional, kasus-kasus hukum internasional dan legislasi dari beberapa negara. Prinsip No 19 Pembatasan penerapan hukuman mati Hukum militer harus merefleksikan pada kecenderungan internasional mengenai penghapusan hukuman mati, pada masa damai dan perang. Dalam segala situasi hukuman mati tidak boleh diterapkan pada: (a) Pelanggaran yang dilakukan oleh orang berusia di bawah 18 tahun; (b) Pada wanita hamil atau ibu dengan anak kecil; (c) Pada orang yang mengalami ketidakmamupan mental atau pikiran Kecenderungan penghapusan hukuman mati secara gradual, termasuk pada kasus kejahatan internasional, harus diperluas hingga mencakup peradilan militer, yang menyediakan jaminan lebih sedikit ketimbang peradilan biasa, karena sifat hukuman ini, kesalahan yudisial misalnya, tidak bisa dibalik. Walaupun hukuman mati tidak dilarang dalam hukum internasional, instrumen HAM internasional bersandar pada penghapusan. xxxiii Khususnya, penerapan hukuman mati pada orang yang rentan, terutama anak anak, harus dihindari dalam setiap situasi, sesuai dalam Pasal 6, paragraf 5, Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, yang menyatakan bahwa “hukuman mati tidak boleh diterapkan pada pelanggaran kejahatan yang dilakukan oleh orang berusia kurang dari 18 tahun... ”. Pelarangan hukuman mati pada ibu hamil, ibu dengan anak kecil dan orang dengan ketidakmampuan mental dan pikiran juga dilarang, sebagaimana tercantum dalam resolusi Komisi HAM 2005/59 tentang pertanyaan soal Hukuman Mati (para. 7 (a), (b) and (c)). Dalam resolusi yang sama, komisi “mendorong semua negara yang masih mempertahankan hukuman mati… untuk menjamin setiap tahapan hukum, termasuk yang berada dalam tribunal atau yurisdiksi khusus, dan terutama yang berkaitan dengan pelanggaran besar, untuk menyesuaikan dengan jaminan prosedur minimum yang termaktub dalam Pasal 14 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik” (para. 7 (e)). Resolusi Sub-Komisi 2004/25 merekomendasikan bila hukuman mati tidak boleh diterapkan atas warga sipil yang diadili oleh peradilan atau pengadilan militer dimana satu atau lebih hakimnya merupakan anggota angkatan bersenjata. Hal 215
- Page 163 and 164: (contoh naik banding yang dikirimka
- Page 165 and 166: 1. Pembedaan antara masa perang dan
- Page 167 and 168: 2. Pembedaan situasi krisis 29. Ter
- Page 169 and 170: diperkenankan adanya pengurangan, d
- Page 171 and 172: 39. Setidaknya, seperti dinyatakan
- Page 173 and 174: seluruh atau sebagian anggota penga
- Page 175 and 176: 48. Prinsip-prinsip ini secara jela
- Page 177 and 178: (di mana pada tahun 1996 mempertany
- Page 179 and 180: B. Organisasi pengadilan militer 57
- Page 181 and 182: kriminal biasa. Review konstitusion
- Page 183 and 184: hadapan pengadilan militer serta se
- Page 185 and 186: III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 71.
- Page 187 and 188: REKOMENDASI Nº. 1 Tidak adanya kom
- Page 189 and 190: REKOMENDASI Nº. 6 Publisitas pemer
- Page 191 and 192: (b) Sebaliknya, pelanggaran yang di
- Page 193 and 194: Lihat laporan Kevin McNamara, “Ha
- Page 195 and 196: Juga menegaskan bahwa setiap orang
- Page 197 and 198: RANCANGAN PRINSIP-PRINSIP PENGATURA
- Page 199 and 200: internasional tidak diterapkan. Seb
- Page 201 and 202: kondisi yang mendasarinya harus men
- Page 203 and 204: Pasal 40 dan 37 (d) dari Konvensi H
- Page 205 and 206: orang yang diadili atas pelanggaran
- Page 207 and 208: Prinsip No 11 Rezim penjara militer
- Page 209 and 210: dari investigasi awal hingga ke pen
- Page 211 and 212: pengadilan, serta harus dijamin sem
- Page 213: (c) Memiliki akses pada pemulihan y
- Page 217 and 218: PRAKTIK-PRAKTIK PERADILAN PIDANA MI
- Page 219 and 220: kesatuan angkatan bersenjata. Sedan
- Page 221 and 222: Kronik Perkembangan Peradilan Milit
- Page 223 and 224: 2000 Mahmil 1-04 Semanggi II untuk
- Page 225 and 226: 2007 2008 2009 Rapat internal IX, D
- Page 227 and 228: akuntabilitas TNI. Masalah ini kian
- Page 229 and 230: penting untuk melakukan evaluasi ek
- Page 231 and 232: undang ini [pada bulan September 20
- Page 233 and 234: 3. 2 Juli 2009 DPR Segera Selesaika
- Page 235 and 236: umum. Di negara-negara demokrasi, t
- Page 237 and 238: Lebih dari itu, segala kemajuan ref
- Page 239 and 240: akyat dalam konteks perang gerilya
- Page 241 and 242: terdakwa tersebut. Oleh karena itu
- Page 243 and 244: Pemerintah agar memberikan hak atas
- Page 245 and 246: 1. Bahwa peristiwa penembakan terha
- Page 247 and 248: 1. Mendesak Menteri Pertahanan untu
- Page 249 and 250: 9. 19 Februari 2008 TNI HARUS TUNDU
- Page 251 and 252: Delapan Tahun Tragedi 28 September
- Page 253 and 254: Rizal dan Saidatul Fitria layak dis
- Page 255 and 256: Demikian hal ini disampaikan Terima
- Page 257 and 258: Lampiran: Putusan perkara No. PUT.2
- Page 259 and 260: keamanan di Indonesia. Karena bagai
- Page 261 and 262: penegakan HAM dan demokrasi pemerin
- Page 263 and 264: sikap yang jelas terhadap tindak la
Hukum internasional menerapkan aturan bahwa atasan hierarkis menanggung<br />
tanggungjawab pidana untuk pelanggaran HAM serius, kejahatan perang, dan<br />
kejahatan atas kemanusiaan yang dilakukan personil di bawah wewenang dan kontrol<br />
efektifnya. Prinsip tanggungjawab pidana dari pejabat yang mengabaikan, diakui<br />
dalam banyak instrumen internasional, kasus-kasus hukum internasional dan legislasi<br />
dari beberapa negara.<br />
Prinsip No 19<br />
Pembatasan penerapan hukuman mati<br />
Hukum militer harus merefleksikan pada kecenderungan internasional<br />
mengenai penghapusan hukuman mati, pada masa damai dan perang. Dalam<br />
segala situasi hukuman mati tidak boleh diterapkan pada:<br />
(a) Pelanggaran yang dilakukan oleh orang berusia di bawah 18 tahun;<br />
(b) Pada wanita hamil atau ibu dengan anak kecil;<br />
(c) Pada orang yang mengalami ketidakmamupan mental atau pikiran<br />
Kecenderungan penghapusan hukuman mati secara gradual, termasuk pada kasus<br />
kejahatan internasional, harus diperluas hingga mencakup peradilan militer, yang<br />
menyediakan jaminan lebih sedikit ketimbang peradilan biasa, karena sifat hukuman<br />
ini, kesalahan yudisial misalnya, tidak bisa dibalik.<br />
Walaupun hukuman mati tidak dilarang dalam hukum internasional, instrumen HAM<br />
internasional bersandar pada penghapusan. xxxiii Khususnya, penerapan hukuman mati<br />
pada orang yang rentan, terutama anak anak, harus dihindari dalam setiap situasi,<br />
sesuai dalam Pasal 6, paragraf 5, Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik,<br />
yang menyatakan bahwa “hukuman mati tidak boleh diterapkan pada pelanggaran<br />
kejahatan yang dilakukan oleh orang berusia kurang dari 18 tahun... ”. Pelarangan<br />
hukuman mati pada ibu hamil, ibu dengan anak kecil dan orang dengan<br />
ketidakmampuan mental dan pikiran juga dilarang, sebagaimana tercantum dalam<br />
resolusi Komisi HAM 2005/59 tentang pertanyaan soal Hukuman Mati (para. 7 (a),<br />
(b) and (c)).<br />
Dalam resolusi yang sama, komisi “mendorong semua negara yang masih<br />
mempertahankan hukuman mati… untuk menjamin setiap tahapan hukum, termasuk<br />
yang berada dalam tribunal atau yurisdiksi khusus, dan terutama yang berkaitan<br />
dengan pelanggaran besar, untuk menyesuaikan dengan jaminan prosedur minimum<br />
yang termaktub dalam Pasal 14 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik”<br />
(para. 7 (e)). Resolusi Sub-Komisi 2004/25 merekomendasikan bila hukuman mati<br />
tidak boleh diterapkan atas warga sipil yang diadili oleh peradilan atau pengadilan<br />
militer dimana satu atau lebih hakimnya merupakan anggota angkatan bersenjata. Hal<br />
215