menerobos%20jalan%20buntu
menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu
Hak atas akses pada keadilan – “hak atas hukum” adalah dasar supremasi hukum. Dalam bahasa Pasal 9, paragraf 4, Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik: “siapapun yang dikurangi kebebasannya dengan penangkapan atau penahanan berhak mengajukan pembelaan sebelum pengadilan, agar pengadilan bisa memutuskan tanpa terlambat mengenai status hukum penahanannya dan memerintahkan pelepasannya bila penahanannya tidak sesuai hukum.” Dalam masa perang, penjaminan di bawah hukum humaniter, termasuk Konvensi Jenewa tentang Perlindungan Warga Sipil pada Masa Perang tertanggal 12 Agustus 1949, menerapkannya secara penuh. Habeas corpus juga berkaitan dengan Pasal 2, paragraf 3 dari Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Dalam Komentar Umum No 29 mengenai keadaan bahaya (Pasal 4 Kovenan), Komite HAM menetapkan (para. 14 and 16) bahwa “Pasal 2, paragraf 3 kovenan mengharuskan negara pihak pada kovenan ini untuk menyediakan pemulihan atas semua pelanggaran aturan dalam kovenan. Klausa ini tidak disebut dalam daftar ketentuan yang tidak bisa dikurangi dalam Pasal 4, paragraf 2, namun menjadi kewajiban perjanjian yang inheren dalam kovenan secara utuh. Bahkan jika pihak negara dalam keadaan bahaya, dan dalam situasi tindakan tersebut diperlukan karena kekhususan situasi, boleh menyesuaikan fungsi praktis dari prosedur yang mengatur yudisial atau pemulihan lain, negara pihak harus patuh dengan kewajiban dasar, berdasar Pasal 2, paragraf 3, kovenan, untuk menyediakan pemulihan yang efektif. [...] Komite berpendapat bahwa prinsip-prinsip ini” dan aturan berkaitan pemulihan yang efektif “memerlukan persyaratan dasar peradilan adil harus dihormati dalam keadaan darurat”. Hal ini mengikuti prinsip yang sama bila, “dalam rangka melindungi hak yang tidak bisa dikurangi, hak untuk melakukan pembelaan di muka pengadilan agar pengadilan bisa menentukan tanpa keterlambatan status hukum penahanan tidak boleh dikurangi oleh keputusan negara pihak yang menguranginya dari kovenan ini”. Sifat non-derogasi dari habeas corpus juga diakui dalam beberapa deklarasi normanorma internasional. xxxiii dalam resolusi 1992/35, berjudul “Habeas Corpus”, Komisi HAM mendorong negara untuk menjaga hak habeas corpus bahkan dalam keadaan bahaya. Pengadilan HAM Inter-Amerika mempertimbangkan pemulihan yudisial untuk perlindungan hak seperti habeas corpus bukanlah subjek derogasi. xxxiii 208 Prinsip No 13 Hak atas pengadilan yang kompeten, independen, dan imparsial Organisasi dan operasi peradilan militer harus menjamin hak semua orang atas tribunal yang kompeten, independen, dan imparsial pada setiap tahapan hukum
dari investigasi awal hingga ke pengadilan. Orang yang dipilih untuk menjalankan fungsi hukum peradilan militer harus memperlihatkan integritas dan kompetensi dan membuktikan qualifikasi dan pelatihan hukum yang dibutuhkan. Hakim militer juga harus memiliki status yang menjamin kemandirian dan imparsialitas, khususnya vis-à-vis dengan hierarki militer. Dalam segala situasi tidak boleh peradilan militer diijinkan untuk menjalankan prosedur yang melibatkan hakim dan penuntut yang anonim atau tidak terlihat. Hak dasar ini berdasarkan pasal 10 Deklarasi Universal HAM: “Semua orang berhak atas persamaan penuh atas pembelaan yang adil dan public hearing oleh pengadilan yang independen dan imparsial, dalam menentukan hak dan kewajiban dan semua tuduhan kriminal atasnya.” Pasal 14 dari kovenan internasional hak sipil dan politik, seperti konvensi regional, menyediakan detail dari cakupan praktiknya. Berkaitan dengan konsep pengadilan independen dan imparsial, badan besar hukum telah menyatakan makna subjektif dan objektif dari independen dan imparsial. Penekanan khusus telah diletakkan dalam pernyataan bahasa Inggris bahwa “keadilan tidak hanya dilaksanakan tapi harus terlihat dilaksanakan”. Juga penting untuk menekankan bahwa Komite HAM menyatakan “hak untuk diadili oleh pengadilan independen dan imparsial adalah hak absolut tanpa kecuali”. xxxiii Kemandirian hakim vis-à-vis hierarki militer harus dilindungi dengan tegas, menghindari subordinasi langsung atau tidak langsung, baik dalam organisasi dan operasi system keadilan itu sendiri atau perkembangan karir hakim militer. Konsep imparsialitas lebih kompleks berdasarkan pernyataan di atas, ketika pihak-pihak harus memiliki alasan yang baik dalam memandang hakim militer sebagai pejabat yang bisa menjadi “hakim dengan tujuannya sendiri” dalam setiap kasus yang melibatkan angkatan bersenjata sebagai institusi, ketimbang hakim spesialis dengan posisi yang sama. Kehadiran hakim sipil dalam komposisi pengadilan militer bisa membantu imparsialitas tribunal tersebut. Penekanan harus diterapkan pada persyaratan bahwa hakim yang dipanggil dalam pengadilan militer harus kompeten, memiliki pelatihan hukum yang sama dengan hakim professional. Kompetensi hukum dan standar etis hakim militer, sebagai hakim yang sadar penuh atas tugas dan tanggungjawabnya, membentuk bagian tak terpisahkan dari independensi dan imparsialitas mereka. Sistem anonim atau tak terlihat dari hakim dan penuntut militer telah dikritik secara tajam oleh Komite HAM, Komite Anti Penyiksaan, Pelapor Khusus Independensi Hakim dan Pengacara, serta yang lain. Komite HAM telah menyatakan dalam pengadilan dengan hakim anonim, independensi dan imparsialitas hakim tidak 209
- Page 157 and 158: 7. Perkembangan “keadilan militer
- Page 159 and 160: pengintegrasian pengecualian itu ke
- Page 161 and 162: 16. Dalam komentar umumnya No 13 ya
- Page 163 and 164: (contoh naik banding yang dikirimka
- Page 165 and 166: 1. Pembedaan antara masa perang dan
- Page 167 and 168: 2. Pembedaan situasi krisis 29. Ter
- Page 169 and 170: diperkenankan adanya pengurangan, d
- Page 171 and 172: 39. Setidaknya, seperti dinyatakan
- Page 173 and 174: seluruh atau sebagian anggota penga
- Page 175 and 176: 48. Prinsip-prinsip ini secara jela
- Page 177 and 178: (di mana pada tahun 1996 mempertany
- Page 179 and 180: B. Organisasi pengadilan militer 57
- Page 181 and 182: kriminal biasa. Review konstitusion
- Page 183 and 184: hadapan pengadilan militer serta se
- Page 185 and 186: III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 71.
- Page 187 and 188: REKOMENDASI Nº. 1 Tidak adanya kom
- Page 189 and 190: REKOMENDASI Nº. 6 Publisitas pemer
- Page 191 and 192: (b) Sebaliknya, pelanggaran yang di
- Page 193 and 194: Lihat laporan Kevin McNamara, “Ha
- Page 195 and 196: Juga menegaskan bahwa setiap orang
- Page 197 and 198: RANCANGAN PRINSIP-PRINSIP PENGATURA
- Page 199 and 200: internasional tidak diterapkan. Seb
- Page 201 and 202: kondisi yang mendasarinya harus men
- Page 203 and 204: Pasal 40 dan 37 (d) dari Konvensi H
- Page 205 and 206: orang yang diadili atas pelanggaran
- Page 207: Prinsip No 11 Rezim penjara militer
- Page 211 and 212: pengadilan, serta harus dijamin sem
- Page 213 and 214: (c) Memiliki akses pada pemulihan y
- Page 215 and 216: Hukum internasional menerapkan atur
- Page 217 and 218: PRAKTIK-PRAKTIK PERADILAN PIDANA MI
- Page 219 and 220: kesatuan angkatan bersenjata. Sedan
- Page 221 and 222: Kronik Perkembangan Peradilan Milit
- Page 223 and 224: 2000 Mahmil 1-04 Semanggi II untuk
- Page 225 and 226: 2007 2008 2009 Rapat internal IX, D
- Page 227 and 228: akuntabilitas TNI. Masalah ini kian
- Page 229 and 230: penting untuk melakukan evaluasi ek
- Page 231 and 232: undang ini [pada bulan September 20
- Page 233 and 234: 3. 2 Juli 2009 DPR Segera Selesaika
- Page 235 and 236: umum. Di negara-negara demokrasi, t
- Page 237 and 238: Lebih dari itu, segala kemajuan ref
- Page 239 and 240: akyat dalam konteks perang gerilya
- Page 241 and 242: terdakwa tersebut. Oleh karena itu
- Page 243 and 244: Pemerintah agar memberikan hak atas
- Page 245 and 246: 1. Bahwa peristiwa penembakan terha
- Page 247 and 248: 1. Mendesak Menteri Pertahanan untu
- Page 249 and 250: 9. 19 Februari 2008 TNI HARUS TUNDU
- Page 251 and 252: Delapan Tahun Tragedi 28 September
- Page 253 and 254: Rizal dan Saidatul Fitria layak dis
- Page 255 and 256: Demikian hal ini disampaikan Terima
- Page 257 and 258: Lampiran: Putusan perkara No. PUT.2
Hak atas akses pada keadilan – “hak atas hukum” adalah dasar supremasi hukum.<br />
Dalam bahasa Pasal 9, paragraf 4, Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik:<br />
“siapapun yang dikurangi kebebasannya dengan penangkapan atau penahanan<br />
berhak mengajukan pembelaan sebelum pengadilan, agar pengadilan bisa<br />
memutuskan tanpa terlambat mengenai status hukum penahanannya dan<br />
memerintahkan pelepasannya bila penahanannya tidak sesuai hukum.” Dalam masa<br />
perang, penjaminan di bawah hukum humaniter, termasuk Konvensi Jenewa tentang<br />
Perlindungan Warga Sipil pada Masa Perang tertanggal 12 Agustus 1949,<br />
menerapkannya secara penuh.<br />
Habeas corpus juga berkaitan dengan Pasal 2, paragraf 3 dari Kovenan Internasional<br />
Hak-Hak Sipil dan Politik. Dalam Komentar Umum No 29 mengenai keadaan bahaya<br />
(Pasal 4 Kovenan), Komite HAM menetapkan (para. 14 and 16) bahwa “Pasal 2,<br />
paragraf 3 kovenan mengharuskan negara pihak pada kovenan ini untuk<br />
menyediakan pemulihan atas semua pelanggaran aturan dalam kovenan. Klausa ini<br />
tidak disebut dalam daftar ketentuan yang tidak bisa dikurangi dalam Pasal 4,<br />
paragraf 2, namun menjadi kewajiban perjanjian yang inheren dalam kovenan secara<br />
utuh. Bahkan jika pihak negara dalam keadaan bahaya, dan dalam situasi tindakan<br />
tersebut diperlukan karena kekhususan situasi, boleh menyesuaikan fungsi praktis<br />
dari prosedur yang mengatur yudisial atau pemulihan lain, negara pihak harus patuh<br />
dengan kewajiban dasar, berdasar Pasal 2, paragraf 3, kovenan, untuk menyediakan<br />
pemulihan yang efektif. [...] Komite berpendapat bahwa prinsip-prinsip ini” dan<br />
aturan berkaitan pemulihan yang efektif “memerlukan persyaratan dasar peradilan<br />
adil harus dihormati dalam keadaan darurat”. Hal ini mengikuti prinsip yang sama<br />
bila, “dalam rangka melindungi hak yang tidak bisa dikurangi, hak untuk melakukan<br />
pembelaan di muka pengadilan agar pengadilan bisa menentukan tanpa<br />
keterlambatan status hukum penahanan tidak boleh dikurangi oleh keputusan negara<br />
pihak yang menguranginya dari kovenan ini”.<br />
Sifat non-derogasi dari habeas corpus juga diakui dalam beberapa deklarasi normanorma<br />
internasional. xxxiii dalam resolusi 1992/35, berjudul “Habeas Corpus”, Komisi<br />
HAM mendorong negara untuk menjaga hak habeas corpus bahkan dalam keadaan<br />
bahaya. Pengadilan HAM Inter-Amerika mempertimbangkan pemulihan yudisial<br />
untuk perlindungan hak seperti habeas corpus bukanlah subjek derogasi. xxxiii<br />
208<br />
Prinsip No 13<br />
Hak atas pengadilan yang kompeten, independen, dan imparsial<br />
Organisasi dan operasi peradilan militer harus menjamin hak semua orang atas<br />
tribunal yang kompeten, independen, dan imparsial pada setiap tahapan hukum