menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu

18.04.2013 Views

subjek pengurangan kebebasan lainnya. Komite HAM dalam Komentar Umum No 29 mengenai keadaan darurat (Pasal 4 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik), mempertimbangkan bila “Negara pihak dalam setiap keadaan tidak boleh menggunakan Pasal 4 Kovenan ini sebagai justifikasi bertindak melanggar hukum humaniter atau norma pendahuluan hukum internasional, contohnya mengambil sandera [...], melalui pengurangan kebebasan yang sewenang-wenang [...]” (para. 11), dan “larangan pengambilan sandera, penculikan dan penahanan yang tidak diketahui adalah subjek derogasi. Sifat absolut larangan ini, bahkan dalam keadaan darurat, dijustifikasi oleh status mereka sebagai norma umum hukum internasional” (para. 13). Dalam Komentar Umum No 20, Komite HAM menekankan bahwa “untuk menjamin perlindungan efektif orang-orang yang ditahan, aturan harus dibuat untuk tahanan di tempatkan di lokasi yang secara resmi diakui sebagai tempat tahanan dan agar nama dan tempat mereka di tahanan, sebagaimana nama orang yang bertanggunjawab atas penahanan mereka, untuk tetap dalam catatan yang tersedia setiap saat dan mudah diakses oleh mereka yang peduli, termasuk kerabat dan teman”. Komite juga menambahkan bahwa “aturan juga harus dibuat untuk melawan penahanan tanpa komunikasi” (para. 11). Dalam masa krisis, hukum humaniter mengharuskan kemungkinan komunikasi dengan dunia luar, sesuai dengan Seksi V Konvensi Jenewa relatif pada Penanganan Tahanan Perang, tertanggal 12 Agustus 1949. Pengadilan HAM Eropa telah mendeskripsikan situasi di mana keluarga kekurangan informasi kerabat dekat dan yang mereka kasihi sebagai “perlakuan tidak manusiawi” berdasarkan pengertian Pasal 3 Konvensi HAM Eropa, dalam kasus Cyprus v. Turkey, 2001. xxxiii Komite HAM, Pengadilan HAM Inter-Amerika, dan Komisi HAM Inter-Amerika telah menggunakan pendekatan yang sama. Sangat penting untuk merujuk pada Pasal 32 Protokol Tambahan Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, dan berkaitan dengan Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional (Protokol I), adanya prinsip umum mengenai orang yang tewas dan hilang, “hak keluarga untuk mengetahui nasib kerabatnya”. Harus ditekankan juga bila orang yang mengalami pengurangan kebebasannya harus ditempatkan di tempat tahanan resmi dan pihak yang berwenang harus memiliki catatan orang yang ditahan. xxxiii Sejauh komunikasi antara orang yang dikurangi kebebasannya dengan pengacara mereka, harus merujuk pada Prinsip Dasar Peran Pengacara yang menyatakan “semua tahanan, orang yang ditangkap dan dipenjara harus diberikan kesempatan waktu dan fasilitas yang mencukupi untuk dikunjungi, berkomunikasi dan berkonsultasi dengan pengacara, tanpa keterlambatan, hambatan, atau sensor dan dalam kerahasiaan penuh. Konsultasi tersebut boleh dalam penglihatan namun tidak boleh didengarkan oleh petugas penegak hukum”. xxxiii 206

Prinsip No 11 Rezim penjara militer Penjara militer harus mematuhi standar internasional, termasuk Aturan Standar Minimum Penanganan Tahanan, Prinsip Dasar Penanganan Tahanan, dan Badan Prinsip untuk Perlindungan Semua Orang di Bawah segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan, dan harus bisa diakses oleh semua badan pengawas domestik dan internasional. Penjara militer harus mematuhi standar internasional dalam hukum umum, menjadi subjek supervisi efektif dari badan pengawas domestik dan internasional. Dengan cara yang sama keadilan militer harus sesuai dengan prinsip administrasi peradilan yang layak, penjara militer tidak boleh berbeda dengan standar internasional perlindungan individu yang ditahan atau dipenjarakan. Sesuai dengan prinsip prinsip terdahulu dan mengacu pada prinsip “pemisahan kategori” yang dikutip dari Aturan Standar Minimum Penanganan Tahanan, bahwa tidak boleh warga sipil ditahan dalam penjara militer. Hal ini berlaku pada blok pendisiplinan sebagaimana penjara militer atau kamp penahanan internal di bawah supervisi militer dan untuk semua tahanan, baik dalam tahanan pra persidangan atau menjalankan hukuman setelah dihukum karena pelanggaran militer. Dalam hal ini, negara harus didorong untuk meratifikasi Protokol Pilihan pada Konvensi Melawan Penyiksaan dan Perlakukan dan Hukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Lainnya, secepat mungkin. Pasal 4, paragraf 2 dari Protokol ini menyebutkan “deprivasi kebebasan berarti setiap bentuk penahanan atau pemenjaraan atau penempatan seseorang di ruang tahanan publik atau privat dimana ia tidak diijinkan untuk pergi sesuai kehendaknya atas perintah yudisial, administratif atau otoritas lainnya”. Prinsip No 12 Jaminan habeas corpus Dalam semua keadaan, setiap orang yang dikurangi kebebasannya berhak mengajukan pembelaan seperti habeas corpus, di muka pengadilan, agar pengadilan bisa menentukan apakah penahananya dan perintah penahanannya sudah sesuai hukum. Hak petisi menjalankan habeas corpus atau pemulihan lainnya harus dilihat sebagai hak pribadi, penjaminannya harus dalam segala situasi masuk dalam yuridiksi eksklusif peradilan biasa. Dalam segala situasi, hakim harus bisa memiliki akses ke semua tempat di mana tahanan ditahan 207

Prinsip No 11<br />

Rezim penjara militer<br />

Penjara militer harus mematuhi standar internasional, termasuk Aturan<br />

Standar Minimum Penanganan Tahanan, Prinsip Dasar Penanganan Tahanan,<br />

dan Badan Prinsip untuk Perlindungan Semua Orang di Bawah segala Bentuk<br />

Penahanan atau Pemenjaraan, dan harus bisa diakses oleh semua badan<br />

pengawas domestik dan internasional.<br />

Penjara militer harus mematuhi standar internasional dalam hukum umum, menjadi<br />

subjek supervisi efektif dari badan pengawas domestik dan internasional. Dengan cara<br />

yang sama keadilan militer harus sesuai dengan prinsip administrasi peradilan yang<br />

layak, penjara militer tidak boleh berbeda dengan standar internasional perlindungan<br />

individu yang ditahan atau dipenjarakan. Sesuai dengan prinsip prinsip terdahulu dan<br />

mengacu pada prinsip “pemisahan kategori” yang dikutip dari Aturan Standar<br />

Minimum Penanganan Tahanan, bahwa tidak boleh warga sipil ditahan dalam penjara<br />

militer. Hal ini berlaku pada blok pendisiplinan sebagaimana penjara militer atau<br />

kamp penahanan internal di bawah supervisi militer dan untuk semua tahanan, baik<br />

dalam tahanan pra persidangan atau menjalankan hukuman setelah dihukum karena<br />

pelanggaran militer.<br />

Dalam hal ini, negara harus didorong untuk meratifikasi Protokol Pilihan pada<br />

Konvensi Melawan Penyiksaan dan Perlakukan dan Hukuman yang Kejam, Tidak<br />

Manusiawi dan Merendahkan Lainnya, secepat mungkin. Pasal 4, paragraf 2 dari<br />

Protokol ini menyebutkan “deprivasi kebebasan berarti setiap bentuk penahanan atau<br />

pemenjaraan atau penempatan seseorang di ruang tahanan publik atau privat<br />

dimana ia tidak diijinkan untuk pergi sesuai kehendaknya atas perintah yudisial,<br />

administratif atau otoritas lainnya”.<br />

Prinsip No 12<br />

Jaminan habeas corpus<br />

Dalam semua keadaan, setiap orang yang dikurangi kebebasannya berhak<br />

mengajukan pembelaan seperti habeas corpus, di muka pengadilan, agar<br />

pengadilan bisa menentukan apakah penahananya dan perintah penahanannya<br />

sudah sesuai hukum. Hak petisi menjalankan habeas corpus atau pemulihan<br />

lainnya harus dilihat sebagai hak pribadi, penjaminannya harus dalam segala<br />

situasi masuk dalam yuridiksi eksklusif peradilan biasa. Dalam segala situasi,<br />

hakim harus bisa memiliki akses ke semua tempat di mana tahanan ditahan<br />

207

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!