menerobos%20jalan%20buntu
menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu
erlaku dari pihak penahan mengijinkan pengadilan sipil untuk mengadili anggota angkatan bersenjata dari pihak penahan dalam rangka pelanggaran tertentu yang dilakukan oleh tahanan perang. Dalam keadaan apapun tidak diperbolehkan tahanan perang diadili oleh pengadilan yang tidak menawarkan jaminan dasar berupa independensi dan imparsialitas yang di akui secara umum, dan khususnya, tidak boleh diadili tanpa prosedur yang menjamin perlakuan yang adil bagi tertuduh berdasarkan Pasal 105.” Semua provisi dari konvensi ini dirancang untuk menjamin penanganan yang adil “Oleh pengadilan yang sama, berdasarkan prosedur yang sama dengan kasus yang dihadapi oleh anggota angkatan bersenjata pihak penahan” (Pasal.102). Ketika muncul keraguan apakah “seseorang berniat melakukan tindakan bermusuhan dan telah jatuh ke tangan musuh” adalah tahanan perang, “orang tersebut berhak menikmati perlindungan dari konvensi ini hingga status mereka ditentukan oleh peradilan yang kompeten” (Pasal. 5). Lebih lanjut, di bawah Konvensi Jenewa terkait dengan Perlindungan Warga Sipil pada Masa Perang pada 12 Agustus 1949, dalam situasi okupasi/pendudukan militer, “dalam kasus penerobosan unsur unsur perdata berdasarkan paragraf kedua Pasal 64, Kekuatan okupasi bisa menyerahkan tertuduh pada peradilan militer non-politis sesuai konstitusi yang layak, dengan kondisi peradilan tersebut berada di negara terokupasi. Peradilan banding sebaiknya berkedudukan di negara terokupasi (Pasal 66). Konvensi menjelaskan bahwa “Pengadilan hanya menerapkan unsur unsur hukum yang bisa diaplikasikan sehubungan dengan dakwaan, dan yang sesuai dengan prinsip umum hukum, khususnya prinsip hukuman harus proporsinal dengan pelanggarannya” (Pasal 67). Referensi pada “prinsip-prinsip umum hukum”, bahkan dengan penerapan lex specialis, layak dicatat secara khusus. xxxiii 200 Prinsip No 5 Yurisdiksi peradilan militer untuk mengadili warga sipil Pengadilan militer, pada prinsipnya tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili warga sipil. Dalam segala keadaan, negara harus menjamin warga negara yang didakwa dengan dakwaan kriminal dalam segala keadaan, harus diadili di pengadilan sipil. Pada paragraf 4 Komentar Umum No 13 pada Pasal 14 Kovenan Internasional Hak- Hak Sipil dan Politik, Komite HAM menulis, “keberadaannya, di banyak negara, pengadilan militer atau pengadilan khusus yang mengadili warga negara sipil. Hal ini adalah persoalan serius, berkaitan dengan administrasi peradilan yang independen, imparsial, dan setara. Kerap kali alasan menggunakan peradilan itu agar bisa menjalankan prosedur khusus yang tidak sejalan dengan standar peradilan normal. Sementara itu Kovenan ini tidak melarang peradilan semacam itu, namun
kondisi yang mendasarinya harus mengindikasikan, pengadilan warga sipil di peradilan militer, harus sangat khusus dan dijalankan di bawah jaminan penuh berdasarkan Pasal 14.” Praktek Komite HAM dalam 20 tahun terakhir, khususnya dalam pandangan terhadap komunikasi individual atau kesimpulan observasi terhadap laporan nasional, telah meningkatkan perhatian, dalam rangka menjamin yurisdiksi pengadilan militer terbatas hanya pada dakwaan yang bersifat militer dan dilakukan oleh personel militer. Banyak rapporteur tematik dan negara memiliki pendapat kuat mendukung rendahnya otoritas tribunal militer dalam mengadili warga sipil. Mirip dengannya, yurisprudensi Pengadilan HAM Eropa, Pengadilan HAM Inter-Amerika, Komisi HAM Inter-Amerika, dan Komisi Hak Asasi Manusia dan Rakyat Afrika, sepaham pada poin ini. xxxiii Sebagaimana Prinsip Dasar Kemandirian Peradilan menyebutkan,”semua orang memiliki hak untuk diadili oleh peradilan umum atau tribunal yang menggunakan prosedur hukum. Pengadilan yang tidak berdasarkan prosedur hukum yang berlaku tidak boleh diciptakan untuk menggantikan yurisdiksi yang dimiliki oleh peradilan umum atau tribunal yudisial” (para.5). Prinsip No 6 Penolakan secara sadar atas tugas militer Status para penolak yang sadar harus ditentukan berdasarkan supervisi pengadilan sipil yang independen dan imparsial, menyediakan semua jaminan atas peradilan yang adil, terlepas dari tahapan militer yang sedang berlangsung. Sebagaimana ditetapkan oleh Komisi HAM dalam resolusi 1998/77, bergantung pada negaralah tugas membentuk badan pengambilan keputusan yang mandiri dan imparsial dengan tugas menentukan apakah penolakan secara sadar telah berlangsung. Secara pengertian, dalam kasus tersebut tribunal militer akan menjadi hakim bagi tujuan mereka. Penolak secara sadar adalah warga sipil yang harus diadili di peradilan sipil, di bawah supervisi hakim umum. Ketika hak untuk menolak secara sadar tidak diakui oleh hukum, penolak secara sadar diperlakukan seperti desertir dan hukum pidana diterapkan padanya. PBB telah mengakui adanya penolakan secara sadar atas wajib militer sebagai tindakan sah dari hak kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama sebagaimana dicantumkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. xxxiii Komite HAM telah secara jelas menghubungkan penolakan secara sadar dengan prinsip kebebasan berkesadaran yang terkandung dalam Pasal 18 Kovenan tersebut. xxxiii Selain itu mereka telah memperhatikan dalam beberapa kejadian peradilan militer telah memvonis penolakan secara sadar pada kegagalan 201
- Page 149 and 150: xxii A/48/18, paragraf 313 (15 Sept
- Page 151 and 152: ADMINISTRASI PERADILAN Perihal admi
- Page 153 and 154: I. YURISDIKSI PENGADILAN MILITER ..
- Page 155 and 156: seminar pakar semacam itu, dengan m
- Page 157 and 158: 7. Perkembangan “keadilan militer
- Page 159 and 160: pengintegrasian pengecualian itu ke
- Page 161 and 162: 16. Dalam komentar umumnya No 13 ya
- Page 163 and 164: (contoh naik banding yang dikirimka
- Page 165 and 166: 1. Pembedaan antara masa perang dan
- Page 167 and 168: 2. Pembedaan situasi krisis 29. Ter
- Page 169 and 170: diperkenankan adanya pengurangan, d
- Page 171 and 172: 39. Setidaknya, seperti dinyatakan
- Page 173 and 174: seluruh atau sebagian anggota penga
- Page 175 and 176: 48. Prinsip-prinsip ini secara jela
- Page 177 and 178: (di mana pada tahun 1996 mempertany
- Page 179 and 180: B. Organisasi pengadilan militer 57
- Page 181 and 182: kriminal biasa. Review konstitusion
- Page 183 and 184: hadapan pengadilan militer serta se
- Page 185 and 186: III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 71.
- Page 187 and 188: REKOMENDASI Nº. 1 Tidak adanya kom
- Page 189 and 190: REKOMENDASI Nº. 6 Publisitas pemer
- Page 191 and 192: (b) Sebaliknya, pelanggaran yang di
- Page 193 and 194: Lihat laporan Kevin McNamara, “Ha
- Page 195 and 196: Juga menegaskan bahwa setiap orang
- Page 197 and 198: RANCANGAN PRINSIP-PRINSIP PENGATURA
- Page 199: internasional tidak diterapkan. Seb
- Page 203 and 204: Pasal 40 dan 37 (d) dari Konvensi H
- Page 205 and 206: orang yang diadili atas pelanggaran
- Page 207 and 208: Prinsip No 11 Rezim penjara militer
- Page 209 and 210: dari investigasi awal hingga ke pen
- Page 211 and 212: pengadilan, serta harus dijamin sem
- Page 213 and 214: (c) Memiliki akses pada pemulihan y
- Page 215 and 216: Hukum internasional menerapkan atur
- Page 217 and 218: PRAKTIK-PRAKTIK PERADILAN PIDANA MI
- Page 219 and 220: kesatuan angkatan bersenjata. Sedan
- Page 221 and 222: Kronik Perkembangan Peradilan Milit
- Page 223 and 224: 2000 Mahmil 1-04 Semanggi II untuk
- Page 225 and 226: 2007 2008 2009 Rapat internal IX, D
- Page 227 and 228: akuntabilitas TNI. Masalah ini kian
- Page 229 and 230: penting untuk melakukan evaluasi ek
- Page 231 and 232: undang ini [pada bulan September 20
- Page 233 and 234: 3. 2 Juli 2009 DPR Segera Selesaika
- Page 235 and 236: umum. Di negara-negara demokrasi, t
- Page 237 and 238: Lebih dari itu, segala kemajuan ref
- Page 239 and 240: akyat dalam konteks perang gerilya
- Page 241 and 242: terdakwa tersebut. Oleh karena itu
- Page 243 and 244: Pemerintah agar memberikan hak atas
- Page 245 and 246: 1. Bahwa peristiwa penembakan terha
- Page 247 and 248: 1. Mendesak Menteri Pertahanan untu
- Page 249 and 250: 9. 19 Februari 2008 TNI HARUS TUNDU
kondisi yang mendasarinya harus mengindikasikan, pengadilan warga sipil di<br />
peradilan militer, harus sangat khusus dan dijalankan di bawah jaminan penuh<br />
berdasarkan Pasal 14.”<br />
Praktek Komite HAM dalam 20 tahun terakhir, khususnya dalam pandangan terhadap<br />
komunikasi individual atau kesimpulan observasi terhadap laporan nasional, telah<br />
meningkatkan perhatian, dalam rangka menjamin yurisdiksi pengadilan militer<br />
terbatas hanya pada dakwaan yang bersifat militer dan dilakukan oleh personel<br />
militer. Banyak rapporteur tematik dan negara memiliki pendapat kuat mendukung<br />
rendahnya otoritas tribunal militer dalam mengadili warga sipil. Mirip dengannya,<br />
yurisprudensi Pengadilan HAM Eropa, Pengadilan HAM Inter-Amerika, Komisi<br />
HAM Inter-Amerika, dan Komisi Hak Asasi Manusia dan Rakyat Afrika, sepaham<br />
pada poin ini. xxxiii Sebagaimana Prinsip Dasar Kemandirian Peradilan<br />
menyebutkan,”semua orang memiliki hak untuk diadili oleh peradilan umum atau<br />
tribunal yang menggunakan prosedur hukum. Pengadilan yang tidak berdasarkan<br />
prosedur hukum yang berlaku tidak boleh diciptakan untuk menggantikan yurisdiksi<br />
yang dimiliki oleh peradilan umum atau tribunal yudisial” (para.5).<br />
Prinsip No 6<br />
Penolakan secara sadar atas tugas militer<br />
Status para penolak yang sadar harus ditentukan berdasarkan supervisi<br />
pengadilan sipil yang independen dan imparsial, menyediakan semua jaminan<br />
atas peradilan yang adil, terlepas dari tahapan militer yang sedang berlangsung.<br />
Sebagaimana ditetapkan oleh Komisi HAM dalam resolusi 1998/77, bergantung pada<br />
negaralah tugas membentuk badan pengambilan keputusan yang mandiri dan<br />
imparsial dengan tugas menentukan apakah penolakan secara sadar telah berlangsung.<br />
Secara pengertian, dalam kasus tersebut tribunal militer akan menjadi hakim bagi<br />
tujuan mereka. Penolak secara sadar adalah warga sipil yang harus diadili di peradilan<br />
sipil, di bawah supervisi hakim umum.<br />
Ketika hak untuk menolak secara sadar tidak diakui oleh hukum, penolak secara sadar<br />
diperlakukan seperti desertir dan hukum pidana diterapkan padanya. PBB telah<br />
mengakui adanya penolakan secara sadar atas wajib militer sebagai tindakan sah dari<br />
hak kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama sebagaimana dicantumkan<br />
dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional Hak-Hak<br />
Sipil dan Politik. xxxiii Komite HAM telah secara jelas menghubungkan penolakan<br />
secara sadar dengan prinsip kebebasan berkesadaran yang terkandung dalam Pasal 18<br />
Kovenan tersebut. xxxiii Selain itu mereka telah memperhatikan dalam beberapa<br />
kejadian peradilan militer telah memvonis penolakan secara sadar pada kegagalan<br />
201