menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu

18.04.2013 Views

tinggi, khususnya Mahkamah Agung, dan mengadopsi berbagai perkembangan terkait evolusi hukum pidana internasional. II. 2. Limitasi terhadap Yurisdiksi Peradilan Militer II.2. A. Batasan untuk Mengadili Warga Sipil Ada kecenderungan di berbagai negara yang sedang menghadapi problem keamanan internal, sistem peradilan militernya memperluas cakupan yurisdiksinya dalam konteks situasi tertib sipil yang damai, untuk mengadili warga sipil. Tipologi yang umum dalam perluasan cakupan yurisdiksi peradilan militer di berbagai tempat adalah kemampuannya untuk mengadili orang sipil dalam konteks tiga skenario.21 Pertama, orang sipil yang merupakan pegawai atau yang bekerja dalam suatu institusi militer. Kedua, mengadili orang sipil dalam kejahatan yang dilakukan bersama dengan anggota militer, mencakup: jenis kejahatannya murni kejahatan militer; bukan kejahatan militer namun kejahatan umum; tempat kejahatan di bawah yurisdiksi teritorial pengadilan militer; atau korbannya merupakan anggota militer. Ketiga, mengadili orang sipil yang tidak masuk skenario pertama dan kedua, namun dalam konteks: korbannya merupakan anggota militer; kejahatannya melibatkan barang atau fasilitas milik militer; atau tempat kejadian ada dalam teritori yurisdiksi tribunal militer. Selain itu pengalaman menunjukan cakupan peradilan militer semakin diperluas dalam situasi darurat (militer/perang) di mana ada kecenderungan yang diadili adalah pihak kombatan musuh dan pihak sipil oposisi yang sebenarnya mengekspresikan hak berpendapat dan berasosiasi. Dalam General Comment No. 13, Komite HAM (Human Rights Committee) yang menjadi badan monitoring ICCPR berpendapat: 20 “[…] the existence, in many countries, of military or special courts which try civilians. This could present serious problems as far as the equitable, impartial and independent administration of justice is concerned. Quite often the reason for the establishment of such courts is to enable exceptional procedures to be applied which do not comply with normal standards of justice. While the Covenant does not prohibit such categories of courts, nevertheless the conditions which it lays down clearly indicate that the trying of civilians by such courts should be very exceptional and take place under conditions which genuinely afford the full guarantees stipulated in article 14.”22 21 Louis Joinet, Issue of the Administration of Justice Through Military Tribunals, E/CN.4/Sub.2/2002/4, paragraf 5 dan 6. 22 HR Committee, General Comment No 13, 1984, paragraf 4. Selama observasi 20 tahun terakhir, Komite HAM menilai peradilan militer tidak layak untuk mengadili warga sipil. Kesimpulan serupa diambil oleh Pengadilan HAM Eropa dan Inter-Amerika. Lihat juga HR

Ketentuan ini juga ditegaskan oleh UN Basic Principles on the Independence of the Judiciary, suatu panduan (soft law) yang khusus berisi prinsip-prinsip independensi peradilan. Basic Principles ini secara implisit menyatakan bahwa setiap orang berhak diadili oleh suatu peradilan sipil umum ketimbang diadili oleh suatu tribunal khusus yang tidak menjamin prinsip-prinsip fair trial: “Everyone shall have the right to be tried by ordinary courts or tribunals using established legal procedures. Tribunals that do not use the duly established procedures of the legal process shall not be created to displace the jurisdiction belonging to the ordinary courts or judicial tribunals.”23 Keempat, terkait dengan instrumen HAM internasional pokok lainnya (Konvensi Hak-Hak Anak) yurisdiksi peradilan militer juga tidak diperbolehkan untuk mengadili anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun.24 II.3. Yurisdiksi Peradilan Militer untuk Hanya Tindak Pelanggaran Pidana Militer Yurisdiksi subjek pelaku tindak pidana (ratione personae) selain dibatasi hanya kepada personel militer, juga dibatasi hanya untuk tindak pelanggaran (pidana) militer (military offences).25 Dalam konteks ini pelanggaran (pidana) militer dibedakan dengan tindak pidana umum. Tidak mudah untuk mendefinisikan secara ketat apa itu pelanggaran pidana militer (military criminal offences) karena begitu bervariasinya kategorisasi ini di berbagai kitab hukum pidana militer di dunia. Di tingkatan hukum internasional pun, terjadi kesulitan untuk mencari rumusan pelanggaran pidana secara definitif. Terdapat suatu konvensi yang mengatur soal ekstradisi, European Convention on Extradition 1957, yang secara implisit membedakan pelanggaran pidana militer dengan tindak pidana umum, yang Committee, General Comment No 29, 2007 paragraf 22. Hal yang sama dilakukan oleh para Special Rappourteur di bawah mekanisme (UN) Charter-based Body. Lihat Emmanuel Decaux, Issue of the Administration of Justice Through Military Tribunals, E/CN.4/Sub.2/2006/58, 13 Januari 2006, Prinsip No 5; Yuridiksi Peradilan Militer untuk Mengadili Warga Sipil, paragraf 20-21. 23 UN Basic Principles on the Independence of the Judiciary, Resolusi Majelis Umum PBB 40/32, 29 November 1985 dan 40/146, 13 Desember 1985, paragraf 5. 24 Emmanuel Decaux, Issue of the Administration of Justice Through Military Tribunals, E/CN.4/Sub.2/2006/58, 13 Januari 2006, Prinsip No 7; Yuridiksi Peradilan Militer untuk Anak- Anak Berusia di Bawah 18 Tahun, paragraf 26-28. Argumen ini juga didukung oleh oleh Konvensi Hak-Hak Anak [Pasal 40 dan 37(d)]. 25 Emmanuel Decaux, Issue of the Administration of Justice Through Military Tribunals, E/CN.4/Sub.2/2006/58, 13 Januari 2006, Prinsip No 8; Otoritas Fungsional Peradilan Militer, Paragraf 29-31. 21

tinggi, khususnya Mahkamah Agung, dan mengadopsi berbagai perkembangan terkait<br />

evolusi hukum pidana internasional.<br />

II. 2. Limitasi terhadap Yurisdiksi Peradilan Militer<br />

II.2. A. Batasan untuk Mengadili Warga Sipil<br />

Ada kecenderungan di berbagai negara yang sedang menghadapi problem keamanan<br />

internal, sistem peradilan militernya memperluas cakupan yurisdiksinya dalam<br />

konteks situasi tertib sipil yang damai, untuk mengadili warga sipil. Tipologi yang<br />

umum dalam perluasan cakupan yurisdiksi peradilan militer di berbagai tempat adalah<br />

kemampuannya untuk mengadili orang sipil dalam konteks tiga skenario.21 Pertama,<br />

orang sipil yang merupakan pegawai atau yang bekerja dalam suatu institusi militer.<br />

Kedua, mengadili orang sipil dalam kejahatan yang dilakukan bersama dengan<br />

anggota militer, mencakup: jenis kejahatannya murni kejahatan militer; bukan<br />

kejahatan militer namun kejahatan umum; tempat kejahatan di bawah yurisdiksi<br />

teritorial pengadilan militer; atau korbannya merupakan anggota militer. Ketiga,<br />

mengadili orang sipil yang tidak masuk skenario pertama dan kedua, namun dalam<br />

konteks: korbannya merupakan anggota militer; kejahatannya melibatkan barang atau<br />

fasilitas milik militer; atau tempat kejadian ada dalam teritori yurisdiksi tribunal<br />

militer. Selain itu pengalaman menunjukan cakupan peradilan militer semakin<br />

diperluas dalam situasi darurat (militer/perang) di mana ada kecenderungan yang<br />

diadili adalah pihak kombatan musuh dan pihak sipil oposisi yang sebenarnya<br />

mengekspresikan hak berpendapat dan berasosiasi. Dalam General Comment No. 13,<br />

Komite HAM (Human Rights Committee) yang menjadi badan monitoring ICCPR<br />

berpendapat:<br />

20<br />

“[…] the existence, in many countries, of military or special courts<br />

which try civilians. This could present serious problems as far as the<br />

equitable, impartial and independent administration of justice is<br />

concerned. Quite often the reason for the establishment of such courts is<br />

to enable exceptional procedures to be applied which do not comply<br />

with normal standards of justice. While the Covenant does not prohibit<br />

such categories of courts, nevertheless the conditions which it lays down<br />

clearly indicate that the trying of civilians by such courts should be very<br />

exceptional and take place under conditions which genuinely afford the<br />

full guarantees stipulated in article 14.”22<br />

21 Louis Joinet, Issue of the Administration of Justice Through Military Tribunals,<br />

E/CN.4/Sub.2/2002/4, paragraf 5 dan 6.<br />

22 HR Committee, General Comment No 13, 1984, paragraf 4. Selama observasi 20 tahun<br />

terakhir, Komite HAM menilai peradilan militer tidak layak untuk mengadili warga sipil.<br />

Kesimpulan serupa diambil oleh Pengadilan HAM Eropa dan Inter-Amerika. Lihat juga HR

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!