menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu

18.04.2013 Views

4. Mengajak pemerintah pemerintah, badan-badan PBB yang relevan, institusiinstitusi khusus, organisasi antar-pemerintah regional dan organisasi non-pemerintah untuk memberikan atau terus memberikan informasi mengenai hal tersebut pada Mr. Decaux; 5. Menyambut baik inisiatif yang diusung oleh Internasional Commission of Jurists untuk meyelenggarakan sebuah seminar pakar, termasuk pakar militer, di Jenewa tahun 2003, di bawah dukungan Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB; 6. Memutuskan untuk melanjutkan pertimbangannya mengenai hal tersebut pada sesinya yang kelimapuluh enam, di bawah poin agenda yang sama. Pertemuan ke-21 13 Agustus 2003 [Diadopsi tanpa pemungutan suara. Lihat bab V.] 196

RANCANGAN PRINSIP-PRINSIP PENGATURAN ADMINISTRASI PERADILAN MELALUI PENGADILAN MILITER Oleh Pelapor Khusus Emmanuel Decaux kepada Sub-Komisi Promosi dan Perlindungan HAM PBB (UN Doc. E/CN.4/2006/58, 13 Januari 2006, Bahasa Asli dalam Bahasa Prancis) Prinsip No 1 Pembentukan pengadilan militer berdasarkan konstitusi atau undang-undang Pengadilan militer, bila ada, bisa dibentuk hanya berdasarkan konstitusi atau undang undang, harus menghargai prinsip pemisahan kekuatan. Hal ini harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan secara umum. Prinsip dasar independensi pengadilan, yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB tahun 1985, menyatakan bahwa “Independensi pengadilan harus dijamin oleh negara dan termaktub dalam konstitusi atau undang undang negara tersebut. Adalah kewajiban bagi pemerintah dan institusi lainnya untuk menghormati dan memantau independensi pengadilan” (para.1). Prinsip pemisahan kekuasaan bersamaan dengan keharusan adanya jaminan tertulis yang tertera di ketentuan hukum dengan hierarki yang tertinggi, yaitu konstitusi atau undang-undang, untuk menghindari intervensi oleh eksekutif atau oleh institusi militer dalam administrasi peradilan. Isu doktrin mengenai legitimasi pengadilan militer tidak akan ditentukan di sini. Sebagaimana tercantum dalam laporan sebelumnya (E/CN.4/Sub.2/2003/4, para. 71, E/CN.4/Sub.2/2004/7, para. 11 and E/CN.4/Sub.2/2005/9, para. 11), mengacu pada laporan Mr. Joinet (E/CN.4/Sub.2/2002/4, para. 29). Persoalan yang mencuat adalah legalitas pengadilan militer. Dalam hal ini, “pengkonstitusian” pengadilan militer yang hadir di sejumlah negara tidak selayaknya ditempatkan di luar cakupan ketentuan hukum umum atau di atas ketetentuan hukum tersebut, atau sebaliknya, seharusnya memasukannya dalam prinsip supremasi hukum, dimulai dari yang berkaitan dengan pemisahan kekuasan dan hierarki peraturan hukum. Dalam hal ini, prinsip pertama tidak terpisahkan dari semua prinsip yang mengikutinya. Penekanan diarahkan pada keutuhan keadilan. Sebagaimana Mr. Stanislav Chernenko dan Mr. William Treat katakan di laporan akhir pada Sub-Komisi pada hak peradilan yang adil (fair trial), pada 1994, “Tribunal yang tidak menggunakan prosedur mekanisme peradilan yang sudah ditetapkan, seharusnya tidak membuat yang baru untuk menggantikan yurisdiksi peradilan umum atau peradilan pengadilan” dan “peradilan harus independen dari cabang eksekutif. Eksekutif dari suatu negara seharusnya tidak 197

RANCANGAN PRINSIP-PRINSIP PENGATURAN<br />

ADMINISTRASI PERADILAN MELALUI PENGADILAN<br />

MILITER<br />

Oleh Pelapor Khusus Emmanuel Decaux kepada<br />

Sub-Komisi Promosi dan Perlindungan HAM PBB<br />

(UN Doc. E/CN.4/2006/58, 13 Januari 2006, Bahasa Asli dalam Bahasa Prancis)<br />

Prinsip No 1<br />

Pembentukan pengadilan militer berdasarkan konstitusi atau undang-undang<br />

Pengadilan militer, bila ada, bisa dibentuk hanya berdasarkan konstitusi atau<br />

undang undang, harus menghargai prinsip pemisahan kekuatan. Hal ini harus<br />

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan secara umum.<br />

Prinsip dasar independensi pengadilan, yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB tahun<br />

1985, menyatakan bahwa “Independensi pengadilan harus dijamin oleh negara dan<br />

termaktub dalam konstitusi atau undang undang negara tersebut. Adalah kewajiban<br />

bagi pemerintah dan institusi lainnya untuk menghormati dan memantau independensi<br />

pengadilan” (para.1). Prinsip pemisahan kekuasaan bersamaan dengan keharusan<br />

adanya jaminan tertulis yang tertera di ketentuan hukum dengan hierarki yang<br />

tertinggi, yaitu konstitusi atau undang-undang, untuk menghindari intervensi oleh<br />

eksekutif atau oleh institusi militer dalam administrasi peradilan.<br />

Isu doktrin mengenai legitimasi pengadilan militer tidak akan ditentukan di sini.<br />

Sebagaimana tercantum dalam laporan sebelumnya (E/CN.4/Sub.2/2003/4, para. 71,<br />

E/CN.4/Sub.2/2004/7, para. 11 and E/CN.4/Sub.2/2005/9, para. 11), mengacu pada<br />

laporan Mr. Joinet (E/CN.4/Sub.2/2002/4, para. 29). Persoalan yang mencuat adalah<br />

legalitas pengadilan militer. Dalam hal ini, “pengkonstitusian” pengadilan militer<br />

yang hadir di sejumlah negara tidak selayaknya ditempatkan di luar cakupan<br />

ketentuan hukum umum atau di atas ketetentuan hukum tersebut, atau sebaliknya,<br />

seharusnya memasukannya dalam prinsip supremasi hukum, dimulai dari yang<br />

berkaitan dengan pemisahan kekuasan dan hierarki peraturan hukum. Dalam hal ini,<br />

prinsip pertama tidak terpisahkan dari semua prinsip yang mengikutinya. Penekanan<br />

diarahkan pada keutuhan keadilan. Sebagaimana Mr. Stanislav Chernenko dan Mr.<br />

William Treat katakan di laporan akhir pada Sub-Komisi pada hak peradilan yang adil<br />

(fair trial), pada 1994, “Tribunal yang tidak menggunakan prosedur mekanisme<br />

peradilan yang sudah ditetapkan, seharusnya tidak membuat yang baru untuk<br />

menggantikan yurisdiksi peradilan umum atau peradilan pengadilan” dan “peradilan<br />

harus independen dari cabang eksekutif. Eksekutif dari suatu negara seharusnya tidak<br />

197

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!