18.04.2013 Views

menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Operasionalisasi sistem peradilan militer juga semakin digugat –baik oleh badanbadan<br />

HAM internasional atau regional maupun oleh otoritas hukum domestik-<br />

karena secara empirik dianggap tidak mungkin memenuhi prinsip suatu peradilan<br />

yang kompeten, imparsial, dan independen sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14<br />

Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil<br />

and Political Rights/ICCPR).18<br />

Sementara itu, di tingkatan target jangka menengah dan pendek, instrumen HAM<br />

internasional (dan juga hukum internasional lainnya) ditafsirkan ulang secara<br />

progresif untuk meletakkan suatu standar minimum (minimum standard) lingkup dan<br />

cakupan yurisdiksi suatu administrasi keadilan berdasarkan peradilan militer.<br />

Komunitas ahli terkait isu ini sepakat untuk fokus terhadap dua agenda utama terkait<br />

isu peradilan militer dari sudut instrumen HAM internasional.19 Pertama, upaya<br />

membatasi yuridiksi peradilan peradilan militer; Kedua, memperkuat jaminan<br />

terpenuhinya prinsip fair trial dan independensi peradilan dalam konteks<br />

mengintegrasikan sistem peradilan milter ke dalam sistem peradilan umum.<br />

Upaya pertama mencakup beberapa fokus agenda seperti: yurisdiksi peradilan militer<br />

hanya ditujukan untuk mengadili anggota militer –dan bukan warga sipil- yang<br />

melakukan hanya suatu tindak pelanggaran (pidana) militer; penghapusan sistem ini<br />

di masa damai dengan memberikan kompetensinya kepada sistem peradilan umum<br />

atau suatu sistem peradilan disipliner; dan membatasi sistem ini untuk mengadili para<br />

anggota militer yang melakukan kejahatan serius hak asasi manusia, khususnya untuk<br />

kejahatan serius di bawah hukum (HAM dan humaniter) internasional. 20<br />

Sementara itu upaya kedua berfokus pada isu: memperkuat secara institusional<br />

jaminan independensi dan imparsialitas sistem peradilan militer, memasukkan hakimhakim<br />

sipil dalam sistem ini, memperkuat hak dari tersangka dengan memberikan<br />

kesempatan baginya untuk bebas menentukan pengacara pembelanya, putusan<br />

peradilan militer harus bisa dibanding oleh kekuasaan peradilan sipil yang lebih<br />

peradilan militer dengan masalah HAM, yaitu: Equality in the Administration of Justice oleh<br />

Mr. Rannat (E/CN.4/Sub.2/296/Rev.1); Implication for Human Rights of Situations Known as<br />

States of Siege or Emergency oleh Ms. Questiaux (E/CN.4/Sub.2/1982/15); Human Rights and<br />

States of Emergency oleh Mr. Despouy (E/CN.4/Sub.2/1985/19).<br />

18<br />

Human Rights Committee, General Comment No. 13 (Administration of Justice), 1984,<br />

paragraf 4.<br />

19<br />

Emmanuel Decaux, Issue of the Administration of Justice Through Military Tribunals,<br />

E/CN.4/Sub.2/2003/4, 27 Juni 2003 paragraf 72.<br />

20<br />

Inisiatif ini dimulai oleh Komisi HAM PBB dengan studi-studi yang dilakukan oleh Louis<br />

Joinet, Issue of the Administration of Justice Through Military Tribunals,<br />

E/CN.4/Sub.2/2002/4, kemudian dilanjutkan lagi oleh ahli lainnya, Emmanuel Decaux mulai<br />

tahun 2003 hingga 2006 (E/CN.4/Sub.2/2003/4, E/CN.4/Sub.2/2004/7, E/CN.4/Sub.2/2005/9,<br />

dan E/CN.4/Sub.2/2006/58).<br />

19

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!