menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu

18.04.2013 Views

16. Semakin banyak konstitusi dan hukum fundamental yang membatasi yurisdiksi militer secara ketat [Kolombia (Pasal 213), Yunani (Pasal 96.4), Guatemala (Pasal 209), Haiti (Pasal 42 dan 267.3), Honduras (Pasal 90), Italia (Pasal 103), Meksiko (Pasal 13), Nikaragua (Pasal 93), Paraguay (Pasal 174) dan Venezuela (Pasal 49)] atau bahkan menghapuskan yurisdiksi militer dalam masa damai (Austria, Denmark, Prancis, Jerman, Norwegia dan Swedia). B. Persidangan, oleh pengadilan militer, atas personel militer yang didakwa melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia 17. Di banyak negara, personel militer yang didakwa melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia terus saja diadili oleh pengadilan militer. Praktik ini, yang merupakan salah satu penyebab utama impunitas, cenderung melanggar hak, yang dijamin oleh Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Sipil dan Politik, bagi setiap orang atas pemulihan yang efektif [Pasal 2, paragraf 3 (a)], atas sebuah pemeriksaan yang adil oleh pengadilan yang independen dan tidak berpihak (Pasal 14, paragraf 1) dan atas perlindungan dalam hukum (Pasal 26). Dalam hal ini, sebuah putusan yang menjadi preseden awal dan sangat terkenal, diputuskan pada tanggal 29 Maret 2001, oleh Pengadilan Tinggi Afrika Selatan memutuskan bahwa tindakan membentuk sebuah pengadilan militer adalah tidak sesuai dengan konstitusi yang baru. Pengadilan Tinggi ini mengambil posisi yang tidak menyediakan kesempatan untuk mendua/ambigu sedikitpun. xxxiii Standar referensi internasional yang relevan dengan studi ini 136 (a) Yang dicakup oleh traktat 18. Konvensi Inter‐Amerika mengenai Penghilangan Paksa mengandung sebuah ketentuan (pasal IX) yang mana sesuai dengan pasal tersebut, pelaku penghilangan paksa “hanya boleh diadili dalam yurisdiksi yang kompeten menurut undang‐undang biasa di tiap negara, dengan mengecualikan yurisdiksi khusus lainnya, terutama yurisdiksi militer”.

(b) Yang tidak dicakup oleh traktat 19. Deklarasi Perlindungan bagi Setiap Orang Terhadap Penghilangan Paksa, diadopsi oleh Majelis Umum dalam resolusinya 47/133 tanggal 18 Desember 1992 mengandung ketentuan serupa (Pasal 16, paragraf 2), seperti halnya Deklarasi Universal mengenai Kemandirian Peradilan (lihat atas, paragraf 11). 20. Indikasi lain dari kecenderungan semacam itu ada pada dua standar, yang saat ini sedang dalam proses perancangan, yang berurusan secara eksplisit dengan masalah tribunal militer dan pelanggaran hak asasi manusia. Kedua standar tersebut adalah: Serangkaian Prinsip Untuk Penegakan Dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Melalui Tindakan Memerangi Impunitas (prinsip 31) [lihat E/CN.4/Sub.2/1997/20/Rev.1, tambahan II] dan Prinsip dan Panduan Dasar Mengenai Hak Atas Reparasi Bagi Para Korban Pelanggaran [Berat] Hak Asasi Manusia Dan Hukum Humaniter Internasional (prinsip 25) [lihat E/CN.4/1997/104, lampiran]. Perlu juga dicatat bahwa, dalam resolusinya No 1994/67, berjudul “Kelompok Pertahanan Sipil ”, Komisi HAM menyatakan bahwa “Pelanggaran yang melibatkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia oleh kelompok semacam itu berada di bawah yurisdiksi pengadilan sipil”. Sub‐Komisi telah mendorong negara‐ negara untuk memastikan bahwa pemeriksaan mengenai pembunuhan terhadap pembela hak asasi manusia, serta tindakan hukum lain yang terkait, dilakukan oleh tribunal sipil (lihat, terutama, resolusi Sub‐Komisi No 1998/3). 2. Kasus-kasus hukum dari badan perjanjian internasional (treaty bodies) 21. Dalam pertimbangannya mengenai laporan‐laporan periodik dari negara‐ negara tertentu (Bolivia, Brasilia, Cili, Kolombia, Kroasia, Republik Dominika, Ekuador, Mesir, El Salvador, Guatemala, Guinea, Lebanon, Peru dan Venezuela), Komite HAM telah secara bertahap sampai pada kesimpulan bahwa pengadilan 137

16. Semakin banyak konstitusi dan hukum fundamental yang membatasi<br />

yurisdiksi militer secara ketat [Kolombia (Pasal 213), Yunani (Pasal 96.4), Guatemala<br />

(Pasal 209), Haiti (Pasal 42 dan 267.3), Honduras (Pasal 90), Italia (Pasal 103),<br />

Meksiko (Pasal 13), Nikaragua (Pasal 93), Paraguay (Pasal 174) dan Venezuela (Pasal<br />

49)] atau bahkan menghapuskan yurisdiksi militer dalam masa damai (Austria,<br />

Denmark, Prancis, Jerman, Norwegia dan Swedia).<br />

B. Persidangan, oleh pengadilan militer, atas personel militer yang didakwa<br />

melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia<br />

17. Di banyak negara, personel militer yang didakwa melakukan pelanggaran<br />

berat hak asasi manusia terus saja diadili oleh pengadilan militer. Praktik ini, yang<br />

merupakan salah satu penyebab utama impunitas, cenderung melanggar hak, yang<br />

dijamin oleh Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Sipil dan Politik, bagi setiap<br />

orang atas pemulihan yang efektif [Pasal 2, paragraf 3 (a)], atas sebuah pemeriksaan<br />

yang adil oleh pengadilan yang independen dan tidak berpihak (Pasal 14, paragraf 1)<br />

dan atas perlindungan dalam hukum (Pasal 26). Dalam hal ini, sebuah putusan yang<br />

menjadi preseden awal dan sangat terkenal, diputuskan pada tanggal 29 Maret<br />

2001, oleh Pengadilan Tinggi Afrika Selatan memutuskan bahwa tindakan<br />

membentuk sebuah pengadilan militer adalah tidak sesuai dengan konstitusi yang<br />

baru. Pengadilan Tinggi ini mengambil posisi yang tidak menyediakan kesempatan<br />

untuk mendua/ambigu sedikitpun. xxxiii<br />

Standar referensi internasional yang relevan dengan studi ini<br />

136<br />

(a) Yang dicakup oleh traktat<br />

18. Konvensi Inter‐Amerika mengenai Penghilangan Paksa mengandung sebuah<br />

ketentuan (pasal IX) yang mana sesuai dengan pasal tersebut, pelaku penghilangan<br />

paksa “hanya boleh diadili dalam yurisdiksi yang kompeten menurut undang‐undang<br />

biasa di tiap negara, dengan mengecualikan yurisdiksi khusus lainnya, terutama<br />

yurisdiksi militer”.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!