menerobos%20jalan%20buntu
menerobos%20jalan%20buntu menerobos%20jalan%20buntu
132 2. Kasus-kasus hukum dari badan perjanjian internasional (treaty bodies) 12. Pada awalnya, Komite HAM tidak menganggap bahwa persidangan warga sipil oleh pengadilan militer adalah, per se, tidak sesuai dengan Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Sipil dan Politik, asalkan yurisdiksi pengadilan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 14 Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Sipil dan Politik (Komentar Umum No. 13, paragraf 4). Akan tetapi, Komite secara bertahap mulai mengkritik tribunal semacam itu di sepanjang pembahasan laporan‐ laporan periodik yang diserahkan oleh Aljazair, ii Kolombia, iii Maroko, iv Republik Korea v dan Venezuela vi . Komite kemudian semakin memperjelas bahwa ia mendukung pembatasan yurisdiksi pengadilan militer dalam pertimbangannya atas laporan‐laporan yang diserahkan oleh Cili, vii Mesir, viii Kuwait, ix Lebanon, x Polandia, xi Federasi Russia, xii Slovakia, xiii Republik Arab Syria xiv dan Uzbekistan, xv dan terutama Peru. xvi Dengan mempertimbangkan Komentar Umumnya No 13, di mana komite menganggap bahwa persidangan warga sipil oleh pengadilan militer adalah tidak selaras dengan administrasi peradilan yang adil, tidak berpihak dan independen. Bahkan secara lebih eksplisit, komite mencatat bahwa dalam kasus‐kasus yang telah disebut sebelumnya di Chile, Kuwait dan Republik Arab Syria, persidangan warga sipil oleh pengadilan militer tidaklah sesuai dengan Pasal 14 Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Sipil dan Politik. Karena itu, komite berulangkali merekomendasikan agar negara‐negara merubah legislasi mereka untuk memastikan bahwa warga sipil hanya diadili oleh pengadilan sipil. Perubahan yang sama dalam hal posisi ini juga bisa dilihat dalam kesimpulan pengamatan Komite Anti Penyiksaan (Mesir xvii dan Peru xviii ), Komite Hak Anak (Peru, xix Republik Demokrasi Kongo xx dan Turki xxi ) dan Komite untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial (Nigeria xxii ). 3. Posisi mekanisme Komisi Hak Asasi Manusia 13. Saat ini sedang tumbuh konsensus mengenai perlunya membatasi peranan jurisdiksi militer, atau bahkan menghapuskannya. Dalam hal ini, posisi berikut harus dipertimbangkan. Pelapor Khusus mengenai kemandirian para hakim dan pengacara menganggap bahwa, “dalam hal penggunaan pengadilan militer untuk mengadili
warga sipil, undang‐undang internasional sedang mengembangkan sebuah konsensus mengenai perlunya membatasi secara drastis, atau bahkan melarang, praktik tersebut”. xxiii Di bidangnya, Kelompok Kerja untuk Penahanan Sewenang‐ Wenang berpendapat bahwa, “Apabila ada bentuk keadilan militer yang terus berlanjut keberadaannya, maka ia harus mematuhi empat peraturan: (a) Ia tidak boleh memiliki kompetensi untuk mengadili warga sipil; (b) Ia tidak boleh memiliki kompetensi untuk mengadili personel militer apabila korbannya mencakup warga sipil; (c) Ia tidak boleh memiliki kompetensi untuk mengadili warga sipil dan personel militer dalam perkara pemberontakan, tuduhan menghasut atau pelanggaran apapun yang membahayakan atau memiliki resiko membahayakan rezim demokratis; dan (d) Ia harus dilarang memberikan hukuman mati dalam kondisi apapun”. xxiv Dalam laporan mengenai misinya ke Peru di tahun 1993, Pelapor Khusus untuk pembunuhan di luar proses hukum, pembunuhan singkat dan sewenang‐wenang menganggap bahwa persidangan warga sipil oleh pengadilan militer memberikan “keterbatasan dalam jaminan persidangan yang adil”. xxv Perwakilan Khusus Komisi HAM untuk pengawasan situasi hak asasi manusia di Equatorial Guinea merekomendasikan pada sejumlah kesempatan agar pihak berwenang pada negara tersebut mengubah legislasinya dengan tujuan untuk memastikan agar pengadilan militer tidak lagi memiliki kompetensi untuk mengadili warga sipil. 4. Kasus-kasus hukum pengadilan regional Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa 14. Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa memutuskan (pada kasus Incal v. Turki) bahwa “Kehadiran seorang hakim militer di Pengadilan Keamanan Negara adalah bertentangan dengan prinsip‐prinsip kemandirian dan ketidakberpihakan, yang merupakan prasyarat penting bagi sebuah persidangan yang adil”. xxvi Dalam kasus Findlay v. Inggris, Pengadilan HAM Eropa menganggap bahwa pengadilan perang yang telah mengadili terdakwa tidaklah bersifat independen maupun tidak berpihak karena anggotanya merupakan bawahan dari perwira yang bertugas sebagai pihak penuntut dan hukuman dapat diubah oleh perwira tersebut. xxvii 133
- Page 81 and 82: IV. 6 Kasus Pembunuhan Theys Hiyo E
- Page 83 and 84: Marpaung Panahatan, seorang sipil,
- Page 85 and 86: menyalahi prinsip asas imparsialita
- Page 87 and 88: ahwa tersangka yang bersalah tidak
- Page 89 and 90: oleh Polisi Militer. 4 Marcus Silan
- Page 91 and 92: RI terkait kendala dalam RUU peruba
- Page 93 and 94: RUU tentang Hukum Disiplin Militer
- Page 95 and 96: Perdebatan lain yang muncul adalah
- Page 97 and 98: V.2 Stagnasi Sikap Pemerintah penyi
- Page 99 and 100: Tabel Pendapat Para Ahli mengenai P
- Page 101 and 102: Mereka sama-sama penyidik. Akan leb
- Page 103 and 104: 6. Panja menyepakati penggunaan ist
- Page 105 and 106: terbalik dari kondisi ini ialah jik
- Page 107 and 108: BAB VI KESIMPULAN Dari seluruh urai
- Page 109 and 110: Dalam praktiknya, kalaupun terjadi
- Page 111 and 112: PERSATUAN BANGSA‐ BANGSA Dewan Ek
- Page 113 and 114: Ringkasan Eksekutif Dalam putusanny
- Page 115 and 116: Sebagai tambahan atas Deklarasi Uni
- Page 117 and 118: awah hukum internasional) adalah pr
- Page 119 and 120: dan Pengacara, Kelompok Kerja untuk
- Page 121 and 122: MILITER DAN EVOLUSINYA ............
- Page 123 and 124: Pendahuluan 1. Sejak tahun 1960an,
- Page 125 and 126: (b) Kecenderungan untuk memperluas
- Page 127 and 128: 6. Pengalaman menunjukkan bahwa pen
- Page 129 and 130: Meskipun Deklarasi Singhvi belum di
- Page 131: dari pengadilan semacam itu menuju
- Page 135 and 136: Pengadilan Hak Asasi Manusia Inter-
- Page 137 and 138: (b) Yang tidak dicakup oleh traktat
- Page 139 and 140: pengadilan sipil yang memiliki komp
- Page 141 and 142: B. Yurisdiksi yang cenderung pada k
- Page 143 and 144: kompetensi kepada pengadilan nasion
- Page 145 and 146: 33. Di banyak negara, para korban t
- Page 147 and 148: atasan mengetahui atau memiliki ala
- Page 149 and 150: xxii A/48/18, paragraf 313 (15 Sept
- Page 151 and 152: ADMINISTRASI PERADILAN Perihal admi
- Page 153 and 154: I. YURISDIKSI PENGADILAN MILITER ..
- Page 155 and 156: seminar pakar semacam itu, dengan m
- Page 157 and 158: 7. Perkembangan “keadilan militer
- Page 159 and 160: pengintegrasian pengecualian itu ke
- Page 161 and 162: 16. Dalam komentar umumnya No 13 ya
- Page 163 and 164: (contoh naik banding yang dikirimka
- Page 165 and 166: 1. Pembedaan antara masa perang dan
- Page 167 and 168: 2. Pembedaan situasi krisis 29. Ter
- Page 169 and 170: diperkenankan adanya pengurangan, d
- Page 171 and 172: 39. Setidaknya, seperti dinyatakan
- Page 173 and 174: seluruh atau sebagian anggota penga
- Page 175 and 176: 48. Prinsip-prinsip ini secara jela
- Page 177 and 178: (di mana pada tahun 1996 mempertany
- Page 179 and 180: B. Organisasi pengadilan militer 57
- Page 181 and 182: kriminal biasa. Review konstitusion
132<br />
2. Kasus-kasus hukum dari badan perjanjian internasional (treaty bodies)<br />
12. Pada awalnya, Komite HAM tidak menganggap bahwa persidangan<br />
warga sipil oleh pengadilan militer adalah, per se, tidak sesuai dengan Kovenan<br />
Internasional tentang Hak‐Hak Sipil dan Politik, asalkan yurisdiksi pengadilan<br />
tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 14 Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak<br />
Sipil dan Politik (Komentar Umum No. 13, paragraf 4). Akan tetapi, Komite secara<br />
bertahap mulai mengkritik tribunal semacam itu di sepanjang pembahasan laporan‐<br />
laporan periodik yang diserahkan oleh Aljazair, ii Kolombia, iii Maroko, iv Republik<br />
Korea v dan Venezuela vi . Komite kemudian semakin memperjelas bahwa ia<br />
mendukung pembatasan yurisdiksi pengadilan militer dalam pertimbangannya atas<br />
laporan‐laporan yang diserahkan oleh Cili, vii Mesir, viii Kuwait, ix Lebanon, x Polandia, xi<br />
Federasi Russia, xii Slovakia, xiii Republik Arab Syria xiv dan Uzbekistan, xv dan terutama<br />
Peru. xvi Dengan mempertimbangkan Komentar Umumnya No 13, di mana komite<br />
menganggap bahwa persidangan warga sipil oleh pengadilan militer adalah tidak<br />
selaras dengan administrasi peradilan yang adil, tidak berpihak dan independen.<br />
Bahkan secara lebih eksplisit, komite mencatat bahwa dalam kasus‐kasus yang telah<br />
disebut sebelumnya di Chile, Kuwait dan Republik Arab Syria, persidangan warga sipil<br />
oleh pengadilan militer tidaklah sesuai dengan Pasal 14 Kovenan Internasional<br />
tentang Hak‐Hak Sipil dan Politik. Karena itu, komite berulangkali<br />
merekomendasikan agar negara‐negara merubah legislasi mereka untuk memastikan<br />
bahwa warga sipil hanya diadili oleh pengadilan sipil. Perubahan yang sama dalam<br />
hal posisi ini juga bisa dilihat dalam kesimpulan pengamatan Komite Anti Penyiksaan<br />
(Mesir xvii dan Peru xviii ), Komite Hak Anak (Peru, xix Republik Demokrasi Kongo xx dan<br />
Turki xxi ) dan Komite untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial (Nigeria xxii ).<br />
3. Posisi mekanisme Komisi Hak Asasi Manusia<br />
13. Saat ini sedang tumbuh konsensus mengenai perlunya membatasi peranan<br />
jurisdiksi militer, atau bahkan menghapuskannya. Dalam hal ini, posisi berikut harus<br />
dipertimbangkan. Pelapor Khusus mengenai kemandirian para hakim dan pengacara<br />
menganggap bahwa, “dalam hal penggunaan pengadilan militer untuk mengadili