18.04.2013 Views

menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Mekanisme peradilan militer yang berlaku hingga saat ini dianggap bermasalah<br />

karena tidak mencerminkan prinsip fair trial dan independensi peradilan. Namun,<br />

kemajuan juga terjadi dengan lahirnya UU No 34 Tahun 2004 yang menegaskan<br />

adanya pemisahan yurisdiksi pidana militer dengan pidana umum yang dilakukan<br />

oleh seorang anggota TNI, di mana prosesnya harus ditangani oleh pengadilan militer<br />

dan melalui mekanisme pengadilan (sipil) umum. Ketentuan tata pembenahan<br />

institusi peradilan militer ini dianggap penting sebagai upaya untuk memperkuat<br />

akuntabilitas institusi TNI, khususnya menyangkut tindak pelanggaran HAM yang<br />

dilakukan anggotanya. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah:<br />

12<br />

“Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal<br />

pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan<br />

peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang<br />

diatur dengan undang-undang.”7<br />

“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 berlaku pada saat<br />

undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan.”8<br />

Sebetulnya Indonesia sudah memiliki UU No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan<br />

Militer.9 Namun undang-undang ini memiliki sejumlah kelemahan mendasar.<br />

Undang-undang ini tidak sesuai dengan standar penghormatan HAM bahkan justru<br />

tidak mendukung upaya pemenuhan hak korban pelanggaran HAM. Hingga saat ini,<br />

segala tindak kejahatan yang dilakukan seorang anggota TNI, baik pidana umum<br />

maupun pidana militer, diadili lewat suatu pengadilan militer khusus. Pengecualian<br />

berlaku bagi tindak pelanggaran berat HAM yang dilakukan oleh anggota militer. UU<br />

No 26 Tahun 2000 Pasal 49 menyatakan:<br />

“Ketentuan mengenai kewenangan Atasan Yang Berhak Menghukum dan<br />

Perwira Penyerah Perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 dan Pasal<br />

123 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer<br />

dinyatakan tidak berlaku dalam pemeriksaan pelanggaran hak asasi manusia<br />

yang berat menurut undang-undang ini.”<br />

7<br />

Undang-Undang No 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 65 ayat (2).<br />

8<br />

Undang-Undang No 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 74 ayat (1). Selama<br />

belum ada undang-undang peradilan militer yang baru belum terbentuk, maka yang berlaku<br />

tetap sistem peradilan militer yang lama, yang diatur dalam Undang-Undang No 31/1997<br />

tentang Peradilan Militer.<br />

9<br />

Undang-undang ini disahkan pada Tanggal: 15 Oktober 1997 (Jakarta, Sumber: LN 1997/84;<br />

TLN NO.3713).

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!