18.04.2013 Views

menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu

menerobos%20jalan%20buntu

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

BAB VI<br />

KESIMPULAN<br />

Dari seluruh uraian bab-bab terdahulu, terlihat dengan jelas bagaimana sistem<br />

peradilan militer di Indonesia berjalan tumpang tindih dengan kekuasaan peradilan<br />

umum. Pemberlakuan aturan peradilan militer masih juga terjebak dalam problem<br />

klasik yaitu tidak terpenuhinya asas persamaan di muka hukum atau asas nondiskriminasi.<br />

Perlakuan dalam konteks peradilan terhadap suatu personel militer<br />

menghasilkan keluaran yang berbeda dengan sistem peradilan sipil (umum). Selain itu<br />

juga, analisa terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang ditangani mekanisme<br />

peradilan militer memperlihatkan masalah mendasar, yakni bagaimana terjadinya<br />

praktik “pengistimewaan” bagi para tersangka pelaku tindak pidana umum yang<br />

berlatarbelakang personel militer. Ini semua yang melanggengkan praktik ketiadaan<br />

hukuman (impunitas) dan kekebalan hukum di negeri ini.<br />

Pengalaman sejumlah warga yang menjadi korban pelanggaran hukum tersebut juga<br />

jelas menunjukkan bagaimana praktik dari sistem peradilan militer nyaris menutup<br />

akses korban pelanggaran HAM terhadap proses keadilan dengan diabaikannya<br />

mereka dalam berbagai proses peradilan, mulai dari tahapan investigasi hingga<br />

persidangan. Semua informan yang ditemui dalam kajian ini menyatakan peradilan<br />

militer yang berjalan sangat berjarak dan nyaris tidak terjangkau oleh mereka. Dari<br />

segi akses terhadap keadilan, tidak ada satu pun dari kasus-kasus di atas melibatkan<br />

keluarga korban untuk dimintai keterangan ataupun dijadikan saksi dalam<br />

persidangan. Mereka harus berperan aktif sendiri untuk bisa sampai memiliki akses<br />

informasi atas proses berlangsungnya peradilan militer. Padahal, sebagai korban atau<br />

keluarga korban, keterangan mereka sangatlah penting untuk melihat bagaimana<br />

akibat yang ditimbulkan atas peristiwa tersebut. Selain itu, kesaksian mereka juga<br />

harusnya menjadi pertimbangan untuk melihat bagaimana sebuah peristiwa itu terjadi.<br />

Problem ini muncul dan selalu ditemui karena beberapa faktor, khususnya Undang-<br />

Undang No 31/1997 yang sudah tidak kontektual dengan tuntutan zamannya, yaitu<br />

alam demokrasi Indonesia di mana penghormatan HAM penting dikedepankan. Meski<br />

agenda keadilan masih mencari bentuknya yang ideal, masa tansisi sudah<br />

menyediakan berbagai batasan normatif akan pentingnya penegakan asas supremasi<br />

hukum di negeri ini, khususnya terhadap mereka yang di masa lalu berada di luar<br />

jangkauan sistem keadilan. Tuntutan publik akan akuntabilitas di tubuh institutsi<br />

militer harus dipahami dalam kerangka besar reformasi keadilan, hukum, dan politik.<br />

Secara politik UU No 31/1997 membuka ruang intervensi komandan militer dalam<br />

menentukan ‘apakah sebuah kejahatan yang dilakukan oleh seseorang atau sebuah<br />

unit dalam kesatuan militer bisa dibawa ke proses hukum.’ Sementara dalam konteks<br />

107

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!