11.03.2013 Views

jtptunimus-gdl-endangsupr-6533-3-babii

jtptunimus-gdl-endangsupr-6533-3-babii

jtptunimus-gdl-endangsupr-6533-3-babii

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

1. Pengertian<br />

A. Komunikasi Terapeutik<br />

BAB II<br />

TINJAUAN PUSTAKA<br />

Menurut Purwanto (1994), komunikasi terapeutik adalah<br />

komunikasi interpersonal antara perawat dan klien karena adanya rasa<br />

saling membutuhkan dan saling memberikan pengertian antara<br />

perawat dan klien, yang direncanakan secara sadar dan bertujuan<br />

untuk kesembuhan klien. Sedangkan menurut Dewit (2001),<br />

komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang mengutamakan<br />

saling pengertian antara pemberi informasi dan penerima informasi<br />

dengan cara menggunakan ungkapan-ungkapan atau isyarat-isyarat<br />

tertentu antara perawat dan klien.<br />

Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan pengertian<br />

komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat<br />

dan klien karena adanya rasa saling membutuhkan dan<br />

mengutamakan saling pengertian yang direncanakan secara sadar<br />

dengan menggunakan ungkapan-ungkapan atau isyarat-isyarat tertentu<br />

dan bertujuan untuk kesembuhan klien.<br />

6


2. Fungsi Komunikasi Terapeutik<br />

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan<br />

menganjurkan kerjasama antara perawat dan klien. Perawat berusaha<br />

mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta<br />

mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan. Proses<br />

komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku<br />

klien dan membantu klien mengatasi persoalan yang dihadapi pada<br />

tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah<br />

mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri klien<br />

( Purwanto, 1994 ).<br />

3. Tujuan Komunikasi Terapeutik<br />

Tujuan komunikasi terapeutik menurut Stuart & Laraia (2001)<br />

adalah kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatnya kehormatan<br />

diri; identitas pribadi yang jelas dan meningkatnya integritas pribadi;<br />

kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling<br />

ketergantungan, hubungan interpersonal, dengan kapasitas memberi<br />

dan menerima cinta; mendorong fungsi dan meningkatkan<br />

kemampuan terhadap kebutuhan yang memuaskan dan mencapai<br />

tujuan pribadi yang realistik.<br />

Sedangkan menurut Purwanto (1994), adalah membantu klien<br />

untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta<br />

dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada, bila<br />

pasien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan,<br />

7


membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan<br />

mempertahankan kekuatan egonya dan mempengaruhi orang lain,<br />

lingkungan fisik dan dirinya sendiri.<br />

4. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik<br />

Menurut Kariyoso (1994), unsur-unsur komunikasi meliputi :<br />

1. Komunikator (pembawa berita)<br />

Adalah individu, keluarga maupun kelompok yang mempunyai<br />

inisiatif dalam menyelenggarakan komunikasi dengan individu atau<br />

kelompok lain yang menjadi sasaran. Komunikator bisa juga<br />

berarti tempat berasalnya sumber pengertian yang<br />

dikomunikasikan.<br />

2. Message (pesan / berita)<br />

Adalah berita yang disampaikan oleh komunikator melalui<br />

lambang-lambang pembicaraan, gerakan-gerakan dan sebagainya.<br />

Message bisa berupa gerakan, sinar, suara, lambaian tangan dan<br />

sebagainya. Sedangkan di rumah sakit message bisa berupa nasehat<br />

dokter, hasil konsultasi pada status klien, laporan dan sebagainya.<br />

3. Channel (saluran)<br />

Adalah sarana tempat berlakunya lambang-lambang, meliputi<br />

pendengaran, penglihatan penciuman dan perabaan.<br />

4. Komunikan<br />

8


Adalah objek-objek sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang<br />

yang menerima berita atau lambang, bisa berupa klien, keluarga<br />

maupun masyarakat.<br />

5. Feed back<br />

Adalah arus umpan balik dalam rangka proses berlangsungnya<br />

komunikasi. Hal ini bisa juga dijadikan patokan sejauh mana<br />

pencapaian dari pesan yang telah disampaikan.<br />

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik<br />

Menurut Potter dan Perry (1993) dikutip oleh Nurjannah (2001),<br />

faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi meliputi :<br />

a. Perkembangan<br />

Perawat harus mengerti pengaruh perkembangan usia, baik dari<br />

sisi bahasa, maupun proses berfikir dari orang tersebut agar<br />

komunikasi efektif. Karena cara berkomunikasi dengan anak usia<br />

remaja dan anak usia balita sangatlah berbeda.<br />

b. Persepsi<br />

Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu<br />

kejadian atau peristiwa. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan<br />

terhambatnya komunikasi.<br />

c. Nilai<br />

Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga<br />

penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Dalam<br />

9


hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh<br />

oleh nilai pribadinya.<br />

d. Latar Belakang Sosial Budaya<br />

Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh<br />

faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan<br />

berkomunikasi.<br />

e. Emosi<br />

Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian.<br />

Emosi seperti marah, sedih, senang, akan dapat mempengaruhi<br />

perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain.<br />

f. Jenis Kelamin<br />

Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang<br />

berbeda-beda, menurut Tarned (1990), wanita menggunakan<br />

bahasa untuk mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta<br />

membangun dan mendukung keintiman, sedangkan laki-laki<br />

menggunakan bahasa untuk mendapatkan kemandirian.<br />

g. Pengetahuan<br />

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang<br />

dilakukan, seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan<br />

sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan<br />

tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.<br />

10


h. Peran dan Hubungan<br />

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar<br />

orang yang berkomunikasi. Cara komunikasi seorang perawat pada<br />

klien akan berbeda tergantung perannya.<br />

i. Lingkungan<br />

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang<br />

efektif. Suasana yang bising, tidak ada privasi yang tepat akan<br />

menimbulkan keracunan, ketegangan, dan ketidaknyamanan.<br />

j. Jarak<br />

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu<br />

menyediakan rasa aman dan kontrol.<br />

6. Prisip-prinsip Komunikasi Terapeutik<br />

Prinsip-prinsip dari komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers<br />

dikutip oleh Purwanto (1994) adalah :<br />

a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,<br />

memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.<br />

b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling<br />

percaya dan saling menghargai.<br />

c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.<br />

d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik<br />

maupun mental.<br />

e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien<br />

memiliki motivasi untuk merubah dirinya baik sikap, tingkah<br />

11


lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan<br />

masalah-masalah yang dihadapi.<br />

f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap<br />

untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,<br />

keberhasilan maupun frustasi.<br />

g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat<br />

mempertahankan konsistensinya.<br />

h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan<br />

sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik<br />

i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan<br />

terapeutik.<br />

j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukan dan<br />

meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat<br />

perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, spiritual<br />

dan gaya hidup.<br />

k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap<br />

mengganggu.<br />

l. Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain<br />

secara manusiawi.<br />

m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin<br />

mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.<br />

Sedangkan menurut Boyd dan Nihart (1998) dikutip oleh<br />

Nurjannah (2001), prinsip komunikasi terapeutik meliputi :<br />

12


a. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.<br />

b. Tingkah laku profesional mengatur hubungan terapeutik.<br />

c. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri<br />

mempunyai tujuan terapeutik.<br />

d. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.<br />

e. Kerahasiaan klien harus dijaga.<br />

f. Kompetisi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.<br />

g. Implementasi, intervensi berdasarkan teori.<br />

h. Memelihara interaksi yang tidak menilai dan menghindari<br />

membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasehat<br />

i. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali<br />

pengalamannya secara rasional.<br />

j. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen , klarifikasi dan<br />

hindari perubahan subyek atau topik jika perubahan isi topik tidak<br />

merupakan sesuatu yang sangat menarik klien<br />

7. Sikap Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik<br />

Menurut Egan (1975) dikutip oleh Keliat (1992), ada lima sikap<br />

atau cara seseorang perawat dalam berkomunikasi dengan klien yaitu :<br />

a. Berhadapan, arti dari posisi ini adalah “ saya siap untuk anda “.<br />

b. Mempertahankan kontak mata pada level yang sama berarti<br />

menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap<br />

berkomunikasi.<br />

13


c. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukan keinginan<br />

untuk menyatakan atau mendengar sesuatu.<br />

d. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan,<br />

menunjukan keterbukaan untuk berkomuikasi.<br />

e. Tetap relaks, tetap dapat mengontrol keseimbangan antara<br />

ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien.<br />

8. Karakteristik Komunikasi Terapeutik<br />

Menurut Arwani (2002), ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri<br />

komunikasi terapeutik yaitu :<br />

a. Keiklasan (genuineness)<br />

Kesadaran diri perawat untuk dapat menerima sikap klien tanpa<br />

menolak segala bentuk perasaan negatif yang dimiliki klien dan<br />

berusaha untuk berinteraksi dengan klien.<br />

b. Empati (empathy)<br />

Empati merupakan perasaan “ pemahaman “ dan “ penerimaan “<br />

perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan<br />

merasakan “ dunia pribadi klien “.<br />

c. Kehangatan (warmth)<br />

Hubungan yang saling membantu (helping relationship) dibuat<br />

untuk memberikan kesempatan klien mengeluarkan “ unek-unek “<br />

(perasaan dan nilai-nilai) secara bebas.<br />

14


9. Perbedaan Komunikasi Terapeutik dengan Komunikasi Sosial<br />

Tabel. 2.1. Perbedaan antara Komunikasi Sosial dengan Komunikasi<br />

Terapeutik<br />

KOMPONEN<br />

HUBUNGAN<br />

Saling membuka diri<br />

Fokus dari percakapan<br />

Ketepatan dari topik<br />

Hubungan pengalaman dan<br />

topik<br />

Orientasi waktu<br />

Penggunaan perasaan<br />

Penghargaan terhadap<br />

kebaikan individu<br />

KOMUNIKASI SOSIAL KOMUNIKASI<br />

TERAPEUTIK<br />

Bervariasi<br />

Klien : membuka diri<br />

Tidak diketahui oleh peserta<br />

Sosial, bisnis, umum,<br />

impersonal<br />

Ketidakterlibatan dan<br />

penggunaan dari<br />

pengetahuan yang tidak<br />

langsung<br />

Masa lalu dan masa depan<br />

Saling membagi perasaan<br />

yang tidak enak<br />

Tidak diakui<br />

Perpisahan atau terminasi Terbuka – tertutup<br />

Spesifik<br />

*) Sumber : Stuart & Sundeen, (1995) dikutip oleh Nurjannah, (2001)<br />

10. Tehnik Komunikasi Terapeutik<br />

Perawat : membuka diri<br />

untuk mendorong tujuan<br />

penanganan<br />

Diketahui oleh perawat dan<br />

klien<br />

Pribadi dan relevan untuk<br />

perawat dan klien<br />

Keterlibatan dan<br />

penggunaan dari<br />

pengetahuan langsung<br />

Saat ini<br />

Klien membagi perasaan<br />

dan diberi semangat oleh<br />

perawat<br />

Diakui penuh<br />

Perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik harus<br />

memperhatikan teknik-teknik komunikasi terapeutik diantaranya :<br />

15


a. Mendengarkan dengan aktif (active listening)<br />

Perawat secara aktif mengikuti apa yang dibicarakan klien dan<br />

memberikan perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan<br />

tepat dan tidak memotong pembicaraan klien (Purwanto, 1994).<br />

b. Mendengar pasif<br />

Kegiatan mendengarkan dengan kegiatan nonverbal untuk klien,<br />

misalnya dengan kontak mata dan menganggukan kepala<br />

(Nurjannah, 2001).<br />

c. Penerimaan<br />

Kesediaan mendengar informasi tanpa menunjukan keraguan<br />

atau ketidaksetujuan dengan tingkah laku yang menunjukan<br />

ketertarikan dan tidak menilai (Nurjannah, 2001)<br />

d. Memberikan kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan<br />

Memberikan kesempatan pada klien untuk memilih topik<br />

pembicaraan dengan cara menciptakan suasana dimana klien<br />

merasa terlibat penuh dalam suatu pembicaraan (Purwanto, 1994).<br />

e. Klarifikasi<br />

Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau<br />

klien malu mengukapkan informasi. Teknik ini berguna untuk<br />

kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat dan<br />

klien (Keliat, 1996).<br />

16


f. Memfokuskan<br />

Kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membantu klien<br />

bicara pada topik yang dipilih dan yang penting dan menjaga<br />

pembicaraan tetap menuju tujuan, yaitu lebih spesifik, lebih jelas,<br />

dan berfokus pada realita (Keliat, 1996).<br />

g. Refleksi<br />

Memberi kesempatan kepada klien untuk memahami sikapnya<br />

sendiri, mengerti perasaan dan kebingungan, keragu-raguan serta<br />

persepsinya yang benar. Hal ini digunakan untuk membantu klien<br />

dalam memngukapkan masalahnya agar menjadi jelas. Menyadari<br />

bahwa perawat mengharapkan dirinya untuk mampu berfikir<br />

bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan<br />

kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai<br />

bagian dengan orang lain (Purwanto, 1994).<br />

h. Observasi<br />

Kegiatan mengamati klien atau orang lain. Dilakukan apabila<br />

terdapat konflik antara verbal dan non verbal nyata dan tidak biasa<br />

ada pada klien (Stuart dan Sundeen 1995 dikutip oleh Nurjannah<br />

2001).<br />

i. Mengulang (restating)<br />

17


Pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien. Tehnik ini<br />

bernilai terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan<br />

melakukan validasi, mendukung klien dan memberikan perhatian<br />

terhadap apa yang baru saja dikatakan dan menjadi non terapeutik<br />

bila perawat kurang melakukan validasi terhadap interpretasi dari<br />

klien, menilai dan menyakinkan serta bertahan. Digunakan pada<br />

saat mencoba apa yang klien ucapkan (Nurjannah, 200).<br />

j. Eksplorasi (exploring)<br />

Menggali lebih dalam ide-ide, pengalaman, masalah klien yang<br />

perlu diketahui (Purwanto, 1994).<br />

k. Membagi persepsi<br />

Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan<br />

pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan<br />

memberi informasi (Keliat, 1996).<br />

l. Diam (silence)<br />

Memberi waktu kepada klien dalam menimbang alternatif<br />

tindakan yang perlu dilakukan dan memberikan kesempatan untuk<br />

merasakan bahwa dirinya diterima seutuhnya, meskipun klien tetap<br />

berdiam diri atau merasa malu, tetapi klien tetap merasa bahwa<br />

dirinya tetap berharga dan diterima. Diam dapat mendorong atau<br />

menghambat komunikasi sehingga perawat harus hati-hati dalam<br />

mengemukakan tehnik ini. Bagi klien depresi diam biasa diartikan<br />

sebagai dorongan pengertian dan penerimaan (Purwanto, 1994).<br />

18


m. Memberi informasi<br />

Memberikan informasi pada klien mengenai hal-hal yang tidak<br />

atau belum diketahuinya atau bila klien bertanya. Untuk membina<br />

hubungan saling percaya dengan klien sehingga menambah<br />

pengetahuan klien yang akan berguna untuk mengambil keputusan<br />

secara realistik (Purwanto, 1994).<br />

n. Memberi Saran<br />

Memberi alternatif ide untuk memecahkan masalah. Tepat<br />

dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan<br />

(Keliat, 1996).<br />

o. Pertanyaan terbuka (open-ended question)<br />

Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban “ Ya “ dan<br />

“ Mungkin “, tetapi pertanyaan memerlukan jawaban yang luas,<br />

sehingga klien dapat mengemukakan masalahnya, perasaanya<br />

dengan kata-kata sendiri atau dapat memberikan informasi yang<br />

diperlukan (Purwanto, 1994).<br />

p. Assertive<br />

Assertive adalah kemampuan dengan secara menyakinkan dan<br />

nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap<br />

menghargai hak orang lain (Nurjannah, 2001).<br />

q. Menyimpulkan<br />

Membawa poin-poin penting dari diskusi untuk meningkatkan<br />

pemahaman. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi<br />

19


komunikasi agar sama dengan ide dalam pikiran (Vacarolis, 1990<br />

dikutip oleh Nurjannah, 2001).<br />

r. Memberikan pengakuan / penghargaan (giving recognition)<br />

Memberi penghargaan merupakan tehnik untuk memberikan<br />

pengakuan dan menandakan kesadaran (Schultz dan Videbeck,<br />

1998 dikutip oleh Nurjannah, 2001).<br />

s. Menawarkan diri (Offering self)<br />

Menyediakan diri anda tanpa respon bersyarat atau respon yang<br />

diharapkan (Schultz dan Videbeck, 1998 dikutip oleh Nurjannah,<br />

2001).<br />

t. Menghadirkan realitas / kenyataan (presenting reality)<br />

Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai.<br />

Misalnya, “ Saya adalah yang merawat kamu “ (Schultz dan<br />

Videbeck, 1998 dikutip oleh Nurjannah, 2001).<br />

u. Penurunan jarak (reducing distant)<br />

Menurunkan jarak fisik antara perawat dan klien. Hal ini<br />

menunjukan komunikasi nonverbal dimana perawat ingin terlibat<br />

dengan klien (Leddy & Pepper, 1998 dikutip oleh Nurjannah,<br />

2001).<br />

v. Humor<br />

Dugon (1989), menyebutkan humor sebagai hal yang penting<br />

dalam komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi<br />

20


ketegangan dan rasa sakit akibat stress, serta meningkatkan<br />

keberhasilan asuhan keperawatan. Sementara Sulivan – Deane<br />

(1998), mengatakan bahwa humor merangsang produksi<br />

katekolamin, sehingga seseorang merasa sehat, dan hal ini akan<br />

meningkatkan toleransi nyeri, mengurangi kecemasan serta<br />

memfalitasi relaksasi dan meningkatkan metabolisme ( Nurjannah,<br />

2001).<br />

11. Tahap-tahap Komunikasi Terapeutik<br />

Perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik melalui empat<br />

tahap yang pada setiap tahapnya mempunyai serangkaian tugas yang<br />

harus diselesaikan. Keempat tahap itu adalah sebagai berikut :<br />

a. Fase Prainteraksi<br />

Fase prainteraksi merupakan fase dimana perawat belum<br />

bertemu dengan klien. Pada tahap ini perawat memiliki tugas yang<br />

harus diselesaikan yaitu : mengeksplorasi perasaan, fantasi dan<br />

ketakutan diri, menganalisa kekuatan profesional diri dan<br />

keterbatasan, mengumpulkan data dengan klien jika mungkin dan<br />

merencanakan untuk pertemuan pertama dengan klien.<br />

b. Fase Perkenalan atau Orientasi<br />

Fase ini dimulai sejak pertemuan pertama dengan klien. Ciri<br />

hubungan pada fase ini masih bersifat dangkal dan sering ditandai<br />

dengan ketidakpastian dan upaya pengalihan perasaan, persepsi,<br />

pikiran dan tindakan klien. Perawat dan klien saling bertukar<br />

21


pikiran dan membuat penilaian tentang perilaku masing-masing<br />

sehingga akan terbentuk hubungan saling percaya atau “trust”.<br />

Fase orientasi ini secara umum dicirikan dengan lima kegiatan<br />

pokok yaitu : testing, building trust, identification of problem and<br />

goals, clarification of roles and contract formation (Arwani,<br />

2002).<br />

Tugas perawat pada fase orientasi meliputi : menentukan<br />

mengapa klien mencari pertolongan, membina rasa percaya,<br />

penerimaan dan komunikasi terbuka, membuat kontrak bersama,<br />

mengeksplorasi pikiran, perasaan dan tindakan, dan<br />

mendefinisikan tujuan dengan klien. (Keliat, 1996 & Nurjannah,<br />

2001)<br />

c. Fase Kerja<br />

Fase kerja merupakan tahap dimana klien memulai kegiatan.<br />

Fokus utama fase ini adalah perubahan perilaku maladaptif<br />

menjadi adaptif. Pada fase kerja ini terbagi dalam dua kegiatan<br />

pokok yaitu :<br />

1) Intregating communication with nursing action (menyatukan<br />

proses komunikasi dengan tindakan keperawatan)<br />

2) Establishing a climate for change (membangun suasana yang<br />

mendukung untuk proses perubahan) (Keliat, 1996 & Arwani,<br />

2002).<br />

22


d. Fase Terminasi<br />

Tugas perawat pada fase kerja adalah mengeksplorasi stressor<br />

yang sesuai atau relevan, mendorong perkembangan kesadaran diri<br />

klien dan penggunaan mekanisme koping yang konstruktif, dan<br />

menangani tingkah laku yang dipertahankan klien atau resistance<br />

(Keliat, 1996 & Nurjannah, 2002).<br />

Fase terminasi merupakan fase dimana perawat akan<br />

menghentikan interaksinya dengan klien, baik terminasi sementara<br />

maupun terminasi akhir. Terminasi merupakan fase yang sangat<br />

sulit dan sangat penting dari hubungan terapeutik. Pada fase ini<br />

memungkinkan ingatan klien pada pengalaman perpisahan<br />

sebelumnya, sehingga klien merasa sunyi, menolak, dan depresi.<br />

Perawat perlu mendiskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi<br />

(Purwnto, 1994, Keliat, 1996 & Nurjannah, 2002).<br />

Kegiatan yang dilaksanakan pada fase terminasi meliputi :<br />

Evaluating goals achievement ( penilaian pencapaian tujuan ) dan<br />

separation (perpisahan). Sedangkan tugas perawat pada fase<br />

terminasi adalah menyediakan realitas berubah, melihat kembali<br />

kemajuan dari terapi dan pencapaian tujuan, dan saling<br />

mengeksplorasi perasaan dari penolakan, kehilangan , sedih dan<br />

marah, tingkah laku yang berkaitan (Keliat, 1996, Nurjannah, 2001<br />

& Arwani, 2002).<br />

12. Faktor-faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik<br />

23


Faktor-faktor penghambat dalam komunikasi terapeutik menurut<br />

Purwanto (1994), meliputi : kemampuan pemahaman yang berbeda,<br />

pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa<br />

lalu, komunikasi satu arah, kepentingan yang berbeda, memberikan<br />

jaminan yang tidak mungkin, membantu apa yang harus dilakukan<br />

kepada penderita, membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi, menutut<br />

bukti, tantangan, serta penjelasan dari klien mengenai tindakannya,<br />

memberikan kritik mengenai perasaan penderita, menghentikan atau<br />

mengalihkan topik pembicaraan, terlalu banyak bicara yang<br />

seharusnya mendengar dan memperlihatkan sifat jemu dan psimis.<br />

Sedangkan menurut Dewit (2001), ada beberapa faktor yang dapat<br />

menghambat terciptanya komunikasi yang efektif, diantaranya adalah :<br />

a. Changing The Subject (merubah subyek atau topik)<br />

Merubah obyek pembicaraan akan menunjukan empati yang<br />

kurang terhadap klien. Hal ini akan menjadikan klien merasa tidak<br />

nyaman, tidak tertarik dan cemas. Sehingga idenya menjadi kacau<br />

dan akhirnya informasi yang ingin didapatkan dari klien tidak<br />

mencukupi.<br />

b. Offering False Reassurance (mengukapkan keyakinan palsu)<br />

Memberikan keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan<br />

akan sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan rasa tidak<br />

percaya klien terhadap perawat.<br />

c. Giving Advice (memberi nasehat)<br />

24


Memberi nasehat menunjukan bahwa perawat tahu yang<br />

terbaik dan bahwa klien tidak dapat berfikir untuk diri mereka<br />

sendiri. Klien juga merasa bahwa dia harus melakukan apa yang<br />

dipertahankan perawat. Hal ini akan mengakibatkan penolakan<br />

klien karena klien merasa lebih berhak untuk menentukan masalah<br />

mereka sendiri.<br />

d. Defensive Comments (komentar yang bertahan )<br />

Perawat yang menjadi defensif dapat mengakibatkan klien<br />

tidak mempunyai hak untuk berpendapat, sehingga klien menjadi<br />

tidak peduli. Sikap defensif ini muncul karena perawat merasa<br />

terancam yang disebabkan hubungannya dengan klien. Agar tidak<br />

defensif perawat perlu mendengarkan klien , walaupun mendengar<br />

belum tentu setuju.<br />

e. Prying or Probing Questions (pertanyaan-pertanyaan<br />

penyelidikan)<br />

Pertanyaan penyelidikan akan membuat klien bersifat defensif.<br />

Karena klien merasa digunakan dan dinilai hanya untuk informasi<br />

yang mereka dapat berikan. Banyak klien yang marah karena<br />

pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi.<br />

f. Using Cliches (menggunakan kata klise)<br />

Kata-kata klise menunjukan kurangnya penilaian pada<br />

hubungan perawat dan klien. Klien akan merasa bahwa perawat<br />

tidak peduli dengan situasinya.<br />

25


1) Kesejatian<br />

2) Empati<br />

g. In Attentive Listening (mendengar dengan tidak memperhatikan)<br />

Perawat menunjukan sikap tidak tertarik ketika klien sedang<br />

mencoba mengeksplorasikan perasaanya, maka klien akan merasa<br />

bahwa dirinya tidak penting dan perawat sudah bosan dengannya.<br />

13. Faktor–faktor yang mempengaruhi kemampuan perawat dalam<br />

melaksanakan komunikasi terapeutik<br />

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan perawat dalm<br />

melaksanakan komunikasi terapeutik menurut Stuart & Laraia (2001)<br />

meliputi :<br />

a. Kualitas personal<br />

Yang terdiri dari kesadaran diri, klarifikasi nilai, eksplorasi<br />

perasaan, kemampuan untuk menjadi model peran, altruisme,<br />

tanggung jawab dan etik.<br />

b. Fasilitas komunikasi<br />

Terdiri dari komunikasi verbal, perilaku nonverbal, analisa<br />

masalah dan teknik terapeutik.<br />

c. Dimensi responsif, terdiri dari :<br />

Yaitu pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri<br />

kita yang sebenarnya, ditunjukan dengan adanya kesamaan<br />

antara verbal dan nonverbal.<br />

26


3) Respek / hormat<br />

4) Konkret<br />

Adalah kemampuan menenmpatkan diri kita pada posisi orang<br />

lain, serta memahami bagaimana perasaan orang lain dan apa<br />

yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut<br />

dalam emosi orang lain.<br />

Adalah perilaku yang menunjukan kepedulian atau perhatian,<br />

rasa suka dan menghargai klien. Perawat menghargai klien<br />

sebagai seseorang yang bernilai dan menerima klien tanpa<br />

syarat.<br />

Perawat menggunakan istilah yang spesifik dan bukan abstrak<br />

pada saat berdiskusi dengan klien mengenai perasaan,<br />

pengalaman dan tingkah laku.<br />

d. Dimensi tindakan, terdiri dari :<br />

1) Konfrontasi<br />

2) Kesegeraan.<br />

Proses interpersonal yang digunakan oleh perawat untuk<br />

memfasilitasi, memodifikasi dan perluasan dari gambaran diri<br />

klien, agar klien sadar adanya ketidaksesuaian pada dirinya<br />

dalam hal perasaan, tingkah laku dan kepercayaan.<br />

Adalah merespon apa yang terjadi antara perawat dan klien<br />

saat itu dan di tempat itu.<br />

27


3) Membuka diri<br />

4) Emosional katarsis<br />

5) Bermain peran<br />

Adalah membuat orang lain tahu tentang pikiran, perasaan dan<br />

pengalaman pribadi kita.<br />

Kegiatan ini terjadi pada saat klien didorong untuk<br />

membicarakan hal – hal yang sangat mengganggunya untuk<br />

mendapatkan efek terapeutik.<br />

Tindakan untuk membangkitkan situasi tertentu untuk<br />

meningkatkan penghayatan klien ke dalam hubungan manusia<br />

dan memperdalam kemampuan untuk melihat situasi dari sudut<br />

pandang yang lain dan juga memperkenankan klien untuk<br />

mencobakan situasi baru dalam lingkungan yang aman.<br />

e. Kebuntuan terapeutik, terdiri dari :<br />

1) Resistence<br />

2) Transference<br />

Adalah upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab<br />

cemas atau kegelisahan yang dialaminya. Hal ini terjadi akibat<br />

dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan<br />

untuk berubah telah dirasakan.<br />

28


3) Countertransference<br />

Adalah penugasan yang tidak disadari terhadap orang lain yang<br />

berasal dari perasaan dan perilaku yang pada dasarnya<br />

berhubungan dengan figur yang penting di masa yang lalu.<br />

Merupakan kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat<br />

yaitu reaksi perawat terhadap klien yang berdasarkan pada<br />

kebutuhan, konflik, masalah dan pandangan mengenal dunia<br />

yang tidak disadari perawat.<br />

4) Boundary violations (pelanggaran batas)<br />

Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampui batas<br />

hubungan yang terapeutik dan membina hubungan sosial,<br />

ekonomi atau personal dengan klien.<br />

f. Hasil terapeutik yaitu untuk klien, masyarakat dan perawat.<br />

B. Persepsi<br />

6. Pengertian<br />

Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian<br />

terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu<br />

sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas<br />

yang integrated dalam diri individu (Bimo Walgito, 1994). Menurut<br />

Maramis (1999) persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas<br />

atau hubungan dan perbedaan antara hal ini melalui proses<br />

mengamati, mengetahui atau mengartikan setelah panca indera<br />

29


mendapat rangsang. Sedangkan menurut Sunaryo (2004) persepsi<br />

dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui panca<br />

indera dengan didahului oleh perhatian sehingga individu mampu<br />

mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati,<br />

baik yang ada diluar maupun dalam diri individu.<br />

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan pengertian<br />

persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian<br />

terhadap rangsang melalui proses mengamati, mengetahui atau<br />

mengartikan setelah panca indera mendapat rangsang sehingga<br />

individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang<br />

hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam diri individu.<br />

7. Macam-macam Persepsi<br />

Ada dua macam persepsi menurut Sunaryo (2004) yaitu :<br />

a. External perseption yaitu persepsi yang terjadi karena adanya<br />

rangsang yang datang dari luar individu<br />

b. Self-perseption yaitu persepsi yang terjadi karena adanya<br />

rangsang yang datang dari dalam diri individu. Dalam hal ini<br />

yang menjadi obyek adalah dirinya sendiri.<br />

8. Syarat Terjadinya Persepsi<br />

Agar individu dapat mengadakan persepsi diperlukan beberapa<br />

syarat yang harus dipenuhi yaitu : ( Bimo Walgito, 1994 & Sunaryo,<br />

2004)<br />

30


a. Adanya obyek yang dipersepsi, obyek menimbulkan stimulus<br />

yang mengenai alat indera atau reseptor.<br />

b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan<br />

persepsi.<br />

c. Adanya alat indera atau reseptor sebagai penerima stimulus<br />

d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak<br />

kemudian dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat<br />

untuk mengadakan respon.<br />

9. Proses Terjadinya Persepsi<br />

Menurut Bimo Walgito (1994) proses terjadinya persepsi melalui<br />

tiga proses yaitu :<br />

a. Proses fisik (kealaman) : obyek menimbulkan stimulus, dan<br />

stimulus mengenai alat indera atau reseptor.<br />

b. Proses fisiologis : stimulus yang diterima oleh indera<br />

dilanjutkan oleh saraf sensoris ke otak.<br />

c. Proses psikologis : proses di dalam otak sehingga imdividu<br />

dapat menyadari stimulus yang diterima.<br />

10. Gangguan Persepsi (dispersepsi)<br />

Persepsi individu dapat mengalami gangguan, hal ini dapat<br />

disebabkan karena adanya gangguan otak (kerusakan otak,<br />

keracunan, obat halusinogenik), gangguan jiwa (emosi yang dapat<br />

menyebabkan ilusi) dan pengaruh lingkungan sosio-budaya<br />

(Sunaryo, 2004).<br />

31


Adapun macam-macam gangguan perspsi menurut Mramis<br />

(1999) dikutip oleh Sunaryo (2004) terdaoat tujuh macam gangguan<br />

persepsi yaitu : halusinasi, ilusi, depersonalisasi, derealisasi,<br />

gangguan somatosensorik pada reaksi konversi, gangguan<br />

psikologik dan agnosia.<br />

C. Kepuasan klien<br />

11. Pengertian<br />

Kepuasan klien seringkali dipandang sebagai suatu komponen<br />

yang penting dalam pelayanan kesehatan. Kepuasan berkaitan<br />

dengan kesembuhan klien dari sakit atau luka. Hal itu lebih<br />

berkaitan dengan konsekuensi sifat pelayanan kesehatan itu sendiri,<br />

berkaitan pula dengan sasaran dan outcome pelayanan. Menurut<br />

Hafizurrahman (2004), kepuasan adalah tingkat keadaan yang<br />

dirasakan seseorang yang merupakan hasil membandingkan<br />

penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam<br />

hubungannya dengan harapan seseorang.<br />

Wesley (1992) dikutip oleh Nurrachmah (2001) menyatakan<br />

bahwa kepuasan klien merupakan sutu situasi dimana klien dan<br />

keluarga menganggap bahwa biaya yang dikeluarkan sesuai dengan<br />

kualitas pelayanan yang diterima dan tingkat kemajuan kondisi<br />

kesehatan yang dialaminya. Menurut Kotler (1993) kepuasan adalah<br />

tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil)<br />

yang dirasakan, dibandingkan dengan harapannya. Menurut Gerson<br />

32


(2002) kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa<br />

harapanya telah terpenuhi atau terlampui. Sedangkan menurut<br />

Nurrachmah (2001), kepuasan klien didefisinikan sebagai evaluasi<br />

paska konsumsi bahwa suatu produk yang dipilih setidaknya<br />

memenuhi atau melebihi harapan.<br />

Dari beberapa definisi kepuasan diatas dapat diambil kesimpulan<br />

bahwa pengertian kepuasan adalah situasi dimana klien dan kelurga<br />

merasa bahwa produk yang didapatkan baik itu pelayanan yang<br />

diterima maupun kondisi kesehatan yang dialaminya memenuhi atau<br />

bahkan melebihi harapan yang diinginkan.<br />

12. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan<br />

Hafizurrahman (2004), mengatakan bahwa kepuasan pelanggan<br />

rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lainnya<br />

dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain dengan pendekatan dan<br />

perilaku petugas serta mutu informasi yang diterima, prosedur<br />

perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum yang tersediri, mutu<br />

makanan , pengaturan kunjungan, outcome terapi dan perawatan<br />

yang diterima.<br />

Sedangkan menurut Supranto (2001), beberapa faktor penentu<br />

kepuasan pelayanan kesehatan adalah : reliabilitas (kompetensi dan<br />

kehandalan), ketanggapan (kesediaan, kesiapan dan ketepatan<br />

waktu), kompetensi (kemudahan kontak dan pendekatan),<br />

komunikasi (mendengarkan serta memelihara hubungan saling<br />

33


pengertian), kredibilitas (nilai kepercayaan dan kejujuran), jaminan<br />

rasa aman (dari resiko dan keraguan), pengertian (upaya untuk<br />

mengerti keluhan dan keinginan pasien) dan ujud pelayanan yang<br />

dirasakan.<br />

Rangkuti (2002), menyatakan bahwa salah satu faktor yang<br />

menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan<br />

mengenai kualitas jasa yang berfokus pada lima dimensi jasa.<br />

Kepuasan pelanggan selain dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa,<br />

juga ditentukan oleh kualitas produk, harga dan faktor-faktor yang<br />

bersifat pribadi serta yang bersifat situasi sesaat.<br />

Lima dimensi jasa yang dapat mempengaruhi kepuasan klien<br />

menurut Christopher Lovelock (1994) dikutip oleh Rangkuti (2002)<br />

adalah :<br />

a. Reliability (keandalan)<br />

Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai<br />

dengan yang dijanjikan.<br />

b. Responsiveness (cepat tanggap)<br />

Kemampuan karyawan untuk membantu konsumen<br />

menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan.<br />

c. Assurance (jaminan)<br />

Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk pelayanan<br />

dengan rasa percaya diri.<br />

d. Emphaty (empati )<br />

34


Karyawan harus memberikan perhatian secara individual<br />

kepada konsumen dan megerti kebutuhan konsumen.<br />

e. Tangible (kasat mata )<br />

3. Dimensi Kepuasan<br />

Penampilan fasilitas fisik, peralatan personel dan alat-alat<br />

komunikasi.<br />

Azwar (1994), seperti halnya mutu pelayanan, dimensi kepuasan<br />

klien sangat bervariasi secara umum. Dimensi kepuasan tersebut<br />

dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :<br />

a. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan kode etik serta<br />

standar pelayanan profesi. Disini ukuran kepuasan pemakai jasa<br />

pelayanan kesehatan terbatas hanya pada penerapan kode etik<br />

serta standar pelayanan profesi saja, Dalam hal ini mencakup<br />

penilaian terhadap kepuasan klien mengenai : hubungan dokter<br />

dengan klien (doctor-patien relationship), kenyamanan pelayanan<br />

(amenities), kebebasan melakukan pilihan (choice), pengetahuan<br />

dan kompetisi teknis (scientific knowledge and technical skill),<br />

efektifitas pelayanan (effectives) dan keamanan tindakan (safety)<br />

b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan<br />

pelayanan kesehatan. Disini ukuran kepuasan memakai jasa<br />

pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua<br />

35


persyaratan pelayanan kesehatan. Ukuran pelayanan kesehatan<br />

yang bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup<br />

penilaian terhadap kepuasan klien mengenai : ketersediaan<br />

pelayanan kesehatan (available), kewajaran pelayanan kesehatan<br />

(appropriate), kesinambungan pelayanan kesehatan (continue),<br />

penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable), ketercapaian<br />

pelayanan kesehatan (accessible), keterjangkauan pelayanan<br />

kesehatan (affordable), efisiensi pelayanan kesehatan (efficient)<br />

dan mutu pelayanan kesehatan (quality).<br />

Kepuasan pelanggan akan terpenuhi apabila proses penyampaian<br />

jasa dari si pemberi jasa kepada pelanggan sesuai dengan apa yang<br />

dipersepsikan pelanggan. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor<br />

subyektifitas yang dapat membuat perbedaan persepsi pelanggan dan<br />

pemberi jasa. Ada lima kesenjangan dalam kulitas jasa, yaitu :<br />

kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen ,<br />

kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan konsumen<br />

dan spesifikasi kualitas jasa, kesenjangan antara spesifikasi jasa dan<br />

jasa yang disajikan, kesenjangan antara penyampaian jasa actual dan<br />

komunikasi eksternal kepada konsumen (Hafizurrahman, 2004).<br />

4. Manfaat kepuasan<br />

Menurut Tjiptono (2003) dikutip oleh Hafizurrahman (2004),<br />

Kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat,<br />

diantaranya : hubungan antara perusahaan dan para pelanggannya<br />

36


menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembeli ulang,<br />

dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan, membentuk suatu<br />

rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang<br />

menguntungkan bagi perusahaan, reputasi perusahaan menjadi baik<br />

dimata pelanggan, laba yang diperoleh dapat meningkat.<br />

Kepuasan pelanggan berupa sebuah kontinum yang bergerak<br />

dari sangat tidak puas ke arah sangat puas, jika sustu perusahaan<br />

bermaksud mempertinggi tingkat kepuasan pelanggan, maka harus<br />

memperhatikan dua unsur yaitu nilai produk bagi pelanggan<br />

(selanjutnya disebut nilai bagi pelanggan) dan harapan pelanggan<br />

terhadap produk.<br />

D. Hubungan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan klien<br />

Fungsi dari komunikasi terapeutik adalah mendorong dan<br />

menganjurkan kerjasama antara perawat dan klien, yang bertujuan untuk<br />

membantu klien mengurangi beban perasaan dan pikiran, mengurangi<br />

keraguan, serta membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif<br />

untuk kesembuhan klien.<br />

Teknik komunikasi terapeutik melibatkan klien sepenuhnya dalam<br />

pemberian asuhan keperawatan. Sehingga klien akan merasa dirinya<br />

dihargai dan diakui. Dalam hal ini klien akan membuka diri dengan<br />

perawat begitu juga perawat akan membuka diri dengan klien. Hal ini<br />

akan mendukung klien untuk mengeksplorasi perasaannya sehingga<br />

37


perawat mampu menggali permasalahan klien. Jika semua permasalahan<br />

klien dapat dipenuhi sesuai harapannya maka kepuasan klien dapat<br />

tercapai.<br />

E. Kerangka Teori<br />

Faktor yang mempengaruhi<br />

komunikasi terapeutik :<br />

1. Perkembangan dan nilai<br />

2. Jenis kelamin dan emosi<br />

3. Latar belakang sosial<br />

budaya<br />

4. Peran dan hubungan<br />

5. Jarak dan lingkungan<br />

6. Pengetahuan dan persepsi<br />

Faktor – faktor yang<br />

mempengaruhi<br />

kemampuan perawat :<br />

1. Kualitas personal<br />

2. Fasilitasikomunikasi<br />

3. Dimensi responsif<br />

4. Dimensi tindakan<br />

5. Kebuntuan terapeutik<br />

6. Hasil terapeutik<br />

Faktor yang mempengaruhi kepuasan :<br />

1. Pendekatan dan perilaku petugas<br />

2. Perawatan yang diterima<br />

3. Out come terapeutik<br />

4. Fasilitas pelayanan<br />

5. Prosedur perjanjian<br />

6. Waktu tunggu<br />

7. Pengaturan kunjungan<br />

Faktor penghambat<br />

komunikasi terapeutik :<br />

1. Pemahaman, penafsiran<br />

dan kepentingan yang<br />

berbeda<br />

2. Komunikasi satu arah<br />

3. Membicarakan hal-hal<br />

yang bersifat pribadi<br />

4. Memperlihatkan sifat<br />

jemu dan psimis<br />

Kemampuan perawat<br />

dalam melaksanakan<br />

komunikasi terapeutik :<br />

1. Fase Pra interaksi<br />

2. Fase Orientasi<br />

3. Fase Kerja<br />

4. Fase Terminasi<br />

Kepuasan<br />

klien<br />

38


Gambar 1. Kerangka Teori<br />

Menurut Nurjannah (2001), Purwanto (1994) dan Hafizurrahman (2004)<br />

F. Kerangka Konsep<br />

Variabel<br />

Independen<br />

Persepsi klien tentang<br />

kemampuan perawat<br />

dalam melaksanakan<br />

Komunikasi<br />

Terapeutik<br />

G. Variabel Penelitian<br />

Gambar 2. Kerangka Konsep<br />

13. Variabel Independen (variabel bebas)<br />

Variabel independent adalah variabel yang menjadi sebab<br />

timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat) atau<br />

variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini<br />

adalah persepsi klien tentang kemampuan perawat dalam<br />

melaksanakan komunikasi terapeutik.<br />

14. Variabel Dependen (variabel terikat)<br />

Variabel<br />

Dependen<br />

Kepuasan Klien<br />

39


Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang<br />

menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam<br />

penelitian ini adalah kepuasan klien.<br />

H. Definisi Operasional, Variabel dan skala Penelitian<br />

15. Variabel persepsi klien tentang kemampuan perawat dalam<br />

melaksanakan komunikasi terapeutik<br />

Persepsi klien tentang kemampuan perawat dalam melaksanakan<br />

komunikasi terapeutik, yaitu penilaian klien terhadap kemampuan<br />

verbal dan nonverbal perawat dalam melaksanakan komunikasi pada<br />

klien selama memberikan asuhan keperawatan. Skala Interval.<br />

16. Variabel kepuasan klien<br />

Kepuasan klien yaitu suatu ungkapkan perasaan klien atas komunikasi<br />

yang dilakukan perawat selama memberikan asuhan keperawatan.<br />

Skala Interval.<br />

I. Hipotesis<br />

Ada hubungan antara persepsi klien tentang kemampuan perawat<br />

dalam melaksanakan komunikasi terapeutik dengan kepuasan klien di<br />

ruang Umar Rumah Sakit Roemani Semarang.<br />

40

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!