04.03.2013 Views

anda bisa mendownload artikel digital imaging disini.

anda bisa mendownload artikel digital imaging disini.

anda bisa mendownload artikel digital imaging disini.

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

DIGITAL PHOTOGRAPHY THAT I REALLY NEW ON THAT<br />

COMPILED BY: WAWAN “C YBERWAYANG” PURWANTO<br />

Chapter II: The Digital Imaging<br />

Chapter II: The Digital Imaging __________________________________ 1<br />

Aliasing _________________________________________________________________ 3<br />

Anti-aliasing___________________________________________________________________ 3<br />

Artifacts ________________________________________________________________ 3<br />

Bits (Technical Thing) _________________________________________________ 4<br />

Blooming _______________________________________________________________ 4<br />

Color Spaces____________________________________________________________ 5<br />

The Additive RGB Colors_______________________________________________________ 5<br />

The Subtractive CMYk Colors __________________________________________________ 6<br />

The LAB and Adobe RGB (1998) Color Spaces _________________________________ 6<br />

Compression____________________________________________________________ 7<br />

Lossless Compression _________________________________________________________ 7<br />

Lossy Compression ____________________________________________________________ 8<br />

A Numerical Example__________________________________________________________ 8<br />

Digital Zoom ____________________________________________________________ 8<br />

To Use Or Not to Use Digital Zoom ____________________________________________ 9<br />

Dynamic Range________________________________________________________ 10<br />

Dynamic Range of a Sensor __________________________________________________ 10<br />

Dynamic Range of an Image _________________________________________________ 11<br />

Pixel Size and Dynamic Range________________________________________________ 11<br />

Some Dynamic Range Examples______________________________________________ 13<br />

Gamma_________________________________________________________________ 14<br />

Histogram _____________________________________________________________ 15<br />

Typical Histogram Examples__________________________________________________ 17<br />

Keeping an Eye on the Histograms when Taking Pictures _____________________ 19<br />

Keeping an Eye on the Histograms when Editing ______________________________ 19<br />

Interpolation __________________________________________________________ 19<br />

Nearest Neighbor Interpolation _______________________________________________ 20<br />

Bilinear Interpolation _________________________________________________________ 20<br />

Bicubic interpolation__________________________________________________________ 21<br />

Fractal interpolation __________________________________________________________ 22<br />

Jaggies_________________________________________________________________ 23<br />

Anti-aliasing Reduces the Visibility of Jaggies _________________________________ 23<br />

Sharpening Increases the Visibility of Jaggies_________________________________ 24<br />

JPEG ___________________________________________________________________ 24<br />

The Theory in a Nutshell _____________________________________________________ 25<br />

A Practical Example __________________________________________________________ 25<br />

Practical Tips _________________________________________________________________ 26<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

1


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Moiré ___________________________________________________________________ 27<br />

Maze Artifacts ________________________________________________________________ 27<br />

Noise ___________________________________________________________________ 28<br />

The Cause: Sensor Noise _____________________________________________________ 28<br />

The Effect: Image Noise ______________________________________________________ 28<br />

Long Exposure "Stuck Pixels" Noise___________________________________________ 29<br />

Noise Reduction _______________________________________________________ 29<br />

JPEG Compression and Noise Reduction ______________________________________ 31<br />

Long Exposure ("stuck pixel") Noise Reduction________________________________ 32<br />

Posterization or Banding _____________________________________________ 33<br />

RAW____________________________________________________________________ 33<br />

The RAW Storage and Information Advantages _______________________________ 34<br />

The Flexibility of RAW ________________________________________________________ 34<br />

Disadvantages of RAW _______________________________________________________ 35<br />

Resolution _____________________________________________________________ 35<br />

Sensor Resolution ____________________________________________________________ 35<br />

Image Resolution ____________________________________________________________ 35<br />

Resolution Charts at dpreview.com: Horizontal and Vertical LPH ______________ 36<br />

Resolution Charts at dpreview.com: 5° Diagonal Lines LPH ___________________ 38<br />

Resolution Charts at dpreview.com: Absolute and Extinct LPH ________________ 38<br />

Sensitivity (ISO/ASA) ________________________________________________ 39<br />

Sharpening ____________________________________________________________ 40<br />

In-camera Sharpening _______________________________________________________ 41<br />

Sharpening with Software ____________________________________________________ 41<br />

TIFF ____________________________________________________________________ 42<br />

Tonal Range ___________________________________________________________ 42<br />

Dynamic Range and Tonal Range of the Sensor _______________________________ 43<br />

Dynamic Range and Tonal Range of the Image _______________________________ 43<br />

Dynamic Range and Tonal Range of a Monitor or Printer - Compression _______ 43<br />

White Balance _________________________________________________________ 45<br />

Color Temperature ___________________________________________________________ 45<br />

White Balance________________________________________________________________ 45<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

2


Aliasing<br />

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Aliasing merujuk kepada jagged (gerigi) yang terlihat pada garis<br />

diagonal, sudut dari sebuah lingkaran, dll. Hal ini merupakan sifat<br />

alami dari sebuah image, karena image itu sendiri dibentuk dari pixelpixel<br />

yang berbentuk kotak atau square.<br />

Aliased<br />

Anti-aliased<br />

Perbesaran 1X Perbesaran 4X Keterangan<br />

Jaggies terlihat jelas sekali<br />

ketika image diperbesar<br />

beberapa kali.<br />

Anti-aliasing mem-buat<br />

jaggies terlihat lebih halus<br />

walaupun ketika image<br />

diperbesar bebe-rapa kali.<br />

Anti-aliasing<br />

Anti-aliasing adalah suatu proses yang membuat sudut yang bergerigi<br />

terlihat menjadi lebih halus dengan memanipulasi pixel antara 2 area<br />

yang bertemu tersebut. Pada contoh diatas, warna biru ditambahkan<br />

ke daerah sudut yang berwarna kuning, begitu pula sebaliknya,<br />

membuat transisi kedua warna menjadi lebih halus.<br />

Hampir semua software image editor memiliki fasilitas option "antialiasing"<br />

untuk object-object seperti font, drawing line, shape, proses<br />

selection, dll. Pada jenis kamera <strong>digital</strong> modern, fungsi anti-aliasing<br />

sudah built-in untuk mengurangi efek jaggies pada image hasil<br />

pemotretan.<br />

Artifacts<br />

Artifacs merujuk kepada distorsi yang terjadi pada image yang<br />

disebabkan oleh kesalahan sensor kamera, optical system, juga<br />

karena kesalahan algoritma proses pengolahan image pada kamera itu<br />

sendiri. Tabel berikut memperlihatkan beberapa jenis artifact yang<br />

sering terjadi pada kamera <strong>digital</strong>.<br />

Blooming Maze Artifacts<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

3


Bits (Technical Thing)<br />

Chromatic Aberrations Moiré<br />

Jaggies Noise<br />

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

JPEG Compression Sharpening Halos<br />

Didalam dunia komputer, bit (binary digit) adalah bilangan berbasis 2<br />

yang memiliki nilai antara angka 0 atau 1 yang berkorespondensi<br />

dengan switch ON atau OFF yang menyatakan suatu nilai tertentu.<br />

Dalam 1 bit image, kita dapat mengatakan bahwa binary 0<br />

menyatakan 'black' atau gelap, atau binary 1 menyatakan white atau<br />

terang.<br />

Dalam 2 bit image, kita mendapatkan 4 (2 ^2 ) kemungkinan nilai, yaitu<br />

nilai yang mewakili warna (tone): 00 (black), 01( gray), 10 (gray) dan<br />

11 (white).<br />

Dalam 8 bit image (1 byte), kita mendapatkan 2^8 = 256<br />

kemungkinan nilai warna, yaitu antara range 00000000 (0) -<br />

11111111 (255)<br />

Image JPEG sering disebut sebagai image 24 bit, sebab menyimpan<br />

informasi sebesar 8 bit pada setiap warna utama (R=256, G=256,<br />

B=256), sehingga sering disebut dengan istilah 16.7 million color<br />

(mendekati true color) yang didapat dari perkalian 256x256x256.<br />

Blooming<br />

Cahaya atau photon ditangkap oleh pixel yang terdapat didalam<br />

sensor kamera <strong>digital</strong>, kemudian dirubah menjadi energi listrik oleh<br />

photodiode. Jumlah photon yang ditangkap <strong>bisa</strong> saja melebihi<br />

kapasitas dari pixel itu sendiri, sehingga akan terjadi overflow, walau<br />

hal itu tidak memiliki efek terhadap nilai (angka) dari pixel itu sendiri.<br />

Kelebihan photon tersebut biasanya akan disalurkan kepada pixel-pixel<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

4


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

tetangganya dan akan mempengaruhi (menambah) nilai dari pixelpixel<br />

tetangganya tersebut, sehingga terjadilah apa yang dinamakan<br />

dengan efek blooming. Efek Blooming ini jelas terlihat apabila kita<br />

mengambil subject yang menantang cahaya matahari, sehingga terjadi<br />

kehilangan detail subject dimana subject menjadi overexposed karena<br />

menampung kelebihan cahaya tersebut.<br />

Pada contoh gambar dibawah, terlihat detail batang ranting dan daun<br />

menjadi kabur, karena informasi asli yang disimpan oleh pixel menjadi<br />

overflow akibat menampung kelebihan photon dari pixel tetangganya<br />

yang menangkap cahaya terang, sehingga bagian yang seharusnya<br />

tidak terang menjadi overexposed juga. Efek blooming ini dapat<br />

semakin memperjelas munculnya efek-efek jelek lain, misalnya efek<br />

purple fringing.<br />

Beberapa sensor kamera sudah ada yang melengkapi dirinya dengan<br />

komponen "anti-blooming gates", yang mana dibuat semacam paritparit<br />

antara pixel-pixel dalam sensor sehingga mengurangi efek<br />

kelebihan beban suatu pixel terhadap pixel tetangganya (adanya jarak<br />

antara pixel). Tetapi fasilitas ini kadang tidak sanggup untuk<br />

mengatasi efek blooming yang terlalu kuat, yaitu ketika kamera<br />

berhadapan dengan subject dimana daerah terang dan gelapnya<br />

sangat terlalu kontras.<br />

Color Spaces<br />

The Additive RGB Colors<br />

Sel-sel mata manusia sangat sensitif terhadap warna merah, hijau dan<br />

biru. Semua warna lainnya adalah merupakan pencampuran atau<br />

kombinasi dari warna-warna utama diatas. Monitor komputer<br />

memancarkan cahaya berupa campuran dari warna-warna merah,<br />

hijau dan biru untuk membentuk warna-warna lain. Sebagai contoh,<br />

mencampurkan warna merah dan hijau sebagai warna primary akan<br />

menghasilkan warna baru, yaitu kuning. Gambar dibawah<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

5


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

memperlihatkan proses pencampuran warna merah dan hijau dalam<br />

bentuk garis-garis yang semakin kecil akan semakin memperlihatkan<br />

kemunculan warna baru, yaitu kuning (animasi <strong>bisa</strong> dilihat dalam versi<br />

online). Sedang menggabungkan semua warna utama diatas akan<br />

menghasilkan warna putih.<br />

The Additive RGB Color Space<br />

The Subtractive CMYk Colors<br />

Proses mencetak warna yang dilakukan oleh printer adalah dengan<br />

cara memancarkan cahaya pada sebuah sensor warna, menyerap<br />

(membuang) warna yang tidak diinginkan dalam pencampuran, dan<br />

memantulkan warna yang merupakan gabungan yang menghasilkan<br />

warna yang diinginkan. Sebagai contoh, ketika printer hendak<br />

mencetak warna kuning, sensor akan menyerap (membuang) warna<br />

biru, dan memantulkan warna hijau dan merah yang akan membentuk<br />

warna kuning. Hanya saja, sistem warna yang digunakan pada proses<br />

percetakan bukanlah sistem warna RGB, melainkan sistem warna lain<br />

yang disebut dengan CMYk (Cyan, Magenta and Yellow). Warna<br />

hitam didapat dengan cara menggabungkan ketiga warna tersebut,<br />

akan tetapi, pada prakteknya tinta khusus berwarna hitam lebih<br />

banyak digunakan, sehingga total tinta yang digunakan ada 4 buah<br />

warna. huruf k pada CMYk adalah berarti black atau hitam.<br />

The Subtractive CMYk Color Space<br />

The LAB and Adobe RGB (1998) Color Spaces<br />

Karena batasan teknis, monitor dan printer tidak mungkin<br />

menghasilkan semua jenis warna yang <strong>bisa</strong> dilihat oleh mata manusia,<br />

atau lebih dikenal dengan istilah teknis sebagai "LAB" color space<br />

yang disimbolkan dengan sebutan tapak kaki kuda seperti dilukiskan<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

6


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

pada gambar dibawah. Range warna yang monitor komputer <strong>bisa</strong><br />

hasilkan disebut dengan sRGB color space (additive type). Range<br />

warna yang printer <strong>bisa</strong> hasilkan disebut dengan CMYk color space<br />

(subtractive type).<br />

Pada diagram dibawah <strong>bisa</strong> kita lihat bahwa terdapat range-range<br />

warna tertentu pada LAB color space yang tidak <strong>bisa</strong> diproduksi oleh<br />

sRBG maupun CMYk color space. Khusus CMYk color space,<br />

kemampuan untuk memproduksi warna sangat tergantung pada jenis<br />

device printer itu sendiri.<br />

Kita lihat pada gambar diatas, ada warna yang tidak terlihat di monitor<br />

komputer, tapi ketika dicetak warna tersebut muncul karena adanya<br />

perbedaan color space diantara keduanya, begitu juga sebaliknya.<br />

Kamera <strong>digital</strong> high-end bahkan mampu melakukan shot gambar<br />

dalam mode Adobe RGB (1998) color space, yaitu range warna yang<br />

lebih luas yang dibuat oleh Adobe, dibanding sRGB dan CMYk, ini<br />

memungkinkan kita mencetak warna dengan range color yang lebih<br />

luas. Tapi yang perlu diingat, kebanyakan monitor komputer tidak<br />

mampu menampilkan warna Adobe RGB dengan benar, kebanyakan<br />

hanya mampu menampilkan warna dalam mode sRGB.<br />

Compression<br />

File Image dapat dicompress dengan dua cara, yaitu lossless dan<br />

lossy.<br />

Lossless Compression<br />

Losless compression mirip dengan cara aplikasi Winzip bekerja.<br />

Apabila kita mengcompress sebuah dokumen sebagai sebuah file zip,<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

7


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

kemudian kita extract kembali, maka hasilnya akan identik dengan file<br />

aslinya. Tidak ada informasi yang hilang, hanya saja membutuhkan<br />

processing time untuk melakukan proses compress dan uncompress<br />

tersebut. Contoh image jenis ini adalah format TIFF.<br />

Lossy Compression<br />

Lossy compression bekerja dengan dengan cara membuang informasi<br />

yang serupa (seragam) yang terdapat dalam image sehingga<br />

menghasilkan ukuran file image yang lebih kecil. Hal ini mirip kita<br />

membuat kesimpulan dari sebuah dokumen, dimana kesimpulan<br />

tersebut <strong>bisa</strong> mewakili seluruh isi dokumen tersebut, tetapi kita tidak<br />

<strong>bisa</strong> membuat dokumen yang identik berdasar kesimpulan dari<br />

dokumen tersebut. Contoh image jenis ini adalah format JPEG.<br />

A Numerical Example<br />

Tabel dibawah memperlihatkan bagaimana sebuah image sebesar 5<br />

Megapixel (2560x1920 pixel) dicompress menggunakan berbagai<br />

macam format. Tabel dibawah hanyalah ukuran estimasi dan ukuran<br />

sebenarnya <strong>bisa</strong> sangat bervariasi.<br />

Image Format Typical File Size in MB Comment<br />

Uncompressed TIFF 14.1 3 channels of 8 bits<br />

Uncompressed 12-bit RAW 7.7 1 channel of 12 bits<br />

Compressed TIFF 6.0 Lossless compression<br />

Compressed 12-bit RAW 4.3 Lossless compression<br />

100% Quality JPEG 2.3 Hard to distinguish from uncompressed<br />

80% Quality JPEG 1.3 Sufficient quality for 4" x 6" prints<br />

60% Quality JPEG 0.7 Sufficient quality for websites *<br />

20% Quality JPEG 0.2 Very low image quality<br />

Pada keadaan sebenarnya, ukuran file sangatlah bervariasi tergantung<br />

detail gambar yang terdapat dalam image tersebut. Sebagai contoh,<br />

pada tabel diatas terlihat file 1.3MB merupakan file JPEG yang<br />

dikompres dengan quality sebesar 80% dari 5MB sebagai ukuran<br />

aslinya. Bagaimanapun, apabila image tersebut berisi warna-warna<br />

yang seragam (misal langit biru), maka hasil kompresi <strong>bisa</strong> menjadi<br />

lebih kecil, misal 0.8MB. Akan tetapi apabila warna yang seragam<br />

semakin sedikit, misalnya sangat banyak detail dalam file tersebut,<br />

ukuran file <strong>bisa</strong> saja menjadi lebih besar, misal sebesar 1.7MB.<br />

Digital Zoom<br />

Optical zoom adalah perbesaran subject secara optical (real) yang<br />

didapat dari merubah-rubah range focal length sebuah lensa, yaitu<br />

dari besaran minimum sampai kepada besaran maksimalnya. Selain<br />

optical zoom terdapat jenis zooming lain, yaitu Digital Zoom, yang<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

8


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

biasanya terdapat pada kamera <strong>digital</strong> jenis Compact maupun<br />

Prosumer.<br />

A. Scene diambil dengan lensa 31mm B. Scene diambil dengan kensa 50mm<br />

Merubah focal length sebuah lensa dari 31mm menjadi 50mm (50/31=1.6X optical zoom) akan<br />

memperbesar subject tetapi tentu akan mengurangi field of view (FOV). Pada image B, sensor kamera<br />

mengambil image yang diindikasikan dengan kotak merah pada image A. Dalam kedua kasus diatas (<br />

Image A dan image B), kamera akan menyimpan informasi 5 megapixel sebagai image 5 megapixel.<br />

C. 1.6X Digital Zoom<br />

Image akan dicrop dan dihasilkan resolusi yang<br />

lebih rendah (Tentu dong!)<br />

D. 1.6X Digital Zoom<br />

Image setelah dicrop lalu diresampling menjadi<br />

resolusi yang seolah-olah menjadi lebih besar.<br />

Digital zoom sebesar 1.6X diatas, akan menggunakan resolusi image hasil cropping sebesar 1600 x 1200<br />

(2560/1.6=1600 x 1920/1.6=1200) dan akan membuang sisanya. Pada image C diatas, kamera<br />

mengambil gambar dengan field of view (FOV) yang sama dengan image B, tetapi hanya menggunakan<br />

image 2 megapixel bukan 5 megapixel. Kemudian, resolusi 1600 x 1200 tersebut akan diresampling<br />

menjadi resolusi 'asal' (5 megapixel) seperti yang terlihat pada image D. Masalahnya <strong>disini</strong>, tidak akan<br />

terjadi penambahan detail gambar dimana proses resampling image tersebut dilakukan secara algoritma<br />

software. Terlihat, kualitas image D lebih rendah dari image B.<br />

To Use Or Not to Use Digital Zoom<br />

Kesimpulan yang <strong>bisa</strong> diambil, apabila kita hendak mengambil scene<br />

seperti yang terlihat pada image B, yang terbaik adalah dengan<br />

menggunakan lensa dengan focal length 50mm (pembesaran optical).<br />

Bila kita hanya memiliki lensa dengan focal length maksimum 31mm<br />

dan ingin melakukan pembesaran secara <strong>digital</strong>, ada beberapa hal<br />

perlu diperhatikan, yaitu:<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

9


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

1. Sebaiknya tetap tidak menggunakan <strong>digital</strong> zoom, tapi ambil<br />

saja dengan focal length 31mm, dan lakukan crop secara manual<br />

(komputer) apabila kita membutuhkannya suatu saat.<br />

2. Sangat tidak dianjurkan untuk menggunakan <strong>digital</strong> zoom untuk<br />

mendapatkan image yang seolah-olah diperbesar, sebab<br />

kerugian-kerugian yang mungkin terjadi adalah kita <strong>bisa</strong> jadi<br />

membutuhkan space untuk image sebesar 5 megapixel, tapi 5<br />

megapixel yang semu, karena sesungguhnya itu merupakan<br />

image 2 megapixel. Selain itu tidak akan ada penambahan detail<br />

pada gambar seperti kita mengambil gambar dengan focal<br />

length lensa optical 50mm.<br />

The verdict is, se<strong>bisa</strong> mungkin hindari pemakaian <strong>digital</strong> zoom, selalu<br />

pergunakan optical zoom bila memungkinkan. Optical zoom selalu<br />

lebih baik dibanding <strong>digital</strong> zoom.<br />

(*) Kamera DSLR memiliki kemampuan untuk mengganti-ganti lensa<br />

sesuai focal length yang kita inginkan, maka hampir tidak ditemukan<br />

fasilitas <strong>digital</strong> zoom pada kamera DLSR.<br />

Dynamic Range<br />

Dynamic Range of a Sensor<br />

Apabila kita keluar dari ruangan gelap lalu menuju ruangan yang<br />

terang, maka akan terjadi kejutan pada mata kita sebelum <strong>bisa</strong><br />

menyesuaikan diri. Sebaliknya ketika kita berada pada ruangan yang<br />

terang dan memasuki ruangan gelap, mata kita perlu menyesuaikan<br />

diri sebelum <strong>bisa</strong> melihat disekitarnya. Begitu juga sensor sebuah<br />

kamera <strong>digital</strong> <strong>bisa</strong> mengalami kesulitan menangkap perbedaan terang<br />

dan gelap yang terlalu besar pada suatu scene. Untuk <strong>bisa</strong> menangkap<br />

perbedaan itu, sensor kamera harus memiliki kemampuan dynamic<br />

range yang cukup besar.<br />

Secara teori, dynamic range sebuah sensor didefinisikan sebagai<br />

proses 'pembacaan' subject dimana possible signal terbesar yang <strong>bisa</strong><br />

ditangkap sebuah sensor dibagi dengan possible signal terkecil.<br />

Possible signal terbesar diartikan sebagai nilai kemungkinan terbesar<br />

dari kapasitas tertinggi yang mungkin ditangkap oleh pixel pada<br />

sensor kamera. Sedang signal terendah adalah ketika sensor sama<br />

sekali tidak terexpose oleh cahaya apapun, disebut juga dengan istilah<br />

'noise floor'.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

10


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Bahasa mudahnya, sebuah kamera dengan kemampuan dynamic<br />

range yang tinggi mampu menangkap detail shadow dan detail<br />

highlight secara bersamaan. Dynamic range jangan diputarbalikan<br />

dengan istilah tonal range.<br />

Dynamic Range of an Image<br />

Ketika kita melakukan shoot dengan JPEG, kurva tonal yang diset oleh<br />

kamera <strong>bisa</strong> menghilangkan detail shadow dan highlight yang ada<br />

dalam RAW image data (ingat JPEG adalah 8 bit data). Image data<br />

RAW dapat menyimpan dynamic range yang dihasilkan oleh sensor<br />

dan mengizinkan kita untuk melakukan kompresi terhadap dynamic<br />

range dan tonal range dengan mengaplikasikan kurva tonal (tonal<br />

curve) sehingga seluruh dynamic range yang ditampilkan pada<br />

monitor komputer atau di cetak oleh printer cukup nyaman untuk<br />

dilihat oleh mata manusia.<br />

Pixel Size and Dynamic Range<br />

Sensor kamera <strong>digital</strong> memiliki jutaan pixel yang menangkap photon<br />

saat sensor sedang mengexpose subject, dimana area yang lebih<br />

terang pada subject, artinya lebih banyak photon yang ditangkap.<br />

Setelah proses exposure selesai, nilai atau value tertentu akan<br />

diberikan kepada masing-masing pixel. Secara konsep, pixel yang<br />

kosong (tidak berisi photon) akan diberikan nilai 0 dan pixel yang<br />

penuh akan diberikan nilai 255, dengan kata lain nilai 0 mewakili<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

11


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

warna hitam (pure black) dan nilai 255 mewakili nilai putih terang<br />

(brighter).<br />

Gambar konsep dibawah memperlihatkan sebuah sensor yang terdiri<br />

dari 16 pixel (sebuah sensor pada kenyataannya terdiri dari jutaan<br />

pixel) yang menerangkan proses kumpulan pixel-pixel yang<br />

menangkap photon, dimana pixel yang menangkap subject terang<br />

akan dipenuhi photon dengan sangat cepat (animasi <strong>bisa</strong> dilihat dalam<br />

versi online).<br />

Ketika pixel-pixel dipenuhi oleh photon, <strong>bisa</strong> saja terjadi overflow atau<br />

kelebihan beban yang mengakibatkan apa yang disebut dengan efek<br />

blooming. Ketika pixel-pixel itu kelebihan beban (yang diindikasikan<br />

dengan warna merah pada gambar diatas), pixel-pixel itu akan berisi<br />

nilai 255, padahal seharusnya pixel-pixel itu diisi oleh nilai yang<br />

mungkin berbeda karena menangkap level warna yang juga berbeda.<br />

Dengan kata lain, kita akan kehilangan detail warna pada subject,<br />

dalam kasus ini kita kehilangan detail pada daerah highlight (clipped<br />

highlight).<br />

Untuk menghindari kehilangan detail pada daerah highlight, kita <strong>bisa</strong><br />

saja mengurangi waktu exposure. Sehingga pixel tidak akan kelebihan<br />

beban saat mengambil daerah highlight. Akan tetapi apabila waktu<br />

expsore terlalu sebentar justru akan mengakibatkan pixel tidak<br />

memiliki waktu untuk mengambil daerah gelap (shadow) sehingga<br />

nilai pixel yang mengambil daerah gelap menjadi 0. Istilah ini disebut<br />

dengan clipped shadow (kehilangan detail pada daerah shadow/<br />

gelap).<br />

Alasan terbesar bahwa sebuah kamera <strong>digital</strong> SLR (DSLR) memiliki<br />

dynamic range yang besar adalah, bahwa sensor kamera DSLR<br />

memiliki pixel yang berukuran besar. Pixel yang berukuran besar akan<br />

memiliki waktu yang cukup untuk menangkap photon pada daerah<br />

shadow sebelum pixel yang menangkap daerah highlight kelebihan<br />

beban atau overflow.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

12


Some Dynamic Range Examples<br />

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Dynamic range dari kamera mampu menangkap dynamic range dari scene. Histogram disebelah kanan<br />

menggambarkan detail daerah shadow dan highlight terekam dengan baik.<br />

Disini dynamic range dari kamera lebih kecil dari dynamic range scene. Histogram memperlihatkan<br />

hilangnya beberapa daerah shadow dan highlight.<br />

Dynamic range dari kamera yang terbatas digunakan untuk menangkap highlight detail dengan<br />

mengorbankan shadow detail. Short exposure digunakan untuk mencegah pixel overflow tetapi akibatnya<br />

tidak cukup waktu menangkap detail shadow.<br />

Dynamic range dari kamera yang terbatas digunakan untuk menangkap detail shadow dengan<br />

mengorbankan detail highlight. Long exposure digunakan untuk <strong>bisa</strong> menangkap detail shadow, tetapi<br />

akibatnya terjadi overflow pixel yang membuat kehilangan detail highlight.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

13


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Dynamic range dari scene lebih kecil dari dynamic kamera, biasanya terjadi bila melakukan shot image<br />

dari pesawat terbang. Kita <strong>bisa</strong> saja memodifikasi histogram untuk mendapatkan contrast yang lebih<br />

baik, tetapi bila modifikasi dilakukan terlalu ekstrim <strong>bisa</strong> menimbulkan efek posterization.<br />

Lebih jauh mengenai histogram akan dibahas pada bagian tersendiri.<br />

Gamma<br />

Setiap pixel dalam image <strong>digital</strong> memiliki level brightness yang<br />

memiliki range dari black (0) ke white (1). Nilai-nilai pada pixel<br />

tersebut merupakan input bagi layar monitor kita. Karena dibatasi oleh<br />

kemampuan teknis, monitor CRT mengolah nilai-nilai tersebut dengan<br />

cara non linier menggunakan rumus berikut:<br />

Output = Input ^ Gamma<br />

Hampir semua monitor CRT memiliki gamma sebesar 2.5, artinya pixel<br />

pada image yang memiliki nilai brightness 0.5, akan ditampilkan<br />

sebesar 0.18 (0.5 ^ 2.5) dalam aplikasi st<strong>anda</strong>r (cenderung lebih<br />

gelap). Monitor LCD, misalnya pada Notebook, cenderung<br />

mengaplikasikan kurva output yang lebih tajam.<br />

Kalibrasi perlu dilakukan melalui software dan/ atau hardware untuk<br />

meyakinkan bahwa output image pada monitor berdasarkan pada<br />

kurva gamma yang umum, biasanya sebesar 2.2 untuk Microsoft<br />

Windows. Nilai tersebut merupakan nilai perkiraan yang cocok untuk<br />

mata manusia. Color space sRGB dan Adobe RGB juga didasarkan<br />

berdasar gamma value sebesar 2.2.<br />

Monitor yang memiliki gamma sebesar 1.0, akan merespon dalam cara<br />

linier (output = input), akibatnya image yang dibuat oleh system<br />

dengan gamma 2.2 akan terlihat lebih flat dan sangat terang apabila<br />

dibuka dalam aplikasi yang non-color managed.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

14


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Linear Gamma 1.0 Nonlinear Gamma 2.2 Nonlinear Gamma 2.5<br />

Input 0.5 -> Output 0.5 Input 0.5 -> Output 0.22 Input 0.5 -> Output 0.18<br />

Image terlihat lebih terang dan<br />

flat.<br />

Kontras image terlihat cukup baik<br />

dan nyaman untuk mata<br />

manusia.<br />

Image terlihat lebih gelap dan<br />

kurang nyaman dilihat.<br />

Aplikasi yang mampu memanage color seperti Adobe Photoshop akan<br />

menampilkan image sRGB secara tepat ketika kita bekerja dalam<br />

mode sRGB, tanpa tergantung profile gamma dari monitor komputer.<br />

Tetapi pada beberapa komputer image akan ditampilkan tidak benar<br />

karena batasan 8 bit warna yang terdapat pada beberapa video card.<br />

Histogram<br />

Histogram adalah kunci untuk mengerti image <strong>digital</strong>. Sebagai<br />

ilustrasi, pada contoh dibawah diperlihatkan 40 tile scene yang terdiri<br />

dari 4 warna, kemudian masing-masing warna disusun bertumpuk<br />

sesuai banyaknya warna. Makin banyak jumlah suatu warna, makin<br />

makin tinggi susunannya secara vertikal. Histogram adalah grafik yang<br />

menampilkan distribusi warna dari sebuah scene sesuai dengan jumlah<br />

masing-masing warna. Histogram sangat erat kaitannya dengan<br />

kemampuan dynamic range dari sebuah kamera.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

15


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Pada topic sebelumnya kita ketahui bahwa sebuah image <strong>digital</strong><br />

dibentuk oleh sekumpulan pixel-pixel (berbentuk kotak) yang<br />

berwarna-warni dan sangat kecil bahkan sangat halus. Tetapi,<br />

daripada mengurutkan pixel berdasarkan warna, grafik histogram<br />

menyusun pixel-pixel tersebut kedalam 256 level brightness dalam<br />

range 0 (dark) sampai 255 (white) dan menumpuknya sesuai<br />

kecerahan masing-masing, artinya ada 254 level gray diantara range 0<br />

– 255.<br />

Seperti yang kita lakukan pada cara manual diatas, system secara<br />

otomatis mengurutkan pixel-pixel tersebut ke dalam 256 level group<br />

dan menumpuknya sesuai group masing-masing. Tingkat tinggi dari<br />

masing-masing tumpukan (vertical bar) menunjukan seberapa banyak<br />

pixel yang terdeteksi dari masing-masing level brightness pada image<br />

tersebut. 0 mewakili warna hitam sedang 255 mewakili warna putih<br />

dalam level kecerahan pixel-pixel tersebut.<br />

Dalam histogram diatas, setiap tumpukan atau bar menunjuk kepada<br />

satu tingkat kecerahan pixel. Tidak seperti histogram mosaic<br />

sebelumnya, ke 256 bar diatas disusun secara berkesinambungan<br />

terbalut warna hitam tanpa diselingi oleh adanya gap. Adanya gap<br />

pada gambar diatas hanyalah untuk tujuan edukasi saja, atau dapat<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

16


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

terjadi dalam kasus sebuah image kehilangan tone nya, disebut juga<br />

blank-tone, yaitu ketika dilakukan modifikasi pada histogram oleh<br />

software pengolah image.<br />

Typical Histogram Examples<br />

Image yang diexpose dengan benar. Sebuah contoh image yang diexpose dengan benar yang<br />

menghasilkan grafik histogram yang baik. Kurva<br />

memperlihatkan histogram diakhiri oleh nilai 255 dengan<br />

sangat halus, yang berarti tetap mempertahankan detail<br />

highlight dari awan dan ombak. Selain itu, detail shadow<br />

juga terlihat dengan baik dimana histogram dimulai dari 0<br />

dan naik secara perlahan dengan halus.<br />

Image dengan kategori underexposed. Histogram memperlihatkan terlalu banyak pixel dengan nilai<br />

0 atau hampir 0, yang artinya kehilangan detail shadow<br />

(clipped shadow). Kecuali scene memang didominasi warna<br />

hitam, grafik diatas tentu <strong>bisa</strong> dikatakan normal. Tetapi<br />

dalam kasus ini histogram tidak dalam keadaan normal.<br />

Selain itu terlihat sedikit pixel dalam daerah highlight.<br />

Image dengan kategori Overexposed. Histogram memperlihatkan terlalu banyak pixel dengan nilai<br />

255 atau hampir 255, yang artinya kehilangan detail<br />

highlight (clipped highlight). Detail pada awan dan ombak<br />

menjadi hilang, selain itu terlihat sedikit pixel dalam daerah<br />

highlight.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

17


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Image dengan kontras berlebih. Pada kasus ini terlihat hilangnya detail pada derah shadow<br />

dan highlight (clipped shadow dan clipped highlight) secara<br />

bersamaan. Hal ini terjadi karena dynamic range dari scene<br />

lebih besar dari dynamic range kamera.<br />

Image dengan kontras yang lemah. Histogram dari gambar disamping terlihat hanya berisi tone<br />

dibagian tengah (midtone), menghasilkan gambar yang<br />

kabur.<br />

Image dengan kontras yang<br />

dimodifikasi.<br />

Gambar dengan kontras yang lemah diatas <strong>bisa</strong> saja<br />

diperbaiki dengan proses stretching histogram<br />

menggunakan aplikasi Level atau Curve Adjusment<br />

yang terdapat dalam software image seperti Adobe<br />

Photoshop. Hasilnya kontras dari image terkoreksi lebih<br />

baik, akan tetapi karena tone didistribusikan lebih lebar<br />

(ditarik) ke arah kiri (shadow area) dan kanan (highlight<br />

area), beberapa tone menjadi hilang dan menghasilkan<br />

histogram yang disebut dengan combed histogram<br />

(histogram sisir). Terlalu banyak gap diantara pixel <strong>bisa</strong><br />

mengakibatkan apa yang disebut dengan posterization.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

18


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Keeping an Eye on the Histograms when Taking Pictures<br />

Contoh dari histogram yang diperlihatkan oleh<br />

kamera <strong>digital</strong> dengan warning pada daerah yang<br />

diperkirakan overexposure (lihat versi online).<br />

Hampir semua kamera prosumer dan professional memiliki fasilitas<br />

untuk mereview histogram (melalui LCD) dari sebuah scene image<br />

yang kita ambil, sehingga kita <strong>bisa</strong> menentukan untuk mengambil<br />

ulang scene apabila diperlukan. Beberapa kamera memiliki fasilitas<br />

overexposure warning, dimana daerah yang dianggap overexposure<br />

dit<strong>anda</strong>i dengan bagian yang berkedip-kedip.<br />

Keeping an Eye on the Histograms when Editing<br />

Saat kita melakukan proses editing terhadap sebuah image, tetap<br />

perhatikan grafik histogram yang dihasilkan untuk mencegah<br />

hilangnya detail shadow atau highlight atau bahkan terjadinya<br />

posterisasi yang berlebihan.<br />

Interpolation<br />

Interpolasi (kadang disebut dengan istilah resampling) adalah metoda<br />

yang ditujukan untuk menambah atau mengurangi jumlah pixel pada<br />

sebuah image <strong>digital</strong>. Beberapa kamera <strong>digital</strong> menggunakan metoda<br />

interpolasi untuk menghasilkan image yang lebih besar dari image<br />

yang diambil oleh sensor kamera itu sendiri, dengan kata lain ketika<br />

kita melakukan <strong>digital</strong> zoom. Beberapa software pengolah image<br />

memiliki beberapa metoda interpolasi secara built-in. Seberapa halus<br />

image diperbesar tanpa menimbulkan efek jaggies sangat tergantung<br />

dari kecanggihan algoritma yang digunakan.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

19


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Marilah kita lihat sebuah contoh teknik interpolasi terhadap sebuah<br />

image dibawah dengan resolusi awal 106 x 40 yang dicoba diperbesar<br />

sebanyak 450%.<br />

Nearest Neighbor Interpolation<br />

Algoritma Interpolasi Nearest Neighbor merupakan metoda yang<br />

sederhana untuk membuat pixel-pixel menjadi lebih besar. Pixel-pixel<br />

baru dibuat dengan cara mengambil informasi dari pixel-pixel<br />

terdekatnya. Apabila kita hendak memperbesar image sebesar 200%,<br />

satu pixel akan diperbesar menjadi 2 x 2, dimana informasi 4 pixel<br />

tersebut diambil dari informasi pixel lamanya (original pixel) dengan<br />

warna yang sama. Hampir semua aplikasi image editing menggunakan<br />

interpolasi jenis ini untuk tujuan melihat image lebih dekat untuk<br />

image yang sedang di edit, karena interpolasi ini tidak mengubah<br />

informasi warna dan tidak melakukan proses antialiasing. Untuk alasan<br />

yang sama, algoritma ini tidak digunakan untuk tujuan memperbesar<br />

image foto karena hasilnya banyak menimbulkan jaggies.<br />

Algoritma Interpolasi Nearest Neighbor.<br />

Bilinear Interpolation<br />

Algoritma Bilinear Interpolation membuat pixel baru dengan cara<br />

mengambil rata-rata 4 pixel (2 x 2) tetangganya yang terdekat dari<br />

original image. Hasil rata-rata ini mengaplikasikan efek anti-aliasing<br />

yang hasil pembesaran tersebut terlihat lebih halus dan hampir tidak<br />

terlihat adanya jaggies.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

20


Algoritma Interpolasi Bilinear<br />

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Bicubic interpolation<br />

Algoritma Interpolasi Bicubic ini merupakan algoritma yang lebih rumit<br />

dan menghasilkan image yang lebih halus dibanding algoritma<br />

interpolasi bilinear. Pixel baru dibuat dengan cara mengambil informasi<br />

dari 16 pixel (4 x 4) tetangganya yang terdekat dari original image.<br />

Metoda ini banyak digunakan oleh software image editing, printer<br />

driver dan banyak kamera <strong>digital</strong> saat melakukan proses <strong>digital</strong> zoom.<br />

Adobe Photoshop menyediakan 2 jenis varian untuk metoda algoritma<br />

ini, yaitu bicubic smother dan bicubic sharper.<br />

Algoritma Interpolasi Bicubic<br />

Bicubic Smoother Bicubic Bicubic Sharper<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

21


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Fractal interpolation<br />

Algoritma Interpolasi Fractal secara umum digunakan untuk<br />

memperbesar image secara ekstrim (large prints), algoritma ini<br />

mempertahankan ketajaman gambar dengan lebih akurat. Gambar<br />

hasil pembesaran terlihat tetap tajam, bersih dan hampir tidak blur<br />

dibanding algoritma interpolasi bicubic. Sebagai contoh, algoritma<br />

Genuine Fractal Pro yang dibuat oleh Altamira Group.<br />

Algoritma Interpolasi Fractal<br />

Selain algoritma-algoritma diatas tentu masih banyak algoritma<br />

interpolasi yang lain, tetapi memang jarang digunakan selain dari<br />

algoritma-algoritma interpolasi diatas.<br />

Berbicara tentang kamera <strong>digital</strong>, ternyata banyak vendor kamera<br />

yang melakukan 'penipuan' menggunakan interpolasi. Sebagai contoh,<br />

Fujifilm 4700Z sempat direlease ke publik sebagai produk kamera 4.3<br />

Megapixel, tetapi setelah diteliti jumlah pixel pada kamera tersebut<br />

hanyalah 2.4 Megapixel, artinya resolusi 4.3 Megapixel hanyalah hasil<br />

dari teknik interpolasi <strong>digital</strong>. Akhirnya Fujifilm membuang label 4.3<br />

Megapixel, dan mengumumkannya sebagai teknik interpolasi<br />

proprietary milik Fujifilm. Tetapi memang cukup diakui, bahwa teknik<br />

interpolasi propietary milik Fujifilm cukup halus. Beberapa kamera lain<br />

yang menggunakan teknik interpolasi diantaranya:<br />

• Fujifilm 4900Z (2.4MP -> 4.3MP)<br />

• Fujifilm 40i (2.4MP -> 4.3MP)<br />

• Fujifilm S1 Pro (3.2MP -> 6.1MP)<br />

• Sony DSC-F505V (2.6MP -> 3.2MP)<br />

• Epson PhotoPC 3000Z (3.1 -> 4.8MP)<br />

• Kodak DC290 (2.1 -> 3.3MP)<br />

Tetapi bagaimanapun bagusnya sebuah teknik interpolasi, tetap tidak<br />

<strong>bisa</strong> menggantikan pembesaran optis untuk mendapatkan detail<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

22


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

subyek yang sesungguhnya. Saat ini para vendor kamera sudah tidak<br />

lagi merelease kasus 'penipuan' diatas, mereka lebih jujur dengan<br />

menuliskan ukuran megapixel yang sesungguhnya.<br />

Jaggies<br />

Jaggies merujuk kepada visible step (edge) yang terjadi pada garis<br />

batas berbentuk diagonal. Jaggies juga dikenal dengan istilah aliasing,<br />

konsekuensi yang muncul akibat image itu sendiri yang dibangun oleh<br />

kumpulan pixel-pixel yang berbentuk kotak.<br />

Pemilihan resolusi yang lebih besar saat mengambil image <strong>bisa</strong><br />

mengurangi efek jaggies yang terlihat. Contoh gambar dibawah<br />

memperlihatkan gambar kelopak bunga yang bersentuhan langsung<br />

dengan warna langit biru yang disimulasikan diambil dengan resolusi<br />

yang berbeda-beda.<br />

A.<br />

76,800 pixels<br />

B.<br />

307,200 pixels<br />

C.<br />

1.2 megapixel<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

D.<br />

5 megapixel<br />

E. kotak merah di D<br />

diperbesar 8X<br />

Anti-aliasing Reduces the Visibility of Jaggies<br />

Image kamera <strong>digital</strong> menjalani proses anti-aliasing secara natural,<br />

pixel-pixel tersebut menerima informasi dari kedua sisi dari pertemuan<br />

warna tersebut dan menghitungnya untuk dapat membentuk pixel<br />

anti-aliasing. Dalam contoh dibawah, pixel yang menyimpan warna<br />

kuning dari bunga juga menghitung warna biru dari langit<br />

menghasilkan warna 'campuran' (gradasi warna baru) antara warna<br />

kuning dan biru dan diaplikasikan kedalam area pixel diantara kuning<br />

dan biru tersebut. Cara seperti ini membuat sudut pertemuan warna<br />

tersebut menjadi lebih halus dibandingkan gambar yang terlihat di<br />

kotak F.<br />

E. Kotak merah di D<br />

diperbesar 8X<br />

F. No anti-aliasing<br />

23


E. Kotak merah di D<br />

diperbesar 8X<br />

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

F. Tanpa anti-aliasing<br />

Bila sensor kamera <strong>digital</strong> mengaplikasikan Color Filter Array (CFA),<br />

proses interpolasi untuk mengisi pixel-pixel yang hilang (demosaicing<br />

process) dengan cara mencari informasi dari pixel-pixel disekitarnya<br />

juga akan menyebabkan proses anti-aliasing terjadi secara natural.<br />

Sharpening Increases the Visibility of Jaggies<br />

Proses sharpening dapat menambah kotrast dari sudut diagonal<br />

pertemuan warna diatas (mengurangi anti-aliasing), akibatnya<br />

membuat jaggies akan makin terlihat. Dengan alasan yang sama,<br />

jaggies pada gambar dibawah, yaitu pertemuan antara atap rumah<br />

dengan langit yang putih terlihat sangat jelas, hal ini disebabkan<br />

kontras yang tinggi dari image yang membuat sudut pertemuan<br />

tampak lebih tajam.<br />

JPEG<br />

Format image <strong>digital</strong> yang umum digunakan adalah JPEG (Joint<br />

Photographics Experts Group). Format ini secara universal kompatibel<br />

dengan beragam browser, image viewer, dan software pengolah<br />

image. Format JPEG dapat mengkompress image <strong>digital</strong> dengan rasio<br />

perbandingan kompresi file sebesar 1:10 bahkan sampai 1:20, dengan<br />

resiko kehilangan detail image yang cukup kecil tergantung rasio yang<br />

dipilih.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

24


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

The Theory in a Nutshell<br />

Secara teori, JPEG menyusun informasi image kedalam 2 bagian, yaitu<br />

informasi warna dan informasi detail image. Kemudian JPEG<br />

melakukan kompresi terhadap warna lebih banyak dibandingkan<br />

kompresi pada informasi detail, karena mata manusia lebih sensitif<br />

terhadap detail dibandingkan warna. Hal ini membuat hasil kompresi<br />

tidak begitu terlihat oleh mata manusia.<br />

Kemudian JPEG menyusun informasi detail dari kategori fine (baik)<br />

sampai kategori coarse (jelek) kemudian membuang informasi fine<br />

detail, sebab mana manusia lebih sensitif terhadap coarse detail<br />

daripada fine detail. Semua itu dilakukan dengan menggabungkan<br />

beberapa rumus matematika dan metoda kompresi yang terlalu<br />

panjang apabila dijelaskan <strong>disini</strong>.<br />

A Practical Example<br />

JPEG mengizinkan kita memilih antara kebutuhan file-size yang lebih<br />

kecil atau kualitas image yang tetap dipertahankan. Format kompresi<br />

JPEG membagi image kedalam group pixel-pixel dalam ukuran 8 x 8<br />

pixel per group, dan melakukan kompresi terhadap masing-masing<br />

group tersebut secara independen. Cara ini jelas akan menimbulkan<br />

apa yang disebut dengan 'artifact' terutama bila kita memilih tingkat<br />

kompresi yang tinggi untuk mendapatkan ukuran file yang lebih kecil.<br />

Untuk image yang memiliki variasi warna yang sangat rumit,<br />

kemunculan artifact yang lebih besar sangat mungkin terjadi dibanding<br />

image dengan corak warna yang sederhana.<br />

Berikut contoh beberapa rasio kompresi JPEG, image hasil kompresi<br />

diperbesar 2 kali untuk memperjelas efek artifact.<br />

Kualitas JPEG 100%, sangat sulit dibedakan dengan<br />

aslinya (uncompressed image). Memiliki ukuran file<br />

yang rata-rata 6 kali lebih kecil dari file aslinya.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

25


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Kualitas JPEG 80%, masih terlihat baik, khususnya<br />

bila kita ingat bahwa gambar disamping adalah<br />

pembesaran 2 kali dari file aslinya. Memiliki ukuran<br />

file sekitar 10 kali lebih kecil dari ukuran aslinya.<br />

Sedikit catatan, terjadi sedikit degradasi kualitas<br />

pada sudut crayon warna kuning. Hampir semua<br />

kamera <strong>digital</strong> menggunakan kualitas level diatas<br />

80% untuk pilihan HIGH pada JPEG setting.<br />

Kualitas JPEG 60%, bila kita perhatikan secara<br />

seksama, kita akan melihat adanya beberapa kotakkotak<br />

kompresi JPEG dan artifacts disekitar sudut<br />

pertemuan warna.<br />

Bagaimanapun ini adalah<br />

pembesaran gambar 2<br />

kali lipat, untuk<br />

kebutuhan website di<br />

internet, kualitas 60%<br />

sudah cukup baik<br />

dikompesasikan dengan<br />

ukuran file yang tidak<br />

terlalu besar, sekitar 20x<br />

lebih kecil dibanding<br />

ukuran file aslinya.<br />

Kualitas JPEG 10%, memiliki image degradasi<br />

kualitas yang cukup besar dengan terlihatnya kotakkotak<br />

kompresi JPEG 8 x 8, dan artifact yang tampak<br />

jelas disetiap sudut warnanya. Kompresi tingkat ini<br />

sangat jelek dan hampir tidak ada orang yang mau<br />

menggunakannya.<br />

Practical Tips<br />

Ketika kita melakukan proses editing image, dianjurkan untk<br />

menyimpan image yang belum masuk tahap editing final kedalam<br />

fomat yang uncompressed, seperti TIFF atau format native dari<br />

masing-masing image editor (misalnya format PSD dalam Photoshop).<br />

Bila kita menyimpan instance sebuah image dalam format JPEG,<br />

kemudian menutup image tersebut, dan membukanya kemudian<br />

menyimpannya kembali dalam kualitas JPEG yang sama, ukuran file<br />

tetap tidak akan berubah banyak, tetapi kualitas image akan sangat<br />

menurun. Jadi simpanlah file image <strong>anda</strong> dalam format JPEG<br />

apabila sudah masuk kedalam tahap akhir editing.<br />

Kamera <strong>digital</strong> biasanya memiliki pilihan setting untuk kualitas JPEG,<br />

misalnya FINE, NORMAL, BASIC dll. Kecuali kita melakukan shoot<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

26


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

image dalam format RAW atau TIFF, dianjurkan untuk memilih kualitas<br />

JPEG tertinggi yang tersedia (misalnya HIGH) untuk menyimpan image<br />

hasil shoot tersebut.<br />

Moiré<br />

Apabila area scene mengandung detail yang berulang (frekuensi<br />

tinggi) dan detail tersebut tidak dapat ditangkap oleh sensor yang<br />

resolusinya lebih rendah dari scene, distorsi berupa gelombang warna<br />

(moiré) akan muncul seperti yang terlihat pada gambar A. Pada<br />

gambar B tampak tidak terlihat efek moiré karena scene yang sama<br />

ditangkap oleh sensor kamera dengan resolusi yang lebih tinggi. Filter<br />

anti-aliasing dapat juga mengurangi efek distrosi moiré ini, tetapi<br />

secara bersamaan dapat mengurangi ketajaman gambar.<br />

A. Contoh dari efek distorsi<br />

moiré.<br />

B. Moiré tidak terlihat ketika scene diambil<br />

oleh kamera dengan resolusi yang lebih<br />

tinggi dari detail scene.<br />

Maze Artifacts<br />

Terkadang moire juga <strong>bisa</strong> menyebabkan proses <strong>imaging</strong> pada kamera<br />

menghasilkan maze artifact, yaitu artifact yang timbul seperti belitan<br />

warna yang bersimpangan.<br />

Contoh dari maze artifacts<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

27


Noise<br />

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

The Cause: Sensor Noise<br />

Setiap pixel yang terdapat pada sensor kamera mengandung satu atau<br />

lebih photodiode yang sensitif terhadap cahaya yang bertugas<br />

mengubah energi cahaya (photon) kedalam signal-signal listrik yang<br />

kemudian diolah menjadi data <strong>digital</strong> menjadi sebuah image. Apabila<br />

sebuah pixel diexpose beberapa kali dengan besaran cahaya yang<br />

sama, value akhir dari warna tersebut mungkin tidak identik dan akan<br />

memiliki beberapa variasi, hal demikian ini dinamakan dengan "noise".<br />

Bahkan apabila tidak ada cahaya yang datang, aktivitas kelistrikan dari<br />

sensor itu sendiri akan membuat semacam signal, yang <strong>bisa</strong><br />

diibaratkan dengan signal desisan dari perangkat audio yang<br />

dinyalakan tetapi tidak memainkan musik. Signal tambahan ini disebut<br />

dengan "noisy" karena cukup bervariasi untuk setiap pixelnya dan<br />

bertambah seiring meningkatnya temperatur sensor. Jenis noise ini<br />

disebut dengan istilah "noise floor".<br />

The Effect: Image Noise<br />

Noise yang terdapat dalam image <strong>digital</strong> lebih jelas terlihat didalam<br />

daerah dengan warna yang seragam, misal warna langit biru dan<br />

bayangan sebuah benda. Noise terlihat sebagai butiran monokrom<br />

mirip dengan butiran pada film (film grain) dan/atau sebagai butiran<br />

berwana yang kadang bergelombang (color noise). Seperti telah<br />

disebutkan, noise semakin bertambah dengan peningkatan dari<br />

temperatur, proses exposure yang terlalu lama, juga karena adanya<br />

penggunaan sensitifitas yang tinggi (ISO), khususnya color noise yang<br />

terjadi pada kamera <strong>digital</strong> compact (pada gambar D dibawah).<br />

Pixel size pada sensor kamera juga ikut berpengaruh, semakin kecil<br />

ukuran pixel semakin mudah noise tersebut muncul. Itulah<br />

mengapa, kamera <strong>digital</strong> jenis compact lebih banyak<br />

memunculkan noise dibanding kamera DSLR, hal itu terjadi<br />

karena pixel size pada kamera DSLR lebih besar dibanding<br />

dengan kamera <strong>digital</strong> compact. Kamera professional dengan<br />

komponen kelas atas dan processor yang baik memiliki kemampuan<br />

untuk mengurangi efek noise, yaitu dengan mengaplikasikan algoritma<br />

noice removal, khususnya pada sensitifitas (ISO) rendah.<br />

Secara teknis, noise lebih mungkin terlihat didalam channel merah<br />

(red) dan biru (blue) daripada channel hijau (green). Inilah mengapa<br />

tabel perbandingan dibawah menggunakan channel merah untuk<br />

memudahkan perbandingan noise antar kamera <strong>digital</strong>.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

28


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Blue Sky Crop A B C D E<br />

RGB<br />

Red Channel<br />

Camera Grade Professional Prosumer Prosumer Prosumer<br />

Camera Type SLR SLR Compact Compact<br />

Pixel Size Large Large Small Small<br />

ISO 100 200 100 800<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

Contoh noise<br />

reduction oleh<br />

software.<br />

Red Ch. St. Dev. 1.8 2.5 5.6 22.6 1.4<br />

St<strong>anda</strong>r deviasi yang dihitung terhadap daerah yang seragam pada<br />

image (dalam kasus diatas dihitung terhadap red channel) merupakan<br />

cara terbaik untuk menghitung banyaknya noise sebagai indikasi<br />

seberapa banyak pixel yang berbeda (noisy) dari rata-rata jumlah<br />

pixel dalam area tersebut. St<strong>anda</strong>r deviasi dari sample noise C dan D<br />

terlihat lebih besar dari A, B dan E. Sample E memperlihatkan hasil<br />

dari algoritma noise reduction yang cukup berhasil mengurangi noise<br />

yang ada.<br />

Long Exposure "Stuck Pixels" Noise<br />

Noise Reduction<br />

Tipe lain dari noise adalah apa yang<br />

dinamakan dengan "stuck pixel" atau "hot<br />

pixel". Noise jenis ini biasanya muncul<br />

apabila kita melakukan exposure selama 1-2<br />

detik atau lebih, dimana terlihat sebagai<br />

kumpulan titik-titik warna yang lebih besar<br />

dari pixel st<strong>anda</strong>rd (terlihat mencolok). Pada<br />

saat ini, hampir semua kamera <strong>digital</strong><br />

professional mampu meminimisasi noise<br />

jenis ini saat mengambil image dengan long<br />

exposure.<br />

Noise reduction adalah suatu teknik algoritma untuk mengurangi noise<br />

atau usaha mencegah timbulnya noise. Kata kuncinya adalah,<br />

mengurangi atau mencegah noise tanpa membuat sebuah image<br />

kehilangan detailnya. Banyak diantara teknik noise reduction yang<br />

kurang baik dalam aplikasinya, seperti hilangnya sharpness dari image<br />

29


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

atau membuat beberapa bagian dari image menjadi blur, bahkan<br />

terkadang munculnya pattern berbentuk gelombang pada area yang<br />

memiliki warna seragam yang membuat area tersebut menjadi "too<br />

uniform", menampilkan hasil yang mirip dengan lukisan cat air.<br />

Crop image berikut diambil dari hasil kamera prosumer,<br />

mengilustrasikan hilangnya ketajaman pada sudut subject dan<br />

munculnya pattern yang bergelombang setelah diaplikasikan proses<br />

noise reduction. Untuk lebih memperjelas prosesnya, kita <strong>bisa</strong> melihat<br />

crop image dibawah didalam red channel.<br />

Original Bad Noise Reduction Good Noise Reduction (example)<br />

Munculnya color noise yang<br />

berwarna merah pada langit biru,<br />

yang lebih jelas terlihat pada red<br />

channel dibawah.<br />

Gambar asli di crop (kotak merah) dan diperbesar sebanyak 4X<br />

Metoda noise reduction yang<br />

kurang baik. Proses ini berhasil<br />

mengurangi noise, tetapi<br />

membuat sudut subject menjadi<br />

lebih blur.<br />

Contoh metoda noise reduction<br />

yang baik, berhasil<br />

menghilangkan noise tapi tetap<br />

mempertahankan ketajaman<br />

gambar sudut subject.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

30


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Original Bad Noise Reduction Good Noise Reduction (Example)<br />

Munculnya color noise yang<br />

berwarna merah pada langit biru,<br />

sangat jelas terlihat pada red<br />

channel.<br />

Red channel - Gambar asli dicrop dan diperbesar 4 X (kotak merah diatas)<br />

Metoda noise reduction yang<br />

kurang baik dapat mengakibatkan<br />

munculnya pattern<br />

bergelombang yang jelas terlihat<br />

pada red channel dalam gambar<br />

aslinya.<br />

JPEG Compression and Noise Reduction<br />

Seperti yang telah kita ketahui, kompresi JPEG lumayan<br />

sulit dibedakan didalam area gambar yang sewarna,<br />

terutama untuk kualitas JPEG level high. Tetapi dengan<br />

munculnya noise yang merupakan detail yang tidak<br />

diinginkan, kotak-kotak kompresi JPEG <strong>bisa</strong> lebih terlihat<br />

walaupun didalam area yang sewarna. Bekerja dengan<br />

image RAW sedikit akan menghindari masalah ini,<br />

tinggal bagaimana aplikasi pengolah RAW tersebut<br />

bekerja. Perlu diketahui, tingkat kemunculan noise<br />

sangat tergantung dari algoritma pengolah image dalam<br />

mengolah noise tersebut.<br />

Saat ini hampir semua kamera medium level sudah<br />

mengaplikasikan metoda noise reduction yang built-in<br />

didalam kamera. Algoritma noise reduction tersebut<br />

dapat digabungkan dengan aplikasi noise reduction<br />

yang ada dalam software pengolah image.<br />

Contoh metoda noise reduction<br />

yang baik yang tetap<br />

mempertahankan ketajaman<br />

gambar dan mencegah proses<br />

yang menimbulkan pattern<br />

bergelombang.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

31


Long Exposure ("stuck pixel") Noise Reduction<br />

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Original image Dark frame Proses Subtraction<br />

Jenis noise lain seperti stuck pixel atau hot pixel (lihat pada bagian<br />

noise) dapat dikurangi dengan cara mengambil "dark frame" (dengan<br />

cap lensa terpasang), yang dapat diambil sebelum atau sesudah shoot<br />

scene. Kemudian dark frame dan original image dicombine dan<br />

dilakukan apa yang disebut dengan proses substraction. Hampir<br />

semua kamera <strong>digital</strong> terbaru (terutama pada kamera DSLR) sudah<br />

memiliki built-in noise reduction dan mengambil "dark frame" ketika<br />

shutter dalam keadaan tertutup bersamaan waktunya ketika kita<br />

mengambil gambar yang sesungguhnya. Akan tetapi, dengan semakin<br />

majunya perkembangan kamera <strong>digital</strong>, dengan noise reduction OFF<br />

sekalipun, stuck pixel seperti diatas sudah dapat diperkecil atau<br />

bahkan dihindari kemunculannya.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

32


Posterization or Banding<br />

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Gradasi tonal yang halus pada image langit. Contoh posterization atau banding yang ekstrim<br />

yang diakibatkan keterbatasan tonal. Histogram<br />

tampak seperti sebuah sisir (combed histogram)<br />

yang jarak antara tonalnya sangat lebar.<br />

Ketika kita melakukan manipulasi image, misalnya proses konversi<br />

tonal dalam environment bit yang rendah (misal mode 8 bit per<br />

channel), kemungkinan <strong>bisa</strong> saja jumlah tonal range yang tersedia<br />

<strong>bisa</strong> berkurang sehingga membuat image kehilangan detail seperti<br />

yang terlihat pada gambar diatas, menimbulkan apa yang kita sebut<br />

dengan posterization.<br />

RAW<br />

Tidak seperti JPEG dan TIFF, RAW bukanlah sebuah singkatan tetapi<br />

merupakan istilah dari "raw" itu sendiri atau "unprocessed". File RAW<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

33


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

berisi image original yang dikeluarkan dari sensor kamera tanpa<br />

diproses oleh image processor, sehingga kita <strong>bisa</strong> memprosesnya<br />

secara manual menggunakan komputer melalui software.<br />

The RAW Storage and Information Advantages<br />

Pada topik Color Filter Array (CFA) disebutkan bahwa setiap pixel dalam sensor<br />

konvensional hanya menangkap 1 jenis warna. Besarnya data biasanya 10 atau 12<br />

bit per pixel, atau bahkan sampai 14 bit per pixel pada beberapa kamera terbaru.<br />

Data-data ini dapat langsung disimpan dalam bentuk file RAW tanpa melalui proses<br />

sebelumnya. Alternatif lainnya, data tersebut diproses oleh image processing engine<br />

dan disimpan dalam bentuk file JPEG atau TIFF.<br />

RAW (10 or 12 bit)<br />

Red Channel (8 bit) Green Channel (8 bit) Blue Channel (8 bit) JPEG or TIFF (24 bit)<br />

Walau file TIFF hanya menyimpan informasi sebanyak 8 bit per<br />

channel, tetapi ukuran filenya <strong>bisa</strong> mencapai 2 kali dibanding file RAW<br />

itu sendiri. Sebab jumlah channel yang disimpan oleh file TIFF ada 3<br />

buah channel independen, sedang file RAW itu sendiri hanya<br />

menyimpan 1 channel 12 atau 14 bit. Kekurangan file TIFF tersebut<br />

diselesaikan dengan menyimpan image dalam format JPEG dengan<br />

cara menkompresi image tersebut. Beberapa kamera juga<br />

menyediakan penyimpanan RAW dalam bentuk lossless compression,<br />

disebut dengan sRAW. Ukuran file sRAW ini lebih kecil dari<br />

konvensional RAW tetapi tanpa kehilangan informasi asli, sehingga<br />

menjadi alternatif terbaik untuk menyimpan gambar tanpa kehilangan<br />

detail asli yang <strong>bisa</strong> hilang apabila disimpan dalam format file JPEG.<br />

The Flexibility of RAW<br />

Selain itu, format RAW menawarkan feksibilitas yang baik. Informasi<br />

data RAW yang diambil oleh kamera dapat dipisahkan (real extracted)<br />

oleh software pengolah file RAW. Sebagai contoh, informasi<br />

sharpening, white balance, levels dan color adjustment dapat<br />

dipisahkan dan dikalkulasi ulang berdasar pada data RAW tersebut.<br />

Sehingga kita dapat merubah-rubah informasi penting tersebut tanpa<br />

perlu melakukan shoot ulang. Selain itu dimungkinkan pula untuk<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

34


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

mengekstrak informasi penting lainnya seperti shadow dan highlight,<br />

yang mana pada format 8 bit/channel TIFF atau JPEG hal itu secara<br />

real cukup sulit dilakukan.<br />

Disadvantages of RAW<br />

Hanya satu kekurangan dari format RAW, yaitu sifat format RAW yang<br />

berbeda-beda antara setiap vendor kamera <strong>digital</strong> (propietary format),<br />

atau bahkan antar type kamera <strong>digital</strong> dari vendor yang sama<br />

sekalipun. Setiap vendor kamera biasanya menyediakan software<br />

untuk mengolah data RAW tersebut sehingga kita <strong>bisa</strong> mengekspor<br />

data RAW menjadi file yang lebih umum, misalnya JPEG. Membuka<br />

dan mengolah file RAW akan lebih lambat dibanding membuka dan<br />

mengolah file TIFF atau JPEG. Solusi untuk hal ini, terkadang sebuah<br />

kamera <strong>digital</strong> mampu menyimpan image hasil shoot dalam 2 format<br />

<strong>digital</strong> secara bersamaan, yaitu RAW dan JPEG. Seiring dengan<br />

turunnya harga storage dan meningkatnya kapasitas storage, hal ini<br />

sudah bukan menjadi sebuah hambatan. Dengan demikian kita <strong>bisa</strong><br />

mendapatkan file JPEG untuk review cepat dan juga <strong>bisa</strong> mengolah<br />

image apabila diperlukan dengan file RAW.<br />

Solusi lain, beberapa software pengolah image independen memiliki<br />

kemampuan membaca file RAW dari berbagai vendor yang berbedabeda,<br />

misalnya software Adobe Phososhop CS. Tetapi tentu karena ini<br />

merupakan software independen, <strong>bisa</strong> saja algoritma processingnya<br />

dapat berbeda dengan software pengolah RAW propietary itu sendiri.<br />

Tapi ini cukup membantu terutama dalam masalah kompatibiltas<br />

terhadap file RAW, bahkan terkadang image processor independen<br />

semacam Adobe Photoshop CS dapat mengolah file RAW lebih baik<br />

dari software propietarynya itu sendiri.<br />

Resolution<br />

Sensor Resolution<br />

Jumlah effective pixel yang terdapat didalam sensor kamera seperti<br />

yang telah dijelaskan di dalam topic pixel.<br />

Image Resolution<br />

Resolusi dari sebuah image <strong>digital</strong> didefinisikan sebagai jumlah pixel<br />

yang membentuk image itu sendiri. Sebuah image 5 megapixel<br />

biasanya terdiri dari 2560 pixel (lebar) x 1920 pixel (tinggi),<br />

menghasilkan 4,915,200 pixel yang dibulatkan menjadi 5 megapixel.<br />

Sangat dianjurkan untuk melakukan shot sesuai dengan resolusi<br />

maksimal dari effective pixel yang terdapat dalam kamera itu sendiri<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

35


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

apabila kualitas merupakan segalanya, sebab mengambil gambar<br />

dengan resolusi yang rendah akan mengorbankan detail.<br />

Resolution Charts at dpreview.com: Horizontal and Vertical LPH<br />

dpreview.com menghitung resolusi dengan st<strong>anda</strong>r grafik test resolusi<br />

kamera PIMA/ISO 12233 yang sudah diakui secara luas. Grafik ini<br />

sangat baik bukan hanya untuk mengukur resolusi murni secara<br />

horizontal dan vertical, tetapi juga mampu melakukan test performa<br />

dari sensor dari berbagai macam angle. Grafik ini dapat digunakan<br />

sebagai referensi untuk membandingkan resolusi antar type kamera,<br />

sehingga dpreview selalu menggunakan chart/ grafik ini sebagai alat<br />

untuk membandingkan kemampuan resolusi antar kamera dalam<br />

review-review databasenya.<br />

Hasil test resolution chart untuk Nikon Coolpix 8700. Kotak<br />

merah diatas dapat dilihat lebih jelas pada gambar dibawah.<br />

Crop A. Garis hitam dan putih dapat dibedakan dengan<br />

jelas sampai dengan posisi di angka "16", jadi nilai<br />

Horizontal LPH adalah 1600.<br />

Crop B. Garis hitam dan putih dapat<br />

dibedakan dengan jelas sampai dengan<br />

posisi angka "15", jadi nilai Vetical LPH<br />

adalah 1500.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

36


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Horizontal LPH merujuk kepada jumlah garis vertical yang dapat<br />

dihitung sepanjang garis horizontal (x axis) pada sebuah image.<br />

Gambar crop A memperlihatkan sebuah pattern yang terdiri dari 9<br />

garis hitam dan 8 garis putih diantara garis hitam. Dari hasil crop<br />

tersebut kita dapat melihat dibawah label angka 16, yaitu label angka<br />

17, garis-garis tersebut mulai menyatu menjadi semakin sulit untuk<br />

dibedakan. Gambar diatas menunjukkan bahwa pada label angka 16<br />

dengan 17 garis (9 hitam + 8 putih) yang melingkupi garis horizontal<br />

dari 26 pixel yang ada. Contoh image diatas yang memiliki tinggi<br />

2,448 pixel, garis horizontal per pixel height adalah 2,448/26*17 atau<br />

1600 LPH. Jadi secara umum nilai label "16" pada chart diatas berarti<br />

1600 line per picture height (LPH).<br />

Dengan cara yang sama, Vertical LPH merujuk kepada jumlah garis<br />

horizontal yang dapat dihitung sepanjang garis vertical (y axis) pada<br />

sebuah image. Gambar crop B menunjukkan contoh dari vertical LPH<br />

pada gambar diatas adalah 1500 LPH.<br />

Karena sebuah resolusi aktual dihitung berdasar normalisasi terhadap<br />

tinggi sebuah picture, maka hasil dari kamera dengan aspek rasio<br />

yang berbeda dengan mudah dapat dihitung.<br />

Nilai absolut dari garis horizontal sebuah kamera adalah kemampuan<br />

untuk menghitung image height secara vertical, yaitu setara dengan<br />

nilai vertical LPH. Nilai absolut dari garis vertical sebuah kamera<br />

adalah kemampuan menghitung image width secara horizontal, yaitu<br />

setara dengan nilai horizontal LPH dikalikan dengan aspek ratio yang<br />

dicari. Dalam contoh ini nilai 1600 dikalikan dengan 1,333<br />

menghasilkan 2.133, dimana dalam contoh ini kamera memiliki aspek<br />

rasio 4:3 (1,333).<br />

Lebih lanjut kita juga dapat menghitung langsung bahwa 2,133 x<br />

1,500 LPH (3,200,000) adalah lebih rendah dari resolusi image<br />

sebesar 8.000.000 pixel (3,264 x 2,448). Ini disebabkan data image<br />

diambil oleh sensor melalui Color Filter Array yang telah melalui proses<br />

interpolasi, karena hampir semua kamera memiliki filter anti-aliasing.<br />

Dalam sensor Foveon, resolusi image akan mendekati resolusi sensor<br />

karena cara yang berbeda dalam menangkap image. Selain itu,<br />

keterbatasan optikal dari lensa dapat juga berpengaruh terhadap<br />

resolusi sebuah image.<br />

Contoh perhitungan diatas menggunakan contoh image yang<br />

memiliki resolusi 3,264 x 2,448 pada kamera Nikon CoolPix<br />

8700.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

37


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Resolution Charts at dpreview.com: 5° Diagonal Lines LPH<br />

Beberapa review dpreview.com juga terkadang menyertakan<br />

perhitungan 5° Diagonal Line LPH, seperti yang ditunjukkan dalam<br />

gambar crop C. Karena grafik LPH untuk kamera Nikon CP 8700 ini<br />

menghitung sampai lebih dari 1,000 LPH, review mencatat nilai LPH<br />

sebesar 1,000+.<br />

Crop C. Garis diagonal 5° hitam dan putih dapat<br />

dibedakan satu dan lainnya sampai dengan posisi<br />

10, nilai maksimum pada chart ini. Jadi kamera ini<br />

memiliki nilai LPH digonal 5° sebesar 1,000 +<br />

Resolution Charts at dpreview.com: Absolute and Extinct LPH<br />

Penjelasan diatas merujuk kepada nilai LPH absolut yang mana<br />

merupakan nilai LPH yang menjelaskan detail sebuah image. Selain itu<br />

terdapat juga "Extict LPH" dalam review-review dpreview.com, LPH ini<br />

merujuk kepada garis-garis yang perlahan-lahan menyatu menjadi<br />

warna abu-abu solid (solid gray). Detail image diantara LPH absolut<br />

dan LPH Extict tidak terlalu baik, hanya sedikit detail yang sanggup<br />

ditangkap oleh kamera.<br />

Crop D. Diantara label "18", warna hitam dan putih<br />

menyatu membentuk warna abu-abu solid, jadi nilai<br />

LPH untuk Vertical Extinct adalah 1800.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

38


Sensitivity (ISO/ASA)<br />

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Film konvensional hadir dengan sensitivitas (ASA) yang berbeda untuk<br />

kebutuhan yang berbeda pula. Sensitivitas yang kecil menghasilkan<br />

gambar yang halus (finer grain) tetapi dibutuhkan cahaya yang cukup,<br />

sangat cocok untuk pemotretan outdoor dengan cahaya yang cukup.<br />

Tetapi untuk ruangan dengan pencahayaan yang minim atau action<br />

photography (biasanya membutuhkan shutterspeed yang tinggi) film<br />

dengan sensitivitas yang lebih tinggi dibutuhkan. Konsekuensinya, film<br />

dengan sensitivitas yang tinggi artinya akan lebih banyak noise<br />

(grainy).<br />

Demikian juga pada fotografi <strong>digital</strong>, kamera <strong>digital</strong> mempunyai rating<br />

ISO untuk membedakan level sensitivitas sensor terhadap cahaya. ISO<br />

100 adalah setting yang normal untuk kebanyakan kamera, walaupun<br />

beberapa kamera ada yang memiliki nilai ISO lebih rendah lagi, misal<br />

ISO 50. Sensitivitas kamera dapat ditingkatkan lagi pada level 200,<br />

400 dan 800 atau bahkan ada yang mencapai 3200/6400, terutama<br />

pada jenis kamera <strong>digital</strong> SLR high-end.<br />

Ketika kita menaikkan nilai sensitifitas, keluaran dari sensor akan<br />

diperkuat sehingga hanya sedikit cahaya yang diperlukan untuk<br />

menangkap gambar. Sayangnya dengan ditingkatkannya kekuatan<br />

sensor kemunculan noise juga akan semakin kuat. Secara tidak<br />

langsung kemunculan noise ini akan membuat image menjadi semakin<br />

grainy (lebih kasar), seperti halnya yang terjadi pada fotografi<br />

konvensional. Hal ini mirip dengan ketika kita menaikkan volume<br />

suara sebuah radio yang kurang baik daya siarnya. Dengan semakin<br />

meningkatnya teknolosi dari sensor, secara langsung akan mengurangi<br />

level noise pada sensitifitas tinggi (ISO tinggi).<br />

Tidak seperti konvensional kamera film yang membutuhkan<br />

penggantian lebar film (film roll) saat hendak mengganti sensitifitas<br />

ASA, kamera <strong>digital</strong> melakukannya dengan lebih praktis dan efisien,<br />

yaitu dengan cara melakukan perubahan ISO secara on-the-fly kapan<br />

saja dikehendaki. Sebab dalam kamera <strong>digital</strong> nilai sensitivitas (ISO)<br />

tertuju pada kemampuan sensor, sedang dalam kamera konvensional<br />

nilai sensitivitas (ASA) tertuju pada kemampuan lembar film.<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

39


ISO 100 ISO 800<br />

ISO 100 - Red Channel ISO 800 - Red Channel<br />

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Pada contoh diatas, gambar merupakan hasil dari kamera <strong>digital</strong><br />

prosumer yang memperlihatkan level noise yang cukup tinggi pada<br />

sensitifitas tinggi (ISO 800). Noise akan lebih terlihat pada channel red<br />

dan blue.<br />

Sharpening<br />

Ada 2 jenis sharpness (ketajaman) dan sangat penting untuk tidak<br />

dicampurbaurkan keduanya. Yang pertama, Sharpness Optical<br />

didefinisikan oleh kualitas dari lensa dan sensor. Software Sharpness<br />

digunakan untuk membuat "ilusi" ketajaman optical dengan<br />

menggunakan software komputer dengan memanipulasi bagian-bagian<br />

sudut (edge) pada gambar agak lebih kontras dan terlihat tajam.<br />

Software Sharpening tentu tidak mungkin membuat detail ketajaman<br />

yang sesungguhnya seperti yang dilakukan oleh lensa maupun sensor,<br />

software sharpening hanya membuat sebuah ilusi ketajaman semata.<br />

Original<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

40


Diperbesar 2X<br />

Sudut yang halus sebelum<br />

sharpening<br />

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Sudut yang tajam<br />

setelah sharpening<br />

Over sharpening<br />

memunculkan halo<br />

Contoh sederhana diatas memperlihatkan normal sharpening yang<br />

membuat garis lingkaran terlihat lebih tajam dibanding dengan<br />

gambar aslinya. Proses sharpening diatas dilakukan dengan cara<br />

membuat lingkaran terang (lighter) dibagian luar (membuat<br />

background dari lingkaran terlihat lebih kontras) dan membuat<br />

lingkaran hitam (darker) dibagian dalam (membuat lingkaran terlihat<br />

lebih kontras). Karena perbedaan antara putih/terang dan hitam itu<br />

cukup besar daripada perbedaan warna gray pada lingkaran dan<br />

background, maka hal ini akan membuat ilusi seakan-akan adanya<br />

penambahan sharpness. Tetapi proses sharpening yang berlebih malah<br />

memperlihatkan efek lingkaran tajam (halo) yang membuat efek<br />

sharpening terlihat palsu.<br />

In-camera Sharpening<br />

Beberapa kamera <strong>digital</strong>, sebagai bagian default dari pemrosesan<br />

image internal, melakukan proses sharpening untuk menetralkan efek<br />

yang terjadi saat proses interpolasi yang dilakukan oleh Color Filter<br />

Array (CFA). Tetapi apabila proses sharpening terlalu berlebih, tetap<br />

akan membuat distorsi seperti jaggies, noise dan efek artifact lain<br />

semakin terlihat pada image. Pada kamera <strong>digital</strong> kelas prosumer dan<br />

DSLR, kamera memiliki pilihan menu untuk mengontrol tingkat<br />

sharpening yang diinginkan atau bahkan mematikannya.<br />

Sharpening with Software<br />

Apabila kamera memiliki kemampuan untuk menyimpan image dalam<br />

bentuk RAW, proses sharpening yang dilakukan oleh kamera <strong>bisa</strong><br />

nonaktifkan dan dilakukan pengaturan ulang dengan memilih level<br />

sharpening yang diinginkan dengan menggunakan software pengolah<br />

RAW pada komputer.<br />

Tetapi bila kita memilih JPEG sebagai format image, disarankan<br />

melakukan pilihan tingkat sharpening yang ada dalam kamera, misal<br />

low atau normal, sebab penggunaan tingkat sharpening dengan<br />

menggunakan software komputer tidaklah mudah untuk mendapatkan<br />

level sharpening yang sama dengan level sharpening pada tingkat<br />

kamera. Alasannya, teknik sharpening pada kamera dilakukan<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

41


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

sebelum image dikompres kedalam bentuk JPEG, sedang teknik<br />

sharpening pada software (misal Adobe Photoshop CS) dilakukan<br />

setelah image dikompres kedalam bentuk JPEG. Bila rasio kompresi<br />

yang digunakan terlalu tinggi, efek yang timbul akibat kelemahan<br />

dasar format JPEG akan muncul, misal blok-blok kompresi JPEG akan<br />

semakin terlihat termasuk efek artifact lainnya.<br />

TIFF<br />

TIFF (Tagged Image File Format) adalah format image yang universal<br />

yang kompatibel dengan hampir semua aplikasi pengolah image. TIFF<br />

dapat dikompres dengan cara losless menggunakan sistem algoritma<br />

kompresi LZW atau ZIP. Seperti yang kita ketahui, format JPEG hanya<br />

mendukung format data sebesar 8 bit/channel dengan singel layer<br />

RGB, sedang TIFF juga mendukung format data sebesar 16 bit/channel<br />

multi-layer CMYk. TIFF banyak digunakan dalam format image akhir<br />

pada proses printing dan publishing di dunia industri percetakan.<br />

Kekurangan format TIFF, karena setiap warna disimpan pada masingmasing<br />

channel independen(<strong>bisa</strong> 8-16 bit/channel), file size-nya <strong>bisa</strong><br />

sangat besar. Untuk format TIFF dengan 3 channel RGB, maka ukuran<br />

filenya <strong>bisa</strong> mencapai 2-3X dibanding dengan ukuran file RAW normal.<br />

Banyak kamera <strong>digital</strong> menyediakan format file TIFF (uncompressed)<br />

sebagai alternatif lain dari JPEG. Terbatas pada kemampuan space dan<br />

kemampuan internal proses pada kamera, kebanyakan kamera <strong>digital</strong><br />

hanya mendukung format TIFF 8 bit/channel. Apabila format RAW<br />

tersedia, pilihan format RAW <strong>bisa</strong> lebih baik dibanding dengan format<br />

TIFF untuk kebanyakan kamera <strong>digital</strong>.<br />

Tonal Range<br />

Tonal range dari sebuah image <strong>digital</strong> adalah banyaknya tone<br />

(kecerahan warna) yang membangun sebuah dynamic range. Contoh<br />

konseptual berikut memperlihatkan image dengan dynamic range yang<br />

tinggi/ besar akan memiliki tonal range yang rapat, sedangkan image<br />

dengan dynamic range yang rendah/ kecil akan memiliki tonal range<br />

yang lebar.<br />

High Dynamic Range<br />

Wide Tonal Range Narrow Tonal Range<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

42


Low Dynamic Range<br />

Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Dynamic Range and Tonal Range of the Sensor<br />

Dynamic range dan tonal range dari sebuah sensor sangatlah relatif.<br />

Bila sensor memiliki dynamic range, katakan 1000:1 dan memiliki ADC<br />

(Analog to Digital Converter) paling sedikit 10 bit, secara otomatis<br />

image output akan memiliki tonal range yang lebar. Apabila sensor<br />

dengan 10 bit ADC mampu mengeluarkan output sebesar 1000 tone<br />

yang berbeda, maka sensor juga harus memiliki dynamic range paling<br />

kecil 1000:1. Hal ini disebabkan sensor dan ADC bekerja dengan cara<br />

linier.<br />

Dynamic Range and Tonal Range of the Image<br />

Sekali kita mengaplikasikan kurva tonal pada data linier dari keluaran<br />

sensor, dynamic range dan tonal range dari image dapat sangat<br />

bervariasi, tergantung kurva tonal apa yang kita aplikasikan. Kurva<br />

tonal dapat mengkompresi dynamic range, tonal range, ataupun<br />

keduanya.<br />

Ketika kita mengambil gambar dengan JPEG, kurva tonal yang<br />

diaplikasikan oleh kamera dapat membuat detail highlight dan shadow<br />

yang ada dalam data RAW menjadi hilang (clipped). Sedang image<br />

RAW sendiri mampu memelihara dynamic range yang ditangkap oleh<br />

sensor dan mengizinkan kita mengkompres dinamyc range dan tonal<br />

range dengan mengaplikasikan kurva tonal yang tepat sehingga<br />

dynamic range dan tonal range yang ditampilkan oleh monitor atau<br />

kita cetak melalui printer akan cukup nyaman dilihat oleh mata<br />

manusia. Ini mirip dengan contoh ekstrim dibawah yang<br />

memperlihatkan bagaimana dynamic range yang besar dan tonal<br />

range dari image dengan dynamic range yang besar dilakukan proses<br />

kompresi.<br />

Dynamic Range and Tonal Range of a Monitor or Printer - Compression<br />

Monitor dan printer memiliki dynamic range yang terbatas, jadi kurva<br />

tonal (tonal curve) yang diaplikasikan kepada liner data RAW akan<br />

mengkompres dynamic range supaya sesuai dengan besaran dynamic<br />

range dari monitor dan printer. Kurva tonal yang tepat dipilih sehingga<br />

detail dapat tetap terpelihara dengan baik. Hasilnya, image yang<br />

dihasilkan tampak nyaman bagi mata manusia dan dynamic range<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

43


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

yang ditampilkan terasa tetap tinggi, walau dalam kenyataannya<br />

dynamic range asal telah dikompresi.<br />

A. Detail shadow ditangkap B. Detail Highlight ditangkap C. Detail Shadow dan highlight<br />

digabungkan<br />

Pada gambar diatas shadow scene 2000 kali lebih gelap dibandingkan<br />

highligth scene (11 stops). Seperti yang telah dijelaskan dalam topik<br />

dynamic range, kamera <strong>digital</strong> dapat menangkap scene seperti pada<br />

image A atau image B. Pada image A, detail highlight menjadi hilang<br />

karena long exposure dibutuhkan untuk <strong>bisa</strong> menangkap detail dari<br />

shadow. Pada image B, untuk mencegah hilangnya detail hightlight,<br />

proses exposure haruslah sependek mungkin, akibatnya sensor tidak<br />

punya waktu untuk menangkap detail shadow.<br />

Dengan menggunakan Adobe Phtoshop CS, kita dapat<br />

menggabungkan image-image dengan exposure yang berbeda-beda<br />

(seperti gambar diatas) menjadi sebuah image tunggal dengan<br />

dynamic range yang tinggi (HDR). Bagaimanakah kita menampilkan<br />

dynamic range yang tinggi dalam monitor atau printer yang memiliki<br />

keterbatasan dynamic range? jawabannya tentu dengan proses<br />

kompresi.<br />

Dalam histogram dari image A dan B, grafik warna merah dan biru<br />

memperlihatkan detail hightlight dan shadow masing-masing. Dengan<br />

menggabungkan keduanya, lalu kita lakukan kompresi akan<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

44


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

menghasilkan sebuah image tunggal yang akan terlihat nyaman oleh<br />

mata manusia.<br />

Ketika kita menampilkan image C melalui monitor, image seolah-olah<br />

memiliki dynamic range yang besar yang ditankap melalui single<br />

exposure hygh dynamic range, padahal sebetulnya tidak. Kompresi<br />

tonal sebaiknya dilakukan dalam bit yag tinggi untuk mencegah<br />

posterization.<br />

Selain Photoshop, terdapat banyak aplikasi yang mampu<br />

menggabungkan beberapa gambar dengan nilai exposure berbedabeda<br />

menjadi sebuah image tunggal. Salah satunya adalah Photomatix<br />

dari hdrsoft yang cukup populer di kalangan fotografer.<br />

White Balance<br />

Color Temperature<br />

Kebanyakan sumber cahaya tidaklah 100% berwarna putih tetapi<br />

memiliki beberapa "color temperature" yang dihitung dalam satuan<br />

Kelvin. Sebagai contoh, cahaya matahari di siang hari akan mendekati<br />

warna putih daripada cahaya matahari di pagi atau sore hari yang<br />

lebih mendekati warna kuning. Diagram dibawah memperlihatkan<br />

sumber cahaya dari warna-warna yang berbeda disertai dengan nilai<br />

temperatur dari warna cahaya tersebut.<br />

Jenis Cahaya Temperatur Warna dalam Kelvin<br />

Candle Flame 1,500<br />

Incandescent 2500 – 3500<br />

Sunrise, Sunset 3,500<br />

Twilight 4,000<br />

Fluorescent 4,000 – 4,800<br />

Midday Sun, Flash 5,500<br />

Bright Sun, Clear Sky 6,000<br />

Cloudy Sky, Shade 7,000<br />

Blue Sky 9,000<br />

White Balance<br />

Mata manusia memiliki kemampuan menyesuaikan kondisi<br />

pencahayaan pada kondisi temperatur cahaya yang berbeda-beda.<br />

Sedang kamera <strong>digital</strong> membutuhkan satu titik warna sebagai<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

45


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

referensi warna yang oleh kamera dianggap sebagai warna putih.<br />

Kamera akan menghitung warna lainnya berdasar pada titik referensi<br />

warna putih tersebut.<br />

Sebagai contoh, apabila cahaya lampu halogen mengenai tembok yang<br />

berwarna putih, tembok akan terlihat berbalut berwarna kuning,<br />

padahal kenyataannya tembok tersebut tetap berwarna putih. Jadi<br />

apabila kamera dapat mengetahui bahwa tembok tersebut adalah<br />

putih, maka kamera dapat menghitung warna-warna lainnya pada<br />

kondisi cahaya yang sama.<br />

Hampir semua kamera <strong>digital</strong> memiliki feature Automatic White<br />

Balance, yang mana fungsi ini akan menghitung White Balance<br />

berdasar overal color dari image dan akan mencoba mengkalkulasikan<br />

nilai white balance yang dianggap terbaik. Bagaimanapun system ini<br />

kadang bekerja dengan tidak baik, terutama apabila scene didominasi<br />

oleh satu warna, katakan warna hijau, atau tidak ada warna putih<br />

sama sekali seperti yang terdapat contoh scene berikut.<br />

Auto White Balance gagal mencari referensi warna<br />

putih, menghasikan warna yang datar dan tidak<br />

alami.<br />

Auto White Balance berhasil mengambil sebuah<br />

referensi warna putih, kali ini kamera<br />

menggunakan awan sebagai referensi warna<br />

putih.<br />

Hampir semua kamera <strong>digital</strong> mengizinkan kita memilih White Balance<br />

secara manual, biasanya pilihan White Balance yang diberikan adalah<br />

jenis sunlight, cloudy, fluorescent, incadescent dan lain sebagainya.<br />

Pilihan White Balance tersebut sebetulnya adalah pilihan temperatur<br />

warna yang kita pilih, misalnya WB fluorescent, dimana sebetulnya<br />

kamera memilih nilai White Balance sebesar 4000-4800 Kelvin.<br />

Kamera <strong>digital</strong> kelas Prosumer dan SLR malah mengizinkan kita<br />

mendefinisikan White Balance sendiri dengan apa yang disebut dengan<br />

Custom White Balance. Sebelum mengambil sebuah gambar, kita<br />

dapat memusatkan kamera pada sebuah subject yang berwarna putih<br />

atau abu-abu natural (18% grey), dimaksudkan untuk<br />

memberitahukan kamera warna putih yang terdapat dalam kondisi<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

46


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

pencahayaan saat itu. Cara bagaimana mengkonfigurasi Custom White<br />

Balance <strong>bisa</strong> berbeda-beda pada setiap kamera <strong>digital</strong>, kita <strong>bisa</strong><br />

memperolehnya dari Manual Book yang datang bersama kamera<br />

tersebut. Biasanya kita juga dapat menggunakan white atau grey card<br />

untuk tujuan ini. Kamera kemudian akan mengambil gambar dan<br />

mengkalkulasikan warna-warna lain berdasar pada warna putih<br />

tersebut.<br />

--eof<br />

>>Part II: The Digital Imaging<br />

>>Will be continued to Chapter III: The Exposure


Edisi Bahasa Indonesia – Versi 2.0 GPL Document<br />

Dikompilasi oleh Wawan Purwanto<br />

e-mail: cyberwayang@gmail.com, YM: cyberwayang<br />

My Multiply: http://cyberwayang.multiply.com<br />

Versi online dari dokumen ini <strong>bisa</strong> <strong>anda</strong> lihat di: http://cyberwayang.multiply.com/tag/<strong>digital</strong>%20<strong>imaging</strong><br />

Milis-Milis:<br />

1. http://groups.yahoo.com/group/id-photographer<br />

2. http://tech.groups.yahoo.com/group/CanonMania<br />

3. http://tech.groups.yahoo.com/group/IndoNikon<br />

4. http://tech.groups.yahoo.com/group/foto-id<br />

5. http://groups.yahoo.com/group/indonesianphotographer<br />

6. http://groups.yahoo.com/group/komunitas-fotografer<br />

7. http://groups.yahoo.com/group/kamera<strong>digital</strong><br />

8. http://groups.yahoo.com/group/thelightmagz/<br />

9. .: please help me to add :.<br />

Recommended website:<br />

1. http://ayofoto.com<br />

2. http://www.lensa.net<br />

3. http://www.jakartaphotoclub.com<br />

4. http://www.fotografer.net<br />

5. http://www.multiply.com<br />

6. http://www.pbase.com<br />

7. http://www.dpreview.com<br />

8. http://www.thelightmagz.com<br />

9. .: please help me to add :.<br />

Diambil dari http://www.dpreview.com untuk bahan belajar sendiri, dengan beberapa penambahan dan pengurangan.<br />

Bebas disebarluaskan selama menyebutkan sumbernya karena dokumen ini adalah rangkuman dari dokumen lain.<br />

Apabila menemukan kesalahan apapun, silahkan layangkan masukan <strong>anda</strong> melalui e-mail atau YM.<br />

Penyadur tidak bertanggungjawab terhadap kesalahan dan hal apapun yang terjadi akibat penyebaran dokumen ini, bila<br />

<strong>anda</strong> tidak setuju, segera delete (wipe-out) dokumen ini secepatnya.<br />

Copyleft ©24.12.2007 (versi 2.0) GPL Document<br />

Wawan Purwanto [cyberwayang@gmail.com], http://cyberwayang.multiply.com, YM: cyberwayang<br />

48

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!