2kXlnFflk
2kXlnFflk
2kXlnFflk
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
“today, great architecture<br />
is also designed by instinct<br />
and... in unison by nature.<br />
The high technology and<br />
complicated materialism is<br />
just an enormous mantle.<br />
which clothes the idea.<br />
Underneath, the instinctive<br />
solution is still there. ”<br />
(Le Corbusier )<br />
jongArsitek!<br />
jongarsitek@gmail.com<br />
Selamat menikmati.. Desain menginspirasi<br />
Except where otherwise noted, content on this magazine is<br />
licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 License<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
3
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Kontributor<br />
tanpa basa basi, anda bisa mengecek profil mereka cari langsung<br />
ke Facebook dan media sosialweb lainnya.<br />
Angga Rossi<br />
Ara Studio<br />
Ariko Andikabina<br />
Danny Wicaksono<br />
Effan Adhiwira<br />
Noerhadi<br />
OMA/Rem Koolhas<br />
Paskalis Khrisno Ayodyantoro<br />
Putri Kusumawardhani<br />
Robin Hartanto<br />
Rofianisa Nurdin
p4<br />
jongEditorial<br />
sambutan dari redaksi kita<br />
p12<br />
jongReportase<br />
Jelajah : Meningkatnya Penglana Arsitektur<br />
p24<br />
p8<br />
jongFoto<br />
p18<br />
jongTulis<br />
Ikan dan Ikon<br />
jongTulis<br />
Menghuni Vertikal<br />
p28<br />
jongGagasan<br />
10 Proyek Arsitektur dan Kota untuk Indonesia<br />
p32<br />
jongTulis<br />
Kolasa : Sebuah Catatan Sederhana<br />
p36<br />
jongTulis<br />
Ruang Dalam Kota<br />
p42<br />
jongKarya<br />
Poso Architecture Now<br />
p48<br />
jongKarya<br />
U Shape Culvert House<br />
p52<br />
jongTulis<br />
Arsitektur Naungan<br />
p66<br />
jongTulis<br />
Catatan untuk “Zaman Baru Generasi Modernis-Sebuah Catatan Arsitektur”;<br />
Sebuah Reaksi.<br />
p76<br />
jongKarya<br />
Chu Hai College<br />
daftar isi
8 9<br />
beton
10 11<br />
past present tense
12<br />
Jelajah :<br />
Meningkatnya Penglana Arsitektur<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Paskalis Khrisno Ayodyantoro<br />
13.00 1/11/12<br />
Beberapa orang tampak sibuk berlalu lalang, masing<br />
masing mengeratkan jaket dan syalnya, memasukkan<br />
tangan kedalam saku, berjalan cepat menuju<br />
tujuannya. Hari ini cuaca mencapai 11 derajat<br />
celcius. Di stasiun St. Charles, Marseilles, semua<br />
tampak tergesa. Bangunan tua yang dapat mengakomodasi<br />
12 lajur kereta ini sedang diperbaiki dan<br />
ditambah daya tampungnya. Stasiun ini sedang menambahkan<br />
dengan program lain agar pengunjung<br />
lebih nyaman dan mudah berpindah antar moda.<br />
Marseilles, kota yang seharusnya tidak ada dalam<br />
jadwal, terpaksa di singgahi karena tiket bis<br />
langsung dari Venice ke Paris habis terjual disebabkan<br />
libur akhir pekan di seluruh Perancis. Setelah<br />
mencari informasi melalui internet, maka pilihan<br />
perjalanan ditetapkan dengan menggunakan<br />
13
14<br />
bis Eurolines menuju Nice dari Venice kemudian<br />
dilanjutkan dengan menggunakan kereta<br />
ke Paris singgah di Marseilles.<br />
Setelah melewati badai salju di Mondovi, Italia,<br />
terdampar tengah malam di Nice, Prancis,<br />
Merasakan kota tua di Prague, dan mengalami<br />
deret bangunan Modern di Berlin, Jerman, selalu<br />
ada pengalaman baru dalam satu perjalanan<br />
yang menggugah indera atau hati.<br />
Lain lagi yang berkesan adalah ketika berjumpa<br />
dengan kota Nice. Kota yang menyenangkan.<br />
Lebar jalan 4 meter di kota ini lebih<br />
banyak digunakan untuk kendaraan satu arah,<br />
dengan lebar jalan pedestrian yang hampir<br />
sama besarnya untuk kendaraan bermotor.<br />
Tram tram berseliweran dan gedung-gedung<br />
rendah setinggi 3-5 lantai. Dengan berjalan<br />
sedikit dari pusat kota, kita dapat menemukan<br />
pantai panjang dengan taman taman berdampingan<br />
dengan jalur kereta listrik dan daun<br />
daun pohon oak berwarna kuning berguguran<br />
seperti kota menjadikan manusia sebagai sahabatnya.<br />
Begitu juga pada tahun 2011 ketika di Tokyo,<br />
ketika rombongan tersesat dalam huruf-huruf<br />
kanji bertebaran di gedung gedung Shinjuku,<br />
tiba-tiba saja seorang ibu Jepang tidak terlalu<br />
muda, tersenyum dan mencoba berbahasa<br />
inggris menghampiri kami menawarkan bantuan<br />
dan berakhir memaksa mengantarkan<br />
kita ke tempat yang ingin kita tuju.<br />
Lain di Tokyo dan Nice, di Waerebo, Flores<br />
2008, setelah berjalan dan mendaki cukup<br />
lama sekitar 3 jam dari desa terdekat, bangu-<br />
nan seperti keong yang hampir punah, ternyata<br />
adalah salah satu tempat tinggal penduduk<br />
teramah yang bisa kita temukan di Indonesia.<br />
Penduduk dengan kebijakan untuk membatasi<br />
diri terhadap pengaruh modern, tetap tinggal<br />
di atas gunung menjaga warisan. Di bangunan<br />
berbentuk keong rakasasa ini juga kita mengenal<br />
bagaimana udara mengalir, meresap dari<br />
bawah panggung bangunan menjadi oksigen<br />
kayu bakar dan mengalirkan kembali meresap<br />
keatas lewat sela sela atap ijuk sekaligus<br />
menghangatkan rumah dan mengawetkan<br />
material atapnya.<br />
Perjalanan selalu menghasilkan hal hal spontan<br />
dan kejutan, begitulah rasanya ia menjadi<br />
sebuah satu titik dalam hidup yang dirindukan<br />
untuk selalu di ulang.<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
[2]<br />
Perjalanan selalu<br />
menghasilkan hal<br />
hal spontan dan<br />
kejutan, begitulah<br />
rasanya ia menjadi<br />
sebuah satu titik<br />
dalam hidup yang<br />
dirindukan untuk<br />
selalu di ulang.<br />
Pada masa sekarang, perjalanan adalah kegiatan<br />
yang semakin mudah dilakukan. Sebelum<br />
periode abad ini, perjalanan adalah bayangan<br />
yang menakutkan karena kesulitannya. Batas<br />
tempat yg tak jelas, keamanan dan informasi<br />
yang tidak akurat, kendaraan umum yang<br />
belum lengkap dan waktu tempuh yang tidak<br />
jelas, membuat manusia mengurungkan niat<br />
karena membutuhkan energi dan biaya yang<br />
besar untuk melakukan perjalanan.<br />
Sebagai contoh, Han Awal seorang arsitek senior<br />
bercerita pada tahun 1950-an mengungkapkan<br />
ketika pertama kali ke eropa membutuhkan<br />
waktu yang tidak sedikit. Setidaknya<br />
dibutuhkan waktu hingga 1 bulan menggunakan<br />
kapal laut besar dari Jakarta dan beberapa<br />
15
16<br />
kali singgah di pelabuhan besar tanpa mengetahui<br />
informasi lokasi begitu sampai di negeri<br />
Belanda saat itu.<br />
Setelah revolusi informasi, dunia yang semakin<br />
datar karena internet dan cepatnya data berpindah,<br />
merencanakan perjalanan jauh lebih<br />
mudah. Manusia kini bisa memilih perjalanannya<br />
melalui ulasan-ulasan metoda dan lokasi<br />
perjalanan melalui situs website, melakukan<br />
pemesanan transportasi dan penginapan dengan<br />
cepat lewat komputer. Perjalanan menjadi<br />
sebuah kemudahan. Kemewahan bagi mereka<br />
yang memiliki waktu sempit.<br />
Dari sekian banyak situs online seperti Tripadvisor<br />
dan Lonely planet, mereka menyediakan<br />
informasi secara online hingga buku cetak<br />
tentang tempat-tempat di seluruh dunia.<br />
Jadwal-jadwal transportasi seperti penerbangan<br />
dan harganya dengan mudah kita akses di<br />
alamat online seperti skyscanner hingga situs<br />
yang menyediakan informasi dan pemesanan<br />
hotel seluruh dunia seperti agoda.com dan<br />
booking.com.<br />
Semaraknya perjalanan dan industri turis ini<br />
juga berdampak pada arsitektur. Arsitektur<br />
menjadi tujuan. Arsitektur dan kota menjadi<br />
salah satu alasan manusia berpindah tempat<br />
dan mencari pengalaman baru. Dari Menara<br />
Eiffel di Paris hingga Museum Guggenheim di<br />
Bilbao, Spanyol, dari kota tua di Prague hingga<br />
La Rambla di Barcelona.<br />
[3]<br />
Bagi arsitek, perjalanan arsitektur adalah salah<br />
satu usaha mencari inspirasi dan sekaligus<br />
merasakan langsung sang bangunan dan mengamati<br />
dampaknya terhadap indera, tubuh,<br />
hingga kota. Perjalanan dengan spesifik tujuan<br />
arsitektur dan kota ini kemudian berdampak<br />
bermunculannya website seperti mimoa.<br />
com. Mahasiswa dan Arsitek saat ini semakin<br />
dimudahkan untuk melakukan perjalanan arsitektur,<br />
berkat revolusi informasi melalui internet.<br />
Perjalanan Arsitektur yang terkenal salah satunya<br />
adalah Le Corbusier. “Perjalanan ke Timur”<br />
salah satu buku Le Corbusier menceritakan<br />
bagaimana akhirnya ia memilih menjadi<br />
arsitek setelah mengunjungi Parthenon dan<br />
Gunung Athos di Yunani. Lain halnya Tadao<br />
Ando, salah satu arsitek Jepang ini, mengaku<br />
terinspirasi menjadi arsitek setelah melihat<br />
kerusakan perang dunia kedua di Jepang,<br />
ia memilih lebih praktikal untuk melakukan<br />
perjalanan ke eropa (Partheon dan bertemu<br />
Le Corbusier) dan melihatnya sendiri daripada<br />
belajar di kampus karena pada saat itu tidak<br />
ada biaya.<br />
Alasan ini juga yang membawa arsitek Ridwan<br />
Kamil membuat program Urbane Fellowship<br />
Program, dengan visi “melahirkan arsitek-arsitek<br />
handal yang dapat berkarya dan membawa<br />
kota-kota di Indonesia duduk sejajar<br />
dengan kota-kota kelas dunia di dalam persaingan<br />
global yang semakin ketat”. Tak Salah,<br />
ia sendiri merasakan efek perjalanan terhadap<br />
dirinya dan ingin menularkan semangat tersebut<br />
pada generasi baru. “Melihat dunia telah<br />
mengubah perspektif saya terhadap arsitektur<br />
dan kota” ungkapnya.<br />
Saat ini, biro-biro muda yang di pimpin seperti<br />
Andra Matin dan Yori Antar menempatkan<br />
perjalanan arsitektur sebagai salah satu cara<br />
pengembangan arsitek-arsiteknya melalui program<br />
kantor tahunan. Tradisi yang telah dirintis<br />
mereka melalui “Jelajah” di forum Arsitek<br />
Muda Indonesia, selalu menumbuhkan catatan<br />
perjalanan dan inspirasi baru. Yori sebagai<br />
contoh, setelah melakukan perjalanan ke<br />
pelosok Indonesia selama beberapa tahun, ia<br />
kemudian tergerak mengembangkan Rumah<br />
Asuh, sebuah usaha untuk menyelamatkan<br />
kebudayaan dan arsitektur setempat yang masih<br />
hidup.<br />
[4]<br />
Gunawan Tjahjono dalam satu artikel di Buku<br />
Tegang Bentang mendefinisikan tentang jelajah<br />
sebagai “penelusuran suatu wilayah baru<br />
yang kemudian penjelahnya kemudian me-<br />
nimba dari situ suatu pengalaman baru dan<br />
menerapkannya ke dalam perancangan…”<br />
Penjelajahan arsitektur kemudian menjadi<br />
bermanfaat bila menumbuhkan satu perubahan<br />
yang lebih baik bagi yang mengalaminya.<br />
Hal ini ditambahkan oleh Gunawan Tjahjono,<br />
“penjelajah tulen seperti Le Corbusier, Khan,<br />
Tadao Ando, Eisenman dan Robert venture<br />
adalah contoh yang mampu melawan benteng<br />
dalam diri untuk keluar dari pakem yang ada<br />
setelah melakukan penjelajahan arsitektur.”<br />
Kerumitan masalah arsitektur hingga kota tidak<br />
semudah mensolusikan dengan membayangkan<br />
melalui gambar dan desain, bahkan<br />
sebelum merancang, arsitek setidaknya perlu<br />
mengalami dan mensurvey tapak rancangannya.<br />
Jelajah arsitektur disini diperlukan sebagai<br />
pengamatan dari dunia yang baru, membentuk<br />
kita sebagai manusia yang lebih terbuka<br />
terhadap opsi lain. Jelajah arsitektur memungkinkan<br />
kita merasakan pengalaman langsung<br />
terhadap kondisi lingkungan binaan atau alam<br />
yang telah terbentuk dan merasakan akibat<br />
langsungnya. Melalui penjelajahan ke tempat<br />
tempat baru, kita mengalami langsung hubungan<br />
dan dampak antara arsitektur dengan manusia,<br />
lebih luas lagi dengan kota.<br />
Seperti pengantar perjalanan andramatin dan<br />
rekan-rekannya dalam buku lawatannya ke<br />
Jepang, HAIKK; “Setiap perjalanan pendek ke<br />
Jepang telah menjadi ‘kursus-kursus’ singkat<br />
yang semakin lama semakin dalam. Ini bukan<br />
sekolah formal untuk ambil S2, tetapi sekolah<br />
non formal untuk mengalami kebudayaan negara<br />
tetangga, dimana hal-hal yang baik dapat<br />
dijadikan teladan yang bisa diterapkan bagi<br />
bangsa ini. Melawat ke Jepang adalah kayu api<br />
pembakar semangat membangun negeri.”<br />
Penjelajahan ke negeri lain dan ke negeri<br />
sendiri adalah proses menggali pengalaman,<br />
mengenal hal baru, memiliki standar baru,<br />
bermimpi dan merealisasikan hasil yang lebih<br />
baik Penjelahan merupakan untuk memahami<br />
kapasitas diri, dan memahami yang terjadi<br />
di luar. Membuka diri kita sendiri untuk terus<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
belajar dan mau menerima hal dan ide baru,<br />
yang memperkaya pengetahuan. Ide, inspirasi<br />
dan pengalaman tersebut adalah kekayaan<br />
diri, memperkaya kosakata hidup dan menjadi<br />
sebuah pilihan dalam berkarya. Perjalanan<br />
jauh yang mebawa kita kembali ke titik awal.<br />
disamping itu, ternyata ada hal yang lebih besar<br />
dari perjalanan itu sendiri, karena sejatinya,<br />
Life is a journey. :)<br />
Penjelahan merupakan<br />
cara untuk memahami<br />
kapasitas<br />
diri, dan memahami<br />
yang terjadi di luar.<br />
17
ikan yang jadi ikon<br />
Robin Hartanto<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Langit pagi itu separuh gelap. Seekor ikan<br />
raksasa tampak melayang di atas daratan. Kulitnya<br />
hitam gosong bercampur kuning, seperti<br />
terbakar tapi tak rata. Ia tidak tampak sedap,<br />
malah mulutnya menganga seperti ingin melahap.<br />
18<br />
Tiba-tiba, dari mulut ikan raksasa itu, satu-satu<br />
wanita muncul. Jumlah mereka enam—semua<br />
tampak muda dengan gaun berkilau. Perlahan<br />
mereka berjalan, menari dalam tempo lambat,<br />
menyusuri dek merah muda yang terjulur<br />
dari mulut ikan.<br />
19<br />
http://www.bfi.org.uk/sites/bfi.org.uk/files/styles/15_columns/public/image/act-of-killing-2012-001-pink-dancers-exiting-fish.jpg
20<br />
Adegan itu adalah cuplikan pembuka film<br />
The Act of Killing (TAoK), film dokumenter<br />
yang disutradarai Joshua Oppenheimer, yang<br />
mendokumentasikan proses pembuatan film<br />
lain berjudul Arsan dan Aminah. Sementara<br />
Arsan dan Aminah adalah film “rekonstruksi”<br />
pembantaian para pejuang PKI. Menariknya,<br />
sutradara dan pemeran Arsan dan Aminah,<br />
yaitu Anwar Congo, adalah betul-betul algojo<br />
para pejuang PKI di Medan. Di film itu, ia menceritakan<br />
pembunuhan-pembunuhan yang ia<br />
lakukan di masa lalu, dengan amat santai.<br />
Awalnya saya menganggap adegan ikan tersebut<br />
sebagai gurauan belaka. Namun, adegan<br />
janggal tadi tidak hanya muncul sekali.<br />
Pada versi 115 menit TAoK, adegan sejenis<br />
itu muncul lima kali, yaitu satu kali di awal<br />
(0:00:37), tiga kali di tengah (0:40:00, 1:02:00<br />
dan 1:20:30), dan satu kali di akhir (credit/01:54:00).<br />
Kelimanya adalah titik krusial.<br />
Mengapa adegan sureal itu sangat penting<br />
hingga Joshua mengulangnya berkali-kali?<br />
***<br />
Selepas menonton film tersebut, saya justru<br />
teringat pada Frank Gehry, arsitek tenar itu.<br />
Gehry adalah seorang fish fetish i . Dia lah arsitek<br />
yang membuat ikan menjadi binatang paling<br />
penting bagi dunia arsitektur sekarang ini,<br />
melampaui bebeknya Robert Venturi.<br />
Alasan akademis Gehry dalam mengeksplorasi<br />
ikan—yang sebetulnya akan terdengar naif,<br />
tapi, ya, selamat datang di dunia arsitektur—ia<br />
nyatakan sebagai tindakan subversif terhadap<br />
mainstream post-modern saat itu yang sedang<br />
rajin mengutak-atik sejarah.<br />
“Saya sedang mencari cara untuk memanusiakan<br />
kualitas dekorasi tanpa melakukan<br />
dekorasi itu sendiri. Saya marah dengan itu—<br />
semua hal-hal bersejarah, dan segala campurannya.<br />
Saya berkata pada diri saya, jika kamu<br />
harus kembali ke belakang, mengapa tidak<br />
kembali ke 300 juta tahun lalu sebelum ada<br />
manusia, yaitu ikan? Dan saat itu saya mulai<br />
mengutak-atik ikan. Saya memikirkannya, mulai<br />
menggambarkannya, dan saya menyadari<br />
bahwa mereka arsitektural, menyampaikan<br />
pergerakan sekalipun mereka sedang tidak<br />
bergerak.” ii<br />
Gehry seperti jatuh cinta pada ikan, dan kemudian<br />
mengabadikan mereka pada karya-karya<br />
arsitekturnya.<br />
Salah satu ikan pertamanya terdapat pada<br />
rancangan ekstensi Smith House (1981). Ia berupa<br />
patung di depan massa bangunan utama.<br />
Sayang, rancangan bangunan itu pada akhirnya<br />
ditolak karena tidak seperti rumah iii .<br />
Di Kobe, ikan rancangannya dibangun sebagai<br />
bagian dari bangunan restoran yang ada<br />
di sampingnya (Fishdance Restaurant, 1986-<br />
1987). Tingginya mencapai dua puluh meter,<br />
cukup raksasa untuk seekor ikan. Perutnya<br />
sedikit terbenam di dasar lantai. Badannya<br />
melengkung. Ekor dan kepalanya menjulang.<br />
Ikan pertama yang ia rancang untuk dihuni<br />
adalah desain untuk Lewis House di Lyndhurst,<br />
Ohio (1989-1995). Ada dua versi rancangan<br />
untuk rumah ini iv . Pada versi pertama, tampak<br />
satu massa bangunan berbentuk seperti<br />
paus hitam. Sementara pada versi kedua,<br />
barulah ekspresi wujud ikan muncul. Massa<br />
bangunannya mengesankan ikan yang sedang<br />
melompat ke permukaan air. Di dasar massa<br />
tersebut terdapat kolam besar yang tadinya<br />
tidak ada pada versi pertama.<br />
Selanjutnya adalah ikan tembaga yang berdiam<br />
di Spanyol, dirancang untuk Olimpiade<br />
Barcelona 1992. Ia merupakan patung<br />
ikan raksasa yang ditempatkan di depan waterfront.<br />
Ia menjadi penting karena menandai<br />
kali pertama Gehry menggunakan CATIA—perangkat<br />
lunak yang sejatinya digunakan untuk<br />
perancangan pesawat.<br />
Guggenheim Museum Bilbao, tidak perlu diragukan<br />
lagi, adalah ikan yang paling melejitkan<br />
namanya. Phillip Johnson, salah seorang nabi<br />
arsitektur modern, memujinya sebagai “greatest<br />
building of our time”.<br />
Ikan Bilbao terbuat dari 33.000 lembar titanium<br />
dengan tebal 0,5 milimeter. Sekalipun<br />
bentuknya lebih abstrak ketimbang ikan-ikan<br />
sebelumnya, Gehry tidak memungkiri bahwa<br />
ia mengambil bentuk dan tekstur ikan. Ada<br />
yang mengatakan ikan ini mirip kapal perang,<br />
atau pesawat alien. Apapun. Buat Gehry, itu<br />
tetap ikan.<br />
***<br />
Bangunan ikan pada TAoK tentu saja bukan<br />
dirancang oleh Gehry. Tidak tentu juga apakah<br />
pembuat ikan TAoK jangan-jangan pernah<br />
berjalan-jalan ke Kobe lalu terinspirasi dari restoran<br />
ikan Gehry.<br />
Ikan TAoK berada di Parapat, Sumatera Utara.<br />
Anonymous, salah seorang kru film The Act<br />
of Killing, menceritakan, “Itu adalah bekas<br />
restoran ikan mas bakar yang sudah lama tutup.<br />
Konon, pasokan ikannya didatangkan dari<br />
tambak-tambak di danau Toba yang terlihat di<br />
belakangnya.” v<br />
Ia terdiri dari tiga lantai dan terbuat dari beton<br />
cor. Pintu masuk berada pada mulut ikan.<br />
Ruangan di dalamnya kosong, hanya menyisakan<br />
kolom-kolom beton dan tangga menuju<br />
lantai atas. Dinding cor bagian dalam dicat<br />
putih. Bentuknya melengkung seperti tubuh<br />
ikan, tetapi sudah kotor dan penuh coretan<br />
vandal vi.<br />
Dari deskripsi tersebut, tampak jelas bahwa<br />
ikan TAoK betul-betul semacam bebek Venturi.<br />
Pemilik restoran itu ingin menyampaikan<br />
apa yang ia jual, yaitu ikan mas, dengan cara<br />
yang sungguh literal. Bangunan menandakan<br />
ikan dan ikan menandakan restoran ikan. Ia<br />
hendak menjadikan bangunan itu sebagai<br />
ikon—representasi visual dari apa yang ia jual.<br />
Entah mengapa ia lalu gagal laku. Mungkin<br />
masakannya kurang enak.<br />
Terry Smith, profesor di University of Pittsburgh,<br />
pernah menelaah arsitektur semacam ini.<br />
Ia memakai istilah iconomy, paduan icon dan<br />
economy. “Arsitektur selama berabad-abad<br />
jongArsitek! jongArsitek! Edisi 3.3, Edisi 2010 23 | | desain menginspirasi<br />
menghadirkan citra ekonomi (iconomy) dengan<br />
kunci penanda, dengan pemangku kepentingan<br />
yang mencari cara untuk menangkap<br />
citra (image), mengikatnya ke dalam satu tempat,<br />
satu brand, dan satu tujuan vii .” Hasilnya<br />
adalah obyek yang terutama hadir sebagai<br />
tontonan.<br />
Guggenheim Museum Bilbao adalah contoh<br />
paling mutakhir arsitektur tontonan itu, dan<br />
Hal Foster mempertegasnya. Tiga puluh tahun<br />
lalu Guy Debord, pendiri Situationist International<br />
yang mahsyur itu, berkata, “Spektakel<br />
(pertunjukan’ atau ‘tontonan’; akar kata dari<br />
spektakuler) adalah kapital yang berakumulasi<br />
sampai derajat tertentu hingga menjadi citra<br />
(image)” viii . Dengan kehadiran Gehry, dan<br />
juga arsitek-arsitek lain yang mampu menghadirkan<br />
ikon-ikon instan yang atraktif, Hal Foster,<br />
kritikus dan sejarawan seni, menyatakan<br />
bahwa kini kebalikannya pun dimungkinkan:<br />
spektakel adalah citra (image) berakumulasi<br />
sampai derajat tertentu hingga menjadi kapital<br />
ix .<br />
Kita tidak kekurangan ikon semacam itu. Malmal<br />
beradu wajah untuk bisa merebut hati pelanggan.<br />
Proyek-proyek CBD tak pernah lupa<br />
menjelaskan kehadirannya sebagai “ikon baru”<br />
dalam brosur pemasarannya. Mengundang arsitek<br />
tenar dari luar, seperti ketika Peruri mengundang<br />
MVRDV untuk merancang Peruri 88,<br />
juga menjadi salah satu strategi menghadirkan<br />
“a new landmark icon for Jakarta”.<br />
Menjiplak persis ikon-ikon di luar negeri juga<br />
menjadi praktek umum, seperti yang dilakukan<br />
Kota Wisata Cibubur. Spektakel-spektakel<br />
dunia seperti Colosseum dan Sphinx bisa<br />
dihadirkan dengan cueknya di sana, tanpa<br />
perlu susah-payah memikirkan rancangan dan<br />
konteks.<br />
Tetapi, bagi Gehry sendiri, betulkah ikon ikanikan<br />
itu hanya semata tontonan? Dan apakah<br />
itu sebabnya Joshua memakai gambar ikan itu<br />
sebagai “bintang” di poster filmnya—karena<br />
ikan itu ikon yang menarik sebagai tontonan?<br />
21
22<br />
Mungkin ada sesuatu yang lain.<br />
***<br />
Gehry punya kenangan melekat tentang ikan.<br />
Ia seorang Yahudi yang lahir di tahun 1929,<br />
saat anti-semitisme masih kental. Semasa<br />
kecil, ia sering diejek temannya dengan kata<br />
“fish”, ejekan umum yang mudah sangat dekat<br />
pada kata “Jew(f)ish”, bahasa Inggris dari<br />
“Yahudi”.<br />
Tetapi, ada juga sesuatu yang manis dari kenangannya.<br />
Neneknya kerap kali menyiapkan<br />
ikan gefilte untuk makan keluarga. Gefilte<br />
bukanlah jenis ikan. Ia berasal dari bahasa Jerman,<br />
gefüllter Fisch, yang harafiahnya berarti<br />
“ikan boneka”. Ia adalah sajian khas Yahudi berupa<br />
campuran ikan rebus bertulang, yang biasa<br />
dimakan sebagai hidangan pembuka. Sajian<br />
ini sering dihidangkan pada Sabat dan Paskah.<br />
Untuk menyiapkan ikan gefilte, dibutuhkan<br />
ikan-ikan yang segar—tidak seperti sekarang<br />
yang sudah banyak tersaji di kalengan. Ikan itu<br />
bisa berupa ikan mas, ikan putih, atau macammacam<br />
ikan. Sementara nenek Gehry sering<br />
menyajikan gefilte untuk makan keluarga, ia<br />
tidak mempunyai tempat untuk meletakkan<br />
ikan-ikan itu. Maka, untuk sementara sebelum<br />
diolah, nenek Gehry sering membiarkan ikanikan<br />
itu berenang-renang di bak mandi x . Gehry<br />
melihatnya sebagai hal yang menyenangkan.<br />
Ingatan itu kemudian melekat padanya.<br />
Tindakan kompulsif Gehry untuk menyematkan<br />
ikan pada karya-karya arsitekturnya<br />
kerap dikaitkan dengan latar belakangnya itu.<br />
Ia seperti hendak membekukan kenangannya<br />
lewat arsitektur, entah secara sadar ataupun<br />
tidak. Arsitektur ikan yang menatap masa depan<br />
itu menengok masa lalu.<br />
Pada ikan TAoK, peran Anwar pada rancangan<br />
adegan itu, dan pada adegan-adegan lainnya,<br />
sangat krusial. “Anwar memilih lokasinya, juga<br />
hal-hal lainnya seperti tema, kostum, makeup,<br />
dialog, plot, dan lain-lain.” xi Lokasi ikan<br />
raksasa ia pilih setelah tim produksi memberi-<br />
Di satu sisi, ikan Gehry<br />
bertujuan mengembalikan<br />
ingatan,<br />
di sisi lain ikan Anwar<br />
bermaksud membalikkan<br />
ingatan.<br />
kan beberapa alternatif. Menurutnya, tempat<br />
itu mirip Disneyland atau Dunia Fantasi xii . Sebuah<br />
ikon.<br />
Namun, sama halnya dengan ikan Gehry, pada<br />
akhirnya ia tidak hanya menjadi ikon untuk semata<br />
ditonton. Catatan produksi film menjelaskannya<br />
dengan jernih:<br />
Pada akhirnya, kami bekerja dengan<br />
sangat berhati-hati dalam adegan ikan<br />
mas raksasa, menghadirkan motif dari<br />
mimpi yang setengah dilupakan. Mimpi<br />
buruk Anwar yang indah? Sebuah<br />
alegori bagi ‘gula-gula’ penyampaian<br />
kisahnya? Untuk kebutaannya atas<br />
realitas? Untuk sebuah kebutaan yang<br />
disengaja dan menjadi kacamata penulisan<br />
semua sejarah, dan oleh sebab<br />
itu, tak terelakkan, kita mengenali<br />
(dan gagal mengenali) diri kita sendiri?<br />
Adegan ikan berubah sepanjang film,<br />
tapi adegan itu selalu menjadi sebuah<br />
dunia untuk cuci mata, dunia penuh<br />
kekosongan dan hantu. Kalau saja<br />
semua hal itu bisa dijelaskan dengan<br />
kata-kata, kami tidak akan merasa perlu<br />
memasukkan adegan tersebut ke<br />
dalam film.<br />
Ikan TAoK adalah pemegang<br />
keutuhan cerita. Setelah segala<br />
kekejian banal yang dihadirkan<br />
film itu, ia adalah “dunia<br />
untuk cuci mata”. Kekejian<br />
itu hadir bertubi-tubi, maka<br />
ikan itu pun muncul berkalikali.<br />
Anwar butuh dunia itu<br />
untuk dapat mendistraksi ingatan<br />
dan mengabaikan perasaan<br />
bersalah, seperti helaan<br />
napas sehabis terengah-engah.<br />
Ikon bisa punya daya yang<br />
kuat dalam mengkonstruksi<br />
ingatan. Pada Gehry, misalnya,<br />
ikon bertujuan mengembalikan<br />
ingatan. Sementara<br />
pada TAoK, ikon digunakan<br />
untuk membalikkan ingatan.<br />
Barangkali kekuatan itu yang<br />
membuat peperangan kita<br />
selalu butuh ikon. Kita selalu<br />
ingin membangun ingataningatan,<br />
lama atau pun baru.<br />
Seperti apa yang dilakukan<br />
oleh Soekarno dalam proyek-proyek<br />
nation-building;<br />
dan Soeharto dengan Taman<br />
Mini Indonesia Indah. Bahkan<br />
penghancuran ikon dalam<br />
bentuk ekstrimnya, seperti<br />
yang terjadi pada World Trade<br />
Center, bisa dilihat sebagai<br />
usaha membangun ingatan.<br />
Delusional atau tidak, itu perkara<br />
lain.<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
i Istilah ini saya pinjam dari tulisan Gavriel Rosenfeld<br />
yang berjudul “Fish(y) Forms: Early<br />
Works Illuminate Frank Gehry’s Aesthetic”,<br />
2010, diakses dari http://forward.com/articles/131301/fishy-forms/<br />
pada tanggal 18 Desember<br />
2012.<br />
ii. Matt Tyrnauer, “Architecture in the Age<br />
of Gehry”, 2010, diakses dari http://www.<br />
vanityfair.com/culture/features/2010/08/<br />
architecture-survey-201008 pada tanggal 18<br />
Desember 2012.<br />
iii. Michiel van Raaij, “Frank Gehry, or the Inhabitable<br />
Fish”, 2006, diakses dari http://www.<br />
eikongraphia.com/?p=937 pada tanggal 18<br />
Desember 2012.<br />
iv. Ibid.<br />
v. Anonymous, korespondensi pribadi via surat<br />
elektronik, 2012.<br />
vi. Ibid.<br />
vii. Terry Smith, “Spectacle Architecture before<br />
and After the Aftermath: Situating the Sydney<br />
Experience”, Architecture Between Spectacle<br />
and Use, Anthony Vidler, 2005, hal 3.<br />
viii. Hal Foster, “Why All the Hoopla?”, London<br />
Review of Books, 23 Agustus 2001.<br />
ix. Ibid.<br />
x. Herbert Muschamp, “The Miracle in Bilbao”,<br />
New York Times Magazines, 7 September<br />
1997.<br />
xii. Anonymous, Op cit.<br />
xiv. Ibid.<br />
23
Jalanan itu dipenuhi cangkang kerang<br />
hijau,menyatu dengan tanah , bercampur lumpur<br />
dan sampah, rumah-rumah berderet berdinding<br />
tripleks dan papan kayu bekas, beratap<br />
seng dan terpal. Suasana masih lenggang<br />
di siang hari, para nelayan Muara Angke, Jakarta,<br />
belum pulang dari melaut. Di kejauhan,<br />
tampak seorang bapak bersama anaknya<br />
berdiri memandangi lautan dan sekumpulan<br />
mangrove, dari jendela rumah susun sederhana<br />
di lantai lima.<br />
Isu hunian vertikal di Jakarta menjadi gencar<br />
setelah digalakkannya program pemerintah<br />
seribu rumah susun beberapa tahun lalu, beberapa<br />
pihak skeptis terhadap rencana ini,<br />
berpendapat bahwa masyarakat kita belum<br />
mampu beradaptasi dengan budaya menghuni<br />
vertikal. Sementara pihak pemerintah terlihat<br />
belum siap dengan sistem maintenance<br />
rumah susun, di sisi lain,dari segi desain, sepertinya<br />
usaha untuk menciptakan rumah su-<br />
Beberapa kasus rumah susun yang disubsidi<br />
pemerintah, pada akhirnya justru dijual oleh<br />
pemilik dengan harga lebih tinggi kepada<br />
masyarakat golongan menengah, belum ada<br />
sistem kepemilikan dan undang-undang yang<br />
mengatur siapa pengguna rumah susun. Sistem<br />
sewa sebenarnya tepat, untuk menghindari<br />
pergantian kepemilikan. Sementara dari<br />
sisi masyarakat, kebanyakan alasan penolakan<br />
mereka adalah relokasi yang terlalu jauh dari<br />
tempat asal, sehingga menyulitkan bagi mereka<br />
yang sudah bekerja di sekitar tempat asal<br />
dan menyekolahkan anak-anaknya di sana.<br />
Dengan kondisi transportasi publik Jakarta<br />
yang belum bisa dikatakan baik, hal tersebut<br />
dapat dimaklumi.<br />
(2)<br />
Pemukiman nelayan di Muara Angke adalah<br />
salah satu contoh menarik bagaimana sebuah<br />
pemukiman liar, perumahan nelayan , dan rumah<br />
susun mampu terintegrasi dan berkontribusi<br />
positif terhadap perekonomian kawasan<br />
dan penciptaan sense of place. Dihuni lebih<br />
dari 2000 KK, dan terus bertambah oleh para<br />
pendatang dari Banten, Ambon, dan penduduk<br />
dari sekitar kawasan. Kawasan ini terkenal<br />
dengan kampung nelayan penghasil ikan<br />
kering dan pelelangan ikan dengan pasar lokal<br />
dan internasional.<br />
24<br />
sun yang baik dan tepat bagi masyarakat kita<br />
masih dalam tahap coba-coba, atau memang<br />
Sebuah rumah susun setinggi enam lantai<br />
berdiri ditengah kumpulan perumahan nelayan<br />
dan pemukiman liar, rusun ini terlihat<br />
canggung berdiri diantara bangunan rendah.<br />
Dibangun oleh yayasan Buddha Tsu Chi, rumah<br />
susun ini adalah pilot project dengan visi<br />
memindahkan penghuni pemukiman liar ke<br />
dalam rusun tanpa berpindah tempat tinggal<br />
yang jauh. Penghuninya merupakan reloka-<br />
25<br />
belum ada arah kesana, sehingga rumah susun si dari pemukiman liar di Kali Adem, sekitar<br />
bersubsidi belum mampu dengan tepat me- wilayah tersebut. Didesain dengan sistem<br />
wadahi aktifitas penghuni dan menciptakan split level tiap unitnya, sehingga energi naik<br />
rasa ‘memiliki’ bagi para penghuninya, lain turun tangga dapat dikurangi sekaligus men-<br />
halnya dengan perumahan yang jelas teritori dekatkan jarak antar penghuni. Desainnya me-<br />
batas lahan dan kepemilikannya.<br />
mang belum bisa dikatakan baik, cahaya yang<br />
masuk pada void kurang merata, dan dengan<br />
dihilangkannya balkon untuk mencegah penghuni<br />
menjemur pakaian di sana (yang secara<br />
visual member kesan ‘kumuh’) para penghuni<br />
memindahkan jemurannya ke dalam void<br />
tangga dan selasar.<br />
Menghuni<br />
Vertikal<br />
Angga Rossi<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Namun view yang didapatkan pada unit-unit<br />
lantai atas tak kalah eksklusif dengan hunian<br />
mewah tak jauh di seberangnya, Apartemen<br />
Green Bay. Seorang bapak paruh baya yang<br />
menghuni unit rusun di lantai lima bersama<br />
isteri dan dua orang anak merasa bangga bisa<br />
tinggal disana dengan sewa seratus lima puluh<br />
ribu per bulan. Murah dan nyaman, dibanding<br />
tempat tinggal sebelumnya di pemukiman<br />
kumuh Kali Adem. Rasa bangga tersebut<br />
memberinya motivasi untuk ikut mengelola<br />
kebersihan dan merawat rusun yang dihuni.
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Terdapat pula petugas pengelola yang bekerja suasananya sangat festive dan alami,tanpa<br />
merawat rusun secara berkala.<br />
sponsor, dengan panggung-panggung musik<br />
(3)<br />
rakyat, warung ikan bakar di sepanjang jalan,<br />
dan rekreasi di tepi batuan pantai. Ketika<br />
Pihak pemerintah selama ini terlihat kebingungan<br />
mendesain rumah susun. Dengan Peran arsitek di sini<br />
Pembangunan rusun secara logis akan men-<br />
pantai Ancol tak lagi terakses oleh ekonomi<br />
lemah, pantai gratis dan kampung ikan disini<br />
masa proyek yang terbatas, pemerintah dituntut<br />
cepat merealisasikan pembangunan, seharusnya bisa dociptakan<br />
ruang terbuka yang lebih luas, sebuah<br />
lapangan sepakbola ukuran sedang terdapat<br />
menjadi alternatif<br />
proses tender konsultan dan kontraktor yang<br />
memakan waktu berbulan-bulan mengakiminan,memperke- di tengah-tengah pemukiman nelayan, menjadi<br />
pusat area bermain dan aktifitas olahraga,<br />
Pada akhirnya, perumahan yang liveable dan<br />
berkelanjutan akan terbentuk seperti sebuah<br />
batkan proses desain menjadi sangat singkat,<br />
tak jarang berupa template. Terlebih lagi fee nalkan hunian verti-<br />
memang sekelilingnya masih bertembok tinggi<br />
untuk mencegah pendatang membangun<br />
RT/RW kecil, ada unsur spontanitas, fleksibel,<br />
kaya ruang namun masih terlihat hubungan<br />
desain yang jauh dibawah standar IAI untuk<br />
pembangunan rusun, mengakibatkan lemahnkal yang baik kepada<br />
rumah temporer di dalam lapangan, namun<br />
dengan semakin terbiasanya aktifitas olahra-<br />
antar penghuni, dan semuanya terorganisir,<br />
tercatat, dan memiliki penanggung jawab.<br />
ya semangat berinovasi di bidang ini. Rusun<br />
sekedar menjadi tugas yang asal jadi tepat pemerintah sebaga<br />
dan anak-anak mereka yang bermain disana,<br />
lambat laun penduduk mengerti bahwa<br />
Dengan keterbatasan lahan dan banyaknya<br />
penduduk, perlu dipikirkan pengolahan sistem<br />
waktu.<br />
gai stakeholder dan<br />
ruang-ruang kosong tak selamanya harus dijadikan<br />
tempat tinggal atau berjualan. Pencip-<br />
tersebut secara vertikal, yang sampai saat ini<br />
belum terdapat preseden yang tepat tentang<br />
Disini, para arsitek perlu bekerja sama mensosialisasikan<br />
desain-desain rumah susun mensosialisasikan<br />
taan lingkungan tempat tinggal yang liveable<br />
merupakan sebuah evolusi, perlu adaptasi dan<br />
rusun untuk iklim tropis dengan ekonomi menegah<br />
kebawah dan latar belakang budaya<br />
yang baik, menggali ide-ide inovatif, bekerja<br />
sama dengan LSM dan sosiolog untuk men- kepada masyarakat<br />
dialog, apalagi kepada mereka yang tak mengenal<br />
konsep-konsep modernitas.<br />
yang kuat.<br />
gkaji aspek-aspek budaya dan perilaku yang<br />
muncul di hunian vertikal. Dialog-dialog den- sebagai pengguna.<br />
26<br />
Hal lain yang menarik adalah evolusi pe-<br />
Mungkin solusi awal adalah hunian semi vertikal,<br />
sebagai jembatan adaptasi dari perumagan<br />
masyarakat akan sangat penting, bagaimana<br />
menggabungkan perilaku,budaya,dan<br />
27<br />
rumahan Bermis di salah satu blok Muara han menuju rusun tinggi. Disini, penghuni akan<br />
karakter tempat dimana rusun berdiri sehing-<br />
Angke, perumahan yang dibangun di masa beradaptasi dengan cara hidup yang baru, naga<br />
menghasilkan rusun yang tidak hanya me-<br />
kepemimpinan Presiden Soeharto di tahun mun dengan prinsip-prinsip yang sama dennarik,<br />
tetapi juga tepat sasaran. Arsitek juga<br />
80an tersebut telah berkembang secagan pola perkampungan : fleksibel,spontan,<br />
perlu melakukan pendekatan ke jajaran pemera<br />
organik,kompleks. Rumah-rumah kopel adanya ruang bersama,namun terorganisir.<br />
rintah dan pengambil kebijakan, untuk usulan-<br />
dua lantai tersebut berekstensi ke depan,<br />
usulan inovatif tentang rumah susun.<br />
belakang,dan atas,dengan perubahan fungsi (4)<br />
lantai dasar menjadi kios kecil, salon, bengkel,<br />
Lambat laun, kita bisa membantu men-<br />
gym, warung makan,masjid, warnet, dan seba- Peran arsitek di sini seharusnya bisa domiciptakan<br />
hunian murah yang berkualigainya.<br />
Hubungan antar rumah masih dipertanan, memperkenalkan hunian vertikal yang<br />
tas, mengurangi pemukiman liar secara<br />
hankan dengan gang-gang kecil yang sekaligus baik kepada pemerintah sebagai stakeholder<br />
bertahap,mengembalikan ruang-ruang hijau,<br />
menjadi teras bersama. Para penghuni masih dan mensosialisasikan kepada masyarakat se-<br />
mengembalikan fungsi-fungsi ruang pada<br />
dapat berinteraksi. Ruang-ruang seperti ini bagai pengguna. Tentu bukan pekerjaan yang<br />
tempatnya, membentuk budaya baru tentang<br />
merupakan benih-benih kekotaan , perpaduan mudah, tetapi bukan tidak mungkin. Sebuah<br />
cara menghuni, namun tidak menghilangkan<br />
antara cara hidup tradisional dengan fungsi- pameran social housing yang diselenggarakan<br />
karakter tempat sebelumnya. Semuanya mafungsi<br />
ruang yang modern, cara ini juga dipan- IAI Jakarta bekerja sama dengan Kedutaan Besih<br />
ada, dengan susunan vertikal.<br />
dang lebih ampuh dalam penciptaan sense of sar Belanda di Erasmus Huis beberapa waktu<br />
place, ketimbang sistem rusun biasa yang han- lalu terbukti mampu menggelitik Gubernur<br />
end.<br />
ya berfungsi sebagai tempat tinggal ataupun dan pihak dinas Perumahan DKI Jakarta untuk<br />
penambahan fungsi publik dan komersial di membangun rusun-rusun yang menarik dan<br />
lantai dasar namun dengan pembagian ruang berkarakter,merevisi beberapa desain tipikal<br />
yang kaku. Terbukti, festival kuliner Muara An- yang telah mereka buat. Rumah susun sehagke<br />
saat tahun baru sangat ramai dikunjungi rusnya bisa menjadi kebanggaan bagi pen-<br />
masyarakat berbagai golongan,jalanan ditutup ghuninya, tak kalah dengan rasa bangga pemi-<br />
sehingga hanya pejalan kaki yang bisa masuk, lik apartemen mewah.
Indonesia mengalami perubahan demokrasi<br />
baru, kebebasan yang baru setelah reformasi<br />
98, menumbuhkan pemimpin dan tokoh baru.<br />
Bersama media dan sosial media, kita dan<br />
masyarakat bisa menikmati perkembangan,<br />
arah kebijakan dan ambisi para pemimpin di<br />
pusat negara, hingga kota masing masing.<br />
Indonesia sekarang mengalami ekonomi yang<br />
tetap stabil pertumbuhannya dan Indonesia<br />
diperkirakan akan masuk dalam jajaran 10<br />
negara perekonomian terbesar di dunia pada<br />
2030 mendatang (McKinsey) setelah bertahan<br />
dari krisis global 2008 yang berdampak<br />
panjang yang hingga saat ini masih menimbulkan<br />
krisis ekonomi terhadap negara negara<br />
di eropa. Tiada saat yang baik, untuk implementasi<br />
dan pengembangan kota, baik untuk<br />
meningkatkan lapangan pekerjaan juga untuk<br />
tabungan perbaikan kota masa depan. Mana-<br />
jemen kota seperti mengurus sebuah perusahaan<br />
besar, bagi mereka yang menjalankan<br />
perusahaan mengetahui, investasi di waktu<br />
yang baik akan memberikan keuntungan.<br />
10 Proyek Arsitektur dan Kota<br />
untuk Indonesia<br />
Galeri, museum, tempat mengadakan pameran<br />
seni, arsitektur, busana, kini terpusat<br />
pada bangunan bangunan lama atau mall<br />
mall. Seberapa ketergantungan kita terhadap<br />
mall mall ini untuk menyediakan ruang pameran<br />
berskala nasional dan internasional. Kita<br />
membutuhkan satu media tempat baru, kebanggaan<br />
sehingga para pelaku seni dan arsitektur<br />
memiliki ruang untuk mempromosikan<br />
diri lewat karya. Sebuah tempat seperti Kompleks<br />
Salihara dengan skala nasional, dengan<br />
desain tanpa embel-embel tradisional, namun<br />
mencerminkan semangat baru. Tempat untuk<br />
bertukar kebudayaan dalam saat ini dan nanti.<br />
Tiada yang lebih menyenangkan meletakkan<br />
museum ini di salah satu kota “kreatif” - Bandung<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Kota tempat tinggal kita adalah sistem kompleks<br />
yang terdiri dari beragam elemen penduduk<br />
termasuk masalahnya. Pemimpin yang<br />
Paskalis Khrisno Ayodyantoro<br />
Sutiyoso, Foke dan kini adalah Joko Widodo mau terjun dan mendengarkan masalah pen-<br />
adalah salah satu contoh bagaimana masyaduduknya dan memberikan solusi akan selalu<br />
rakat Jakarta melihat dan mengawasi pemim- berada di depan. Pemimpin yang tidak sekepin<br />
mereka. Dari Jalur bis khusus, kanal banjir dar berjanji di kampanye, tetapi mereka yang<br />
Jakarta, hingga jalan layang, adalah beberapa terus menyelesaikan benang kusut di birokrasi<br />
ide yang kini telah terimplementasi dan dia- dan mewujudkan agenda untuk masyarakat<br />
wasi keberhasilannya. Kebijakan-kebijakan banyak akan selalu dikenang karena mening-<br />
28<br />
ini membuat masyarakat belajar bagaimana<br />
memilih pemimpin yang telah meninggalkan<br />
kesan karena prestasi mereka.<br />
galkan kesan dan perbaikan kota dalam jangka<br />
waktu yang panjang.<br />
Yang terpenting adalah kota kota di Indone-<br />
29<br />
Di kota lain, kita dapat belajar dari aktivasi dan sia membutuhkan rencana pengembangan,<br />
perbaikan taman-taman di Surabaya oleh Ri- membutuhkan dana yang tak kecil dan pe-<br />
01.<br />
02.<br />
sma Harini yang kini bisa dinikmati siapa saja<br />
sebagai ruang terbuka hijau yang aktif, Promimpin.<br />
Pemimpin yang berani mengambil sebuah<br />
ide perbaikan untuk kota dengan alasan<br />
Pusat Seni Kontemporer Nasional Indonesia Stasiun penyewaan sepeda di tiap kota<br />
gram tram dan perbaikan detail detail kota yang baik, yaitu untuk perbaikan masyarakat<br />
Solo dari pedestrian yang lebar, hingga pemin- banyak. Berikut di bawah adalah 10 ide amdahan<br />
PKL oleh Joko Widodo hingga aktivasi bisius arsitektur dan kota menurut kami, ide<br />
bangunan pertambangan oleh Amran Nur di yang mahal tetapi memungkinkan dan mem-<br />
Sawah Lunto menjadi museum dalam upaya bawa perubahan, tentu dengan perencanaan<br />
meningkatkan ekonomi kotanya.<br />
yang jauh lebih matang.<br />
Solusi arsitektur dan kota sebagai kendaraan<br />
politik adalah salah satu cara, bukan sebagai<br />
digunakan sekedar pencitraan para pemimpin,<br />
tetapi untuk melibatkan semua elemen<br />
masyarakat, pemerintah dan swasta, sama<br />
sama saling mendengarkan sebagai katalis<br />
awal perbaikan yang lebih baik. Dengan proses<br />
yang baik, siapapun pemimpin yang membangun,<br />
proyek proyek ini akan menjadi perbedaan,<br />
hidup yang baik. Tidak ada yang salah<br />
dengan ambisi kecil.<br />
Penyewaan sepeda di Indonesia dimulai dari<br />
Universitas Indonesia, berlanjut ke skala kota<br />
seperti Bandung mengikuti kota besar seperti<br />
di Copenhagen, paris, New York. Penyewaan<br />
sepeda menjadi kebutuhan masyarakat yang<br />
semakin dinikmati, dalam skala yang kecil,<br />
penyewaan sepeda menjadi salah satu cara<br />
efektif untuk berpindah secara cepat tanpa<br />
mengeluarkan emisi dan polusi berarti<br />
terhadap kota. Penggunaan sepeda semakin<br />
dibutuhkan kembali sebagai usaha untuk<br />
mengembalikan kota kedalam skala manusia,<br />
skala dimana manusia menikmati bangunan,<br />
taman, kotanya secara perlahan dan detail.<br />
Bagaimanapun juga kita menginginkan penduduk<br />
yang lebih sehat bukan?
03.<br />
05.<br />
Bangunan Pemanfaatan Energi dari Bencana<br />
Kita tahu, Indonesia adalah Negara dengan<br />
banyak pulau, dikelilingi oleh laut, dan pegunungan<br />
berapi. Dengan rawannya bencana di<br />
semua daerah Indonesia, energi alternatif bisa<br />
digunakan sebagai material baru atau penghasil<br />
energi baru untuk kota, baik itu geothermal<br />
pada gunung berapi, atau gelombang air laut,<br />
seperti misalnya kekuatan semburan Lumpur<br />
lapindo sebagai energi dan lumpurnya sebagai<br />
bahan baku bangunan alternatif. Salah satu<br />
ide lainnya, bukankah kemarau panjang bisa<br />
digunakan sebagai penghasil energi listrik cadangan<br />
dari matahari.<br />
Suksesnya kota mengelola ruang publik dan<br />
bangunan dan fasilitas publik banyak terbukti<br />
berhasil dengan bagaimana pemimpinnya<br />
mendengarkan kebutuhan masyarakat. Placemaking<br />
dari PPS (Project for Public Space) adalah<br />
salah satu usaha meningkatkan kawasan<br />
sekitar, kota melalui ide ide kecil masyarakat<br />
sehingga kawasan bisa menjadi aktif kembali.<br />
Strategi “mendengarkan” atau bottom-up ini<br />
tak ada salahnya kita perbanyak ruang ruang<br />
aktif kota dengan metode ini.<br />
08.<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
10<br />
Kota berwawasan pejalan kaki<br />
Pasar Seni Muda : Aktivasi kegiatan publik Perabotan publik oleh desainer produk / arsitek<br />
Kota kota di Indonesia sekarang adalah kota<br />
Dengan berkembangnya produk dan kegiatan<br />
yang orientasi pengembangannya mengikuti<br />
kreatif yang di buat oleh generasi muda seka- Tiada yang lebih menyenangkan memiliki ban-<br />
perkembangan kendaraan bermotor, sehingrang,<br />
dibutuhkan juga ruang-ruang tempat gunan modern menjulang, tetapi juga kota<br />
ga menciptakan bangunan bangunan gigantis<br />
mereka melakukan kegiatannya, sebagai con- dengan detail yang fungsional, sederhana, dan<br />
dan koridor koridor jalan yang besar sehingga<br />
toh adalah festival makanan lokal keukenBdg, cantik. Tidak ada salahnya kesempatan deko-<br />
sulit di akses dengan mudah oleh manusia.<br />
festival sinema diruang terbuka semacam layrasi ruang publik seprti lampu jalan atau tem-<br />
Perpindahan dari satu titik ke titik lain di kota 06.<br />
ar tancap di pinggir kali, festival produk fashion pat duduk oleh arsitek atau desainer produk<br />
juga semakin sulit karena kurangnya keterpa-<br />
lokal, instalasi instalasi seni di Biennale Jogja, sehingga menjadi kebanggaan kotanya melenduan<br />
fasilitas dan semrawutnya perencanaan Stasiun kereta kecepatan tinggi lintas masing<br />
pertunjukan musik yang semakin berkembang gkapi dan memperindah saat kita bersepeda<br />
kota. Bila kota di dasarkan pada pejalan kaki, masing pulau, Transport hub antar kota yang<br />
oleh generasi baru. Dengan semaraknya ke- atau berjalan kami<br />
rencana kota akan berdasakan pejalan kaki. memadai<br />
giatan ini dan ruang yang memadai, kita bisa<br />
Kota akan lebih banyak pedestrian, taman,<br />
berharap produktivitas kota dan pasar dome-<br />
hingga perencanaan kawasan yang padat un- Tiada yang lebih menyenangkan memiliki transtik<br />
semakin tinggi.<br />
tuk memaksimalkan penggunaan trasportasi sportasi darat dengan kereta kecepatan tinggi,<br />
publik berdasarkan jarak tempuh pejalan kaki. sehingga perpindahan manusia dari satu kota<br />
ke kota lain bisa menjadi lebih cepat dan mu-<br />
09.<br />
04.<br />
dah tanpa tergantung dari sistem transportasi<br />
udara yang semakin tinggi biayanya, dan<br />
Hunian untuk semua<br />
30<br />
Pusat data arsitektur setempat<br />
membutuhkan birokrasi “check in” ke moda<br />
yang lebih lama. Kereta selain efisien dengan<br />
Indonesia dengan hampir 250 juta penduduk<br />
mengalami kewalahan luar biasa di kota kota<br />
31<br />
Arsitektur tradisional, arsitektur kolonial, arsi- metode “hop on hop off” memudahkan siapa<br />
besar utama dengan pertambahan penduduk<br />
tektur modern hingga arsitektur kontemporer saja berpindah dengan cepat dan lancar. Jika<br />
yang tidak disertai dengan fasilitas kota seper-<br />
adalah kebanggan arsitektur Indonesia, mere- setiap stasiun menyediakan parkir sepeda<br />
ti ruang tinggal. Kota-kota besar kita cendeka<br />
masih berdiri dan hidup dengan budayanya atau kendaraan bermotor sehingga meminirung<br />
membangun jalan menanggulangi ma-<br />
sehingga bisa menjadi pembelajaran bersama malisasi penggunaan kendaraan bermotor<br />
cet, membangun akses sehingga kota semakin<br />
bagaimana arsitektur di Indonesia berproses baik antar kota atau di dalam kota.<br />
padat dengan kendaraan tetapi lupa untuk<br />
hingga masa kini. Kekayaan sejarah dan ban-<br />
mengakomodasi kepadatan manusianya. Cara<br />
gunan bangunan tradisional ini adalah keka- 07.<br />
pandang ini perlu kita rubah dengan menguyaan<br />
yang tidak mungkin sama dimiliki oleh<br />
rangi kendaraan pribadi termasuk fasilitasnya<br />
tampat lain di bumi ini. Mempelajari sejarah Perbanyak bangunan/area publik berorienta-<br />
dan mulai membangun kota untuk manusia.<br />
adalah bagian untuk berkembang, dengan si “tempat”<br />
dengan mengubah dominasi penggunaan<br />
memiliki pusat data arsitektur setempat, ma-<br />
transportasi publik, dan mengganti konsensing<br />
masing kampus memiliki kekayaan matrasi<br />
tanah menjadi ruang hidup yang layak,<br />
sing masing, sehingga bisa menjadi suatu data<br />
otentik dan dasar untuk mengembangkan arsitektur<br />
kini.<br />
menghasilkan manusia yang lebih berkualitas.
“Anarki itu ‘leaderless’. Bergerak tanpa<br />
selalu ikut sistem. Direduksi maknanya<br />
(men)jadi negatif oleh media sebagai<br />
‘keonaran’.”<br />
– Ridwan Kamil, pelaku sebenar-benarnya<br />
makna “anarki” di kota Bandung<br />
Atas mereka, langkah-langkah kecil yang seringkali<br />
diragukan akan berumur panjang tercipta.<br />
Tapi penduduk sebuah kota yang diklaim<br />
sebagai kota yang memiliki banyak potensi<br />
SDM ideal dan paling siap dalam merespon<br />
gelombang ekonomi kreatif ini tak mudah<br />
goyah. Celetukan hanyalah kerikil. Cibiran han-<br />
KOLASA :<br />
sebuah catatan sederhana<br />
Rofianisa Nurdin<br />
Menjadi optimis itu menyenangkan. Segala<br />
yang kita lakukan punya arti. Apa-apa yang<br />
kita putuskan adalah investasi untuk kemudian<br />
hari. Kemudian tahun. Kemudian dekade.<br />
Seperti ada tungku perapian di dalam<br />
ruang imajiner dalam dada: yang senantiasa<br />
menghangatkan, mendorong kita untuk terus<br />
bergerak dengan nyaman, untuk melakukan<br />
apapun yang kita percaya punya arti di masa<br />
depan. Satu hal yang pesimisme tak (pernah)<br />
bisa berikan.<br />
“Some people believe the secret to<br />
happiness is low expectations. If we<br />
don’t expect greatness or find love or<br />
maintain health or achieve success, we<br />
will never be disappointed. If we are<br />
never disappointed when things don’t<br />
work out and are pleasantly surprised<br />
when things go well, we will be happy.<br />
“It’s a good theory — but it’s wrong.<br />
Research shows that whatever the<br />
outcome, whether we succeed or we<br />
fail, people with high expectations<br />
tend to feel better. At the end of the<br />
day, how we feel when we get dumped<br />
or win an award depends mostly on<br />
how we interpret the event.”<br />
– Tali Sharot dalam bukunya The Science<br />
of Optimism: Why We’re Hard-Wired<br />
for Hope<br />
Tapi bagaimana caranya kita dapat meninggikan<br />
harapan, mengambil manfaat dari bersikap<br />
optimistis dan dalam saat yang bersamaan<br />
menghindari diri dari lena?<br />
Tali Sharot dalam buku yang sama berkata,<br />
“We are not born with an innate understanding<br />
of our biases. The brain’s<br />
illusions have to be identified by careful<br />
scientific observation and controlled<br />
experiments, and then communicated<br />
to the rest of us. Once we are<br />
made aware of our optimistic illusions,<br />
we can act to protect ourselves. The<br />
good news is that awareness rarely<br />
shatters the illusion.<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
“The glass remains half full. “<br />
Sangat mungkin untuk menyeimbangkan<br />
ekspektasi, percaya bahwa kita akan tetap sehat<br />
namun di sisi lain tetap menggunakan jasa<br />
asuransi jiwa; yakin bahwa matahari akan bersinar<br />
namun tetap membawa payung – kalaukalau<br />
hujan datang berkunjung.<br />
Karena menurut seorang Debbie Millman dalam<br />
tulisannya Look Both Ways: Illustrated<br />
Essays on the Intersection of Life and Design,<br />
Selamat datang ke dalam sekumpulan kata.<br />
Kolase asa.<br />
ya omong kosong. bagaimanapun, karyalah<br />
yang pada akhirnya (benar-benar) berbicara.<br />
“If you imagine less, less will be what<br />
you undoubtedly deserve. Do what<br />
32<br />
Tentang harapan, cita-cita, masa depan. Tentang<br />
kota, tentang kita, tentang kota kita. Tentang<br />
pemaknaan apa-apa yang tak teraba di<br />
permukaan.<br />
Tentang rasa.<br />
*<br />
Tulisan ini lahir di kota Bandung. Sebuah kota<br />
utopia. Tempat di mana harapan dan implementasi<br />
ide-ide gila banyak terwujud. Rumah<br />
bagi pribadi-pribadi inspiratif yang mengklaim<br />
diri dapat melakukan hal-hal yang pemerintah<br />
(seharusnya lakukan, tapi) tak bisa lakukan.<br />
Kota anarki.<br />
“Someone on the internet thinks what<br />
you’re doing is stupid, or evil, or it’s all<br />
been done before? Make good art.”<br />
– Pidato Neil Gaiman pada upacara kelulusan<br />
University of the Arts in Philadelphia<br />
tahun 2012<br />
Merekalah wajah kota Bandung, representasi<br />
masa depan yang tak lama lagi datang. Para<br />
optimis yang menyebabkan tulisan ini ada.<br />
*<br />
Menjadi optimis adalah tentang membuka<br />
diri bagi kemungkinan yang lebih luas. Pun<br />
siap jatuh ke dalam jurang keputusasaan yang<br />
lebih dalam. Irasional, namun menginspirasi:<br />
prasangka yang terjadi di antara keduanya<br />
mendorong kita untuk terus melangkah maju,<br />
bukannya berpuas diri akan apa yang tersedia.<br />
Menjadi optimis adalah tentang mengimajinasikan<br />
sebuah realitas alternatif, bukan sekedar<br />
proyeksi dari realitas yang telah ada: yang tua,<br />
usang, berkarat, dan kadaluarsa. Serta percaya<br />
bahwa tangga mencapai realitas imajiner itu<br />
selalu ada, bahwa suatu saat kita akan sampai<br />
di sana. Keyakinan adalah bahan bakar motivasi.<br />
you love, and don’t stop until you get<br />
what you love. Work as hard as you<br />
can, imagine immensities, don’t compromise,<br />
and don’t waste time. Start<br />
now. Not 20 years from now, not two<br />
weeks from now. Now.”<br />
*<br />
Akhir pekan di kota Bandung selalu menyenangkan.<br />
Bahkan jika hanya dihabiskan untuk<br />
bangun siang, lalu bertengger di kamar untuk<br />
melukis dinding seharian atau menulis cerita<br />
ringan hingga datang malam. Beranjak sedikit<br />
keluar rumah, saya bisa menyewa sepeda di<br />
kios Bike.Bdg untuk sarapan di jalan gempol,<br />
atau Kopi Purnama di jalan Alkateri, atau lebih<br />
jauh lagi menelusuri jalan Dago hingga jalan<br />
Braga demi mengurangi sedikit kalori.<br />
33<br />
Jogging di Saraga atau Saparua, membaca<br />
buku di Kineruku atau Reading Lights, melihat<br />
pameran di Selasar Sunaryo atau Lawang<br />
Wangi, sedikit menjauh dari kota dan menyambangi<br />
kebun teh di lembang lewat jalan<br />
sersan bajuri, ...<br />
Tentu saja, ada alternatif pilihan lain yang lebih<br />
banyak lagi: Trans Studio, Ciwalk, PVJ, Festival<br />
Citilink, berderet-deret FO, serta belasan<br />
bahkan puluhan kafe yang lebih mengutamakan<br />
tema interior demi menjadi latar yang<br />
fotogenik ketimbang cita rasa dalam menu<br />
mereka.
Kita tinggal memilih. Karena Bandung begitu<br />
berwarna-warni. Dan kali ini saya tak ingin<br />
membandingkannya dengan kota besar yang<br />
berjarak seratus sekian kilometer ke barat,<br />
kota pemasok presentase debit turis terbanyak<br />
tiap akhir pekannya.<br />
Kali ini saya ingin bercerita tentang temanteman<br />
baru. Yang selama ini tinggal di kota<br />
yang sama, mempelajari ilmu yang hampir<br />
sama, memiliki semangat yang sama, namun<br />
baru beririsan ketika kami semua berkumpul<br />
dalam satu acara menselebrasikan ruang publik<br />
di Singapura. Mereka ini yang dalam dua<br />
tahun belakangan memberi warna baru bagi<br />
kota Bandung.<br />
Menawarkan keceriaan di taman-taman<br />
kota dengan aktivitas biasa, yang<br />
menjadi tak biasa karena kita sudah<br />
terlalu lama lupa,<br />
Menjadi sahabat anak-anak jalanan<br />
dan mengedukasi mereka dengan cara<br />
yang menyenangkan, ...<br />
Mereka ini hanya sepersekian sampel dari sekian<br />
banyak orang-orang inspiratif di kota Bandung<br />
yang belum saya tahu. Orang-orang ini<br />
perlu ditemukan, diapresiasi, didorong dan diberi<br />
motivasi. Kita hanya perlu sedikit terbuka,<br />
dan mencoba bergeser sedikit dari zona nyaman,<br />
menengok bibit-bibit harapan yang siapa<br />
tahu merupakan jawaban di masa depan.<br />
Siapa tahu bukan. Tapi tak pernah ada yang<br />
salah dari mencoba dan melakukan kesalahan.<br />
Jika kita bisa membuat satu orang tersenyum,<br />
yang membuatnya bangkit berdiri, mengisi<br />
bensin motivasinya walau hanya sepercik,<br />
sehingga menciptakan rantai kejadian paralel<br />
di mana dalam satu waktu di masa datang ia<br />
menjadi pribadi yang lebih baik,<br />
Mengapa memilih untuk mendorong seseo-<br />
rang ke dalam jurang, bahkan jika ia sendiri<br />
yang meminta?<br />
Terlalu terburu-buru jika optimisme dan pesimisme<br />
dianalogikan sebagai tindakan baik<br />
dan buruk. Tapi bisa jadi memang begitu.<br />
Jika optimisme memberikan perubahan positif<br />
sementara pesimisme akan menurunkan<br />
ekspektasi, yang menyebabkan berkurangnya<br />
dampak baik yang seharusnya bisa terjadi,<br />
maka menjadi pesimis adalah tindakan buruk.<br />
Logika matematika.<br />
Memang, menjadi optimis kadang bisa menghasilkan<br />
delusi yang berujung kecewa apabila<br />
tak mencapai ekspektasi.<br />
Terbuka kepada diskusi, kompromi, dan kemungkinan-kemungkinan.<br />
Memilih ya dan memahami alasannya.<br />
Berkata tidak dan meyakini ketetapannya.<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Menyapa dan bukan mencibir.<br />
Bertanya dengan kritis, dan bukan nyinyir.<br />
(Iya, saya tahu nyinyir artinya cerewet.)<br />
Dan mengimani satu hal:<br />
Bahwa selama kita melakukan sesuatu, kita<br />
akan baik-baik saja.<br />
“It does not matter how slow you go<br />
as long as you do not stop.”<br />
– Confucius<br />
...<br />
*<br />
34<br />
Mengklaim jalan penuh kendaraan,<br />
pojok-pojok kota yang sekian lama<br />
diabaikan, ruang-ruang publik yang<br />
kalah pamor dari gemerlap mal. Menghidupkannya<br />
kembali dengan merayakan<br />
kebutuhan utama manusia:<br />
makan,<br />
Memberi akses terjangkau untuk bersepeda<br />
keliling kota, menjadi alternatif<br />
solusi kemacetan, bising, dan polusi.<br />
Menghadiahi Bandung predikat<br />
kota pertama di Asia Tenggara yang<br />
merealisasikannya,<br />
Saya teringat pada suatu waktu, dalam sebuah<br />
perjalanan singkat dari depan pintu studio Tugas<br />
Akhir menuju lift, seseorang menanggapi<br />
sapaan penghiburan saya kepada seorang teman<br />
yang baru saja divonis tidak lulus.<br />
“Kamu tuh baik ya.”<br />
“Kenapa?”<br />
“Iya, baik sama dia.”<br />
“Loh, kenapa harus jahat?”<br />
“Kenapa harus baik?”<br />
Tapi menjadi pesimis, kita tak bergerak kemanapun,<br />
jika bukan mundur.<br />
...<br />
“Go and make interesting mistakes,<br />
make amazing mistakes, make glorious<br />
and fantastic mistakes. Break rules.<br />
Leave the world more interesting<br />
for your being here.”<br />
– Neil Gaiman<br />
Siapa tahu, itu kamu.<br />
ko•la•se n 1 komposisi artistik yg<br />
dibuat dr berbagai bahan (dr kain,<br />
kertas, kayu) yg ditempelkan pd permukaan<br />
gambar; 2 Sas teknik penyusunan<br />
karya sastra dng cara menempelkan<br />
bahan-bahan, spt ungkapan<br />
asing dan kutipan, biasanya dianggap<br />
tidak berhubungan satu dng yg lain; 3<br />
Sas cara menentukan naskah yg dianggap<br />
asli dng membanding-bandingkan<br />
naskah yg ada<br />
1asa n harap(an); semangat: ia sudah<br />
putus -- dl menghadapi persoalan itu;<br />
35<br />
Menghadirkan romansa masa lalu,<br />
kegiatan sesederhana menonton film<br />
di ruang terbuka, dengan layar berlatar<br />
sungai yang diharapkan kembali<br />
menjadi daya tarik kota Bunga, bukan<br />
sekedar ruang belakang permukiman<br />
padat yang mengapitnya,<br />
Saat itu, perdebatan hanya sampai disitu. Di<br />
dalam lift kami berbicara tentang hal yang<br />
lain. Tapi ide tentang memilih baik atau buruk,<br />
tentang berada pada titik netral di mana kita<br />
dapat memutuskan apapun tanpa variabel lain<br />
ikut campur, diam-diam bertengger dalam pikiran.<br />
*<br />
Tulisan ini ingin mengajak untuk berkaca:<br />
Bahwa kita selalu punya pilihan.<br />
Lakukan hal-hal baik, berikan yang terbaik.<br />
meng•a•sa•kan v mengharapkan;<br />
asa-asa•an a selalu berharap-harap<br />
atau mengharapkan: supaya orang<br />
tuamu jangan ~ lekaslah pulang sekarang<br />
Menghidupkan kembali bangunan heritage<br />
yang lama tak dihuni,<br />
Berpikir visioner, bekerja keras, bersikap ramah<br />
dan rendah hati.<br />
Kolasa adalah akronim yang mewakili sebuah<br />
frasa sederhana: Kolase-asa.<br />
Sebuah catatan sederhana tentang harapan,<br />
optimisme, dan apa saja yang telah kita capai,<br />
Demi masa depan yang selalu harus lebih baik.
Menakar Masa Depan<br />
Profesi Arsitek di Indonesia<br />
Ariko Andikabina<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
has di DPR dan DPD adalah<br />
RUU Keinsyinyuran yang diusung<br />
Persatuan Insyinyur Indonesia<br />
(PII) dimana profesi arsitek<br />
dimasukkan di dalamnya.<br />
Walau setiap insan arsitektur<br />
faham dan mengerti bahwa<br />
bidang arsitektur sangat berbeda<br />
dengan bidang keteknikan<br />
lainnya, tidak sedikit pula<br />
yang berpendapat bahwa selayaknya<br />
di perguruan tinggi<br />
Arsitektur berdiri dalam fakultas<br />
tersendiri tidak bergabung<br />
dengan fakultas teknik seperti<br />
saat ini.<br />
kebuntuan pada Munas IAI di<br />
Balikpapan. Kebuntuan di Balikpapan<br />
inilah menyebabkan<br />
IAI tidak memiliki nakhoda<br />
selama kurang lebih 7 bulan,<br />
sehingga urungnya pembahasan<br />
RUU Arsitek di DPR.<br />
Tantangan berikutnya ada-<br />
40<br />
lah adanya ASEAN Mutual<br />
Recognition Arrangement on<br />
Architectural Services, yang<br />
memungkinkan praktek arsitek<br />
lintas batas antar negara<br />
ASEAN. Kesiapan kita dalam<br />
menghadapi ASEAN MRA pada<br />
tahun 2015 turut menjadi per- 41<br />
Terlemparnya RUU Arsitek dari tanyaan saya, mengingat ku-<br />
prolegnas, dari sekian banyak rikulum pendidikan arsitektur<br />
faktor penyebabnya dalam kita belum memenuhi syarat<br />
Entah apakah secara bersama kita sadari atau lanjut atau dalam rangka praktek arsitektur.<br />
tidak, namun masa depan profesi Arsitek di In- Satu-satunya pendidikan strata-1 yang berbeda<br />
donesia memasuki fase yang perlu kita waspa- adalah Jurusan Kedokteran. Dimana sebelum<br />
dai (jikalau tidak ingin disebut mengkhawatir- lulus, calon dokter harus melakukan Koas di<br />
kan). Karena hingga saat ini Indonesia adalah rumah sakit dan setelah lulus wajib melakukan<br />
satu-satunya negara di dalam lingkup ASEAN PTT sebelum bisa mendapatkan izin praktek se-<br />
yang belum memiliki UU Arsitek. Indonesia bagai dokter. Namun perlu diingat, hal tersebut<br />
pula menjadi satu-satunya negara di dunia juga diatur dalam UU Kedokteran, sedang un-<br />
dimana pendidikan arsitekturnya tidak sesuai tuk praktek arsitektur kita belum memiliki UU<br />
dengan standar yang di tetapkan UIA. Arsitek.<br />
Pendidikan arsitektur di Indonesia seperti Memang pengupayaan dan pembahasan UU<br />
halnya pendidikan tinggi strata-1 lainnya di- Arsitek sudah berlangsung semenjak lama.<br />
lakukan dalam waktu 4 tahun. Sedangkan UIA Sudah pula masuk di dalam Program Legislasi<br />
mensyaratkan pendidikan profesi arsitek dila- Nasional (prolegnas) sebagai hak inisiatif DPR,<br />
kukan selama 5 tahun + 2 tahun pemagangan. namun kini RUU Arsitek sudah pula terlempar<br />
Ketimpangan ini berakibat tidak diakuinya dari prolegnas, walaupun sebelumnya telah<br />
atau ketidaksetaraan lulusan jurusan arsi- mendapat dukungan dari kementerian terkait<br />
tektur dalam negeri apabila hendak berkiprah maupun dukungan dari presiden. Justru yang<br />
di luar negeri, baik dalam rangka pendidikan mengemuka belakangan ini dan sedang diba-<br />
masa depan<br />
profesi Arsitek<br />
di Indonesiamemasuki<br />
fase<br />
yang perlu<br />
kita waspadai<br />
pandangan saya pribadi dian- yang ditetapkan UIA dan ketiataranya<br />
saya mensinyalir sedaan UU Arsitek saat ini.<br />
bagai akibat dari hiruk-pikuk<br />
pemilihan Ketua Umum IAI<br />
beberapa waktu yang lampau.<br />
Walau mungkin bukan figur Berkaca dari kenyataan saat<br />
ketua yang menjadi permasa- ini, walaupun belum dalam<br />
lahan utama, tetapi ketidakse- skema ASEAN MRA, arsitek<br />
pahaman mengenai beberapa asing telah berhasil merajai<br />
isu seperti bagaimana seha- praktek arsitektur di Indonerusnya<br />
asosiasi profesi arsitek sia. Maka apabila kita tidak<br />
berlaku dan bagaimana seha- bersiap secara segera saya<br />
rusnya peran anggota dalam khawatir kita tidak lagi dapat<br />
organisasi tampak mengemu- lagi merebut tempat sebagai<br />
ka. Keinginan beberapa pen- tuan rumah di negeri sendiri.<br />
gurus daerah IAI agar tata cara Masa depan profesi arsitek<br />
pemilihan digeser dari satu bergantung kepada kita se-<br />
anggota satu suara sesuai denmua. Jikalau kita acuh maka<br />
gan AD/ART IAI menjadi cukup persiapkan diri untuk segera<br />
1 suara diwakili oleh pengu- tergilas.<br />
rus daerah, dalam pandangan<br />
saya adalah penyebab utama
42<br />
POSO ARCHITECTURE NOW<br />
POSO<br />
Ketika mendengar nama “Poso”, pemikiran sebagian<br />
besar orang langsung mengarah pada<br />
daerah di Sulawesi Tengah yang bertahuntahun<br />
dicap sebagai daerah konflik antara satu<br />
pihak dengan pihak lainnya, walau tak ada<br />
yang bisa memastikan kebenaran dari masalah<br />
ini. Namun jelas bahwa “profil” sebagai daerah<br />
konflik ini telah meresahkan masyarakat<br />
dan menciptakan persepsi publik yang buruk<br />
tentang Poso. Dan karena persepsi tersebut,<br />
ragam potensi Kabupaten Poso belum tersentuh<br />
oleh pengembangan dan pengelolaan<br />
yang optimal.<br />
Poso memiliki garis pantai yang panjang, yang<br />
jika dikelola dengan baik dan bertanggungjawab<br />
dapat menjadi daerah wisata transit untuk<br />
para wisatawan yang akan menuju Ampana,<br />
pelabuhan penyeberangan ke Gorontalo<br />
serta Kepulauan Togian di Teluk Tomini. Be-<br />
lum lagi daerah perbukitan yang banyak dimanfaatkan<br />
sebagai perkebunan masyarakat,<br />
sangat mungkin untuk dikembangkan menjadi<br />
kawasan agrowisata.<br />
Satu potensi lagi yang paling berkarakter adalah<br />
Danau Poso. Dapat ditempuh dalam waktu<br />
2 jam berkendara dari pusat kota, Danau Poso<br />
merupakan danau terdalam ketiga di Indonesia<br />
dengan luas tak kurang dari 323 km2. Aksesibilitas,<br />
keindahan alam dan budaya masyarakat<br />
Danau Poso selayaknya menjadi akar<br />
optimisme dalam mengembangkan kegiatan<br />
ekowisata. Di sini pulalah kami, EFF Studio,<br />
menemukenali potensi arsitektur lokal, dan<br />
apa yang kami temui telah membawa kami<br />
menelusuri lebih dalam.<br />
Effan Adhiwira<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi
KLIEN<br />
Ternyata bertanggung jawab untuk melakukan<br />
inspeksi bangunan hasil rancangan membawa<br />
hikmah. Saat sedang mengunjungi salah satu<br />
bangunan hasil kerjasama saya dengan tim untuk<br />
memastikan seluruh konstruksi bambunya<br />
tetap dalam kondisi prima, saya dipertemukan<br />
dengan Lian Gogali, perempuan muda penggagas<br />
sebuah LSM bernama Institut Mosintuwu<br />
dari Poso yang mempunyai visi luar biasa dalam<br />
pemberdayaan masyarakat pasca konflik.<br />
Hasil kunjungan ke lokasi proyek sangat menggugah.<br />
Site berlokasi strategis, tepat di pinggir<br />
Danau Poso dengan pemandangan mempesona.<br />
Bahkan saat waktu pasang naik, hampir<br />
60% lahan dapat terendam dengan air. Bagi<br />
kami kondisi ini bukanlah hambatan, melainkan<br />
sebuah kelebihan, yaitu potensi untuk<br />
mengembangkan keunikan desain. Kami sudah<br />
membayangkan sebuah sistem bangunan<br />
apung yang ketinggian lantainya nanti akan<br />
bergantung dari tingginya air pasang yang datang.<br />
Kondisi material bambunya juga tidak kalah<br />
luar biasa. Bambu Tarancule (bambu lokal)<br />
ternyata berkarakteristik serupa dengan Bambu<br />
Petung yang biasa kami gunakan untuk<br />
proyek di Jawa atau Bali. Kami dapat memilih<br />
dengan mudahnya bambu-bambu lokal dengan<br />
kualitas baik sesuai dengan kebutuhan<br />
panjang dan karakter bentuk batang bambu<br />
pada desain bangunan yang kami rancang. Sementara<br />
itu, harga sangat jauh dibanding dengan<br />
bahan bambu di Bali apalagi dengan harga<br />
material beton. Karena ini adalah proyek sosial,<br />
banyak dari anggota masyarakat yang ikut<br />
membantu menyumbang bambu yang berasal<br />
dari kebun mereka sendiri, kalau pun membeli,<br />
harganya sangat terjangkau.<br />
DESAIN<br />
Beliau bercita-cita membangun kantor bagi<br />
Insitut Mosintuwu, sebuah bangunan yang Mengenai desain, kami diberi kebebasan un-<br />
unik dengan teknologi yang belum pernah tuk berekspresi oleh klien, sehingga kami pu-<br />
diaplikasikan di daerah Poso namun mentuskan untuk sekalian membuat desain dengoptimalkan<br />
potensi material lokal sehingga gan tingkat kerumitan cukup tinggi. Proyek ini<br />
selain bangunan mengandung nilai kearifan adalah proyek bambu pertama / pioneer di<br />
lokal, biaya konstruksi pun lebih terjangkau. kawasan Poso. Harapan kami proyek ini dapat<br />
Pemilihan konstruksi bambu didasarkan pada menjadi sebuah pembelajaran, inspirasi dan<br />
harapan bahwa bangunan kantor ini tidak han- perbendaharaan arsitektur yang baru baik<br />
44<br />
ya dirancang untuk mewadahi fungsi kegiatan<br />
pemberdayaan masyarakat tetapi juga dalam<br />
proses konstruksinya dapat membuka wawa-<br />
bagi masyarakat pengguna bangunan maupun<br />
komunitas perancang dan pekerja bangunan.<br />
45<br />
san para tenaga konstruksi lokal akan potensi Desain boleh rumit, tetapi hakekatnya tetap<br />
bambu yang banyak terdapat di sekitar mere- untuk mewadahi fungsi dan kegiatan yang<br />
ka tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. dilakukan oleh Institut Mosintuwu. Tipe konstruksi<br />
bambu yang berbeda pada masing-ma-<br />
SITE<br />
sing ruangan kami gabungkan sekaligus dalam<br />
desain bangunan ini untuk memberikan gambaran<br />
tentang variasi desain konstruksi bambu<br />
yang bisa diaplikasikan pada desain bangunan.<br />
Pada bagian ruang kantor, kami menggunakan<br />
struktur bambu berlantai tiga. Bagian bangunan<br />
ini mengadaptasi dan memodifikasi bentuk<br />
atap tradisional Sulawesi dan dirancang<br />
untuk menjadi bagian yang paling menonjol<br />
pada proporsi bangunan sehingga dapat<br />
menjadi daya tarik dalam jarak pandang yang<br />
cukup jauh. Selain untuk memisahkan fungsifungsi<br />
kantor berdasarkan privasi dan zona<br />
kerja, struktur lantai tiga ini juga menunjukkan<br />
kekuatan konstruksi bambu saat disusun secara<br />
vertikal.<br />
Pada bagian perpustakaan, untuk memberi<br />
kesan bahwa buku adalah jendela dunia<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi
46<br />
dan dunia itu sangat luas tak bersudut, kami<br />
rancang sebuah ruangan melingkar setengah<br />
bola berdiameter 8 meter sebagai gambaran<br />
bahwa pengguna berada di dalam dunia dan<br />
bisa melihat kesegala penjuru dunia. Bagian ini<br />
kami rancang dengan menggunakan struktur<br />
rangka cangkang bambu. Hampir sama prinsipnya<br />
dengan struktur rangka cangkang baja,<br />
hanya saja struktur ini menggunakan sistem<br />
anyaman silang batang-batang bambu yang<br />
bersama-sama membentuk sebuah struktur<br />
setengah bola.<br />
Sebuah fungsi rumah makan / kedai atau<br />
yang nantinya dapat dikembangkan menjadi<br />
sebuah restoran yang berkelas ditambahkan<br />
dalam daftar kebutuhan ruang Insitut Mosintuwu.<br />
Kami berpikir ke depan bahwa untuk<br />
menjadikan LSM ini sebagai badan mandiri<br />
dan memiliki unit usaha sendiri sehingga dapat<br />
mengurangi ketergantungan terhadap kucuran<br />
dana dari pihak luar / donor.<br />
Selain itu, potensi lokasinya yang berada di<br />
pinggir danau akan sangat disayangkan jika<br />
tidak dioptimalkan. Bagian bangunan ini hampir<br />
sepenuhnya akan berada di atas air danau.<br />
Untuk menyiasatinya sesuai dengan ide awal,<br />
kami merencanakan pembuatan struktur lantai<br />
apung yang dapat menyesuaikan diri dengan<br />
ketinggian air pasang dari danau. Oleh<br />
karena bahan bambu tidak disarankan untuk<br />
terlalu lama terekspos oleh sinar matahari<br />
dan hujan, kami merancang sebuah struktur<br />
atap bentang panjang untuk melindungi lantai<br />
apung berdiamater 12 meter ini. Struktur ini<br />
terinpirasi dari bentuk ikan yang melompat<br />
dari danau sehingga sistem rangka struktur ini<br />
menggambarkan garis-garis tulang ikan yang<br />
melengkung melindungi struktur lantai tersebut.<br />
Sebuah struktur bambu rangka ruang berbentuk<br />
busur sepanjang 15 meter menjadi penopang<br />
utama. Rangka penutup ini melintang<br />
dari sisi luar perpustakaan melewati lantai<br />
apung dan bertumpu pada satu titik pondasi<br />
ditengah danau.<br />
SISTEM KERJA<br />
Desain yang rumit sebaiknya dikerjakan sepenuhnya<br />
oleh tenaga ahli yang berpengalaman.<br />
Namun dalam proyek ini, kami mengaplikasikan<br />
misi pemberdayaan masyarakat lokal<br />
sekaligus memfasilitasi keterbatasan dana<br />
klien melalui sistem diklat bagi tenaga lokal.<br />
Kami mengirim 4 orang tenaga ahli dari Bali,<br />
sementara sisanya adalah 12 orang tenaga<br />
lokal dari sekitar lokasi proyek yang belum<br />
pernah sama sekali mengerjakan konstruksi<br />
bambu.<br />
Kekhawatiran tentu saja sempat menghampiri,<br />
tetapi seiring berjalannya diklat dan proses<br />
konstruksi, semangat lokalitas itu semakin<br />
terbangun – baik dalam penerapan saat memilih<br />
material bangunan maupun pada penggunaan<br />
tenaga lokal. Tidak selamanya orang<br />
yang belum pernah mengerjakan sesuatu<br />
berarti tidak bisa; bakat dan kemauan belajar<br />
memungkinkan para tenaga lokal cepat beradaptasi<br />
dengan sistem konstruksi bambu yang<br />
baru dikenal. Selain itu banyak hal tentang<br />
teknik konstruksi tradisional yang bisa dipelajari<br />
yang bukan tidak mungkin ternyata lebih<br />
efektif dari yang selama ini kita tahu. Tentunya<br />
sebuah proses saling bertukar ilmu dan menambah<br />
wawasan menjadi dampak positif pemilihan<br />
sistem kerja seperti ini. Kedua belah<br />
pihak saling berbagi dan belajar. Mungkin hasil<br />
pekerjaan tidak sesempurna atau secepat jika<br />
dikerjakan sepenuhnya oleh tenaga-tenaga<br />
ahli dari Bali atau daerah lain, tetapi proses<br />
pemberdayaan masyarakat lokal lebih besar<br />
nilainya untuk keberlanjutan jangka panjang.<br />
Keuntungan lain dari sistem kerja ini adalah<br />
biaya yang terjangkau untuk klien karena sebagian<br />
besar menggunakan standar upah lokal.<br />
Pekerjaan juga tetap berjalan dengan baik<br />
dikarenakan adanya tenaga ahli yang tetap<br />
menjadi koordinator tiap-tiap seksi pekerjaan.<br />
Bagi tenaga lokal, proyek ini memberikan<br />
ilmu baru bagi mereka sehingga dapat membuka<br />
peluang usaha baru dan meningkatkan<br />
standar upah mereka di kemudian hari. Keuntungan<br />
bagi kami, ketika di masa mendatang<br />
mendapat proyek lain di Sulawesi,<br />
kami telah memiliki<br />
bibit-bibit tenaga konstruksi<br />
bambu sehingga mungkin<br />
kami tidak perlu lagi mengirim<br />
tenaga ahli dari luar daerah<br />
dan proyek dapat ditangani<br />
sepenuhnya oleh tenaga<br />
lokal.<br />
EFEK MASA DEPAN<br />
Walau proyek ini belum selesai<br />
sepenuhnya, beberapa<br />
pihak di sekitar Poso telah<br />
menunjukkan ketertarikan<br />
mereka terhadap penggunaan<br />
konstruksi bambu. Salah<br />
satu yang meningkatkan semangat<br />
kami adalah dukungan<br />
dari pemerintah daerah<br />
setempat yang terus mengawal<br />
dan antusiasme mereka<br />
dalam mengusahakan penerapan<br />
konstruksi bambu pada<br />
beberapa proyek pengembangan<br />
wisata di Tentena,<br />
sebuah kecamatan tempat<br />
lokasi bangunan Institut Mosintuwu<br />
dibangun.<br />
Berita tentang pembangunan<br />
ini juga telah tersebar ke berbagai<br />
daerah di Sulawesi. Beberapa<br />
pihak yang telah kami<br />
temui antara lain dari Palu,<br />
Mamuju, Makassar dan Jeneponto<br />
yang menyatakan tertarik<br />
untuk mengembangkan<br />
konstruksi bambu sesuai dengan<br />
potensi daerahnya masing-masing.<br />
Sangat menarik,<br />
semoga niat baik semuanya<br />
diberikan kemudahan jalan.<br />
TREN<br />
Melalui proyek ini, kami mempelajari<br />
bahwa lokalitas bisa<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
bagus, bisa menarik, atau istilah<br />
masa kini – bisa “keren”.<br />
Dan yang keren ini ternyata<br />
juga bisa terjadi di mana saja.<br />
Khusus di Indonesia, kiblat /<br />
tren arsitektur masih menjurus<br />
untuk melihat karya-karya<br />
yang terbangun di Jawa atau<br />
Bali yang mengakibatkan<br />
banyak desain rumah, toko,<br />
ataupun pusat perbelanjaan<br />
di Makassar ternyata tidak<br />
jauh berbeda dengan yang<br />
terdapat di Surabaya. Padahal<br />
setiap daerah mempunyai<br />
ciri lokal yang harus tetap<br />
dihargai dan dikembangkan,<br />
dan tentunya setiap daerah<br />
juga berhak menjadi kiblat /<br />
tren yang menginspirasi bagi<br />
masyarakat dan saudara-saudaranya<br />
di daerah lain.<br />
Jadi boleh lah jika judul tulisan<br />
ini menyerupai judul-ju-<br />
dul buku yang banyak terdapat<br />
di toko buku yang isinya<br />
menggambarkan tren terbaru<br />
arsitektur di sebuah wilayah.<br />
Poso sudah memulai untuk<br />
bangkit, tidak selamanya<br />
akan dikenal sebagai daerah<br />
pasca konflik, tetapi menjadi<br />
sebuah daerah dengan beragam<br />
potensi dan memiliki<br />
arsitektur yang bisa dibanggakan.<br />
Harapannya, langkah<br />
awal ini menjadi inspirasi,<br />
bukan secara mentah ditiru<br />
untuk diaplikasikan di daerah<br />
lain.<br />
Semoga saudara-saudara di<br />
daerah lain juga mulai berinisiatif,<br />
sehingga bukan tidak<br />
mungkin akan muncul tulisan<br />
atau buku tentang Bajawa Architecture<br />
Now, Samboja Architecture<br />
Now, atau Muaro<br />
Jambi Architecture Now. <br />
Salam,<br />
47
48<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
U SHAPE CULVERT HOUSE<br />
ARA Studio<br />
Konsep dasar pemikiran :<br />
Melihat potensi tersembunyi<br />
dari sebuah obyek (hidden affordance)<br />
Pada dasarnya semua obyek<br />
mempunyai potensi untuk digunakan<br />
secara; benar, salah,<br />
dan potensi lain yang tidak terpikirkan<br />
sebelumnya karena<br />
mempunyai sifat dan karakter<br />
yang dibutuhkan untuk menjadi<br />
obyek dengan kegunaan<br />
baru yang benar benar beda<br />
dengan perencanaan semula<br />
Konsep dasar pemilihan obyek<br />
“u shape culvert” :<br />
Fenomena kota Surabaya yang<br />
sedang gencar memakai u<br />
shape culvert untuk menutup<br />
sungai-sungai kecil untuk dijadikan<br />
jalan<br />
Potensi dan kualitas space<br />
yang dihasilkan dari u shape<br />
nya dari pengalaman yang sering<br />
kami lihat dan kami baca<br />
di media massa ketika proses<br />
pembangunan u shape culvert<br />
sedang berlangsung di Surabaya<br />
Fleksibilitas modul untuk diletakkan<br />
dengan konfigurasi<br />
massa yang sedemikian rupa<br />
Keragaman bentuk dan ukuran<br />
Siap pakai (plug and play) karena<br />
diproduksi secara massal<br />
untuk kebutuhan infrastruktur<br />
Kekuatan modul sendiri dan<br />
ketahanan terhadap iklim karena<br />
bahan terbuat dari beton<br />
Dalam prosesnya tidak dibutuhkan<br />
“sub structure” karena<br />
modul inti sudah stabil<br />
49
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi
52 53<br />
http://imgc.allpostersimages.com/images/P-473-488-90/27/2790/TYFOD00Z/posters/holger-leue-woman-and-children-of-kastom-village-selling-souvenirs-under-banyan-tree-yakel-vanuatu.jpg<br />
ARSITEKTUR<br />
NAUNGAN<br />
Paskalis Khrisno Ayodyantoro<br />
lindungan naungan<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Arsitektur Naungan, hari ini sering dikemukakan oleh josef prijotomo juga sebelumnya<br />
sering di kaji melalui bahasa lain oleh YB mangunwijaya dan Silaban tentang sikap tropis.<br />
Tulisan ini adalah catatan perjalanan, pendapat dan pengembangan awal dari pengalaman<br />
melalui buku sejarah, filsafat, fiksi, jurnal, arsitektur, koran, tautan jejaring maya, berkegiatan<br />
praktek, perjalanan rumah asuh, kursus singkat, perjalanan, percobaan tentang metoda praktek<br />
membangun arsitektur di Indonesia hingga pertemuan pertemuan singkat dan diskusi setelah 5<br />
tahun sejak lulus sarjana. Catatan ini juga merupakan eksplorasi yang tak usang dari remahanremahan<br />
awal yang perlu di lanjutkan, kembangkan dan dibuktikan lewat belajar, lanjutan<br />
percobaan dan membuka diri untuk menerima kemungkinan baru.
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Tempat<br />
manusia, terbagi atas; Iklim dan cuaca ekstrim contohnya yang menaungi kegiatan<br />
Letak geologis, juga menghasilkan potensi<br />
adalah iklim sedang, dingin, hingga iklim kutub. di iklim manusia dari terik matahari<br />
Pada mulanya manusia berpindah mencari bumi. Potensi bumi adalah keadaan bumi<br />
ini terdapat suhu dan cuaca ekstrim seperti panas matahari dan curah hujan yang<br />
tempat yang nyaman untuk hidup. Setelah yang berhubungan dengan air, angin, panas,<br />
hingga kondisi salju yang membuat manusia membutuhkan tinggi. Dan sejatinya seperti<br />
lelah hidup berpindah pindah, manusia dan aktifitas aktifitas bumi. Masing masing<br />
perlindungan. Tanpa perlindungan yang benar-benar tertutup, pendapat Romo Mangun,<br />
berusaha mencoba menciptakan kenyamanan potensi ini memiliki dampaknya terhadap<br />
manusia tidak dapat hidup dengan iklim dan cuaca tersebut. manusia tropis, hidup di luar<br />
dengan menetap dalam satu lokasi dan konstruksi bangunan hunian. Air, contohnya<br />
Sedangkan iklim dan cuaca suhu yang bisa disesuaikan daripada di dalam.<br />
menyesuaikan diri terhadap kondisi tempat hunian dipantai atau pinggir sungai yang<br />
dengan tubuh contohnya adalah iklim tropis. Suhu tropis<br />
tersebut. Manusia kemudian menciptakan sering terkena pasang, akan mengangkat<br />
yang berada di antara 18-32 derajat celcius membuat manusia Arsitektur Tropis, adalah<br />
hunian dasar dengan menyesuaikan(adapt) bangunan huniannya agar air tidak masuk<br />
membutuhkan naungan sekedar untuk menghindari curah tentang mengatasi bayang<br />
secara bertahun-tahun hingga berabad-abad kedalam bangunan. Angin, contohnya hunian<br />
hujan tinggi dan terik matahari yang suhu rata rata sepanjang dan aliran udara. Arsitektur<br />
dengan tempat, yang di pengaruhi 3 faktor yang sering terlanda angin kencang, akan<br />
tahun masih dapat diadaptasi tubuh manusia tanpa sebuah Tropis adalah arsitektur<br />
besar tempat yaitu : letak geografis, letak menancapkan konstruksi bangunannya<br />
perlindungan. Iklim secara langsung menghasilkan sikap naungan.<br />
astronomis, dan letak geologis.<br />
kedalam tanah agar tidak mudah tercerabut,<br />
tubuh-hunian terhadap alam.<br />
disamping itu bentuk bangunan dibuat tidak<br />
Dengan memahami ciri ciri<br />
Letak geologis ialah letak suatu tempat menantang angin (aerodinamis) sehingga<br />
Tropis, kemarau dan penghujan<br />
iklim dan cuaca tropis, maka<br />
berdasarkan struktur batu-batuan yang ada tidak merusak bangunan secara berarti ketika<br />
kita bisa mengenali unsur<br />
pada kulit buminya. Letak geologis dapat angin kencang terjadi. Disamping itu juga<br />
Indonesia berada di Iklim tropis yang menurut koppen adalah yang membentuk arsitektur<br />
terlihat dari beberapa sudut, yakni dari sudut masih ada potensi bumi seperti gempa yang<br />
berkarakter temperatur tinggi (pada permukaan laut atau tropis, tetapi sebelum<br />
formasi geologinya, keadaan batuannya, coba dipecahkan dengan konstruksi yang<br />
ketinggian rendah) - dua belas bulan memiliki temperatur rata- melanjutkan ke unsur<br />
54 dan jalur-jalur pegunungannya. Tanah lepas dari tanah agar tidak menentang/lepas<br />
rata 18 °C (64.4 °F) atau lebih tinggi. Indonesia sendiri berada pembentuk arsitektur lainnya, 55<br />
memiliki ciri-ciri material dan struktur batuan dari gerakan gempa atau dibuat pengikat-<br />
di iklim hujan tropis dimana mengalami kelembaban 60 mm kita perlu memahami singkat<br />
kompleks yang terkandung di dalamnya pengikat miring seperti struktur bawah<br />
(2.4 in) ke atas sepanjang 12 bulan. Iklim ini terjadi pada garis tentang terbentuknya fungsi,<br />
baik mineral, karakter, zat, hingga minyak bangunan vernakular(geografis) Nias agar<br />
lintang 5-10° dari khatulistiwa. Di iklim hujan tropis, Manusia dan politik identitas melalui<br />
bumi. Kandungan tanah beserta batuan konstruksi bangunan kaku, tetapi tetap<br />
bisa dengan mudah menyesuaikan diri dengan suhu alam sejarah<br />
yang berada di suatu tempat, mempengaruhi terlepas dari tanah.<br />
sekitar.<br />
keadaan tumbuhan apa saja yang dapat<br />
Kegiatan Manusia dan<br />
tumbuh. Dari tumbuhan ini binatang dapat Letak Geografis ialah letak suatu daerah<br />
Matahari dan Hujan adalah tantangan terbesar di lokasi Fungsi<br />
hidup di sekitarnya. Bagi manusia, tumbuhan dilihat dari kenyataannya di bumi atau posisi<br />
tropis. Matahari sepanjang tahun, kelembapan yang tinggi,<br />
dan binatang ini menjadi sumber makanan daerah itu pada bola bumi dibandingkan<br />
dan curah hujan yang tinggi, adalah potensi utama yang Arsitektur dan tempat<br />
dan mata pencaharian manusia. Bahan, dengan posisi daerah lain. Letak geografis<br />
perlu di pertimbangkan dalam mengadaptasi hunian terhadap berjalan dengan sejarah<br />
kondisi lansekap, Tumbuhan dan binatang ditentukan dengan keadaan lautan dan daratan<br />
iklim tropis. Kegiatan manusia dapat di lakukan kapan saja yang panjang menyesuaikan<br />
ini kemudian dipakai selanjutnya sebagai sekitar tempat. Letak geografis ditentukan<br />
bila tidak terganggu terik matahari dan curah hujan tinggi kondisi lingkungan sekitar.<br />
material konstruksi bagi manusia untuk pula oleh letak astronomis dan letak geologis.<br />
yang berpengaruh langsung terhadap tubuh manusia dan Melalui trial and error<br />
menciptakan hunian seperti kayu, batu, hingga<br />
menghindari kelembapan yang berpotensi timbul bakteri manusia bersinggungan<br />
kulit binatang, untuk beradapatasi dengan Secara astronomis, kondisi tempat didasarkan<br />
dan penyakit bagi manusia. Suhu Iklim tropis tidak menjadi dengan alam, berusaha<br />
iklim dan cuaca di sekitarnya serta pengaruh pada posisinya pada garis lintang dan bujur<br />
gangguan berarti bagi tubuh manusia. Dalam beberapa menyempurnakan tempat<br />
lain untuk melindungi fisiknya. Selain itu bumi. Menurut geografis, dampaknya adalah<br />
catatan, Josef prijotomo seringkali menyebutkan kebiasaan tinggalnya sehingga bisa<br />
kondisi mineral, tumbuhan dan binatang ini kondisi Iklim dan cuaca disuatu tempat.<br />
telanjang(hanya menggunakan cawat) masyarakat tradisional menyesuaikan tubuh dengan<br />
juga digunakan manusia sebagai penghasil Iklim dan cuaca setempat berdampak pada<br />
yang dinalarkan ketidakpengaruhan signifikan antara suhu huniannya terhadap alam.<br />
energi dasar, seperti api kemudian minyak bagaimana manusia mengadaptasikan<br />
iklim tropis dan tubuh. Penyesuaian hunian manusia untuk<br />
untuk menghangatkan tubuh, sejalan dengan tubuhnya terhadap kondisi suhu<br />
iklim tropis ini adalah “menghindari” efek langsung terik Manusia menurut Diagram<br />
adaptasi dan teknologi sebagai sumber lingkungannya. Pembagian iklim dan cuaca<br />
panas matahari dan curah hujan basah yang tinggi mengenai Maslow akan memenuhi<br />
memasak, dan penghasil energi.<br />
terhadap kemampuan penyesuaian tubuh<br />
tubuh. Sehingga yang dibutuhkan dalam hunian tropis adalah kebutuhan fisiknya untuk
dapat bertahan hidup, yaitu makan, minum, membutuhkan tempat yang nyaman untuk<br />
identitas komunitas untuk<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
dibangunan pada saat<br />
bernafas, sekresi, homeostatis, dan tidur. berkegiatan sesuai fungsinya. Lumbung<br />
membedakan dengan diri tersebut, seperti dikutip Masyarakat yang jengah<br />
Pada taraf dasar selanjutnya manusia mulai makanan, ruang tamu, tempat bermusyarah,<br />
atau komunitas lainnya. dibuku tegang bentang, dengan politik imperialisme<br />
berpolitik mencari lawan jenisnya sebagai penjara, kantor ketua adat, tempat ibadah,<br />
“arsitektur occidental (barat) ini, kemudian mulai<br />
pemenuhan seks untuk bereproduksi.<br />
restoran, hingga bank berkembang secara<br />
Setelah bangunan hunian, merupakan suatu konstruksi menyuarakan kebosanan<br />
kumulatif.<br />
kegiatan bertambah<br />
yang bersifat totalitas, terhadap modernisme.<br />
Untuk memenuhi kebutuhan reproduksi,<br />
dan beragam, sehingga sedangkan arsitektur Modernisme dianggap<br />
manusia mulai menciptakan sistem sosial Dengan berjalannya perkembangan manusia<br />
membentuk arsitektur baru tradisional Indonesia tidak bisa menyuarakan<br />
termasuk politik. Hubungan hubungan yang diseluruh dunia, manusia yang membentuk<br />
sesuai dengan fungsi baru merupakan susunan yang keragaman dan pluralisme<br />
semakin kompleks dalam kehidupan sosial sistem sosial dan ekonomi, melakukan<br />
yang dibutuhkan komunitas subyektif, elementer, dengan yang ada diseluruh indonesia.<br />
kemudian berlanjut tidak hanya pada jalan perjalanan ke tempat-tempat lain untuk<br />
atau masyarakat. Sebagai mengutamakan wajah luar Ditandai pada tahun 1984<br />
mencari lawan jenis dan bereproduksi. mencari tempat yang lebih nyaman baik<br />
satu komunitas, manusia terutama wajah depan”. ketika konggres IAI (Ikatan<br />
Manusia yang tinggal dalam satu tempat dengan motif kenyamanan tempat-tubuh<br />
yang berusaha memenuhi<br />
Arsitek Indonesia) tentang<br />
bertambah banyak dan menjadi satu<br />
hingga motif politik dan ekonomi. Pengaruh<br />
kebutuhan sosialnya melalui Perjuangan identitas<br />
mempertanyakan arsitektur<br />
komunitas kemudian mulai membagi peran, luar tempat mulai saling menginspirasi baik<br />
perjuangan identitas juga berlanjut pada awal masa Indonesia, kemudian<br />
bergotong royong sebagai komunitas sesuai dari sistem kebudayaan, kepercayaan sosial,<br />
turut berdampak pada kemerdekaan, pemerintahan berlanjut hingga gerakan<br />
kemampuannya dan mulai saling bergantung ekonomi hingga teknologi.<br />
arsitekturnya. Identitas presiden Soekarno,<br />
seperti LSAI (Lembaga<br />
untuk saling memenuhi kebutuhannya.<br />
ini digunakan baik untuk menggunakan gaya modern Sejarah Arsitektur Indonesia),<br />
Hubungan hubungan manusia yang diatur Dari ekspansi manusia austronesia, masuknya<br />
membedakan fungsi, sebagai nation building. AMI (Arsitek Muda<br />
ini menjadi satu kesepakatan sosial agar pengaruh India, Eropa, timur tengah hingga<br />
kepemilikan komunitas, baik Usaha untuk membawa Indonesia) dan kelompok-<br />
56<br />
komunitas manusia yang didalamnya bisa<br />
hidup berdampingan dengan adil. Komunitas<br />
sekarang, informasi baru berdatangan. Fungsi<br />
turut berkembang secara akumulatif dengan<br />
suku, kepercayaan hingga<br />
negara sebagai pemenuhan<br />
zeitgeist, indonesia yang satu.<br />
Keadaan ini didukung dengan<br />
kelompok setelahnya yang<br />
mencoba memberikan<br />
57<br />
yang terbentuk dari sistem sosial kemudian Bahan dan Teknologi seperti bata merah<br />
rasa “bersama”<br />
proyek-proyek pada saat itu pandangan lain dalam usaha<br />
membentuk kegiatan dan fungsi baru didalam hingga sistem dinding dan beton mewarnai<br />
dengan gaya internasional memperjuangkan tentang<br />
hunian untuk menyediakan fasilitas sosial. perkembangan arsitektur Indonesia. Masing<br />
Dari proses pengaruh oleh arsitek-arsitek generasi keragaman.<br />
Hunian kini terbagi menjadi tempat yang masing zaman berusaha mewakilkan bahan<br />
mempengaruhi sebelum Sujudi, Silaban, dsb yang<br />
memisahkan aktifitas fisik yang privat sesuai dan fungsi, juga berusaha menyesuaikan<br />
jaman majapahit, arsitektur mengisi dominasi arsitektur Sudah 50 tahun, Post-modern<br />
dengan nilai sosial yang terbentuk. Manusia terhadap kondisi alam.<br />
vernakular(geografis) yang di Indonesia. Periode sejak kelahirannya menjadi<br />
hidup berkelompok dan ruang ruang bersama<br />
masih hidup, pendudukan selanjutnya, arsitektur momok menakutkan di dunia<br />
tercipta baik di dalam hunian maupun Identitas<br />
belanda hinga menjadi negara kemudian di dikte oleh arsitektur. Sesuatu yang<br />
di luar hunian. Kesepakatan sosial juga<br />
Indonesia, kita bisa melihat kekuasaan presiden Soeharto terus menerus di hindari<br />
membentuk sistem ekonomi agar hasil dari Kebutuhan manusia menurut diagram<br />
pengaruh identitas muncul untuk menciptakan Indonesia oleh mahasiswa dan praktisi,<br />
peran masing masing manusia dapat dinilai Maslow, setelah pemenuhan fisik telah<br />
dalam arsitektur. Satu contoh yang “satu(generik)” tetapi pada kenyataannya<br />
dan dihargai sehingga bisa ditukar dengan tercapai, manusia kemudian mengembangkan<br />
menjelang kemerdekaan, dengan program-program taktik dan metodenya telah<br />
kebutuhan lainnya. Disamping itu, manusia diri untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang<br />
arsitek-arsitek belanda standarisasi. Pada masa berhembus dan terbangun<br />
juga mempertanyakan tentang asal usul hal, timbul karena sistem sosial, seperti rasa aman,<br />
seperti wolff schoemaker Soeharto terjadi jawanisasi dengan diam diam. Setiap<br />
hingga menelurkan sistem kepercayaan yang percaya diri, kognitif, estetik, aktualisasi<br />
dengan politik etis berusaha dengan menjoglokan orang melakukan post-<br />
menyesuaikan sistem sosial setempat. diri hingga pemenuhan yang transenden.<br />
mengadaptasi kondisi bangunan pemerintahan. modern. Setiap orang<br />
Sebagai bagian dari satu komunitas yang<br />
alam dengan mencoba Arsitektur vernakular lainnya melakukan dekorasi. Kita<br />
Perkembangan sistem sosial, kepercayaan, besar, manusia kemudian membuat tanda dan<br />
teknologi bangunan modern yang tersebar di seluruh kurang lebih sepakat<br />
politik, ekonomi, teknologi dan politik simbol sebagai satu bahasa untuk berinteraksi<br />
digabungkan dengan identitas Indonesia, yang masih hidup seakan mempertanyakan<br />
yang berkembang secara kompleks dan dan memenuhi kebutuhan sosialnya.<br />
bangunan vernakular yang dianggap sebagai arsitektur “otentik”. Kini setiap<br />
kumulatif, kemudian menumbuhkan fungsi Tanda dan simbol ini akhirnya digunakan<br />
telah ada, bahkan dengan tradisional yang sudah lewat orang bisa menggunakan<br />
fungsi kegiatan baru dalam komunitas dan manusia sebagai identitas diri, maupun<br />
sadar meletakkan identitas masanya.<br />
sejarah, budaya, referensi,
tema, metafora, memori, pengalaman,<br />
sebagai metode tanpa rasa malu. Alih alih<br />
arsitektur modern yang terlalu dingin dan<br />
mewakili imperialisme, post-modern atau<br />
melalui sebutan(teori) lainnya hadir sebagai<br />
jawaban atas pluralisme, mewakili suarasuara<br />
keragaman. Modern yang sebelumnya<br />
menjadi semangat jaman baru, pemersatu, kini<br />
digantikan dengan bahasa lebih sopan, melalui<br />
abstraksi abstraksi identitas, seringkali dalam<br />
bentuk yang lebih sederhana.<br />
Metafora tsunami yang diusung ridwan kamil<br />
dalam bentuk bangunan museum aceh, Tema<br />
jendela dan pintu dalam fasade Bar dan<br />
restaurant Potato Head oleh andramatin, Kulit<br />
kedua bata kerawang di bangunan fakultas<br />
elektro UI oleh Yori Antar, Menara Phinisi di<br />
Makasar oleh Yu sing, hingga peminjaman<br />
tampilan kubus-putih-berlubang-acak-kotak di<br />
sekolah bogor raya oleh Indra Tata Adilaras<br />
Fungsi, teknologi, dan wajah arsitektur,<br />
berkembang akumulatif dengan sistem sosial<br />
hingga politik pada zamannya. Arsitektur<br />
di Indonesia sekarang memiliki tantangan<br />
dengan semakin terbukanya informasi lewat teknologi informasi. Arus deras informasi baik<br />
teknologi, teori, visual turut serta memeriahkan praktik arsitektur di Indonesia. Arsitektur<br />
di Indonesia sekarang selain memiliki dimensi sosial yang kian kompleks, juga memiliki<br />
permasalahan menyaring informasi dan tanda tanda untuk kemudian memilih yang bisa<br />
disesuaikan terhadap tempat.<br />
Unsur Arsitektur Naungan<br />
Hotel Indonesia, dibangun ketika pemerintahan Soekarnoi. Sumber:<br />
Sistem sosial, politik, kepercayaan, hingga ekonomi ditambah dengan masalah masalah<br />
kontemporer membuat arsitektur mengembangkan diri sesuai pemahaman bahan dan teknologi<br />
pada zamannya untuk memenuhi kebutuhan fungsi dan identitas yang semakin beragam dan<br />
juga terpenting adalah pembagian fungsi kegiatan melalui pemintakatan (penzoningan) area<br />
Dalam sejarah arsitektur Indonesia,<br />
modernisme tidak pernah benar benar terjadi<br />
http://syofuan.files.wordpress.com/2011/02/hotel-indonesia.jpg<br />
terhadap hubungan dengan tempat.<br />
menjadi gerakan sama seperti di Amerika,<br />
Namun, yang perlu di pikirkan kembali setelah masuknya pengaruh fungsi dan identitas, adalah<br />
ia hanya menjadi sebuah gaya. Begitu juga<br />
menarik kembali arsitektur ke hubungan manusia dan tempat, tempat dimana tempat saya<br />
dengan post modernisme yang alih-alih<br />
tinggal, Indonesia, yang senantiasa menjadi gambaran besar masalah tubuh dan tempat adalah<br />
menjadi semangat pembawa keragaman<br />
atau lomba otentisitas atas dorongan<br />
tropikalitas dengan sinar matahari dan curah hujan tinggi, tentang naungan.<br />
konsumerisme.<br />
Dengan dasar naungan, maka perlu ada pengertian kembali dari masing masing unsur. Untuk<br />
58<br />
Tidak dapat di pungkiri, Indonesia dengan<br />
memudahkan praktikalitas dalam desain, maka yang perlu di perhatikan dalam tiap unsur<br />
arsitektur dasar setelah mengartikan kembali adalah mempertanyakan masalahnya dengan alam<br />
59<br />
keragaman yang luar biasa membuat masing<br />
masing baik pribadi maupun secara kelompok<br />
dan hubungannya dengan tubuh manusia itu sendiri.<br />
memerlukan identitas yang menginformasikan<br />
karakter masing masing usul, tempat, dan<br />
Mintakat (zoning)<br />
budaya termasuk dengan praktek arsitektur<br />
Sejalan dengan konsep naungan, pertanyaannya adalah bagaimana memetakan<br />
dan arsiteknya yang sadar/tak sadar berada Menara Phinisi. Sumber: Ariko Andikabina<br />
tempat untuk kegiatan sesuai dengan kebutuhan. Perlu ada cara pembagian<br />
dalam taktik post modern ini.<br />
mintakat dari fungsi dan program, baik hasilnya tempat berupa ruang dan massa<br />
tanpa harus mengorbankan bagaimana udara, dan cahaya tetap dapat mengalir<br />
dan atau menembuskan(permeable). Mintakat yang tetap mengalirkan atau dan<br />
menembuskan(permeable) secara berkelanjutan<br />
Potato Head oleh Andra Matin. Sumber: http://www.changmoh.com/<br />
move-over-ku-de-ta-potato-head-is-where-its-at/<br />
1. kegiatan dan fungsi apa saja yang perlu di bagi antara privat dan umum<br />
2. bagaimana menyesuikan terhadap paparan panas yang begitu besar di iklim<br />
tropis<br />
3. bagaimana pembagian mintakat pada lahan yang sempit<br />
4. bagaimana membagi mintakat sesuai privat dan umum tanpa mengorbankan<br />
kebutuhan cahaya dan aliran udara.<br />
Sempadan (batas)<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Hal yang paling sulit setelah pemintakatan adalah menentukan sisi yg menjadi<br />
perhinggaan suatu tempat (ruang, daerah, dan sebagainya) melalui ketentuan yg tidak
oleh dilampaui. Mengartikan ulang tentang sempadan dalam arsitektur naungan,<br />
menjadi penting untuk menentukan cairnya dan sifat ketembusan masing-masing<br />
mintakat sebagai sikap terhadap bayang dan aliran udara.<br />
1. apakah ada ketentuan yg tidak boleh dilampaui<br />
2. bagaimana sebuah sempadan mewujud untuk memisahkan mintakat<br />
3. bahan apa yang bisa memisah kegiatan privat dari suara, dan pandangan tetapi<br />
tetap meresapkan udara dan cahaya agar tidak lembab?<br />
4. bagaimana menjaga suhu tiap tempat agar stabil<br />
5. bagaimana menanggulangi angin yang terlalu keras<br />
6. bagaimana menanggulangi paparan matahari yang panas sepanjang waktu<br />
7. bagaimana menanggulangi agar binatang yang tidak diinginkan tidak masuk ke<br />
tempat kegiatan manusia<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
4. bahan apa yang memiliki daya tahan tinggi<br />
terhadap terpaan panas dan hujan, mudah diganti<br />
bila rusak<br />
5. Bagaimana proporsi, skala naungan terhadap tubuh<br />
Setelah mengartikan kembali dan “mempertanyakan” masingmasing<br />
unsur dasar arsitektur: manusia dan tempat, kemudian<br />
dicari pemecahan masalahnya secara utuh dengan unsur solusinya<br />
baik bahan (struktur dan teknologi) dan idiom estetika tampilan<br />
yang dibutuhkan bagi masing masing manusia, komunitas atau<br />
tempat itu sendiri.<br />
Naungan (Atap)<br />
Dari sekian solusi mintakat dan naungan, berikut ini adalah<br />
beberapa pendapat atas melalui percobaan karya, melihat, hingga<br />
merasakan beberapa bangunan arsitek yang saya datangi yang<br />
menghasilkan beberapa “cara” untuk diterjemahkan kedalam<br />
Untuk menghindari curah hujan dan panas sinar matahari langsung, maka dibutuhkan<br />
konteks kekinian untuk mengatasi bayang dan aliran udara adalah<br />
naungan yang dapat membuat manusia tetap dapat berkegiatan tanpa terganggu.<br />
Naungan pada awal terbentuknya adalah penyesuaian peneduh dari hal sederhana<br />
:<br />
untuk dari berteduh sekedar dibawah pohon atau memanfaatkan gua kemudian<br />
1. mintakat yang menembuskan (permeable) : melalui<br />
60 berkembang dengan membuat dan merangkai bahan sekitar lingkungan seperti<br />
pembagian mintakat dengan merancang ruang dan masa 61<br />
dedaunan atau kayu untuk digunakan sebagai naungan.<br />
diantara ruang terbuka yang berorientasi menembuskan<br />
dengan ruang terbuka, gaya hidup tropis dengan aliran<br />
Di iklim hujan tropis, kelembapan tinggi sering terjadi karena penguapan air yang<br />
udara yang baik bisa mengalir. Dengan pengolahan<br />
tinggi. Kelembapan tinggi menimbulkan masalah bagi penghuni karena memicu<br />
mintakat yg menembuskan, maka terdapat beberapa<br />
timbulnya jamur atau bakteri penyakit yang berdampak pada tubuh manusia. Untuk<br />
keuntungan yang tercipta, yaitu;<br />
mengadapatasi sebuah hunian, maka diperlukan pemahaman bahwa ruang dibawah<br />
a. kontrol kegiatan : membagi mintakat sesuai<br />
naungan bisa dilewati angin agar ruangan tidak menjadi lembab.<br />
fungsi atau sifat seperti privat dan umum<br />
menentukan bagaimana cairnya hubungan<br />
Dalam sejarah arsitektur, naungan ini dikembangkan menjadi elemen atap dalam<br />
masing masing sifat kegiatan dengan ruang<br />
bangunan. Atap naungan tropis pada awalnya adalah sebuah elemen untuk<br />
ruang terbuka dan solusi menembuskan bagi<br />
meneruskan curah hujan yang tinggi dengan segera ke tanah. Seiring dengan<br />
masing-masing fungsi dan sifat kegiatan.<br />
perkembangan teknologi, atap dapat mengalami transformasi dari bentang pendek<br />
b. ruang interaktif : dalam skala<br />
ke bentang lebar yang disesuaikan dengan fungsi kegiatan yang akan menempati di<br />
mendatar(horizontal), ruang terbuka maka<br />
bawahnya.<br />
menyediakan bahkan memancing bagi<br />
manusia/komunitas untuk interaksi guyub<br />
Naungan, di iklim tropis yang kemudian menandakan tempat berkegiatan khusus yang<br />
seperti di taman, plaza, setapak, dan lain<br />
dapat dilakukan dimana ruang dibawahnya terbebas curah hujan tinggi dan sengatan<br />
sebagainya..<br />
terik matahari yang langsung mengenai tubuh.<br />
c. skala ketinggian : dalam bangunan tinggi<br />
masalah kepadatan menjadi penting, tetapi<br />
1. ketika curah hujan tinggi, air diturunkan secepat cepatnya ke tanah, tetapi<br />
perlu ada solusi dalam skala bangunan agar<br />
kesiapan tanah untuk menyerap tidak baik.<br />
tetap dalam skala manusia sehingga perlu<br />
2. bagaimana atap yang besar atau luas tetapi tetap terang di ruang dalam<br />
dibagi sehingga memiliki satu ruang terbuka<br />
3. bagaimana konsep naungan disusun dalam hunian tinggi<br />
konfigurasi menembuskan contoh : rumah di bali<br />
dalam skala vertikal. Dalam beberapa kasus
membuat mintakat<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
mengalir dari ruang ke ruang. Melalui kreativitas pola dan jenis bahan, konsep berpori<br />
melayang memberikan<br />
efek menembuskan secara<br />
bisa menjadi alternatif penghawaan alami sekaligus memisahkan privat dan umum.<br />
trimatra baik mendatar<br />
ataupun meninggi.<br />
Arsitektur Mengkini<br />
2. lansekap bagian dari arsitektur :<br />
Hari hari ini, kita terbenam dalam waktu yang serba cepat, kecepatan adalah kemajuan,<br />
pohon besar dan rindang adalah<br />
kekuatan/kecepatan menggeser kekuatan/pengetahuan. Hidup dengan gaya konsumerisme kini<br />
unsur baik untuk menaungi panas<br />
dinilai dengan uang/produksi. Sukses dinilai dengan kecepatan. Begitu halnya dengan teknologi<br />
dan hujan lewat daun dan ranting<br />
media informasi, berlomba lomba menyajikan kecepatan dan keseketikaan informasi. Kecepatan<br />
rantingnya. Menggunakan pohon<br />
berarti juga menurunkan suhu<br />
konfigurasi menembuskan memberikan ruang interaktif<br />
di sela selanya<br />
memberikan kepuasan.<br />
lewat bayangnya bagi tubuh, dan<br />
Dunia yang datar karena teknologi informasi ini, kemudian di pakai sebagai jejaring informasi-<br />
menyejukkan bagi mata. Pohon<br />
seketika tentang arsitektur. Informasi bertebaran dengan tanda-tandanya. Jejaring informasi<br />
juga sekaligus menyediakan skala<br />
kemudian digunakan arsitek meluaskan fungsinya sebagai; tempat diskusi, kritik, tempat<br />
manusia, sehingga dalam skala<br />
kota, skala dan garis langit buatan<br />
promosi, propaganda, dan lain sebagainya. Informasi dan tanda bertebaran dalam keseketikaan.<br />
manusia yang kadang terlalu tinggi,<br />
Hari hari ini, dalam kecepatan dan budaya konsumerisme, kita dituntut untuk terus berproduksi.<br />
menyilaukan, dan membosankan<br />
direduksi dengan kehadiran pohon.<br />
lansekap sebagai payung dan skala<br />
Praktikalitas ditantang dengan arus permukaan untuk di bangun. “Membaca” adalah<br />
kemewahan bagi yang berpraktek. “Membangun” adalah kemewahan bagi akademisi. Tidak ada<br />
landsekap seperti tanaman rambat<br />
yang sempurna, pandangan/teori ideal dan praktek ideal. Praktek menemukan masalah realitas<br />
62 atau pohon berfungsi tidak saja<br />
tumpang tindih yang tidak tertulis dalam teori dan butuh solusi praktis. Dan teori menemukan 63<br />
meneduhkan bangunan tetapi<br />
masalah yang begitu kompleks, terus berubah dan tidak ada yang sempurna menyelesaikan satu<br />
menjadi pilihan lain membagi<br />
mintakat secara umum dan privat.<br />
hal.<br />
3. payung peneduh : pohon berhasil<br />
Melalui idiom estetika modern seperti gestalt dan postmodern seperti pastiche, parodi, kitch,<br />
dalam kondisi tropis memberikan<br />
camp, skizofrenia yang banyak digunakan melalui bayang bayang jargon/teori seperti critical<br />
naungan yang teduh, sama seperti<br />
regionalism, community based, dekonstruksi, desain parametrik, historicism, fenomenologi, dan<br />
halnya teritisan atap miring yang<br />
sebagainya, arsitektur seringkali terjebak dalam permainan tanda, menjadi fetisisme komoditi.<br />
melindungi curah hujan tinggi,<br />
payung besar di antara 2 ruang untuk kegiatan<br />
Arsitektur melalui permainan tanda dan makna ini seringkali mengandung unsur distorsi yang<br />
tetapi juga melindungi panas<br />
menyesatkan antara fungsi, makna dan nilainya sehingga dapat menggiring publik ke tingkah<br />
langsung ke dinding atau jendela<br />
laku yang menyimpang. Arsitektur kemudian memiliki pesona yang sesungguhnya tidak ada.<br />
langsung. Selain panas ke atap,<br />
Arsitektur menjadi hiperrealitas komunikasi, kepalsuan menjadi kebenaran, isu menjadi sebuah<br />
sebagian besar panas matahari juga<br />
mengenai dinding dan ruang dalam.<br />
informasi.<br />
perlu ada payung payung peneduh<br />
Tanda dan kandungan informasi yang terjadi dalam arsitektur sekarang perlu di telaah secara<br />
yang bisa mengurangi panas ini yg<br />
kritis. Penilaian arsitektur yang kian terbagi “orisinil atau tidak” “bagus jelek” perlu di pahami<br />
meneduhkan baik melalui bayangan<br />
terbagi dalam dua kutub subyektif dan obyektif. Aspek obyektif berkaitan dengan pertimbangan<br />
dan keporian tanpa mengorbankan<br />
berbagai faktor yang yang membatasi proses pengembangan arsitektur, seperti teknologi, teknik,<br />
pandangan.<br />
material, konvensi, dan kode bahasa. Sedangkan aspek subyektif berkaitan dengan kemampuan<br />
4. berpori : seperti dalam bangunan<br />
daya kreatif yang dibentuk oleh kebudayaan, mitos, kepercayaan, ideologi atau ketidaksadaran<br />
vernakular(geografis) tropis, banyak<br />
arsitek.<br />
material pemisah ruang privat<br />
menggunakan kayu, bambu dan<br />
ijuk yang memberikan angin sejuk<br />
eksplorasi material berpori. foto : yori antar
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Di tulisan ini arsitektur naungan adalah salah satu cara memahami secara obyektif dalam<br />
Daftar Pustaka, dan Lanjutan bacaan<br />
mencoba memecahkan masalah tubuh dan tempat yang saya harapkan bisa secara radikal<br />
• Abraham Maslow (1943) A Theory of human Motivation,<br />
(mengakar) terhadap dominasi masalah tempat di Indonesia yaitu iklim tropis basah. Masih<br />
• Arsitek Muda Indonesia (1997), Penjelajahan 1990-1995, Jakarta : Subur<br />
ada masalah berikutnya yang masih memerlukan kajian dalam perjalanan saya sebagai arsitek,<br />
namun bisa kita jawab bersama-sama dengan payung arsitektur naungan, yaitu<br />
•<br />
•<br />
Arsitek Muda Indonesia (1990), Katalog Pameran Arsitektur Prospektif, Jakarta :<br />
Architectural Design (2011) Radical Post-Modernism: Architectural Design , London : Architectural<br />
Design<br />
a. meningkatnya jumlah penduduk dan arus urbanisasi, manusia kini<br />
mendominasi kota. Kota dengan batas luasnya yang terbatas kini<br />
•<br />
•<br />
Architectural Design (2013) The Innovation Imperative, London : Architectural Design<br />
Architectural Design (2012) Human Experience and Place, Sustaining Identity, London : Architectural<br />
Design<br />
menghadapi masalah karena jumlah manusia yang harus di atur, bagaimana<br />
• Charles Jencks (1970) Meaning in Architecture, : Barrie & Jenkins<br />
arsitektur naungan melalui bahan dan teknologi dapat berperan dalam<br />
•<br />
•<br />
Charles Jencks (2006) theories and manifestoes of contemporary architecture, : Academy Press<br />
Cornelis Van De Ven (1991) Ruang Dalam Arsitektur, Jakarta : Gramedia<br />
kepadatan tinggi bisa menjadi pemecahan masalah termasuk turunannya<br />
• David Robson (2002) Geoffrey Bawa: The Complete Works, : Thames and Hudson<br />
b.<br />
seperti sosial budaya politik dan lain sebagainya.<br />
Tingkat keberhasilan arsitektur naungan dengan pemecahan subyektif<br />
•<br />
•<br />
Eko Budihardjo (1983) Menuju Arsitektur Indonesia, Bandung : Penerbit Alumni<br />
Geoffrey London, Patrick Bingham-Hill (2003) Houses for the 21<br />
melalui hiburan, kreatif dan estetik yang dilakukan dilapangan dengan<br />
analisa rencana dan keberhasilannya baik meliputi metoda detail, skala,<br />
proporsi dan lain sebagainya.<br />
c. Bahan(material) dan teknologi apa yang bisa kita ciptakan sebagai jawaban<br />
akumulatif dari arsitektur naungan sesuai unsur-unsur di atas.<br />
d. Mengingat belum meratanya pembangunan di Indonesia, arsitektur<br />
yang bisa menjangkau semua kalangan termasuk ekonomi rendah perlu<br />
64 e.<br />
dipikirkan sebagai tanggung jawab bersama.<br />
Bagaimana mengaitkan hubungan arsitektur naungan sebagai kesatuan<br />
65<br />
utuh, sebagai cara manusia menghuni melalui hubungannya dengan tempatmanusia<br />
dan liyan.<br />
Memang, arsitektur naungan tanpa pemahaman yang dalam akan dianggap sekedar arsitektur<br />
atap sebagai solusi arsitektur tropis dan kemudian terjebak dalam perlombaan menganyam<br />
wajah. Pada akhirnya, Arsitek sebaiknya mendahulukan penyelesaian masalah objektif(yang<br />
membatasi proses), meningkatkan pengetahuan obyektif dan mengurangi pengetahuan palsu<br />
(pseudo knowledge) melalui hubungan manusia dan tempat dan masalah lainnya tanpa<br />
mengurangi unsur subyektif seperti hiburan, kreativitas dan estetika. Arsitektur perlu dikritisi<br />
sehingga berbagai bentuk salah persepsi dapat di hindarkan, lalu membagi kritik secara luas<br />
dampak arsitektur sebagai pendidikan ke masyarakat, dibanding berkutat pada “meniscayakan<br />
(sekedar) Tampilan yang meng-Indonesia” yang seringkali terjebak dalam politik identitas.<br />
Jakarta, Febuari 2013<br />
st •<br />
century, Singapore : Periplus<br />
Imelda Akmal (2002) Karya-Karya Arsitek Muda Indonesia 1997-2002, Jakarta, Gramedia<br />
•<br />
•<br />
•<br />
Jared Diamond, (2005) Guns, Germs & Steel, :W. W. Norton & Company :<br />
Josef Prijotomo (2011) Tampilan Arsitektur, Surabaya<br />
Josef Prijotomo (2009) Ruang Bersama atau Tempat bersama, Surabaya<br />
• Josef Prijotomo (2012) Membongkar ketololan dan kemalasan dalam menuju Arsitektur Indonesia,<br />
•<br />
Surabaya<br />
Josef Prijotomo (2010) Arsitektur Nusantara-Arsitektur Naungan, bukan Lindungan (Sebuah Reorientasi<br />
Pengetahuan Arsitektur Tradisional), Surabaya<br />
•<br />
•<br />
Kenneth Frampton, (2007) Modern Architecture: A Critical History (Fourth Edition) (World of Art), :<br />
Thames & Hudson<br />
Kenneth Frampton, (2007) Towards a critical Regionalism : Six Points of an Architecture of Resistance,<br />
•<br />
•<br />
: H foster<br />
Kenneth Frampton, (1998) Technology Place & Architecture : MIT Press<br />
Kenneth Frampton, (2001) Studies in Tectonic Culture: The Poetics of Construction in Nineteenth and<br />
Twentieth Century Architecture : MIT Press<br />
•<br />
•<br />
Kevin Low (2010) Small Projects : Oro Editions<br />
Micaela Busenkell (2012) WOHA : breathing Architecture, Germany : Prestel Publishing<br />
• Larry Gonick (2010), Kartun Riwayat Peradaban, Jakarta : Gramedia<br />
•<br />
•<br />
•<br />
Martin Heidegger (1927) Being and Time, 1962 New York<br />
Martin Heidegger (1951) Building dwelling thinking, 1962 New York<br />
Neil Leach (1997) Rethinking Architecture, London : Taylor & Francis<br />
•<br />
•<br />
Oscar Riera Ojeda (2008), Bedmar & Shi: Romancing the Tropics, : Oro Editions<br />
Patrick Bingham-Hill (2012) WOHA Selected Projects: Selected Projects v. 1: The Architecture of<br />
WOHA, Singapore : Pesaro Publishing<br />
• Patrick Bingham-Hill (2012) Tropical Arts and Crafts, The houses of Guz Wilkinson, Singapore : Pesaro<br />
•<br />
Publishing<br />
Paul Oliver (2003) Dwelling, London: Phaidon<br />
• Peter J.M Nas (2009) Masa Lalu Dalam Masa Kini : Arsitektur di Indonesia, Jakarta: Gramedia<br />
•<br />
•<br />
Phillip Goad (2005) New Directions in Tropical Architecture, Singapore : Periplus<br />
Pusat Dokumentasi Arsitektur (2012) Tegang Bentang, Seratus Tahun Perspektif Arsitektural Di<br />
Indonesia, Jakarta : Gramedia<br />
• Robert Venturi (2002), Complexity and Contradiction in Architecture, New York : The Museum of<br />
•<br />
Modern Art, New York<br />
Robert Venturi (1977), Learning from Las Vegas - Revised Edition: The Forgotten Symbolism of<br />
Architectural Form,: MIT press<br />
• Sri Astuti (1992) Arsitek dan Karyanya : F Silaban, Bandung: Penerbit Nova<br />
• YB Mangunwijaya (2009) Wastu Citra, Jakarta : Gramedia<br />
• Yasraf Amir Piliang (2011) Dunia yang di lipat, tamasya melampaui batas-batas kebudayaan, Bandung<br />
: Matahari<br />
• Yasraf Amir Piliang (1999) Hiper-realitas Kebudayaan: Semiotika, Estetika, Posmodernisme, Bandung<br />
: LKIS
Catatan untuk<br />
“Zaman Baru<br />
Generasi<br />
Modernis-<br />
Sebuah Catatan<br />
Arsitektur”;<br />
Sebuah Reaksi.<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Ini bukan resensi buku. Ini lebih seperti<br />
mendapatkannya pun samar. Tidak sejarah arsitektur. Tujuannya adalah<br />
reaksi kami, kepada sebuah buku yang<br />
banyak orang yang tahu bahwa buku ini untuk melepaskan sejarah arsitektur<br />
salah satu bab-nya, bercerita tentang<br />
telah terbit. Saya mendapatkan kopinya Indonesia, dari urutan perkembangan<br />
kami. Reaksi yang kami rasa perlu<br />
dari Paskalis, yang memesan kepada langgam yang sering digunakan dalam<br />
lakukan, untuk menanggapi persepsi dan<br />
seseorang yang saya juga kurang jelas historiografi barat”<br />
pertanyaan atas kami, yang dituliskan<br />
siapa. Tapi tampaknya dia terkait dengan<br />
dalam buku ini.<br />
penerbit dari buku ini. Mari sama-sama Dari pernyataan ini, jelas bahwa buku<br />
berharap, buku ini akan segera ada ini pasti akan mengecewakan mereka<br />
Sebuah buku baru mengenai sejarah<br />
di toko-toko buku di kota anda, dan yang mengharap penjelasan mengenai<br />
arsitektur modern Indonesia, terbit<br />
perpustakaan-perpustakaan di kampus prinsip-prinsip dan metoda merancang<br />
belum lama ini. Buku yang berjudul<br />
anda.<br />
yang telah dilakukan oleh arsitek-arsitek<br />
“Zaman Baru Generasi Modernis-Sebuah<br />
modern Indonesia, sampai hari ini.<br />
Catatan Arsitektur” itu ditulis oleh Abidin<br />
Buku ini terdiri dari 5 bagian. Pembagian Pernyataan yang saya rasa menempatkan<br />
Kusno, seorang sejarawan arsitektur dan<br />
ini dilakukan berdasar pada momentum- arsitektur di posisi yang terlalu tinggi.<br />
perkotaan, yang kini tinggal di Vancouver,<br />
momentum perubahan dinamika sosial<br />
Canada, sebagai associate professor, di<br />
Indonesia dan kejadian-kejadian dalam Setiap masa memiliki dinamika dan<br />
Universitas British Columbia.<br />
komunitas arsitek modern Indonesia, masalahnya sendiri-sendiri. Diantara<br />
Bersama dengan buku Tegang Bentang,<br />
yang rasanya dianggap oleh penulis, banyaknya kejadian yang muncul,<br />
yang belum lama ini diterbitkan atas<br />
sebagai titik perubahan atau katalis akan ada satu (kadang lebih) kejadian,<br />
prakarsa Pusat Dokumentasi Arsitektur,<br />
yang merubah kecendrungan arsitektur mungkin pelaku, mungkin kelompok<br />
66 buku ini ada diantara sedikit buku, yang<br />
di Indonesia. Buku ini, mencoba untuk yang menonjol, yang membuat berita 67<br />
bercerita mengenai sejarah arsitektur<br />
melihat tindakan atau pemikiran apa lalu pada akhirnya mempengaruhi<br />
modern Indonesia. Jenis buku yang<br />
yang muncul dari para arsitek Indonesia, perkembangan sebuah bidang secara<br />
ketika saya masih ada di bangku kuliah,<br />
sebagai reaksi terhadap dinamika zaman, mendalam. Para arsitek dan kejadian-<br />
Danny Wicaksono<br />
tidak pernah sempat saya baca dan<br />
dapatkan.<br />
seperti yang dijelaskan oleh Abidin: kejadian menonjol yang mereka<br />
timbulkan inilah yang dicatat oleh<br />
“Arsitek bukan hanya seorang ahli penulis.<br />
Mengetahui apa yang terjadi di masa-<br />
yang membantu mewujudkan sebuah<br />
masa sebelum hari ini, adalah landasan<br />
bangunan secara fungsional, kokoh dan Adalah mereka atau kejadian-kejadian<br />
fundamental bagi kita, untuk melangkah<br />
indah sesuai citra yang diharapkan, ia yang melawan terhadap keadaan yang<br />
lebih baik di masa kini dan masa depan.<br />
juga adalah anggota dari tatanan sosial dianggap tidak lagi relevan dengan<br />
Bahwa buku-buku yang menceritakan<br />
politik suatu negara. Buku ini bercerita pemikiran satu generasi dan/atau situasi<br />
kejadian-kejadian di masa lalu dengan<br />
tentang perubahan zaman yang penuh sebuah zaman, yang dalam buku ini<br />
komprehensif, seperti ini sempat sangat<br />
dengan masalah-masalah sosial dan dianggap sebagi penanda modernitas<br />
langka sampai ditangan kita, adalah hal<br />
politik yang dihadapi arsitek. Dalam dalam tiap jaman di arsitektur modern<br />
yang harus kita pastikan untuk tidak<br />
menghadapi masalah-masalah tersebut, Indonesia.<br />
kembali terjadi.<br />
sadar atau tidak, arsitek ikut mendorong<br />
perubahan zaman dan terlibat dalam “Dengan demikian, arsitektur modern<br />
Buku ini terbit agak diam-diam,<br />
penataan jaringan kekuasaan yang Indonesia ini perlu dipahami sebagai<br />
jika tidak ingin dikatakan misterius.<br />
sekaligus membentuk dirinya. Buku gerakan kesadaran diri dari sebuah<br />
Penerbitnya, Penerbit Ombak, tidak<br />
ini berupaya untuk meletakkan<br />
generasi melalui proses pembedaan<br />
memasarkan terlalu gencar ke khalayak<br />
pertimbangan intelektual dan sosial- untuk membangun sebuah tatanan<br />
arsitektur. Keterangan tentang dimana<br />
politik sebagai asas yang menentukan simbolik baru”
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Tidak banyak informasi yang diberikan Dimulai dengan catatan tentang hindia<br />
Perkenalan Abidin dengan jongArsitek! pak Mustapha Pamuntjak (sebagai salah<br />
oleh penulis ketika menceritakan<br />
timur di awal abad ke-20, ketika kota<br />
terjadi ketika ia diminta untuk<br />
satu arsitek yang aktif di dalamnya)<br />
tentang apa yang terjadi di satu jaman. dan kehidupannya semakin marak dan<br />
memberikan kuliah mengenai arsitektur pada bedah-buku pertama buku Tegang<br />
“Perlawanan” yang diceritakan oleh politik etis baru diperkenalkan, buku ini<br />
modern Indonesia di Singapura, dalam Bentang . Preseden atas gerakan arsitek<br />
penulis adalah kasus-kasus yang<br />
menceritakan kami, jongArsitek! sebagai<br />
sebuah simposium bertajuk “Non- muda yang terorganisir sangat minim.<br />
menengahkan individu atau kelompok subyek pada bab terakhirnya. Di bab<br />
West Modernist Past” sekitar bulan Mungkin hanya AMI. Sehingga sangat<br />
arsitek yang coba memberontak dari terakhir ini, Abidin memiliki kebingungan<br />
Januari 2011. Abidin yang meninggalkan bisa dimengerti jika Abidin kemudian<br />
situasi atau pemikiran-pemikiran dari tentang motivasi kami. Dia tidak melihat<br />
Indonesia sejak tahun 1991, merasa melihat dan menganalisa kami dalam<br />
para pendahulu mereka. Saya pribadi adanya alasan untuk memberontak,<br />
bahwa ia kehilangan jejak dengan kacamata preseden gerakan, seperti yang<br />
mencari cerita tentang konflik antara ketika tidak ada lagi situasi politik yang<br />
pergerakan apa yang terjadi di Indonesia. dilakukan oleh AMI.<br />
para arsitek yang diceritakan ini dengan perlu dilawan.<br />
Untuk melengkapi materi kuliahnya, ia Dari sinilah kami merasa kami perlu<br />
sesama generasinya. Misalnya ketika<br />
menghubungi Suryono Herlambang. menulis artikel ini.<br />
Karsten menengahkan pemikiran tentang “Zaman baru, pada umumnya, lahir<br />
Ketika itu, Suryono Herlambang baru<br />
arsitektur yang mengadaptasi arsitektur dari pemberontakan terhadap zaman<br />
saja selesai mengkuratori Pameran jongArsitek! tidak bisa disamakan<br />
lokal, adakah dialog yang terjadi<br />
sebelumnya. Tapi, generasi jongArsitek!<br />
Nasional Arsitek Muda 2010 yang kami dengan AMI. Meskipun kami (penggagas<br />
antara dia dan Aalbers, atau Ghijsell tidaklah pernah melawan zaman<br />
selenggarakan. Ditanya tentang gerakan jongArsitek!) bertemu di ForumAMI,<br />
atau Pont? Atau ketika AMI sedang orde baru karena mereka masih<br />
apa yang sekarang sedang terjadi di dan sempat menggerakkan forum<br />
aktif-aktifnya, apakah ada gerakan lain bayi saat papa, om, dan tante dari<br />
Indonesia, Herlambang bercerita tentang tersebut untuk waktu yang tidak terlalu<br />
yang terjadi di masa itu? Apakah AMI AMI memberontak pada 1980-an.<br />
kami, dan apa yang kami lakukan. Lalu lama, sifat gerak AMI dan jongArsitek!<br />
adalah satu-satunya yang bergerak jongArsitek! boleh dikatakan mewarisi<br />
Abidin mungkin mulai mencari-tahu sangat berbeda. Perbedaan yang paling<br />
68 dan memberontak? Tidak adakah yang era baru (bukan era orde baru), sehingga<br />
lebih banyak tentang jongArsitek! dan mendasar: AMI muncul sebagai sebuah 69<br />
memberontak dari AMI di masa itu? mereka merasa dilahirkan sebagai<br />
PNAM2010. Yang Abidin tidak sempat perkumpulan arsitek-arsitek muda<br />
pemberontak di ruang hampa. Apa yang<br />
lakukan adalah mewawancarai salah satu yang dengan tegas dan jelas berusaha<br />
Saya tidak merasa ini sebagai<br />
mau diberontaki kalau kekuasaan lama<br />
diantara kami (penggagas jongArsitek) untuk melawan hegemoni perusahaan-<br />
kelemahan/kekurangan buku ini, saya sudah tidak ada, pusat telah melemah,<br />
mengenai motivasi, latar belakang, dan perusahaan besar dan menuju kepada<br />
melihat ini sebagai kekurangan bangsa ini politik tidak lagi dikomandoi, dan<br />
tujuan dari dibentuknya jongArsitek!. penjelajahan desain arsitek secara<br />
secara umum. Saya bisa membayangkan ideologi buka lagi masalah?”<br />
individual; jongArsitek! muncul pertama<br />
sulitnya mencari data dan informasi<br />
Sebagai seorang arsitek Indonesia kali sebagai sebuah majalah internet<br />
mengenai hal-hal yang sudah terjadi Semua poin yang dituliskan Abidin tepat.<br />
yang mengalami masa kejayaan AMi, gratisan yang berisi pemikiran beberapa<br />
bertahun lalu, di sebuah bangsa yang<br />
• Apalagi yang perlu<br />
saya curiga bahwa Abidin menduga arsitek muda. Sebuah majalah yang<br />
lebih terbiasa dengan budaya lisan. Dan<br />
diberontaki? Tapi apakah<br />
kami memiliki motivasi, tujuan dan hingga hari ini sudah terbit 23 edisi,<br />
dengan posisi tinggal penulis diluar kota,<br />
berontak adalah satu-satunya<br />
latar belakang yang sama dengan AMI. dengan lebih dari 100 kontributor dari<br />
kesulitan pengumpulan data tulis dan<br />
alasan untuk terbentuk dan<br />
Dari situlah saya menduga timbulnya dalam dan luar negeri.<br />
wawancara lisan, pasti sangat sulit untuk<br />
bergerak?<br />
kebingungan Abidin atas gerak operasi<br />
dilakukan. Meskipun begitu,<br />
• Mengapa kami harus<br />
jongArsitek!<br />
AMI membuat beberapa pameran<br />
sebagai sebuah pengantar sejarah<br />
berontak? Kami tidak pernah<br />
karya arsitek-arsitek anggotanya, yang<br />
arsitektur modern Indonesia, buku ini<br />
memiliki niat untuk berontak.<br />
Hal ini saya pikir sangat mungkin terjadi, mereka kurasi sendiri: Pameran Arus<br />
menjelaskan secara general perubahan<br />
• Jika apa yang kami lakukan<br />
mengingat sedikit sekali gerakan arsitek Silang di tahun 1993, Pameran karya<br />
pandangan, pendekatan desain dan<br />
dianggap sebagai sebuah<br />
muda yang terorganisir. ATAP adalah AMI tahun 1999, dan pameran AMI Next<br />
ketidakpuasan-ketidakpuasan yang<br />
pemberontakan maka itu<br />
sebuah kelompok belajar, bukan sebuah tahun 2004. Pameran-pameran yang<br />
terjadi selama kurang lebih 100 tahun<br />
sama sekali bukan niat awal<br />
gerakan terorganisir dengan tujuan berpengaruh besar bagi perkembangan<br />
kebelakang.<br />
kami.<br />
yang jelas dan terencana panjang,<br />
seperti yang pernah di tegaskan oleh<br />
arsitektur modern Indonesia.
“Belumlah jelas apakah jongArsitek!<br />
akan membangkitkan modernisme<br />
sosial jaman bung karno dan membawa<br />
arsitektur ke arena perdebatan<br />
mengenai keadilan sosial dan<br />
ketimpangan pembangunan yang sering<br />
mencemaskan hati romo mangun?”<br />
atau<br />
Generasi kami, adalah generasi yang<br />
berada diawal karir, ketika Cina, India<br />
dan negara-negara di timur tengah<br />
(kini rusia mengikuti) membangun<br />
dengan intensitas yang sangat tinggi.<br />
Beberapa mengatakan bahwa kecepatan<br />
pembangunan yang mereka lakukan<br />
itu, belum pernah ada presedennya.<br />
Kecepatan pembangunan yang tinggi<br />
ini, menuntut adanya banyak perencana<br />
yang terlibat.<br />
Di saat itu biro-biro arsitektur dari<br />
banyak negara banyak yang memiliki<br />
proyek di negara-negara ini. Di akhir<br />
masa kuliah saya, saya ingat sekali<br />
bagaimana kami dibombardir dengan<br />
Kecendrungan untuk ingin bekerja di luar<br />
negeri, rasanya sebagian didorong oleh<br />
publikasi arsitektur yang mulai marak<br />
dan beragam dimasa itu. Blog, website,<br />
dan berbagai majalah yang masuk ke<br />
Indonesia membawa banyak informasi<br />
mengenai biro-biro arsitektur yang hasil<br />
pemikirannya dirasa dan dipikir jauh<br />
lebih menarik daripada kebanyakan biro<br />
arsitektur di Indonesia saat itu. Sebagian<br />
lagi karena tentu, adanya tawaran<br />
untuk penghasilan yang lebih baik, dan<br />
pengalaman hidup berkota yang lebih<br />
baik pula.<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
jongArsitek! juga membuat beberapa “Mengambang dengan hati-hati<br />
banyak sekali publikasi yang memuat Bukan sebuah hal yang sulit untuk<br />
pameran, tapi dengan cara yang<br />
dan cemas di alam idealisme adalah<br />
rencana-rencana bangunan yang akan disadari, bahwa generasi kami tumbuh<br />
berbeda; Sebuah pameran karya hasil pemberontak-pemberontak muda pasca-<br />
dibangun di berbagai kota di Cina besar di kota yang gagal menyediakan<br />
workshop ruang tinggal dalam kota, reformasi, seperti jongArsitek! yang<br />
dan Timur Tengah. Di Asia tenggara, kesempatan bagi penduduknya, untuk<br />
sebuah pameran nasional arsitek muda lahir sebagai “midnight childern” yang<br />
Singapura adalah salah satu negara menikmati kota. Sementara kami<br />
yang di kurasi oleh tiga orang diluar dibesarkan pada zaman revolusi digital,<br />
yang biro-biro arsitekturnya banyak tumbuh besar dengan film-film yang<br />
jongArsitek! dan pameran wacana namun berusaha mencari leluhur dari<br />
mengerjakan proyek-proyek dengan memperlihatkan penduduk menjelajah<br />
rumah-rumah tanpa pintu yang<br />
kreativitas modernisme mereka.”<br />
skala besar, di negara-negara tersebut. kotanya dengan berjalan kaki, atau<br />
memperkenalkan peran penuh seorang<br />
Dengan hanya NUS, sebagai universitas sepasang muda-mudi yang duduk piknik<br />
kurator. Ketiga pameran ini tidak dibuat Sejujurnya, sebagai sebuah organisasi,<br />
yang memiliki jurusan arsitektur, biro- di taman sambil bercengkrama; Di kota<br />
khusus untuk arsitek-arsitek yang aktif di kami sama sekali belum memikirkan<br />
biro arsitektur di Singapura butuh lebih ini (dan banyak kota lain di Indonesia)<br />
jongArsitek! saja. Ada yang pesertanya hal-hal yang disebutkan oleh penulis<br />
banyak arsitek muda untuk direkrut. kita tidak pernah merasakan taman, dan<br />
didapatkan melalui proses kurasi<br />
diatas. Mungkin kami, secara organisasi,<br />
berjalan di kota dengan nyaman. Belum<br />
terbuka, ada yang melalui undangan. tidak akan pernah memikirkan hal-hal<br />
Mulai tahun 2006 ada tren untuk pergi lagi bagi yang tinggal di Jakarta, mustahil<br />
tersebut, entahlah.<br />
keluar negeri segera setelah selesai untuk berpindah dari satu titik ke titik<br />
jongArsitek! juga membuat beberapa<br />
kuliah S1. Baik itu untuk bekerja atau lain, tanpa merasakan antrian mobil,<br />
kuliah umum dari beberapa arsitek Ada beberapa hal yang saya pikir luput<br />
untuk sekolah lagi. Untuk apapun itu, yang terlalu sering terlalu panjang dan<br />
manca-negara, baik diproduksi oleh dari pengamatan abidin, hal-hal yang<br />
kecendrungan ini sangat lazim sekali melelahkan. Perasaan ingin merasakan<br />
jongArsitek! sendiri atau bekerja-sama setelah edisi pertama kami, menjadi<br />
terjadi pada banyak arsitek muda. kehidupan yang seperti itu, pasti terlintas<br />
dengan Ikatan Arsitek Indonesia. Kami perhatian serius jongArsitek!<br />
Bagi yang ingin bekerja Singapura atau di kepala banyak orang muda di masa<br />
70 juga membuat workshop desain, dan<br />
Eropa ada diantara tujuan utama. Bagi itu. Dan dengan situasi dunia yang<br />
71<br />
diskusi buku. Semua acara yang pernah Yang pertama adalah dinamika arsitektur<br />
yang ingin sekolah lagi, ada banyak membangun seperti saat itu, arsitektur<br />
kami produksi sendiri, tidak dipungut diluar indonesia, ketika kami mulai<br />
beasiswa yang ditawarkan oleh banyak memberikan kesempatan pada banyak<br />
biaya.<br />
memasuki alam praktek arsitek, sekitar<br />
negara di Eropa. Rafael Arsono, menulis arsitek muda dari Indonesia, untuk<br />
tahun 2005-2006.<br />
sebuah artikel berjudul “Eksodus” pada merasakan hidup yang seperti itu.<br />
Cara operasi yang mungkin belum<br />
jongArsitek! edisi 1.3 yang mencoba<br />
sempat diketahui oleh penulis inilah yang<br />
untuk sedikit menjelaskan fenomena ini. Kecenderungan untuk meninggalkan<br />
menurut kami membuat keberadaan<br />
Indonesia inilah yang membuat kami<br />
jongArsitek! di jaman ini, dalam<br />
khawatir akan terjadinya “brain drain”<br />
gambaran Abidin Kusno, menjadi seperti<br />
di Indonesia. Sebuah keadaan ketika<br />
mengambang. Dalam kata-kata Abidin:<br />
pemikiran tidak dapat lagi tertukar dan<br />
terbagi, dan gagasan baru tidak dapat<br />
lagi muncul, karena diskusi-diskusi<br />
kehilangan pesertanya.<br />
Sepanjang yang saya ingat, Paskalis<br />
yang pertama kali sadar tentang potensi<br />
hadirnya situasi “braindrain” ini. Lewat<br />
MSN Messenger, kami kemudian<br />
mendiskusikan apa yang bisa kami<br />
lakukan untuk mensiasati situasi ini.<br />
Paskalis kemudian melontarkan ide untuk<br />
membuat sebuah jurnal yang berisi karya
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
dan pemikiran arsitek-arsitek muda, Rafael di Milan, Paskalis di Edinburgh,<br />
Hal ini membuat saya pribadi gusar. melihat mereka sebagai tokoh diatas<br />
sehingga pemikiran-pemikiran mereka dan Saya di Beijing. Adi bekerja di<br />
Apa yang terjadi selama ini, sehingga awan, yang hasil pemikirannya selalu<br />
yang ada diluar negeri dapat tetap Singapura, Rafael sedang sekolah S2 di<br />
diskursus arsitektural antara arsitek- dikagumi. Melihat mereka mengantarkan<br />
tertukar dan terkomunikasikan. Kami Politecnico di Milano, Paskal mengikuti<br />
arsitek Indonesia dengan arsitek-arsitek pemikiran mereka tanpa perantara<br />
lalu memulai dari teman-teman terdekat workshop di Edinburg yang didapatkan<br />
dari negara-negara lain, seperti tidak halaman dan paragraf, juga bukan<br />
kami. Dan setelah ini, edisi pertama setelah meraih Urbane Fellowship<br />
pernah terjadi? Saya pribadi mencurigai, di dalam rekaman wawancara dan<br />
jongArsitek! muncul di bulan February Program; sedangkan saya ada di<br />
minimnya catatan tentang pemikiran- dokumenter, kami harapkan bisa menjadi<br />
tahun 2008. Dalam perkembangannya, Beijiing bersama Adi Purnomo untuk<br />
pemikiran arsitek-arsitek Indonesia sebuah pengalaman yang menyadarkan,<br />
kami pun lalu menyelenggarakan<br />
sebuah proyek di Mongolia, bernama<br />
adalah salah satu sebabnya. Kecurigaan bahwa semua pemikiran yang mereka<br />
workshop, diskusi terbuka, pameran, dan Ordos100. Edisi dan perjalanan inilah<br />
yang lain adalah, bahwa memang minim kagumi dari individu tersebut adalah<br />
kuliah-kuliah umum.<br />
yang membuat kami tersadar tentang<br />
sekali pemikiran arsitek-arsitek Indonesia pemikiran yang datang dari seorang<br />
absennya Indonesia di lingkar diskursus<br />
yang mengeksplorasi arsitektur, lebih manusia yang sama manusiawinya<br />
Nama jongArsitek! sendiri dipilih, arsitektur dunia, dan mengubah cara<br />
jauh dari sekedar apa yang dipesan oleh dengan kita semua. Bahwa siapa saja<br />
dengan alasan yang sebetulnya sangat kami beroperasi.<br />
klien.<br />
memiliki kesempatan yang sama untuk<br />
sederhana: kami saat itu masih muda<br />
menghasilkan pemikiran -pemikiran<br />
dan nama “muda” yang ditaruh setelah Ordos100 adalah sebuah proyek<br />
Dari sini, jongArsitek! lalu berniat untuk dengan kualitas yang sama pula.<br />
arsitek sudah terasosiasi dengan terlalu ambisius yang digagas oleh Cai Jiang<br />
membuka komunikasi dengan arsitek<br />
lekat kepada AMI. Jadi kami harus seorang taipan dari Cina. Di tanah<br />
dan desainer dari negara-negara lain. Kami berencana untuk terus melakukan<br />
mencari nama lain lagi. Terpilihlah seluas kurang lebih 2 hektar, 100 orang<br />
Komunikasi yang kami jarang sekali hal ini, dan jika semua situasi<br />
jongArsitek! karena kami pikir setelah arsitek dari 27 negara diundang untuk<br />
dengar dan rasakan sebelumnya. Bukan mendukung, dan memungkinkan, kami<br />
72 dulu ada jong-Java, jong-celebes, jong- mendesain sebuah rumah, dengan luas<br />
untuk dikenal di dunia, tapi untuk ingin melakukan hal yang lebih jauh 73<br />
ambon, mungkin tidak ada salahnya jika bangunan 1000m2. Seniman cina Ai Wei<br />
membuka dialog dengan para pelaku lagi, seperti mengajak arsitek-arsitek<br />
kami bergerak dengan identitas nama Wei, mendesain masterplan kawasannya,<br />
dari negara lain, agar peluang untuk Indonesia untuk berpartisipasi pada<br />
jongArsitek!<br />
dan Jacques Herzog dari biro Herzog &<br />
terbangunnya gagasan dan pemikiran acara-acara arsitektur internasional.<br />
DeMeuron, memilih ke-100 arsitek yang<br />
baru, dapat terbuka sedikit lebih lebar.<br />
Absennya Indonesia di lingkar diskursus diundang.<br />
Dari pemaparan diatas, rasanya<br />
arsitektur dunia.<br />
Kami mulai dengan mengundang<br />
bisa tergambar dengan jelas, bahwa<br />
Bertemu dengan banyak arsitek dari<br />
beberapa teman dari negara lain, untuk jongArsitek! bergerak bukan dengan<br />
Setelah edisi pertama kami terbit, kami berbagai negara, saya disadarkan<br />
berkontribusi di edisi-edisi jongArsitek!. perlawanan, sebagai motif utama. Bahwa<br />
hanya berfokus kepada pengumpulan kepada satu hal: bahwa arsitektur<br />
Setelah beberapa lama, kami lalu mulai kami kemudian dilihat sebagai “midnight<br />
materi untuk menyusun edisi berikutnya. Indonesia dan pemikiran-pemikiran<br />
mengundang arsitek-arsitek dari luar childern” yang hadir dalam sebuah<br />
Karena jarak antara kami ber-empat yang membentuknya, terlihat redup bagi<br />
Indonesia untuk datang ke Indonesia kekosongan kekuasaan dan idealisme<br />
(Paskalis, Nurhadi, Rafael dan saya) yang banyak arsitek dari negara lain. Arsitektur<br />
dan mengorganisasi sebuah presentasi desain, adalah sebuah pandangan yang<br />
berjauhan, semua kerja penyusunan, Indonesia tidak dibicarakan oleh arsitek-<br />
terbuka atau kuliah umum. Ada yang mungkin ada benarnya.<br />
dilakukan via email atau chatting di arsitek dari negara lain. Pemikiran-<br />
kami selenggarakan sendiri, beberapa<br />
Yahoo Messenger. Rafael dan Adi ada pemikiran arsitek dari Indonesia jarang<br />
kami selenggarakan, bekerja sama Apalagi setelah AMi?<br />
di Milan dan Singapura, di tahun-tahun sekali (jika bukan tidak pernah) didengar<br />
dengan Ikatan Arsitek Indonesia.<br />
awal jongArsitek!, Saya dan Paskalis ada atau dipelajari oleh arsitek-arsitek dari<br />
Setelah apa yang diperjuangkan AMi<br />
di Jakarta.<br />
Negara lain. Arsitektur di Indonesia<br />
Mengundang arsitek-arsitek luar negeri (untuk menanamkan keyakinan bahwa<br />
adalah hal yang asing bagi banyak<br />
yang pemikirannya sering kali dikonsumsi menjelajahi desain adalah hal yang harus<br />
Satu edisi jongArsitek! disusun ketika arsitek dari negara lain. Kebanyakan<br />
oleh arsitek-arsitek Indonesia kami dilakukan oleh para arsitek Indonesia)<br />
kami ber-empat ada di 4 kota yang bahkan tidak pernah mengetahui bahwa<br />
anggap perlu untuk dilakukan, agar telah diterima oleh sekian banyak<br />
berbeda. Nurhadi ada di Singapura, Indonesia memiliki arsitektur modern.<br />
arsitek-arsitek Indonesia tidak selalu khalayak di generasi setelah mereka,
hal wajar yang berikutnya dilakukan,<br />
adalah memberitakan penjelajahanpenjelajahan<br />
yang dilakukan oleh arsitekarsitek<br />
muda setelah mereka, bukan?<br />
Apakah pandangan untuk terus<br />
menjelajahi desain, adalah pandangan<br />
yang perlu dilawan?<br />
Kami pikir, ini adalah pandangan<br />
general, yang bersifat divergen, dan<br />
seharusnya merupakan ajakan untuk<br />
terus melakukan eksplorasi desain. Jika<br />
ingin melawan pandangan ini, berarti<br />
kami harus ber-tidak-setuju dengan<br />
keyakinan bahwa desain adalah sesuatu<br />
yang tidak harus dieksplorasi dan tidak<br />
harus dijelajahi. Ber-tidak-setuju dengan<br />
pandangan ini, adalah sebuah sikap yang<br />
kontra-produktif.<br />
AMi dengan subtil, sebetulnya, telah<br />
menghentikan perlawanan intergenerasi.<br />
Kini, kami bereksplorasi.<br />
Namun “perlawanan” bukan berarti<br />
tidak lagi ada. Perlawanan, justru makin<br />
banyak dan makin marak. Tapi kini,<br />
bukan lagi dengan generasi sebelumnya.<br />
Perlawanan yang mendefinisi<br />
modernisme arsitektur Indonesia (seperti<br />
yang digambarkan Abidin) kini, ada di<br />
sesama arsitek dalam lingkar generasi<br />
yang tidak terlalu jauh terpaut.<br />
Pandangan-pandangan dari arsitekarsitek<br />
yang tidak pernah berkumpul<br />
dalam satu kelompok atau organisasi<br />
atau paguyuban, makin banyak.<br />
Ketidak-setujuan pun makin marak.<br />
Komentar-komentar yang simpang siur<br />
di media sosial internet, saya pikir bisa<br />
memperlihatkan hal ini.<br />
Perlawanan-perlawanan juga hadir<br />
sebagai reaksi terhadap mediokritas yang<br />
making menjangkiti semakin banyak<br />
bidang profesi di negara ini. Saya pikir, ini<br />
adalah musuh bangsa ini sekarang.<br />
Mediokritas yang hadir mulai dari<br />
tulisan-tulisan di banyak publikasi<br />
dengan oplah besar, yang makin hari<br />
makin kehilangan pokok kritis penulis;<br />
karya pas-pas-an arsitek terlalu muda,<br />
yang dipublikasi dengan oplah besar;<br />
hingga puji-pujian berlebihan untuk<br />
sebuah hasil kerja tanpa inovasi, minim<br />
eksplorasi, dan kehilangan gagasangagasan<br />
diluar permintaan klien,<br />
yang terhubung erat dan membentuk<br />
arsitektur.<br />
Hari-hari ini juga, kami perlu melawan<br />
keadaan profesi arsitek yang tidak<br />
dilindungi oleh undang-undang arsitek.<br />
Hari-hari ini juga, kami perlu melawan<br />
invasi arsitek-arsitek luar negeri yang<br />
makin marak bekerja di negara ini.<br />
Hari-hari ini juga, kami perlu melawan<br />
kemelut dalam ikatan profesi, yang<br />
membuat kami mengalami kekosongan<br />
kepemimpinan selama 7 bulan. Konflik<br />
yang sisa-sisanya masih terasa.<br />
Juga kami perlu melawan kualitas<br />
pendidikan arsitektur di banyak<br />
universitas di Indonesia, yang mutunya<br />
jauh lebih rendah dari kebanyakan<br />
jurusan arsitektur di universitasuniversitas<br />
lain di seluruh dunia.<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
Ada banyak hal yang kini perlu dilawan, agar modernitas dalam arsitektur<br />
Indonesia, bukan lagi dilihat sebagai keberhasilan sebuah gagasan desain<br />
untuk dibangun dan lalu mempengaruhi banyak arsitek hingga beberapa<br />
generasi setelahnya. Modernitas arsitektur Indonesia di masa depan,<br />
harus berarti tercapainya sebuah kondisi belajar dan bekerja, yang<br />
memungkinkan gagasan-gagasan desain yang inovatif dan eksploratif,<br />
untuk dapat dihasilkan oleh sebanyak-banyaknya arsitek Indonesia.<br />
Untuk modernisme yang seperti itulah, kami harap bisa mengajak<br />
sebanyak-banyak rekan untuk bekerja.<br />
74 75
Chu Hai College<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
__<br />
Project: New campus for Chu Hai College Hong<br />
Kong<br />
Status: Construction<br />
Client: Chu Hai College<br />
Location: Castle Peak Road, New Territories, Hong<br />
Kong<br />
Site: 16,500m2<br />
Program: 28,000m2 of educational facilities<br />
including library, classrooms, offices, studios,<br />
cafeteria, lecture theatres, gym, staff accommodation<br />
Partner in charge: Rem Koolhaas, David Gianotten<br />
Associate: Michael Kokora<br />
Team: Juan Minguez, Ted Lin, Patrizia Zobernig,<br />
Ken Fung, Catharine Ng, Mike Lam and Ka Tam<br />
Competition team: David Gianotten and Chris van<br />
Duijn, together with Sam Aitkenhead, Jing Chen,<br />
Vilhelm Christensen, Alessandro De Santis, Pscal<br />
Hendrickx, Matthew Jull, Michael Kokora, Jedidah<br />
Lau, Dirk Peters, Koen Stockbroekx, Leonie Wenz,<br />
Patrizia Zobernig<br />
COLLABORATORS<br />
Project architect: Leigh & Orange<br />
Hard and soft landscape consultant: Team 73 HK<br />
Civil, geotechnical, structural and building<br />
services engineer: Mott MacDonald UK<br />
Structural facade consultant: Corus<br />
Quantity surveyor: WT Partnership HK<br />
Image courtesy of OMA The images may not be passed to any third parties without further permission.
Three imperatives drive the concept<br />
for Chu Hai College’s new campus: a<br />
compressed time frame of two years for<br />
completion, the natural beauty of the site<br />
– a verdant hill overlooking Castle Peak<br />
Bay in Hong Kong’s New Territories –<br />
and Chu Hai’s venerable history (starting<br />
in 1947) of multidisciplinary education.<br />
The campus consists of education facilities<br />
for three faculties (with 10 departments)<br />
and two research centres over a gross floor<br />
area of 28,000m2. Seventy-five percent of<br />
this space is concentrated in two parallel<br />
horizontal slabs, which are each eight<br />
stories high. The slabs are conceived with<br />
speed and ease of construction in mind:<br />
all structural elements are on the exterior,<br />
liberating the floor plane for ultimate<br />
flexibility.<br />
78<br />
The slabs are connected by a ‘mat’ of stairs<br />
and platforms that criss-cross between the<br />
79<br />
buildings, acting as a circulation space<br />
for the campus and following the natural<br />
slope of the site towards the sea. Campus<br />
life is concentrated on the mat, which<br />
facilitates encounters between staff and<br />
students from different departments and<br />
offers views of the sea, the surrounding<br />
hills, and also, thanks to the aerated<br />
facades of the slabs, into the inner life of<br />
the college itself.<br />
Copyright OMA<br />
Beneath the mat, the ‘plinth’ runs between<br />
the two slabs, beginning at ground level<br />
and rising to the fourth floor. It is a multilevel<br />
network of intricate spaces – in<br />
contrast to the simplicity of the slabs –<br />
including a cluster of four lecture theatres,<br />
a cafeteria, gym, and, at the core of the<br />
college, the library.<br />
Copyright OMA<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi
Copyright OMA Copyright OMA<br />
Copyright OMA<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
80 81<br />
Copyright OMA
82<br />
jongJelajah! @ Archifest 2012<br />
HousetheHouse, jongArsitek! BikeBDG, Vidour<br />
Mega Urban Picnic<br />
October 2012, Singapura<br />
foto oleh : Archifest 2012, BikeBDG<br />
jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />
83