03.03.2013 Views

2kXlnFflk

2kXlnFflk

2kXlnFflk

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

“today, great architecture<br />

is also designed by instinct<br />

and... in unison by nature.<br />

The high technology and<br />

complicated materialism is<br />

just an enormous mantle.<br />

which clothes the idea.<br />

Underneath, the instinctive<br />

solution is still there. ”<br />

(Le Corbusier )<br />

jongArsitek!<br />

jongarsitek@gmail.com<br />

Selamat menikmati.. Desain menginspirasi<br />

Except where otherwise noted, content on this magazine is<br />

licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 License<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

3


jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Kontributor<br />

tanpa basa basi, anda bisa mengecek profil mereka cari langsung<br />

ke Facebook dan media sosialweb lainnya.<br />

Angga Rossi<br />

Ara Studio<br />

Ariko Andikabina<br />

Danny Wicaksono<br />

Effan Adhiwira<br />

Noerhadi<br />

OMA/Rem Koolhas<br />

Paskalis Khrisno Ayodyantoro<br />

Putri Kusumawardhani<br />

Robin Hartanto<br />

Rofianisa Nurdin


p4<br />

jongEditorial<br />

sambutan dari redaksi kita<br />

p12<br />

jongReportase<br />

Jelajah : Meningkatnya Penglana Arsitektur<br />

p24<br />

p8<br />

jongFoto<br />

p18<br />

jongTulis<br />

Ikan dan Ikon<br />

jongTulis<br />

Menghuni Vertikal<br />

p28<br />

jongGagasan<br />

10 Proyek Arsitektur dan Kota untuk Indonesia<br />

p32<br />

jongTulis<br />

Kolasa : Sebuah Catatan Sederhana<br />

p36<br />

jongTulis<br />

Ruang Dalam Kota<br />

p42<br />

jongKarya<br />

Poso Architecture Now<br />

p48<br />

jongKarya<br />

U Shape Culvert House<br />

p52<br />

jongTulis<br />

Arsitektur Naungan<br />

p66<br />

jongTulis<br />

Catatan untuk “Zaman Baru Generasi Modernis-Sebuah Catatan Arsitektur”;<br />

Sebuah Reaksi.<br />

p76<br />

jongKarya<br />

Chu Hai College<br />

daftar isi


8 9<br />

beton


10 11<br />

past present tense


12<br />

Jelajah :<br />

Meningkatnya Penglana Arsitektur<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Paskalis Khrisno Ayodyantoro<br />

13.00 1/11/12<br />

Beberapa orang tampak sibuk berlalu lalang, masing<br />

masing mengeratkan jaket dan syalnya, memasukkan<br />

tangan kedalam saku, berjalan cepat menuju<br />

tujuannya. Hari ini cuaca mencapai 11 derajat<br />

celcius. Di stasiun St. Charles, Marseilles, semua<br />

tampak tergesa. Bangunan tua yang dapat mengakomodasi<br />

12 lajur kereta ini sedang diperbaiki dan<br />

ditambah daya tampungnya. Stasiun ini sedang menambahkan<br />

dengan program lain agar pengunjung<br />

lebih nyaman dan mudah berpindah antar moda.<br />

Marseilles, kota yang seharusnya tidak ada dalam<br />

jadwal, terpaksa di singgahi karena tiket bis<br />

langsung dari Venice ke Paris habis terjual disebabkan<br />

libur akhir pekan di seluruh Perancis. Setelah<br />

mencari informasi melalui internet, maka pilihan<br />

perjalanan ditetapkan dengan menggunakan<br />

13


14<br />

bis Eurolines menuju Nice dari Venice kemudian<br />

dilanjutkan dengan menggunakan kereta<br />

ke Paris singgah di Marseilles.<br />

Setelah melewati badai salju di Mondovi, Italia,<br />

terdampar tengah malam di Nice, Prancis,<br />

Merasakan kota tua di Prague, dan mengalami<br />

deret bangunan Modern di Berlin, Jerman, selalu<br />

ada pengalaman baru dalam satu perjalanan<br />

yang menggugah indera atau hati.<br />

Lain lagi yang berkesan adalah ketika berjumpa<br />

dengan kota Nice. Kota yang menyenangkan.<br />

Lebar jalan 4 meter di kota ini lebih<br />

banyak digunakan untuk kendaraan satu arah,<br />

dengan lebar jalan pedestrian yang hampir<br />

sama besarnya untuk kendaraan bermotor.<br />

Tram tram berseliweran dan gedung-gedung<br />

rendah setinggi 3-5 lantai. Dengan berjalan<br />

sedikit dari pusat kota, kita dapat menemukan<br />

pantai panjang dengan taman taman berdampingan<br />

dengan jalur kereta listrik dan daun<br />

daun pohon oak berwarna kuning berguguran<br />

seperti kota menjadikan manusia sebagai sahabatnya.<br />

Begitu juga pada tahun 2011 ketika di Tokyo,<br />

ketika rombongan tersesat dalam huruf-huruf<br />

kanji bertebaran di gedung gedung Shinjuku,<br />

tiba-tiba saja seorang ibu Jepang tidak terlalu<br />

muda, tersenyum dan mencoba berbahasa<br />

inggris menghampiri kami menawarkan bantuan<br />

dan berakhir memaksa mengantarkan<br />

kita ke tempat yang ingin kita tuju.<br />

Lain di Tokyo dan Nice, di Waerebo, Flores<br />

2008, setelah berjalan dan mendaki cukup<br />

lama sekitar 3 jam dari desa terdekat, bangu-<br />

nan seperti keong yang hampir punah, ternyata<br />

adalah salah satu tempat tinggal penduduk<br />

teramah yang bisa kita temukan di Indonesia.<br />

Penduduk dengan kebijakan untuk membatasi<br />

diri terhadap pengaruh modern, tetap tinggal<br />

di atas gunung menjaga warisan. Di bangunan<br />

berbentuk keong rakasasa ini juga kita mengenal<br />

bagaimana udara mengalir, meresap dari<br />

bawah panggung bangunan menjadi oksigen<br />

kayu bakar dan mengalirkan kembali meresap<br />

keatas lewat sela sela atap ijuk sekaligus<br />

menghangatkan rumah dan mengawetkan<br />

material atapnya.<br />

Perjalanan selalu menghasilkan hal hal spontan<br />

dan kejutan, begitulah rasanya ia menjadi<br />

sebuah satu titik dalam hidup yang dirindukan<br />

untuk selalu di ulang.<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

[2]<br />

Perjalanan selalu<br />

menghasilkan hal<br />

hal spontan dan<br />

kejutan, begitulah<br />

rasanya ia menjadi<br />

sebuah satu titik<br />

dalam hidup yang<br />

dirindukan untuk<br />

selalu di ulang.<br />

Pada masa sekarang, perjalanan adalah kegiatan<br />

yang semakin mudah dilakukan. Sebelum<br />

periode abad ini, perjalanan adalah bayangan<br />

yang menakutkan karena kesulitannya. Batas<br />

tempat yg tak jelas, keamanan dan informasi<br />

yang tidak akurat, kendaraan umum yang<br />

belum lengkap dan waktu tempuh yang tidak<br />

jelas, membuat manusia mengurungkan niat<br />

karena membutuhkan energi dan biaya yang<br />

besar untuk melakukan perjalanan.<br />

Sebagai contoh, Han Awal seorang arsitek senior<br />

bercerita pada tahun 1950-an mengungkapkan<br />

ketika pertama kali ke eropa membutuhkan<br />

waktu yang tidak sedikit. Setidaknya<br />

dibutuhkan waktu hingga 1 bulan menggunakan<br />

kapal laut besar dari Jakarta dan beberapa<br />

15


16<br />

kali singgah di pelabuhan besar tanpa mengetahui<br />

informasi lokasi begitu sampai di negeri<br />

Belanda saat itu.<br />

Setelah revolusi informasi, dunia yang semakin<br />

datar karena internet dan cepatnya data berpindah,<br />

merencanakan perjalanan jauh lebih<br />

mudah. Manusia kini bisa memilih perjalanannya<br />

melalui ulasan-ulasan metoda dan lokasi<br />

perjalanan melalui situs website, melakukan<br />

pemesanan transportasi dan penginapan dengan<br />

cepat lewat komputer. Perjalanan menjadi<br />

sebuah kemudahan. Kemewahan bagi mereka<br />

yang memiliki waktu sempit.<br />

Dari sekian banyak situs online seperti Tripadvisor<br />

dan Lonely planet, mereka menyediakan<br />

informasi secara online hingga buku cetak<br />

tentang tempat-tempat di seluruh dunia.<br />

Jadwal-jadwal transportasi seperti penerbangan<br />

dan harganya dengan mudah kita akses di<br />

alamat online seperti skyscanner hingga situs<br />

yang menyediakan informasi dan pemesanan<br />

hotel seluruh dunia seperti agoda.com dan<br />

booking.com.<br />

Semaraknya perjalanan dan industri turis ini<br />

juga berdampak pada arsitektur. Arsitektur<br />

menjadi tujuan. Arsitektur dan kota menjadi<br />

salah satu alasan manusia berpindah tempat<br />

dan mencari pengalaman baru. Dari Menara<br />

Eiffel di Paris hingga Museum Guggenheim di<br />

Bilbao, Spanyol, dari kota tua di Prague hingga<br />

La Rambla di Barcelona.<br />

[3]<br />

Bagi arsitek, perjalanan arsitektur adalah salah<br />

satu usaha mencari inspirasi dan sekaligus<br />

merasakan langsung sang bangunan dan mengamati<br />

dampaknya terhadap indera, tubuh,<br />

hingga kota. Perjalanan dengan spesifik tujuan<br />

arsitektur dan kota ini kemudian berdampak<br />

bermunculannya website seperti mimoa.<br />

com. Mahasiswa dan Arsitek saat ini semakin<br />

dimudahkan untuk melakukan perjalanan arsitektur,<br />

berkat revolusi informasi melalui internet.<br />

Perjalanan Arsitektur yang terkenal salah satunya<br />

adalah Le Corbusier. “Perjalanan ke Timur”<br />

salah satu buku Le Corbusier menceritakan<br />

bagaimana akhirnya ia memilih menjadi<br />

arsitek setelah mengunjungi Parthenon dan<br />

Gunung Athos di Yunani. Lain halnya Tadao<br />

Ando, salah satu arsitek Jepang ini, mengaku<br />

terinspirasi menjadi arsitek setelah melihat<br />

kerusakan perang dunia kedua di Jepang,<br />

ia memilih lebih praktikal untuk melakukan<br />

perjalanan ke eropa (Partheon dan bertemu<br />

Le Corbusier) dan melihatnya sendiri daripada<br />

belajar di kampus karena pada saat itu tidak<br />

ada biaya.<br />

Alasan ini juga yang membawa arsitek Ridwan<br />

Kamil membuat program Urbane Fellowship<br />

Program, dengan visi “melahirkan arsitek-arsitek<br />

handal yang dapat berkarya dan membawa<br />

kota-kota di Indonesia duduk sejajar<br />

dengan kota-kota kelas dunia di dalam persaingan<br />

global yang semakin ketat”. Tak Salah,<br />

ia sendiri merasakan efek perjalanan terhadap<br />

dirinya dan ingin menularkan semangat tersebut<br />

pada generasi baru. “Melihat dunia telah<br />

mengubah perspektif saya terhadap arsitektur<br />

dan kota” ungkapnya.<br />

Saat ini, biro-biro muda yang di pimpin seperti<br />

Andra Matin dan Yori Antar menempatkan<br />

perjalanan arsitektur sebagai salah satu cara<br />

pengembangan arsitek-arsiteknya melalui program<br />

kantor tahunan. Tradisi yang telah dirintis<br />

mereka melalui “Jelajah” di forum Arsitek<br />

Muda Indonesia, selalu menumbuhkan catatan<br />

perjalanan dan inspirasi baru. Yori sebagai<br />

contoh, setelah melakukan perjalanan ke<br />

pelosok Indonesia selama beberapa tahun, ia<br />

kemudian tergerak mengembangkan Rumah<br />

Asuh, sebuah usaha untuk menyelamatkan<br />

kebudayaan dan arsitektur setempat yang masih<br />

hidup.<br />

[4]<br />

Gunawan Tjahjono dalam satu artikel di Buku<br />

Tegang Bentang mendefinisikan tentang jelajah<br />

sebagai “penelusuran suatu wilayah baru<br />

yang kemudian penjelahnya kemudian me-<br />

nimba dari situ suatu pengalaman baru dan<br />

menerapkannya ke dalam perancangan…”<br />

Penjelajahan arsitektur kemudian menjadi<br />

bermanfaat bila menumbuhkan satu perubahan<br />

yang lebih baik bagi yang mengalaminya.<br />

Hal ini ditambahkan oleh Gunawan Tjahjono,<br />

“penjelajah tulen seperti Le Corbusier, Khan,<br />

Tadao Ando, Eisenman dan Robert venture<br />

adalah contoh yang mampu melawan benteng<br />

dalam diri untuk keluar dari pakem yang ada<br />

setelah melakukan penjelajahan arsitektur.”<br />

Kerumitan masalah arsitektur hingga kota tidak<br />

semudah mensolusikan dengan membayangkan<br />

melalui gambar dan desain, bahkan<br />

sebelum merancang, arsitek setidaknya perlu<br />

mengalami dan mensurvey tapak rancangannya.<br />

Jelajah arsitektur disini diperlukan sebagai<br />

pengamatan dari dunia yang baru, membentuk<br />

kita sebagai manusia yang lebih terbuka<br />

terhadap opsi lain. Jelajah arsitektur memungkinkan<br />

kita merasakan pengalaman langsung<br />

terhadap kondisi lingkungan binaan atau alam<br />

yang telah terbentuk dan merasakan akibat<br />

langsungnya. Melalui penjelajahan ke tempat<br />

tempat baru, kita mengalami langsung hubungan<br />

dan dampak antara arsitektur dengan manusia,<br />

lebih luas lagi dengan kota.<br />

Seperti pengantar perjalanan andramatin dan<br />

rekan-rekannya dalam buku lawatannya ke<br />

Jepang, HAIKK; “Setiap perjalanan pendek ke<br />

Jepang telah menjadi ‘kursus-kursus’ singkat<br />

yang semakin lama semakin dalam. Ini bukan<br />

sekolah formal untuk ambil S2, tetapi sekolah<br />

non formal untuk mengalami kebudayaan negara<br />

tetangga, dimana hal-hal yang baik dapat<br />

dijadikan teladan yang bisa diterapkan bagi<br />

bangsa ini. Melawat ke Jepang adalah kayu api<br />

pembakar semangat membangun negeri.”<br />

Penjelajahan ke negeri lain dan ke negeri<br />

sendiri adalah proses menggali pengalaman,<br />

mengenal hal baru, memiliki standar baru,<br />

bermimpi dan merealisasikan hasil yang lebih<br />

baik Penjelahan merupakan untuk memahami<br />

kapasitas diri, dan memahami yang terjadi<br />

di luar. Membuka diri kita sendiri untuk terus<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

belajar dan mau menerima hal dan ide baru,<br />

yang memperkaya pengetahuan. Ide, inspirasi<br />

dan pengalaman tersebut adalah kekayaan<br />

diri, memperkaya kosakata hidup dan menjadi<br />

sebuah pilihan dalam berkarya. Perjalanan<br />

jauh yang mebawa kita kembali ke titik awal.<br />

disamping itu, ternyata ada hal yang lebih besar<br />

dari perjalanan itu sendiri, karena sejatinya,<br />

Life is a journey. :)<br />

Penjelahan merupakan<br />

cara untuk memahami<br />

kapasitas<br />

diri, dan memahami<br />

yang terjadi di luar.<br />

17


ikan yang jadi ikon<br />

Robin Hartanto<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Langit pagi itu separuh gelap. Seekor ikan<br />

raksasa tampak melayang di atas daratan. Kulitnya<br />

hitam gosong bercampur kuning, seperti<br />

terbakar tapi tak rata. Ia tidak tampak sedap,<br />

malah mulutnya menganga seperti ingin melahap.<br />

18<br />

Tiba-tiba, dari mulut ikan raksasa itu, satu-satu<br />

wanita muncul. Jumlah mereka enam—semua<br />

tampak muda dengan gaun berkilau. Perlahan<br />

mereka berjalan, menari dalam tempo lambat,<br />

menyusuri dek merah muda yang terjulur<br />

dari mulut ikan.<br />

19<br />

http://www.bfi.org.uk/sites/bfi.org.uk/files/styles/15_columns/public/image/act-of-killing-2012-001-pink-dancers-exiting-fish.jpg


20<br />

Adegan itu adalah cuplikan pembuka film<br />

The Act of Killing (TAoK), film dokumenter<br />

yang disutradarai Joshua Oppenheimer, yang<br />

mendokumentasikan proses pembuatan film<br />

lain berjudul Arsan dan Aminah. Sementara<br />

Arsan dan Aminah adalah film “rekonstruksi”<br />

pembantaian para pejuang PKI. Menariknya,<br />

sutradara dan pemeran Arsan dan Aminah,<br />

yaitu Anwar Congo, adalah betul-betul algojo<br />

para pejuang PKI di Medan. Di film itu, ia menceritakan<br />

pembunuhan-pembunuhan yang ia<br />

lakukan di masa lalu, dengan amat santai.<br />

Awalnya saya menganggap adegan ikan tersebut<br />

sebagai gurauan belaka. Namun, adegan<br />

janggal tadi tidak hanya muncul sekali.<br />

Pada versi 115 menit TAoK, adegan sejenis<br />

itu muncul lima kali, yaitu satu kali di awal<br />

(0:00:37), tiga kali di tengah (0:40:00, 1:02:00<br />

dan 1:20:30), dan satu kali di akhir (credit/01:54:00).<br />

Kelimanya adalah titik krusial.<br />

Mengapa adegan sureal itu sangat penting<br />

hingga Joshua mengulangnya berkali-kali?<br />

***<br />

Selepas menonton film tersebut, saya justru<br />

teringat pada Frank Gehry, arsitek tenar itu.<br />

Gehry adalah seorang fish fetish i . Dia lah arsitek<br />

yang membuat ikan menjadi binatang paling<br />

penting bagi dunia arsitektur sekarang ini,<br />

melampaui bebeknya Robert Venturi.<br />

Alasan akademis Gehry dalam mengeksplorasi<br />

ikan—yang sebetulnya akan terdengar naif,<br />

tapi, ya, selamat datang di dunia arsitektur—ia<br />

nyatakan sebagai tindakan subversif terhadap<br />

mainstream post-modern saat itu yang sedang<br />

rajin mengutak-atik sejarah.<br />

“Saya sedang mencari cara untuk memanusiakan<br />

kualitas dekorasi tanpa melakukan<br />

dekorasi itu sendiri. Saya marah dengan itu—<br />

semua hal-hal bersejarah, dan segala campurannya.<br />

Saya berkata pada diri saya, jika kamu<br />

harus kembali ke belakang, mengapa tidak<br />

kembali ke 300 juta tahun lalu sebelum ada<br />

manusia, yaitu ikan? Dan saat itu saya mulai<br />

mengutak-atik ikan. Saya memikirkannya, mulai<br />

menggambarkannya, dan saya menyadari<br />

bahwa mereka arsitektural, menyampaikan<br />

pergerakan sekalipun mereka sedang tidak<br />

bergerak.” ii<br />

Gehry seperti jatuh cinta pada ikan, dan kemudian<br />

mengabadikan mereka pada karya-karya<br />

arsitekturnya.<br />

Salah satu ikan pertamanya terdapat pada<br />

rancangan ekstensi Smith House (1981). Ia berupa<br />

patung di depan massa bangunan utama.<br />

Sayang, rancangan bangunan itu pada akhirnya<br />

ditolak karena tidak seperti rumah iii .<br />

Di Kobe, ikan rancangannya dibangun sebagai<br />

bagian dari bangunan restoran yang ada<br />

di sampingnya (Fishdance Restaurant, 1986-<br />

1987). Tingginya mencapai dua puluh meter,<br />

cukup raksasa untuk seekor ikan. Perutnya<br />

sedikit terbenam di dasar lantai. Badannya<br />

melengkung. Ekor dan kepalanya menjulang.<br />

Ikan pertama yang ia rancang untuk dihuni<br />

adalah desain untuk Lewis House di Lyndhurst,<br />

Ohio (1989-1995). Ada dua versi rancangan<br />

untuk rumah ini iv . Pada versi pertama, tampak<br />

satu massa bangunan berbentuk seperti<br />

paus hitam. Sementara pada versi kedua,<br />

barulah ekspresi wujud ikan muncul. Massa<br />

bangunannya mengesankan ikan yang sedang<br />

melompat ke permukaan air. Di dasar massa<br />

tersebut terdapat kolam besar yang tadinya<br />

tidak ada pada versi pertama.<br />

Selanjutnya adalah ikan tembaga yang berdiam<br />

di Spanyol, dirancang untuk Olimpiade<br />

Barcelona 1992. Ia merupakan patung<br />

ikan raksasa yang ditempatkan di depan waterfront.<br />

Ia menjadi penting karena menandai<br />

kali pertama Gehry menggunakan CATIA—perangkat<br />

lunak yang sejatinya digunakan untuk<br />

perancangan pesawat.<br />

Guggenheim Museum Bilbao, tidak perlu diragukan<br />

lagi, adalah ikan yang paling melejitkan<br />

namanya. Phillip Johnson, salah seorang nabi<br />

arsitektur modern, memujinya sebagai “greatest<br />

building of our time”.<br />

Ikan Bilbao terbuat dari 33.000 lembar titanium<br />

dengan tebal 0,5 milimeter. Sekalipun<br />

bentuknya lebih abstrak ketimbang ikan-ikan<br />

sebelumnya, Gehry tidak memungkiri bahwa<br />

ia mengambil bentuk dan tekstur ikan. Ada<br />

yang mengatakan ikan ini mirip kapal perang,<br />

atau pesawat alien. Apapun. Buat Gehry, itu<br />

tetap ikan.<br />

***<br />

Bangunan ikan pada TAoK tentu saja bukan<br />

dirancang oleh Gehry. Tidak tentu juga apakah<br />

pembuat ikan TAoK jangan-jangan pernah<br />

berjalan-jalan ke Kobe lalu terinspirasi dari restoran<br />

ikan Gehry.<br />

Ikan TAoK berada di Parapat, Sumatera Utara.<br />

Anonymous, salah seorang kru film The Act<br />

of Killing, menceritakan, “Itu adalah bekas<br />

restoran ikan mas bakar yang sudah lama tutup.<br />

Konon, pasokan ikannya didatangkan dari<br />

tambak-tambak di danau Toba yang terlihat di<br />

belakangnya.” v<br />

Ia terdiri dari tiga lantai dan terbuat dari beton<br />

cor. Pintu masuk berada pada mulut ikan.<br />

Ruangan di dalamnya kosong, hanya menyisakan<br />

kolom-kolom beton dan tangga menuju<br />

lantai atas. Dinding cor bagian dalam dicat<br />

putih. Bentuknya melengkung seperti tubuh<br />

ikan, tetapi sudah kotor dan penuh coretan<br />

vandal vi.<br />

Dari deskripsi tersebut, tampak jelas bahwa<br />

ikan TAoK betul-betul semacam bebek Venturi.<br />

Pemilik restoran itu ingin menyampaikan<br />

apa yang ia jual, yaitu ikan mas, dengan cara<br />

yang sungguh literal. Bangunan menandakan<br />

ikan dan ikan menandakan restoran ikan. Ia<br />

hendak menjadikan bangunan itu sebagai<br />

ikon—representasi visual dari apa yang ia jual.<br />

Entah mengapa ia lalu gagal laku. Mungkin<br />

masakannya kurang enak.<br />

Terry Smith, profesor di University of Pittsburgh,<br />

pernah menelaah arsitektur semacam ini.<br />

Ia memakai istilah iconomy, paduan icon dan<br />

economy. “Arsitektur selama berabad-abad<br />

jongArsitek! jongArsitek! Edisi 3.3, Edisi 2010 23 | | desain menginspirasi<br />

menghadirkan citra ekonomi (iconomy) dengan<br />

kunci penanda, dengan pemangku kepentingan<br />

yang mencari cara untuk menangkap<br />

citra (image), mengikatnya ke dalam satu tempat,<br />

satu brand, dan satu tujuan vii .” Hasilnya<br />

adalah obyek yang terutama hadir sebagai<br />

tontonan.<br />

Guggenheim Museum Bilbao adalah contoh<br />

paling mutakhir arsitektur tontonan itu, dan<br />

Hal Foster mempertegasnya. Tiga puluh tahun<br />

lalu Guy Debord, pendiri Situationist International<br />

yang mahsyur itu, berkata, “Spektakel<br />

(pertunjukan’ atau ‘tontonan’; akar kata dari<br />

spektakuler) adalah kapital yang berakumulasi<br />

sampai derajat tertentu hingga menjadi citra<br />

(image)” viii . Dengan kehadiran Gehry, dan<br />

juga arsitek-arsitek lain yang mampu menghadirkan<br />

ikon-ikon instan yang atraktif, Hal Foster,<br />

kritikus dan sejarawan seni, menyatakan<br />

bahwa kini kebalikannya pun dimungkinkan:<br />

spektakel adalah citra (image) berakumulasi<br />

sampai derajat tertentu hingga menjadi kapital<br />

ix .<br />

Kita tidak kekurangan ikon semacam itu. Malmal<br />

beradu wajah untuk bisa merebut hati pelanggan.<br />

Proyek-proyek CBD tak pernah lupa<br />

menjelaskan kehadirannya sebagai “ikon baru”<br />

dalam brosur pemasarannya. Mengundang arsitek<br />

tenar dari luar, seperti ketika Peruri mengundang<br />

MVRDV untuk merancang Peruri 88,<br />

juga menjadi salah satu strategi menghadirkan<br />

“a new landmark icon for Jakarta”.<br />

Menjiplak persis ikon-ikon di luar negeri juga<br />

menjadi praktek umum, seperti yang dilakukan<br />

Kota Wisata Cibubur. Spektakel-spektakel<br />

dunia seperti Colosseum dan Sphinx bisa<br />

dihadirkan dengan cueknya di sana, tanpa<br />

perlu susah-payah memikirkan rancangan dan<br />

konteks.<br />

Tetapi, bagi Gehry sendiri, betulkah ikon ikanikan<br />

itu hanya semata tontonan? Dan apakah<br />

itu sebabnya Joshua memakai gambar ikan itu<br />

sebagai “bintang” di poster filmnya—karena<br />

ikan itu ikon yang menarik sebagai tontonan?<br />

21


22<br />

Mungkin ada sesuatu yang lain.<br />

***<br />

Gehry punya kenangan melekat tentang ikan.<br />

Ia seorang Yahudi yang lahir di tahun 1929,<br />

saat anti-semitisme masih kental. Semasa<br />

kecil, ia sering diejek temannya dengan kata<br />

“fish”, ejekan umum yang mudah sangat dekat<br />

pada kata “Jew(f)ish”, bahasa Inggris dari<br />

“Yahudi”.<br />

Tetapi, ada juga sesuatu yang manis dari kenangannya.<br />

Neneknya kerap kali menyiapkan<br />

ikan gefilte untuk makan keluarga. Gefilte<br />

bukanlah jenis ikan. Ia berasal dari bahasa Jerman,<br />

gefüllter Fisch, yang harafiahnya berarti<br />

“ikan boneka”. Ia adalah sajian khas Yahudi berupa<br />

campuran ikan rebus bertulang, yang biasa<br />

dimakan sebagai hidangan pembuka. Sajian<br />

ini sering dihidangkan pada Sabat dan Paskah.<br />

Untuk menyiapkan ikan gefilte, dibutuhkan<br />

ikan-ikan yang segar—tidak seperti sekarang<br />

yang sudah banyak tersaji di kalengan. Ikan itu<br />

bisa berupa ikan mas, ikan putih, atau macammacam<br />

ikan. Sementara nenek Gehry sering<br />

menyajikan gefilte untuk makan keluarga, ia<br />

tidak mempunyai tempat untuk meletakkan<br />

ikan-ikan itu. Maka, untuk sementara sebelum<br />

diolah, nenek Gehry sering membiarkan ikanikan<br />

itu berenang-renang di bak mandi x . Gehry<br />

melihatnya sebagai hal yang menyenangkan.<br />

Ingatan itu kemudian melekat padanya.<br />

Tindakan kompulsif Gehry untuk menyematkan<br />

ikan pada karya-karya arsitekturnya<br />

kerap dikaitkan dengan latar belakangnya itu.<br />

Ia seperti hendak membekukan kenangannya<br />

lewat arsitektur, entah secara sadar ataupun<br />

tidak. Arsitektur ikan yang menatap masa depan<br />

itu menengok masa lalu.<br />

Pada ikan TAoK, peran Anwar pada rancangan<br />

adegan itu, dan pada adegan-adegan lainnya,<br />

sangat krusial. “Anwar memilih lokasinya, juga<br />

hal-hal lainnya seperti tema, kostum, makeup,<br />

dialog, plot, dan lain-lain.” xi Lokasi ikan<br />

raksasa ia pilih setelah tim produksi memberi-<br />

Di satu sisi, ikan Gehry<br />

bertujuan mengembalikan<br />

ingatan,<br />

di sisi lain ikan Anwar<br />

bermaksud membalikkan<br />

ingatan.<br />

kan beberapa alternatif. Menurutnya, tempat<br />

itu mirip Disneyland atau Dunia Fantasi xii . Sebuah<br />

ikon.<br />

Namun, sama halnya dengan ikan Gehry, pada<br />

akhirnya ia tidak hanya menjadi ikon untuk semata<br />

ditonton. Catatan produksi film menjelaskannya<br />

dengan jernih:<br />

Pada akhirnya, kami bekerja dengan<br />

sangat berhati-hati dalam adegan ikan<br />

mas raksasa, menghadirkan motif dari<br />

mimpi yang setengah dilupakan. Mimpi<br />

buruk Anwar yang indah? Sebuah<br />

alegori bagi ‘gula-gula’ penyampaian<br />

kisahnya? Untuk kebutaannya atas<br />

realitas? Untuk sebuah kebutaan yang<br />

disengaja dan menjadi kacamata penulisan<br />

semua sejarah, dan oleh sebab<br />

itu, tak terelakkan, kita mengenali<br />

(dan gagal mengenali) diri kita sendiri?<br />

Adegan ikan berubah sepanjang film,<br />

tapi adegan itu selalu menjadi sebuah<br />

dunia untuk cuci mata, dunia penuh<br />

kekosongan dan hantu. Kalau saja<br />

semua hal itu bisa dijelaskan dengan<br />

kata-kata, kami tidak akan merasa perlu<br />

memasukkan adegan tersebut ke<br />

dalam film.<br />

Ikan TAoK adalah pemegang<br />

keutuhan cerita. Setelah segala<br />

kekejian banal yang dihadirkan<br />

film itu, ia adalah “dunia<br />

untuk cuci mata”. Kekejian<br />

itu hadir bertubi-tubi, maka<br />

ikan itu pun muncul berkalikali.<br />

Anwar butuh dunia itu<br />

untuk dapat mendistraksi ingatan<br />

dan mengabaikan perasaan<br />

bersalah, seperti helaan<br />

napas sehabis terengah-engah.<br />

Ikon bisa punya daya yang<br />

kuat dalam mengkonstruksi<br />

ingatan. Pada Gehry, misalnya,<br />

ikon bertujuan mengembalikan<br />

ingatan. Sementara<br />

pada TAoK, ikon digunakan<br />

untuk membalikkan ingatan.<br />

Barangkali kekuatan itu yang<br />

membuat peperangan kita<br />

selalu butuh ikon. Kita selalu<br />

ingin membangun ingataningatan,<br />

lama atau pun baru.<br />

Seperti apa yang dilakukan<br />

oleh Soekarno dalam proyek-proyek<br />

nation-building;<br />

dan Soeharto dengan Taman<br />

Mini Indonesia Indah. Bahkan<br />

penghancuran ikon dalam<br />

bentuk ekstrimnya, seperti<br />

yang terjadi pada World Trade<br />

Center, bisa dilihat sebagai<br />

usaha membangun ingatan.<br />

Delusional atau tidak, itu perkara<br />

lain.<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

i Istilah ini saya pinjam dari tulisan Gavriel Rosenfeld<br />

yang berjudul “Fish(y) Forms: Early<br />

Works Illuminate Frank Gehry’s Aesthetic”,<br />

2010, diakses dari http://forward.com/articles/131301/fishy-forms/<br />

pada tanggal 18 Desember<br />

2012.<br />

ii. Matt Tyrnauer, “Architecture in the Age<br />

of Gehry”, 2010, diakses dari http://www.<br />

vanityfair.com/culture/features/2010/08/<br />

architecture-survey-201008 pada tanggal 18<br />

Desember 2012.<br />

iii. Michiel van Raaij, “Frank Gehry, or the Inhabitable<br />

Fish”, 2006, diakses dari http://www.<br />

eikongraphia.com/?p=937 pada tanggal 18<br />

Desember 2012.<br />

iv. Ibid.<br />

v. Anonymous, korespondensi pribadi via surat<br />

elektronik, 2012.<br />

vi. Ibid.<br />

vii. Terry Smith, “Spectacle Architecture before<br />

and After the Aftermath: Situating the Sydney<br />

Experience”, Architecture Between Spectacle<br />

and Use, Anthony Vidler, 2005, hal 3.<br />

viii. Hal Foster, “Why All the Hoopla?”, London<br />

Review of Books, 23 Agustus 2001.<br />

ix. Ibid.<br />

x. Herbert Muschamp, “The Miracle in Bilbao”,<br />

New York Times Magazines, 7 September<br />

1997.<br />

xii. Anonymous, Op cit.<br />

xiv. Ibid.<br />

23


Jalanan itu dipenuhi cangkang kerang<br />

hijau,menyatu dengan tanah , bercampur lumpur<br />

dan sampah, rumah-rumah berderet berdinding<br />

tripleks dan papan kayu bekas, beratap<br />

seng dan terpal. Suasana masih lenggang<br />

di siang hari, para nelayan Muara Angke, Jakarta,<br />

belum pulang dari melaut. Di kejauhan,<br />

tampak seorang bapak bersama anaknya<br />

berdiri memandangi lautan dan sekumpulan<br />

mangrove, dari jendela rumah susun sederhana<br />

di lantai lima.<br />

Isu hunian vertikal di Jakarta menjadi gencar<br />

setelah digalakkannya program pemerintah<br />

seribu rumah susun beberapa tahun lalu, beberapa<br />

pihak skeptis terhadap rencana ini,<br />

berpendapat bahwa masyarakat kita belum<br />

mampu beradaptasi dengan budaya menghuni<br />

vertikal. Sementara pihak pemerintah terlihat<br />

belum siap dengan sistem maintenance<br />

rumah susun, di sisi lain,dari segi desain, sepertinya<br />

usaha untuk menciptakan rumah su-<br />

Beberapa kasus rumah susun yang disubsidi<br />

pemerintah, pada akhirnya justru dijual oleh<br />

pemilik dengan harga lebih tinggi kepada<br />

masyarakat golongan menengah, belum ada<br />

sistem kepemilikan dan undang-undang yang<br />

mengatur siapa pengguna rumah susun. Sistem<br />

sewa sebenarnya tepat, untuk menghindari<br />

pergantian kepemilikan. Sementara dari<br />

sisi masyarakat, kebanyakan alasan penolakan<br />

mereka adalah relokasi yang terlalu jauh dari<br />

tempat asal, sehingga menyulitkan bagi mereka<br />

yang sudah bekerja di sekitar tempat asal<br />

dan menyekolahkan anak-anaknya di sana.<br />

Dengan kondisi transportasi publik Jakarta<br />

yang belum bisa dikatakan baik, hal tersebut<br />

dapat dimaklumi.<br />

(2)<br />

Pemukiman nelayan di Muara Angke adalah<br />

salah satu contoh menarik bagaimana sebuah<br />

pemukiman liar, perumahan nelayan , dan rumah<br />

susun mampu terintegrasi dan berkontribusi<br />

positif terhadap perekonomian kawasan<br />

dan penciptaan sense of place. Dihuni lebih<br />

dari 2000 KK, dan terus bertambah oleh para<br />

pendatang dari Banten, Ambon, dan penduduk<br />

dari sekitar kawasan. Kawasan ini terkenal<br />

dengan kampung nelayan penghasil ikan<br />

kering dan pelelangan ikan dengan pasar lokal<br />

dan internasional.<br />

24<br />

sun yang baik dan tepat bagi masyarakat kita<br />

masih dalam tahap coba-coba, atau memang<br />

Sebuah rumah susun setinggi enam lantai<br />

berdiri ditengah kumpulan perumahan nelayan<br />

dan pemukiman liar, rusun ini terlihat<br />

canggung berdiri diantara bangunan rendah.<br />

Dibangun oleh yayasan Buddha Tsu Chi, rumah<br />

susun ini adalah pilot project dengan visi<br />

memindahkan penghuni pemukiman liar ke<br />

dalam rusun tanpa berpindah tempat tinggal<br />

yang jauh. Penghuninya merupakan reloka-<br />

25<br />

belum ada arah kesana, sehingga rumah susun si dari pemukiman liar di Kali Adem, sekitar<br />

bersubsidi belum mampu dengan tepat me- wilayah tersebut. Didesain dengan sistem<br />

wadahi aktifitas penghuni dan menciptakan split level tiap unitnya, sehingga energi naik<br />

rasa ‘memiliki’ bagi para penghuninya, lain turun tangga dapat dikurangi sekaligus men-<br />

halnya dengan perumahan yang jelas teritori dekatkan jarak antar penghuni. Desainnya me-<br />

batas lahan dan kepemilikannya.<br />

mang belum bisa dikatakan baik, cahaya yang<br />

masuk pada void kurang merata, dan dengan<br />

dihilangkannya balkon untuk mencegah penghuni<br />

menjemur pakaian di sana (yang secara<br />

visual member kesan ‘kumuh’) para penghuni<br />

memindahkan jemurannya ke dalam void<br />

tangga dan selasar.<br />

Menghuni<br />

Vertikal<br />

Angga Rossi<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Namun view yang didapatkan pada unit-unit<br />

lantai atas tak kalah eksklusif dengan hunian<br />

mewah tak jauh di seberangnya, Apartemen<br />

Green Bay. Seorang bapak paruh baya yang<br />

menghuni unit rusun di lantai lima bersama<br />

isteri dan dua orang anak merasa bangga bisa<br />

tinggal disana dengan sewa seratus lima puluh<br />

ribu per bulan. Murah dan nyaman, dibanding<br />

tempat tinggal sebelumnya di pemukiman<br />

kumuh Kali Adem. Rasa bangga tersebut<br />

memberinya motivasi untuk ikut mengelola<br />

kebersihan dan merawat rusun yang dihuni.


jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Terdapat pula petugas pengelola yang bekerja suasananya sangat festive dan alami,tanpa<br />

merawat rusun secara berkala.<br />

sponsor, dengan panggung-panggung musik<br />

(3)<br />

rakyat, warung ikan bakar di sepanjang jalan,<br />

dan rekreasi di tepi batuan pantai. Ketika<br />

Pihak pemerintah selama ini terlihat kebingungan<br />

mendesain rumah susun. Dengan Peran arsitek di sini<br />

Pembangunan rusun secara logis akan men-<br />

pantai Ancol tak lagi terakses oleh ekonomi<br />

lemah, pantai gratis dan kampung ikan disini<br />

masa proyek yang terbatas, pemerintah dituntut<br />

cepat merealisasikan pembangunan, seharusnya bisa dociptakan<br />

ruang terbuka yang lebih luas, sebuah<br />

lapangan sepakbola ukuran sedang terdapat<br />

menjadi alternatif<br />

proses tender konsultan dan kontraktor yang<br />

memakan waktu berbulan-bulan mengakiminan,memperke- di tengah-tengah pemukiman nelayan, menjadi<br />

pusat area bermain dan aktifitas olahraga,<br />

Pada akhirnya, perumahan yang liveable dan<br />

berkelanjutan akan terbentuk seperti sebuah<br />

batkan proses desain menjadi sangat singkat,<br />

tak jarang berupa template. Terlebih lagi fee nalkan hunian verti-<br />

memang sekelilingnya masih bertembok tinggi<br />

untuk mencegah pendatang membangun<br />

RT/RW kecil, ada unsur spontanitas, fleksibel,<br />

kaya ruang namun masih terlihat hubungan<br />

desain yang jauh dibawah standar IAI untuk<br />

pembangunan rusun, mengakibatkan lemahnkal yang baik kepada<br />

rumah temporer di dalam lapangan, namun<br />

dengan semakin terbiasanya aktifitas olahra-<br />

antar penghuni, dan semuanya terorganisir,<br />

tercatat, dan memiliki penanggung jawab.<br />

ya semangat berinovasi di bidang ini. Rusun<br />

sekedar menjadi tugas yang asal jadi tepat pemerintah sebaga<br />

dan anak-anak mereka yang bermain disana,<br />

lambat laun penduduk mengerti bahwa<br />

Dengan keterbatasan lahan dan banyaknya<br />

penduduk, perlu dipikirkan pengolahan sistem<br />

waktu.<br />

gai stakeholder dan<br />

ruang-ruang kosong tak selamanya harus dijadikan<br />

tempat tinggal atau berjualan. Pencip-<br />

tersebut secara vertikal, yang sampai saat ini<br />

belum terdapat preseden yang tepat tentang<br />

Disini, para arsitek perlu bekerja sama mensosialisasikan<br />

desain-desain rumah susun mensosialisasikan<br />

taan lingkungan tempat tinggal yang liveable<br />

merupakan sebuah evolusi, perlu adaptasi dan<br />

rusun untuk iklim tropis dengan ekonomi menegah<br />

kebawah dan latar belakang budaya<br />

yang baik, menggali ide-ide inovatif, bekerja<br />

sama dengan LSM dan sosiolog untuk men- kepada masyarakat<br />

dialog, apalagi kepada mereka yang tak mengenal<br />

konsep-konsep modernitas.<br />

yang kuat.<br />

gkaji aspek-aspek budaya dan perilaku yang<br />

muncul di hunian vertikal. Dialog-dialog den- sebagai pengguna.<br />

26<br />

Hal lain yang menarik adalah evolusi pe-<br />

Mungkin solusi awal adalah hunian semi vertikal,<br />

sebagai jembatan adaptasi dari perumagan<br />

masyarakat akan sangat penting, bagaimana<br />

menggabungkan perilaku,budaya,dan<br />

27<br />

rumahan Bermis di salah satu blok Muara han menuju rusun tinggi. Disini, penghuni akan<br />

karakter tempat dimana rusun berdiri sehing-<br />

Angke, perumahan yang dibangun di masa beradaptasi dengan cara hidup yang baru, naga<br />

menghasilkan rusun yang tidak hanya me-<br />

kepemimpinan Presiden Soeharto di tahun mun dengan prinsip-prinsip yang sama dennarik,<br />

tetapi juga tepat sasaran. Arsitek juga<br />

80an tersebut telah berkembang secagan pola perkampungan : fleksibel,spontan,<br />

perlu melakukan pendekatan ke jajaran pemera<br />

organik,kompleks. Rumah-rumah kopel adanya ruang bersama,namun terorganisir.<br />

rintah dan pengambil kebijakan, untuk usulan-<br />

dua lantai tersebut berekstensi ke depan,<br />

usulan inovatif tentang rumah susun.<br />

belakang,dan atas,dengan perubahan fungsi (4)<br />

lantai dasar menjadi kios kecil, salon, bengkel,<br />

Lambat laun, kita bisa membantu men-<br />

gym, warung makan,masjid, warnet, dan seba- Peran arsitek di sini seharusnya bisa domiciptakan<br />

hunian murah yang berkualigainya.<br />

Hubungan antar rumah masih dipertanan, memperkenalkan hunian vertikal yang<br />

tas, mengurangi pemukiman liar secara<br />

hankan dengan gang-gang kecil yang sekaligus baik kepada pemerintah sebagai stakeholder<br />

bertahap,mengembalikan ruang-ruang hijau,<br />

menjadi teras bersama. Para penghuni masih dan mensosialisasikan kepada masyarakat se-<br />

mengembalikan fungsi-fungsi ruang pada<br />

dapat berinteraksi. Ruang-ruang seperti ini bagai pengguna. Tentu bukan pekerjaan yang<br />

tempatnya, membentuk budaya baru tentang<br />

merupakan benih-benih kekotaan , perpaduan mudah, tetapi bukan tidak mungkin. Sebuah<br />

cara menghuni, namun tidak menghilangkan<br />

antara cara hidup tradisional dengan fungsi- pameran social housing yang diselenggarakan<br />

karakter tempat sebelumnya. Semuanya mafungsi<br />

ruang yang modern, cara ini juga dipan- IAI Jakarta bekerja sama dengan Kedutaan Besih<br />

ada, dengan susunan vertikal.<br />

dang lebih ampuh dalam penciptaan sense of sar Belanda di Erasmus Huis beberapa waktu<br />

place, ketimbang sistem rusun biasa yang han- lalu terbukti mampu menggelitik Gubernur<br />

end.<br />

ya berfungsi sebagai tempat tinggal ataupun dan pihak dinas Perumahan DKI Jakarta untuk<br />

penambahan fungsi publik dan komersial di membangun rusun-rusun yang menarik dan<br />

lantai dasar namun dengan pembagian ruang berkarakter,merevisi beberapa desain tipikal<br />

yang kaku. Terbukti, festival kuliner Muara An- yang telah mereka buat. Rumah susun sehagke<br />

saat tahun baru sangat ramai dikunjungi rusnya bisa menjadi kebanggaan bagi pen-<br />

masyarakat berbagai golongan,jalanan ditutup ghuninya, tak kalah dengan rasa bangga pemi-<br />

sehingga hanya pejalan kaki yang bisa masuk, lik apartemen mewah.


Indonesia mengalami perubahan demokrasi<br />

baru, kebebasan yang baru setelah reformasi<br />

98, menumbuhkan pemimpin dan tokoh baru.<br />

Bersama media dan sosial media, kita dan<br />

masyarakat bisa menikmati perkembangan,<br />

arah kebijakan dan ambisi para pemimpin di<br />

pusat negara, hingga kota masing masing.<br />

Indonesia sekarang mengalami ekonomi yang<br />

tetap stabil pertumbuhannya dan Indonesia<br />

diperkirakan akan masuk dalam jajaran 10<br />

negara perekonomian terbesar di dunia pada<br />

2030 mendatang (McKinsey) setelah bertahan<br />

dari krisis global 2008 yang berdampak<br />

panjang yang hingga saat ini masih menimbulkan<br />

krisis ekonomi terhadap negara negara<br />

di eropa. Tiada saat yang baik, untuk implementasi<br />

dan pengembangan kota, baik untuk<br />

meningkatkan lapangan pekerjaan juga untuk<br />

tabungan perbaikan kota masa depan. Mana-<br />

jemen kota seperti mengurus sebuah perusahaan<br />

besar, bagi mereka yang menjalankan<br />

perusahaan mengetahui, investasi di waktu<br />

yang baik akan memberikan keuntungan.<br />

10 Proyek Arsitektur dan Kota<br />

untuk Indonesia<br />

Galeri, museum, tempat mengadakan pameran<br />

seni, arsitektur, busana, kini terpusat<br />

pada bangunan bangunan lama atau mall<br />

mall. Seberapa ketergantungan kita terhadap<br />

mall mall ini untuk menyediakan ruang pameran<br />

berskala nasional dan internasional. Kita<br />

membutuhkan satu media tempat baru, kebanggaan<br />

sehingga para pelaku seni dan arsitektur<br />

memiliki ruang untuk mempromosikan<br />

diri lewat karya. Sebuah tempat seperti Kompleks<br />

Salihara dengan skala nasional, dengan<br />

desain tanpa embel-embel tradisional, namun<br />

mencerminkan semangat baru. Tempat untuk<br />

bertukar kebudayaan dalam saat ini dan nanti.<br />

Tiada yang lebih menyenangkan meletakkan<br />

museum ini di salah satu kota “kreatif” - Bandung<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Kota tempat tinggal kita adalah sistem kompleks<br />

yang terdiri dari beragam elemen penduduk<br />

termasuk masalahnya. Pemimpin yang<br />

Paskalis Khrisno Ayodyantoro<br />

Sutiyoso, Foke dan kini adalah Joko Widodo mau terjun dan mendengarkan masalah pen-<br />

adalah salah satu contoh bagaimana masyaduduknya dan memberikan solusi akan selalu<br />

rakat Jakarta melihat dan mengawasi pemim- berada di depan. Pemimpin yang tidak sekepin<br />

mereka. Dari Jalur bis khusus, kanal banjir dar berjanji di kampanye, tetapi mereka yang<br />

Jakarta, hingga jalan layang, adalah beberapa terus menyelesaikan benang kusut di birokrasi<br />

ide yang kini telah terimplementasi dan dia- dan mewujudkan agenda untuk masyarakat<br />

wasi keberhasilannya. Kebijakan-kebijakan banyak akan selalu dikenang karena mening-<br />

28<br />

ini membuat masyarakat belajar bagaimana<br />

memilih pemimpin yang telah meninggalkan<br />

kesan karena prestasi mereka.<br />

galkan kesan dan perbaikan kota dalam jangka<br />

waktu yang panjang.<br />

Yang terpenting adalah kota kota di Indone-<br />

29<br />

Di kota lain, kita dapat belajar dari aktivasi dan sia membutuhkan rencana pengembangan,<br />

perbaikan taman-taman di Surabaya oleh Ri- membutuhkan dana yang tak kecil dan pe-<br />

01.<br />

02.<br />

sma Harini yang kini bisa dinikmati siapa saja<br />

sebagai ruang terbuka hijau yang aktif, Promimpin.<br />

Pemimpin yang berani mengambil sebuah<br />

ide perbaikan untuk kota dengan alasan<br />

Pusat Seni Kontemporer Nasional Indonesia Stasiun penyewaan sepeda di tiap kota<br />

gram tram dan perbaikan detail detail kota yang baik, yaitu untuk perbaikan masyarakat<br />

Solo dari pedestrian yang lebar, hingga pemin- banyak. Berikut di bawah adalah 10 ide amdahan<br />

PKL oleh Joko Widodo hingga aktivasi bisius arsitektur dan kota menurut kami, ide<br />

bangunan pertambangan oleh Amran Nur di yang mahal tetapi memungkinkan dan mem-<br />

Sawah Lunto menjadi museum dalam upaya bawa perubahan, tentu dengan perencanaan<br />

meningkatkan ekonomi kotanya.<br />

yang jauh lebih matang.<br />

Solusi arsitektur dan kota sebagai kendaraan<br />

politik adalah salah satu cara, bukan sebagai<br />

digunakan sekedar pencitraan para pemimpin,<br />

tetapi untuk melibatkan semua elemen<br />

masyarakat, pemerintah dan swasta, sama<br />

sama saling mendengarkan sebagai katalis<br />

awal perbaikan yang lebih baik. Dengan proses<br />

yang baik, siapapun pemimpin yang membangun,<br />

proyek proyek ini akan menjadi perbedaan,<br />

hidup yang baik. Tidak ada yang salah<br />

dengan ambisi kecil.<br />

Penyewaan sepeda di Indonesia dimulai dari<br />

Universitas Indonesia, berlanjut ke skala kota<br />

seperti Bandung mengikuti kota besar seperti<br />

di Copenhagen, paris, New York. Penyewaan<br />

sepeda menjadi kebutuhan masyarakat yang<br />

semakin dinikmati, dalam skala yang kecil,<br />

penyewaan sepeda menjadi salah satu cara<br />

efektif untuk berpindah secara cepat tanpa<br />

mengeluarkan emisi dan polusi berarti<br />

terhadap kota. Penggunaan sepeda semakin<br />

dibutuhkan kembali sebagai usaha untuk<br />

mengembalikan kota kedalam skala manusia,<br />

skala dimana manusia menikmati bangunan,<br />

taman, kotanya secara perlahan dan detail.<br />

Bagaimanapun juga kita menginginkan penduduk<br />

yang lebih sehat bukan?


03.<br />

05.<br />

Bangunan Pemanfaatan Energi dari Bencana<br />

Kita tahu, Indonesia adalah Negara dengan<br />

banyak pulau, dikelilingi oleh laut, dan pegunungan<br />

berapi. Dengan rawannya bencana di<br />

semua daerah Indonesia, energi alternatif bisa<br />

digunakan sebagai material baru atau penghasil<br />

energi baru untuk kota, baik itu geothermal<br />

pada gunung berapi, atau gelombang air laut,<br />

seperti misalnya kekuatan semburan Lumpur<br />

lapindo sebagai energi dan lumpurnya sebagai<br />

bahan baku bangunan alternatif. Salah satu<br />

ide lainnya, bukankah kemarau panjang bisa<br />

digunakan sebagai penghasil energi listrik cadangan<br />

dari matahari.<br />

Suksesnya kota mengelola ruang publik dan<br />

bangunan dan fasilitas publik banyak terbukti<br />

berhasil dengan bagaimana pemimpinnya<br />

mendengarkan kebutuhan masyarakat. Placemaking<br />

dari PPS (Project for Public Space) adalah<br />

salah satu usaha meningkatkan kawasan<br />

sekitar, kota melalui ide ide kecil masyarakat<br />

sehingga kawasan bisa menjadi aktif kembali.<br />

Strategi “mendengarkan” atau bottom-up ini<br />

tak ada salahnya kita perbanyak ruang ruang<br />

aktif kota dengan metode ini.<br />

08.<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

10<br />

Kota berwawasan pejalan kaki<br />

Pasar Seni Muda : Aktivasi kegiatan publik Perabotan publik oleh desainer produk / arsitek<br />

Kota kota di Indonesia sekarang adalah kota<br />

Dengan berkembangnya produk dan kegiatan<br />

yang orientasi pengembangannya mengikuti<br />

kreatif yang di buat oleh generasi muda seka- Tiada yang lebih menyenangkan memiliki ban-<br />

perkembangan kendaraan bermotor, sehingrang,<br />

dibutuhkan juga ruang-ruang tempat gunan modern menjulang, tetapi juga kota<br />

ga menciptakan bangunan bangunan gigantis<br />

mereka melakukan kegiatannya, sebagai con- dengan detail yang fungsional, sederhana, dan<br />

dan koridor koridor jalan yang besar sehingga<br />

toh adalah festival makanan lokal keukenBdg, cantik. Tidak ada salahnya kesempatan deko-<br />

sulit di akses dengan mudah oleh manusia.<br />

festival sinema diruang terbuka semacam layrasi ruang publik seprti lampu jalan atau tem-<br />

Perpindahan dari satu titik ke titik lain di kota 06.<br />

ar tancap di pinggir kali, festival produk fashion pat duduk oleh arsitek atau desainer produk<br />

juga semakin sulit karena kurangnya keterpa-<br />

lokal, instalasi instalasi seni di Biennale Jogja, sehingga menjadi kebanggaan kotanya melenduan<br />

fasilitas dan semrawutnya perencanaan Stasiun kereta kecepatan tinggi lintas masing<br />

pertunjukan musik yang semakin berkembang gkapi dan memperindah saat kita bersepeda<br />

kota. Bila kota di dasarkan pada pejalan kaki, masing pulau, Transport hub antar kota yang<br />

oleh generasi baru. Dengan semaraknya ke- atau berjalan kami<br />

rencana kota akan berdasakan pejalan kaki. memadai<br />

giatan ini dan ruang yang memadai, kita bisa<br />

Kota akan lebih banyak pedestrian, taman,<br />

berharap produktivitas kota dan pasar dome-<br />

hingga perencanaan kawasan yang padat un- Tiada yang lebih menyenangkan memiliki transtik<br />

semakin tinggi.<br />

tuk memaksimalkan penggunaan trasportasi sportasi darat dengan kereta kecepatan tinggi,<br />

publik berdasarkan jarak tempuh pejalan kaki. sehingga perpindahan manusia dari satu kota<br />

ke kota lain bisa menjadi lebih cepat dan mu-<br />

09.<br />

04.<br />

dah tanpa tergantung dari sistem transportasi<br />

udara yang semakin tinggi biayanya, dan<br />

Hunian untuk semua<br />

30<br />

Pusat data arsitektur setempat<br />

membutuhkan birokrasi “check in” ke moda<br />

yang lebih lama. Kereta selain efisien dengan<br />

Indonesia dengan hampir 250 juta penduduk<br />

mengalami kewalahan luar biasa di kota kota<br />

31<br />

Arsitektur tradisional, arsitektur kolonial, arsi- metode “hop on hop off” memudahkan siapa<br />

besar utama dengan pertambahan penduduk<br />

tektur modern hingga arsitektur kontemporer saja berpindah dengan cepat dan lancar. Jika<br />

yang tidak disertai dengan fasilitas kota seper-<br />

adalah kebanggan arsitektur Indonesia, mere- setiap stasiun menyediakan parkir sepeda<br />

ti ruang tinggal. Kota-kota besar kita cendeka<br />

masih berdiri dan hidup dengan budayanya atau kendaraan bermotor sehingga meminirung<br />

membangun jalan menanggulangi ma-<br />

sehingga bisa menjadi pembelajaran bersama malisasi penggunaan kendaraan bermotor<br />

cet, membangun akses sehingga kota semakin<br />

bagaimana arsitektur di Indonesia berproses baik antar kota atau di dalam kota.<br />

padat dengan kendaraan tetapi lupa untuk<br />

hingga masa kini. Kekayaan sejarah dan ban-<br />

mengakomodasi kepadatan manusianya. Cara<br />

gunan bangunan tradisional ini adalah keka- 07.<br />

pandang ini perlu kita rubah dengan menguyaan<br />

yang tidak mungkin sama dimiliki oleh<br />

rangi kendaraan pribadi termasuk fasilitasnya<br />

tampat lain di bumi ini. Mempelajari sejarah Perbanyak bangunan/area publik berorienta-<br />

dan mulai membangun kota untuk manusia.<br />

adalah bagian untuk berkembang, dengan si “tempat”<br />

dengan mengubah dominasi penggunaan<br />

memiliki pusat data arsitektur setempat, ma-<br />

transportasi publik, dan mengganti konsensing<br />

masing kampus memiliki kekayaan matrasi<br />

tanah menjadi ruang hidup yang layak,<br />

sing masing, sehingga bisa menjadi suatu data<br />

otentik dan dasar untuk mengembangkan arsitektur<br />

kini.<br />

menghasilkan manusia yang lebih berkualitas.


“Anarki itu ‘leaderless’. Bergerak tanpa<br />

selalu ikut sistem. Direduksi maknanya<br />

(men)jadi negatif oleh media sebagai<br />

‘keonaran’.”<br />

– Ridwan Kamil, pelaku sebenar-benarnya<br />

makna “anarki” di kota Bandung<br />

Atas mereka, langkah-langkah kecil yang seringkali<br />

diragukan akan berumur panjang tercipta.<br />

Tapi penduduk sebuah kota yang diklaim<br />

sebagai kota yang memiliki banyak potensi<br />

SDM ideal dan paling siap dalam merespon<br />

gelombang ekonomi kreatif ini tak mudah<br />

goyah. Celetukan hanyalah kerikil. Cibiran han-<br />

KOLASA :<br />

sebuah catatan sederhana<br />

Rofianisa Nurdin<br />

Menjadi optimis itu menyenangkan. Segala<br />

yang kita lakukan punya arti. Apa-apa yang<br />

kita putuskan adalah investasi untuk kemudian<br />

hari. Kemudian tahun. Kemudian dekade.<br />

Seperti ada tungku perapian di dalam<br />

ruang imajiner dalam dada: yang senantiasa<br />

menghangatkan, mendorong kita untuk terus<br />

bergerak dengan nyaman, untuk melakukan<br />

apapun yang kita percaya punya arti di masa<br />

depan. Satu hal yang pesimisme tak (pernah)<br />

bisa berikan.<br />

“Some people believe the secret to<br />

happiness is low expectations. If we<br />

don’t expect greatness or find love or<br />

maintain health or achieve success, we<br />

will never be disappointed. If we are<br />

never disappointed when things don’t<br />

work out and are pleasantly surprised<br />

when things go well, we will be happy.<br />

“It’s a good theory — but it’s wrong.<br />

Research shows that whatever the<br />

outcome, whether we succeed or we<br />

fail, people with high expectations<br />

tend to feel better. At the end of the<br />

day, how we feel when we get dumped<br />

or win an award depends mostly on<br />

how we interpret the event.”<br />

– Tali Sharot dalam bukunya The Science<br />

of Optimism: Why We’re Hard-Wired<br />

for Hope<br />

Tapi bagaimana caranya kita dapat meninggikan<br />

harapan, mengambil manfaat dari bersikap<br />

optimistis dan dalam saat yang bersamaan<br />

menghindari diri dari lena?<br />

Tali Sharot dalam buku yang sama berkata,<br />

“We are not born with an innate understanding<br />

of our biases. The brain’s<br />

illusions have to be identified by careful<br />

scientific observation and controlled<br />

experiments, and then communicated<br />

to the rest of us. Once we are<br />

made aware of our optimistic illusions,<br />

we can act to protect ourselves. The<br />

good news is that awareness rarely<br />

shatters the illusion.<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

“The glass remains half full. “<br />

Sangat mungkin untuk menyeimbangkan<br />

ekspektasi, percaya bahwa kita akan tetap sehat<br />

namun di sisi lain tetap menggunakan jasa<br />

asuransi jiwa; yakin bahwa matahari akan bersinar<br />

namun tetap membawa payung – kalaukalau<br />

hujan datang berkunjung.<br />

Karena menurut seorang Debbie Millman dalam<br />

tulisannya Look Both Ways: Illustrated<br />

Essays on the Intersection of Life and Design,<br />

Selamat datang ke dalam sekumpulan kata.<br />

Kolase asa.<br />

ya omong kosong. bagaimanapun, karyalah<br />

yang pada akhirnya (benar-benar) berbicara.<br />

“If you imagine less, less will be what<br />

you undoubtedly deserve. Do what<br />

32<br />

Tentang harapan, cita-cita, masa depan. Tentang<br />

kota, tentang kita, tentang kota kita. Tentang<br />

pemaknaan apa-apa yang tak teraba di<br />

permukaan.<br />

Tentang rasa.<br />

*<br />

Tulisan ini lahir di kota Bandung. Sebuah kota<br />

utopia. Tempat di mana harapan dan implementasi<br />

ide-ide gila banyak terwujud. Rumah<br />

bagi pribadi-pribadi inspiratif yang mengklaim<br />

diri dapat melakukan hal-hal yang pemerintah<br />

(seharusnya lakukan, tapi) tak bisa lakukan.<br />

Kota anarki.<br />

“Someone on the internet thinks what<br />

you’re doing is stupid, or evil, or it’s all<br />

been done before? Make good art.”<br />

– Pidato Neil Gaiman pada upacara kelulusan<br />

University of the Arts in Philadelphia<br />

tahun 2012<br />

Merekalah wajah kota Bandung, representasi<br />

masa depan yang tak lama lagi datang. Para<br />

optimis yang menyebabkan tulisan ini ada.<br />

*<br />

Menjadi optimis adalah tentang membuka<br />

diri bagi kemungkinan yang lebih luas. Pun<br />

siap jatuh ke dalam jurang keputusasaan yang<br />

lebih dalam. Irasional, namun menginspirasi:<br />

prasangka yang terjadi di antara keduanya<br />

mendorong kita untuk terus melangkah maju,<br />

bukannya berpuas diri akan apa yang tersedia.<br />

Menjadi optimis adalah tentang mengimajinasikan<br />

sebuah realitas alternatif, bukan sekedar<br />

proyeksi dari realitas yang telah ada: yang tua,<br />

usang, berkarat, dan kadaluarsa. Serta percaya<br />

bahwa tangga mencapai realitas imajiner itu<br />

selalu ada, bahwa suatu saat kita akan sampai<br />

di sana. Keyakinan adalah bahan bakar motivasi.<br />

you love, and don’t stop until you get<br />

what you love. Work as hard as you<br />

can, imagine immensities, don’t compromise,<br />

and don’t waste time. Start<br />

now. Not 20 years from now, not two<br />

weeks from now. Now.”<br />

*<br />

Akhir pekan di kota Bandung selalu menyenangkan.<br />

Bahkan jika hanya dihabiskan untuk<br />

bangun siang, lalu bertengger di kamar untuk<br />

melukis dinding seharian atau menulis cerita<br />

ringan hingga datang malam. Beranjak sedikit<br />

keluar rumah, saya bisa menyewa sepeda di<br />

kios Bike.Bdg untuk sarapan di jalan gempol,<br />

atau Kopi Purnama di jalan Alkateri, atau lebih<br />

jauh lagi menelusuri jalan Dago hingga jalan<br />

Braga demi mengurangi sedikit kalori.<br />

33<br />

Jogging di Saraga atau Saparua, membaca<br />

buku di Kineruku atau Reading Lights, melihat<br />

pameran di Selasar Sunaryo atau Lawang<br />

Wangi, sedikit menjauh dari kota dan menyambangi<br />

kebun teh di lembang lewat jalan<br />

sersan bajuri, ...<br />

Tentu saja, ada alternatif pilihan lain yang lebih<br />

banyak lagi: Trans Studio, Ciwalk, PVJ, Festival<br />

Citilink, berderet-deret FO, serta belasan<br />

bahkan puluhan kafe yang lebih mengutamakan<br />

tema interior demi menjadi latar yang<br />

fotogenik ketimbang cita rasa dalam menu<br />

mereka.


Kita tinggal memilih. Karena Bandung begitu<br />

berwarna-warni. Dan kali ini saya tak ingin<br />

membandingkannya dengan kota besar yang<br />

berjarak seratus sekian kilometer ke barat,<br />

kota pemasok presentase debit turis terbanyak<br />

tiap akhir pekannya.<br />

Kali ini saya ingin bercerita tentang temanteman<br />

baru. Yang selama ini tinggal di kota<br />

yang sama, mempelajari ilmu yang hampir<br />

sama, memiliki semangat yang sama, namun<br />

baru beririsan ketika kami semua berkumpul<br />

dalam satu acara menselebrasikan ruang publik<br />

di Singapura. Mereka ini yang dalam dua<br />

tahun belakangan memberi warna baru bagi<br />

kota Bandung.<br />

Menawarkan keceriaan di taman-taman<br />

kota dengan aktivitas biasa, yang<br />

menjadi tak biasa karena kita sudah<br />

terlalu lama lupa,<br />

Menjadi sahabat anak-anak jalanan<br />

dan mengedukasi mereka dengan cara<br />

yang menyenangkan, ...<br />

Mereka ini hanya sepersekian sampel dari sekian<br />

banyak orang-orang inspiratif di kota Bandung<br />

yang belum saya tahu. Orang-orang ini<br />

perlu ditemukan, diapresiasi, didorong dan diberi<br />

motivasi. Kita hanya perlu sedikit terbuka,<br />

dan mencoba bergeser sedikit dari zona nyaman,<br />

menengok bibit-bibit harapan yang siapa<br />

tahu merupakan jawaban di masa depan.<br />

Siapa tahu bukan. Tapi tak pernah ada yang<br />

salah dari mencoba dan melakukan kesalahan.<br />

Jika kita bisa membuat satu orang tersenyum,<br />

yang membuatnya bangkit berdiri, mengisi<br />

bensin motivasinya walau hanya sepercik,<br />

sehingga menciptakan rantai kejadian paralel<br />

di mana dalam satu waktu di masa datang ia<br />

menjadi pribadi yang lebih baik,<br />

Mengapa memilih untuk mendorong seseo-<br />

rang ke dalam jurang, bahkan jika ia sendiri<br />

yang meminta?<br />

Terlalu terburu-buru jika optimisme dan pesimisme<br />

dianalogikan sebagai tindakan baik<br />

dan buruk. Tapi bisa jadi memang begitu.<br />

Jika optimisme memberikan perubahan positif<br />

sementara pesimisme akan menurunkan<br />

ekspektasi, yang menyebabkan berkurangnya<br />

dampak baik yang seharusnya bisa terjadi,<br />

maka menjadi pesimis adalah tindakan buruk.<br />

Logika matematika.<br />

Memang, menjadi optimis kadang bisa menghasilkan<br />

delusi yang berujung kecewa apabila<br />

tak mencapai ekspektasi.<br />

Terbuka kepada diskusi, kompromi, dan kemungkinan-kemungkinan.<br />

Memilih ya dan memahami alasannya.<br />

Berkata tidak dan meyakini ketetapannya.<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Menyapa dan bukan mencibir.<br />

Bertanya dengan kritis, dan bukan nyinyir.<br />

(Iya, saya tahu nyinyir artinya cerewet.)<br />

Dan mengimani satu hal:<br />

Bahwa selama kita melakukan sesuatu, kita<br />

akan baik-baik saja.<br />

“It does not matter how slow you go<br />

as long as you do not stop.”<br />

– Confucius<br />

...<br />

*<br />

34<br />

Mengklaim jalan penuh kendaraan,<br />

pojok-pojok kota yang sekian lama<br />

diabaikan, ruang-ruang publik yang<br />

kalah pamor dari gemerlap mal. Menghidupkannya<br />

kembali dengan merayakan<br />

kebutuhan utama manusia:<br />

makan,<br />

Memberi akses terjangkau untuk bersepeda<br />

keliling kota, menjadi alternatif<br />

solusi kemacetan, bising, dan polusi.<br />

Menghadiahi Bandung predikat<br />

kota pertama di Asia Tenggara yang<br />

merealisasikannya,<br />

Saya teringat pada suatu waktu, dalam sebuah<br />

perjalanan singkat dari depan pintu studio Tugas<br />

Akhir menuju lift, seseorang menanggapi<br />

sapaan penghiburan saya kepada seorang teman<br />

yang baru saja divonis tidak lulus.<br />

“Kamu tuh baik ya.”<br />

“Kenapa?”<br />

“Iya, baik sama dia.”<br />

“Loh, kenapa harus jahat?”<br />

“Kenapa harus baik?”<br />

Tapi menjadi pesimis, kita tak bergerak kemanapun,<br />

jika bukan mundur.<br />

...<br />

“Go and make interesting mistakes,<br />

make amazing mistakes, make glorious<br />

and fantastic mistakes. Break rules.<br />

Leave the world more interesting<br />

for your being here.”<br />

– Neil Gaiman<br />

Siapa tahu, itu kamu.<br />

ko•la•se n 1 komposisi artistik yg<br />

dibuat dr berbagai bahan (dr kain,<br />

kertas, kayu) yg ditempelkan pd permukaan<br />

gambar; 2 Sas teknik penyusunan<br />

karya sastra dng cara menempelkan<br />

bahan-bahan, spt ungkapan<br />

asing dan kutipan, biasanya dianggap<br />

tidak berhubungan satu dng yg lain; 3<br />

Sas cara menentukan naskah yg dianggap<br />

asli dng membanding-bandingkan<br />

naskah yg ada<br />

1asa n harap(an); semangat: ia sudah<br />

putus -- dl menghadapi persoalan itu;<br />

35<br />

Menghadirkan romansa masa lalu,<br />

kegiatan sesederhana menonton film<br />

di ruang terbuka, dengan layar berlatar<br />

sungai yang diharapkan kembali<br />

menjadi daya tarik kota Bunga, bukan<br />

sekedar ruang belakang permukiman<br />

padat yang mengapitnya,<br />

Saat itu, perdebatan hanya sampai disitu. Di<br />

dalam lift kami berbicara tentang hal yang<br />

lain. Tapi ide tentang memilih baik atau buruk,<br />

tentang berada pada titik netral di mana kita<br />

dapat memutuskan apapun tanpa variabel lain<br />

ikut campur, diam-diam bertengger dalam pikiran.<br />

*<br />

Tulisan ini ingin mengajak untuk berkaca:<br />

Bahwa kita selalu punya pilihan.<br />

Lakukan hal-hal baik, berikan yang terbaik.<br />

meng•a•sa•kan v mengharapkan;<br />

asa-asa•an a selalu berharap-harap<br />

atau mengharapkan: supaya orang<br />

tuamu jangan ~ lekaslah pulang sekarang<br />

Menghidupkan kembali bangunan heritage<br />

yang lama tak dihuni,<br />

Berpikir visioner, bekerja keras, bersikap ramah<br />

dan rendah hati.<br />

Kolasa adalah akronim yang mewakili sebuah<br />

frasa sederhana: Kolase-asa.<br />

Sebuah catatan sederhana tentang harapan,<br />

optimisme, dan apa saja yang telah kita capai,<br />

Demi masa depan yang selalu harus lebih baik.


Menakar Masa Depan<br />

Profesi Arsitek di Indonesia<br />

Ariko Andikabina<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

has di DPR dan DPD adalah<br />

RUU Keinsyinyuran yang diusung<br />

Persatuan Insyinyur Indonesia<br />

(PII) dimana profesi arsitek<br />

dimasukkan di dalamnya.<br />

Walau setiap insan arsitektur<br />

faham dan mengerti bahwa<br />

bidang arsitektur sangat berbeda<br />

dengan bidang keteknikan<br />

lainnya, tidak sedikit pula<br />

yang berpendapat bahwa selayaknya<br />

di perguruan tinggi<br />

Arsitektur berdiri dalam fakultas<br />

tersendiri tidak bergabung<br />

dengan fakultas teknik seperti<br />

saat ini.<br />

kebuntuan pada Munas IAI di<br />

Balikpapan. Kebuntuan di Balikpapan<br />

inilah menyebabkan<br />

IAI tidak memiliki nakhoda<br />

selama kurang lebih 7 bulan,<br />

sehingga urungnya pembahasan<br />

RUU Arsitek di DPR.<br />

Tantangan berikutnya ada-<br />

40<br />

lah adanya ASEAN Mutual<br />

Recognition Arrangement on<br />

Architectural Services, yang<br />

memungkinkan praktek arsitek<br />

lintas batas antar negara<br />

ASEAN. Kesiapan kita dalam<br />

menghadapi ASEAN MRA pada<br />

tahun 2015 turut menjadi per- 41<br />

Terlemparnya RUU Arsitek dari tanyaan saya, mengingat ku-<br />

prolegnas, dari sekian banyak rikulum pendidikan arsitektur<br />

faktor penyebabnya dalam kita belum memenuhi syarat<br />

Entah apakah secara bersama kita sadari atau lanjut atau dalam rangka praktek arsitektur.<br />

tidak, namun masa depan profesi Arsitek di In- Satu-satunya pendidikan strata-1 yang berbeda<br />

donesia memasuki fase yang perlu kita waspa- adalah Jurusan Kedokteran. Dimana sebelum<br />

dai (jikalau tidak ingin disebut mengkhawatir- lulus, calon dokter harus melakukan Koas di<br />

kan). Karena hingga saat ini Indonesia adalah rumah sakit dan setelah lulus wajib melakukan<br />

satu-satunya negara di dalam lingkup ASEAN PTT sebelum bisa mendapatkan izin praktek se-<br />

yang belum memiliki UU Arsitek. Indonesia bagai dokter. Namun perlu diingat, hal tersebut<br />

pula menjadi satu-satunya negara di dunia juga diatur dalam UU Kedokteran, sedang un-<br />

dimana pendidikan arsitekturnya tidak sesuai tuk praktek arsitektur kita belum memiliki UU<br />

dengan standar yang di tetapkan UIA. Arsitek.<br />

Pendidikan arsitektur di Indonesia seperti Memang pengupayaan dan pembahasan UU<br />

halnya pendidikan tinggi strata-1 lainnya di- Arsitek sudah berlangsung semenjak lama.<br />

lakukan dalam waktu 4 tahun. Sedangkan UIA Sudah pula masuk di dalam Program Legislasi<br />

mensyaratkan pendidikan profesi arsitek dila- Nasional (prolegnas) sebagai hak inisiatif DPR,<br />

kukan selama 5 tahun + 2 tahun pemagangan. namun kini RUU Arsitek sudah pula terlempar<br />

Ketimpangan ini berakibat tidak diakuinya dari prolegnas, walaupun sebelumnya telah<br />

atau ketidaksetaraan lulusan jurusan arsi- mendapat dukungan dari kementerian terkait<br />

tektur dalam negeri apabila hendak berkiprah maupun dukungan dari presiden. Justru yang<br />

di luar negeri, baik dalam rangka pendidikan mengemuka belakangan ini dan sedang diba-<br />

masa depan<br />

profesi Arsitek<br />

di Indonesiamemasuki<br />

fase<br />

yang perlu<br />

kita waspadai<br />

pandangan saya pribadi dian- yang ditetapkan UIA dan ketiataranya<br />

saya mensinyalir sedaan UU Arsitek saat ini.<br />

bagai akibat dari hiruk-pikuk<br />

pemilihan Ketua Umum IAI<br />

beberapa waktu yang lampau.<br />

Walau mungkin bukan figur Berkaca dari kenyataan saat<br />

ketua yang menjadi permasa- ini, walaupun belum dalam<br />

lahan utama, tetapi ketidakse- skema ASEAN MRA, arsitek<br />

pahaman mengenai beberapa asing telah berhasil merajai<br />

isu seperti bagaimana seha- praktek arsitektur di Indonerusnya<br />

asosiasi profesi arsitek sia. Maka apabila kita tidak<br />

berlaku dan bagaimana seha- bersiap secara segera saya<br />

rusnya peran anggota dalam khawatir kita tidak lagi dapat<br />

organisasi tampak mengemu- lagi merebut tempat sebagai<br />

ka. Keinginan beberapa pen- tuan rumah di negeri sendiri.<br />

gurus daerah IAI agar tata cara Masa depan profesi arsitek<br />

pemilihan digeser dari satu bergantung kepada kita se-<br />

anggota satu suara sesuai denmua. Jikalau kita acuh maka<br />

gan AD/ART IAI menjadi cukup persiapkan diri untuk segera<br />

1 suara diwakili oleh pengu- tergilas.<br />

rus daerah, dalam pandangan<br />

saya adalah penyebab utama


42<br />

POSO ARCHITECTURE NOW<br />

POSO<br />

Ketika mendengar nama “Poso”, pemikiran sebagian<br />

besar orang langsung mengarah pada<br />

daerah di Sulawesi Tengah yang bertahuntahun<br />

dicap sebagai daerah konflik antara satu<br />

pihak dengan pihak lainnya, walau tak ada<br />

yang bisa memastikan kebenaran dari masalah<br />

ini. Namun jelas bahwa “profil” sebagai daerah<br />

konflik ini telah meresahkan masyarakat<br />

dan menciptakan persepsi publik yang buruk<br />

tentang Poso. Dan karena persepsi tersebut,<br />

ragam potensi Kabupaten Poso belum tersentuh<br />

oleh pengembangan dan pengelolaan<br />

yang optimal.<br />

Poso memiliki garis pantai yang panjang, yang<br />

jika dikelola dengan baik dan bertanggungjawab<br />

dapat menjadi daerah wisata transit untuk<br />

para wisatawan yang akan menuju Ampana,<br />

pelabuhan penyeberangan ke Gorontalo<br />

serta Kepulauan Togian di Teluk Tomini. Be-<br />

lum lagi daerah perbukitan yang banyak dimanfaatkan<br />

sebagai perkebunan masyarakat,<br />

sangat mungkin untuk dikembangkan menjadi<br />

kawasan agrowisata.<br />

Satu potensi lagi yang paling berkarakter adalah<br />

Danau Poso. Dapat ditempuh dalam waktu<br />

2 jam berkendara dari pusat kota, Danau Poso<br />

merupakan danau terdalam ketiga di Indonesia<br />

dengan luas tak kurang dari 323 km2. Aksesibilitas,<br />

keindahan alam dan budaya masyarakat<br />

Danau Poso selayaknya menjadi akar<br />

optimisme dalam mengembangkan kegiatan<br />

ekowisata. Di sini pulalah kami, EFF Studio,<br />

menemukenali potensi arsitektur lokal, dan<br />

apa yang kami temui telah membawa kami<br />

menelusuri lebih dalam.<br />

Effan Adhiwira<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi


KLIEN<br />

Ternyata bertanggung jawab untuk melakukan<br />

inspeksi bangunan hasil rancangan membawa<br />

hikmah. Saat sedang mengunjungi salah satu<br />

bangunan hasil kerjasama saya dengan tim untuk<br />

memastikan seluruh konstruksi bambunya<br />

tetap dalam kondisi prima, saya dipertemukan<br />

dengan Lian Gogali, perempuan muda penggagas<br />

sebuah LSM bernama Institut Mosintuwu<br />

dari Poso yang mempunyai visi luar biasa dalam<br />

pemberdayaan masyarakat pasca konflik.<br />

Hasil kunjungan ke lokasi proyek sangat menggugah.<br />

Site berlokasi strategis, tepat di pinggir<br />

Danau Poso dengan pemandangan mempesona.<br />

Bahkan saat waktu pasang naik, hampir<br />

60% lahan dapat terendam dengan air. Bagi<br />

kami kondisi ini bukanlah hambatan, melainkan<br />

sebuah kelebihan, yaitu potensi untuk<br />

mengembangkan keunikan desain. Kami sudah<br />

membayangkan sebuah sistem bangunan<br />

apung yang ketinggian lantainya nanti akan<br />

bergantung dari tingginya air pasang yang datang.<br />

Kondisi material bambunya juga tidak kalah<br />

luar biasa. Bambu Tarancule (bambu lokal)<br />

ternyata berkarakteristik serupa dengan Bambu<br />

Petung yang biasa kami gunakan untuk<br />

proyek di Jawa atau Bali. Kami dapat memilih<br />

dengan mudahnya bambu-bambu lokal dengan<br />

kualitas baik sesuai dengan kebutuhan<br />

panjang dan karakter bentuk batang bambu<br />

pada desain bangunan yang kami rancang. Sementara<br />

itu, harga sangat jauh dibanding dengan<br />

bahan bambu di Bali apalagi dengan harga<br />

material beton. Karena ini adalah proyek sosial,<br />

banyak dari anggota masyarakat yang ikut<br />

membantu menyumbang bambu yang berasal<br />

dari kebun mereka sendiri, kalau pun membeli,<br />

harganya sangat terjangkau.<br />

DESAIN<br />

Beliau bercita-cita membangun kantor bagi<br />

Insitut Mosintuwu, sebuah bangunan yang Mengenai desain, kami diberi kebebasan un-<br />

unik dengan teknologi yang belum pernah tuk berekspresi oleh klien, sehingga kami pu-<br />

diaplikasikan di daerah Poso namun mentuskan untuk sekalian membuat desain dengoptimalkan<br />

potensi material lokal sehingga gan tingkat kerumitan cukup tinggi. Proyek ini<br />

selain bangunan mengandung nilai kearifan adalah proyek bambu pertama / pioneer di<br />

lokal, biaya konstruksi pun lebih terjangkau. kawasan Poso. Harapan kami proyek ini dapat<br />

Pemilihan konstruksi bambu didasarkan pada menjadi sebuah pembelajaran, inspirasi dan<br />

harapan bahwa bangunan kantor ini tidak han- perbendaharaan arsitektur yang baru baik<br />

44<br />

ya dirancang untuk mewadahi fungsi kegiatan<br />

pemberdayaan masyarakat tetapi juga dalam<br />

proses konstruksinya dapat membuka wawa-<br />

bagi masyarakat pengguna bangunan maupun<br />

komunitas perancang dan pekerja bangunan.<br />

45<br />

san para tenaga konstruksi lokal akan potensi Desain boleh rumit, tetapi hakekatnya tetap<br />

bambu yang banyak terdapat di sekitar mere- untuk mewadahi fungsi dan kegiatan yang<br />

ka tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. dilakukan oleh Institut Mosintuwu. Tipe konstruksi<br />

bambu yang berbeda pada masing-ma-<br />

SITE<br />

sing ruangan kami gabungkan sekaligus dalam<br />

desain bangunan ini untuk memberikan gambaran<br />

tentang variasi desain konstruksi bambu<br />

yang bisa diaplikasikan pada desain bangunan.<br />

Pada bagian ruang kantor, kami menggunakan<br />

struktur bambu berlantai tiga. Bagian bangunan<br />

ini mengadaptasi dan memodifikasi bentuk<br />

atap tradisional Sulawesi dan dirancang<br />

untuk menjadi bagian yang paling menonjol<br />

pada proporsi bangunan sehingga dapat<br />

menjadi daya tarik dalam jarak pandang yang<br />

cukup jauh. Selain untuk memisahkan fungsifungsi<br />

kantor berdasarkan privasi dan zona<br />

kerja, struktur lantai tiga ini juga menunjukkan<br />

kekuatan konstruksi bambu saat disusun secara<br />

vertikal.<br />

Pada bagian perpustakaan, untuk memberi<br />

kesan bahwa buku adalah jendela dunia<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi


46<br />

dan dunia itu sangat luas tak bersudut, kami<br />

rancang sebuah ruangan melingkar setengah<br />

bola berdiameter 8 meter sebagai gambaran<br />

bahwa pengguna berada di dalam dunia dan<br />

bisa melihat kesegala penjuru dunia. Bagian ini<br />

kami rancang dengan menggunakan struktur<br />

rangka cangkang bambu. Hampir sama prinsipnya<br />

dengan struktur rangka cangkang baja,<br />

hanya saja struktur ini menggunakan sistem<br />

anyaman silang batang-batang bambu yang<br />

bersama-sama membentuk sebuah struktur<br />

setengah bola.<br />

Sebuah fungsi rumah makan / kedai atau<br />

yang nantinya dapat dikembangkan menjadi<br />

sebuah restoran yang berkelas ditambahkan<br />

dalam daftar kebutuhan ruang Insitut Mosintuwu.<br />

Kami berpikir ke depan bahwa untuk<br />

menjadikan LSM ini sebagai badan mandiri<br />

dan memiliki unit usaha sendiri sehingga dapat<br />

mengurangi ketergantungan terhadap kucuran<br />

dana dari pihak luar / donor.<br />

Selain itu, potensi lokasinya yang berada di<br />

pinggir danau akan sangat disayangkan jika<br />

tidak dioptimalkan. Bagian bangunan ini hampir<br />

sepenuhnya akan berada di atas air danau.<br />

Untuk menyiasatinya sesuai dengan ide awal,<br />

kami merencanakan pembuatan struktur lantai<br />

apung yang dapat menyesuaikan diri dengan<br />

ketinggian air pasang dari danau. Oleh<br />

karena bahan bambu tidak disarankan untuk<br />

terlalu lama terekspos oleh sinar matahari<br />

dan hujan, kami merancang sebuah struktur<br />

atap bentang panjang untuk melindungi lantai<br />

apung berdiamater 12 meter ini. Struktur ini<br />

terinpirasi dari bentuk ikan yang melompat<br />

dari danau sehingga sistem rangka struktur ini<br />

menggambarkan garis-garis tulang ikan yang<br />

melengkung melindungi struktur lantai tersebut.<br />

Sebuah struktur bambu rangka ruang berbentuk<br />

busur sepanjang 15 meter menjadi penopang<br />

utama. Rangka penutup ini melintang<br />

dari sisi luar perpustakaan melewati lantai<br />

apung dan bertumpu pada satu titik pondasi<br />

ditengah danau.<br />

SISTEM KERJA<br />

Desain yang rumit sebaiknya dikerjakan sepenuhnya<br />

oleh tenaga ahli yang berpengalaman.<br />

Namun dalam proyek ini, kami mengaplikasikan<br />

misi pemberdayaan masyarakat lokal<br />

sekaligus memfasilitasi keterbatasan dana<br />

klien melalui sistem diklat bagi tenaga lokal.<br />

Kami mengirim 4 orang tenaga ahli dari Bali,<br />

sementara sisanya adalah 12 orang tenaga<br />

lokal dari sekitar lokasi proyek yang belum<br />

pernah sama sekali mengerjakan konstruksi<br />

bambu.<br />

Kekhawatiran tentu saja sempat menghampiri,<br />

tetapi seiring berjalannya diklat dan proses<br />

konstruksi, semangat lokalitas itu semakin<br />

terbangun – baik dalam penerapan saat memilih<br />

material bangunan maupun pada penggunaan<br />

tenaga lokal. Tidak selamanya orang<br />

yang belum pernah mengerjakan sesuatu<br />

berarti tidak bisa; bakat dan kemauan belajar<br />

memungkinkan para tenaga lokal cepat beradaptasi<br />

dengan sistem konstruksi bambu yang<br />

baru dikenal. Selain itu banyak hal tentang<br />

teknik konstruksi tradisional yang bisa dipelajari<br />

yang bukan tidak mungkin ternyata lebih<br />

efektif dari yang selama ini kita tahu. Tentunya<br />

sebuah proses saling bertukar ilmu dan menambah<br />

wawasan menjadi dampak positif pemilihan<br />

sistem kerja seperti ini. Kedua belah<br />

pihak saling berbagi dan belajar. Mungkin hasil<br />

pekerjaan tidak sesempurna atau secepat jika<br />

dikerjakan sepenuhnya oleh tenaga-tenaga<br />

ahli dari Bali atau daerah lain, tetapi proses<br />

pemberdayaan masyarakat lokal lebih besar<br />

nilainya untuk keberlanjutan jangka panjang.<br />

Keuntungan lain dari sistem kerja ini adalah<br />

biaya yang terjangkau untuk klien karena sebagian<br />

besar menggunakan standar upah lokal.<br />

Pekerjaan juga tetap berjalan dengan baik<br />

dikarenakan adanya tenaga ahli yang tetap<br />

menjadi koordinator tiap-tiap seksi pekerjaan.<br />

Bagi tenaga lokal, proyek ini memberikan<br />

ilmu baru bagi mereka sehingga dapat membuka<br />

peluang usaha baru dan meningkatkan<br />

standar upah mereka di kemudian hari. Keuntungan<br />

bagi kami, ketika di masa mendatang<br />

mendapat proyek lain di Sulawesi,<br />

kami telah memiliki<br />

bibit-bibit tenaga konstruksi<br />

bambu sehingga mungkin<br />

kami tidak perlu lagi mengirim<br />

tenaga ahli dari luar daerah<br />

dan proyek dapat ditangani<br />

sepenuhnya oleh tenaga<br />

lokal.<br />

EFEK MASA DEPAN<br />

Walau proyek ini belum selesai<br />

sepenuhnya, beberapa<br />

pihak di sekitar Poso telah<br />

menunjukkan ketertarikan<br />

mereka terhadap penggunaan<br />

konstruksi bambu. Salah<br />

satu yang meningkatkan semangat<br />

kami adalah dukungan<br />

dari pemerintah daerah<br />

setempat yang terus mengawal<br />

dan antusiasme mereka<br />

dalam mengusahakan penerapan<br />

konstruksi bambu pada<br />

beberapa proyek pengembangan<br />

wisata di Tentena,<br />

sebuah kecamatan tempat<br />

lokasi bangunan Institut Mosintuwu<br />

dibangun.<br />

Berita tentang pembangunan<br />

ini juga telah tersebar ke berbagai<br />

daerah di Sulawesi. Beberapa<br />

pihak yang telah kami<br />

temui antara lain dari Palu,<br />

Mamuju, Makassar dan Jeneponto<br />

yang menyatakan tertarik<br />

untuk mengembangkan<br />

konstruksi bambu sesuai dengan<br />

potensi daerahnya masing-masing.<br />

Sangat menarik,<br />

semoga niat baik semuanya<br />

diberikan kemudahan jalan.<br />

TREN<br />

Melalui proyek ini, kami mempelajari<br />

bahwa lokalitas bisa<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

bagus, bisa menarik, atau istilah<br />

masa kini – bisa “keren”.<br />

Dan yang keren ini ternyata<br />

juga bisa terjadi di mana saja.<br />

Khusus di Indonesia, kiblat /<br />

tren arsitektur masih menjurus<br />

untuk melihat karya-karya<br />

yang terbangun di Jawa atau<br />

Bali yang mengakibatkan<br />

banyak desain rumah, toko,<br />

ataupun pusat perbelanjaan<br />

di Makassar ternyata tidak<br />

jauh berbeda dengan yang<br />

terdapat di Surabaya. Padahal<br />

setiap daerah mempunyai<br />

ciri lokal yang harus tetap<br />

dihargai dan dikembangkan,<br />

dan tentunya setiap daerah<br />

juga berhak menjadi kiblat /<br />

tren yang menginspirasi bagi<br />

masyarakat dan saudara-saudaranya<br />

di daerah lain.<br />

Jadi boleh lah jika judul tulisan<br />

ini menyerupai judul-ju-<br />

dul buku yang banyak terdapat<br />

di toko buku yang isinya<br />

menggambarkan tren terbaru<br />

arsitektur di sebuah wilayah.<br />

Poso sudah memulai untuk<br />

bangkit, tidak selamanya<br />

akan dikenal sebagai daerah<br />

pasca konflik, tetapi menjadi<br />

sebuah daerah dengan beragam<br />

potensi dan memiliki<br />

arsitektur yang bisa dibanggakan.<br />

Harapannya, langkah<br />

awal ini menjadi inspirasi,<br />

bukan secara mentah ditiru<br />

untuk diaplikasikan di daerah<br />

lain.<br />

Semoga saudara-saudara di<br />

daerah lain juga mulai berinisiatif,<br />

sehingga bukan tidak<br />

mungkin akan muncul tulisan<br />

atau buku tentang Bajawa Architecture<br />

Now, Samboja Architecture<br />

Now, atau Muaro<br />

Jambi Architecture Now. <br />

Salam,<br />

47


48<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

U SHAPE CULVERT HOUSE<br />

ARA Studio<br />

Konsep dasar pemikiran :<br />

Melihat potensi tersembunyi<br />

dari sebuah obyek (hidden affordance)<br />

Pada dasarnya semua obyek<br />

mempunyai potensi untuk digunakan<br />

secara; benar, salah,<br />

dan potensi lain yang tidak terpikirkan<br />

sebelumnya karena<br />

mempunyai sifat dan karakter<br />

yang dibutuhkan untuk menjadi<br />

obyek dengan kegunaan<br />

baru yang benar benar beda<br />

dengan perencanaan semula<br />

Konsep dasar pemilihan obyek<br />

“u shape culvert” :<br />

Fenomena kota Surabaya yang<br />

sedang gencar memakai u<br />

shape culvert untuk menutup<br />

sungai-sungai kecil untuk dijadikan<br />

jalan<br />

Potensi dan kualitas space<br />

yang dihasilkan dari u shape<br />

nya dari pengalaman yang sering<br />

kami lihat dan kami baca<br />

di media massa ketika proses<br />

pembangunan u shape culvert<br />

sedang berlangsung di Surabaya<br />

Fleksibilitas modul untuk diletakkan<br />

dengan konfigurasi<br />

massa yang sedemikian rupa<br />

Keragaman bentuk dan ukuran<br />

Siap pakai (plug and play) karena<br />

diproduksi secara massal<br />

untuk kebutuhan infrastruktur<br />

Kekuatan modul sendiri dan<br />

ketahanan terhadap iklim karena<br />

bahan terbuat dari beton<br />

Dalam prosesnya tidak dibutuhkan<br />

“sub structure” karena<br />

modul inti sudah stabil<br />

49


jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi


52 53<br />

http://imgc.allpostersimages.com/images/P-473-488-90/27/2790/TYFOD00Z/posters/holger-leue-woman-and-children-of-kastom-village-selling-souvenirs-under-banyan-tree-yakel-vanuatu.jpg<br />

ARSITEKTUR<br />

NAUNGAN<br />

Paskalis Khrisno Ayodyantoro<br />

lindungan naungan<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Arsitektur Naungan, hari ini sering dikemukakan oleh josef prijotomo juga sebelumnya<br />

sering di kaji melalui bahasa lain oleh YB mangunwijaya dan Silaban tentang sikap tropis.<br />

Tulisan ini adalah catatan perjalanan, pendapat dan pengembangan awal dari pengalaman<br />

melalui buku sejarah, filsafat, fiksi, jurnal, arsitektur, koran, tautan jejaring maya, berkegiatan<br />

praktek, perjalanan rumah asuh, kursus singkat, perjalanan, percobaan tentang metoda praktek<br />

membangun arsitektur di Indonesia hingga pertemuan pertemuan singkat dan diskusi setelah 5<br />

tahun sejak lulus sarjana. Catatan ini juga merupakan eksplorasi yang tak usang dari remahanremahan<br />

awal yang perlu di lanjutkan, kembangkan dan dibuktikan lewat belajar, lanjutan<br />

percobaan dan membuka diri untuk menerima kemungkinan baru.


jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Tempat<br />

manusia, terbagi atas; Iklim dan cuaca ekstrim contohnya yang menaungi kegiatan<br />

Letak geologis, juga menghasilkan potensi<br />

adalah iklim sedang, dingin, hingga iklim kutub. di iklim manusia dari terik matahari<br />

Pada mulanya manusia berpindah mencari bumi. Potensi bumi adalah keadaan bumi<br />

ini terdapat suhu dan cuaca ekstrim seperti panas matahari dan curah hujan yang<br />

tempat yang nyaman untuk hidup. Setelah yang berhubungan dengan air, angin, panas,<br />

hingga kondisi salju yang membuat manusia membutuhkan tinggi. Dan sejatinya seperti<br />

lelah hidup berpindah pindah, manusia dan aktifitas aktifitas bumi. Masing masing<br />

perlindungan. Tanpa perlindungan yang benar-benar tertutup, pendapat Romo Mangun,<br />

berusaha mencoba menciptakan kenyamanan potensi ini memiliki dampaknya terhadap<br />

manusia tidak dapat hidup dengan iklim dan cuaca tersebut. manusia tropis, hidup di luar<br />

dengan menetap dalam satu lokasi dan konstruksi bangunan hunian. Air, contohnya<br />

Sedangkan iklim dan cuaca suhu yang bisa disesuaikan daripada di dalam.<br />

menyesuaikan diri terhadap kondisi tempat hunian dipantai atau pinggir sungai yang<br />

dengan tubuh contohnya adalah iklim tropis. Suhu tropis<br />

tersebut. Manusia kemudian menciptakan sering terkena pasang, akan mengangkat<br />

yang berada di antara 18-32 derajat celcius membuat manusia Arsitektur Tropis, adalah<br />

hunian dasar dengan menyesuaikan(adapt) bangunan huniannya agar air tidak masuk<br />

membutuhkan naungan sekedar untuk menghindari curah tentang mengatasi bayang<br />

secara bertahun-tahun hingga berabad-abad kedalam bangunan. Angin, contohnya hunian<br />

hujan tinggi dan terik matahari yang suhu rata rata sepanjang dan aliran udara. Arsitektur<br />

dengan tempat, yang di pengaruhi 3 faktor yang sering terlanda angin kencang, akan<br />

tahun masih dapat diadaptasi tubuh manusia tanpa sebuah Tropis adalah arsitektur<br />

besar tempat yaitu : letak geografis, letak menancapkan konstruksi bangunannya<br />

perlindungan. Iklim secara langsung menghasilkan sikap naungan.<br />

astronomis, dan letak geologis.<br />

kedalam tanah agar tidak mudah tercerabut,<br />

tubuh-hunian terhadap alam.<br />

disamping itu bentuk bangunan dibuat tidak<br />

Dengan memahami ciri ciri<br />

Letak geologis ialah letak suatu tempat menantang angin (aerodinamis) sehingga<br />

Tropis, kemarau dan penghujan<br />

iklim dan cuaca tropis, maka<br />

berdasarkan struktur batu-batuan yang ada tidak merusak bangunan secara berarti ketika<br />

kita bisa mengenali unsur<br />

pada kulit buminya. Letak geologis dapat angin kencang terjadi. Disamping itu juga<br />

Indonesia berada di Iklim tropis yang menurut koppen adalah yang membentuk arsitektur<br />

terlihat dari beberapa sudut, yakni dari sudut masih ada potensi bumi seperti gempa yang<br />

berkarakter temperatur tinggi (pada permukaan laut atau tropis, tetapi sebelum<br />

formasi geologinya, keadaan batuannya, coba dipecahkan dengan konstruksi yang<br />

ketinggian rendah) - dua belas bulan memiliki temperatur rata- melanjutkan ke unsur<br />

54 dan jalur-jalur pegunungannya. Tanah lepas dari tanah agar tidak menentang/lepas<br />

rata 18 °C (64.4 °F) atau lebih tinggi. Indonesia sendiri berada pembentuk arsitektur lainnya, 55<br />

memiliki ciri-ciri material dan struktur batuan dari gerakan gempa atau dibuat pengikat-<br />

di iklim hujan tropis dimana mengalami kelembaban 60 mm kita perlu memahami singkat<br />

kompleks yang terkandung di dalamnya pengikat miring seperti struktur bawah<br />

(2.4 in) ke atas sepanjang 12 bulan. Iklim ini terjadi pada garis tentang terbentuknya fungsi,<br />

baik mineral, karakter, zat, hingga minyak bangunan vernakular(geografis) Nias agar<br />

lintang 5-10° dari khatulistiwa. Di iklim hujan tropis, Manusia dan politik identitas melalui<br />

bumi. Kandungan tanah beserta batuan konstruksi bangunan kaku, tetapi tetap<br />

bisa dengan mudah menyesuaikan diri dengan suhu alam sejarah<br />

yang berada di suatu tempat, mempengaruhi terlepas dari tanah.<br />

sekitar.<br />

keadaan tumbuhan apa saja yang dapat<br />

Kegiatan Manusia dan<br />

tumbuh. Dari tumbuhan ini binatang dapat Letak Geografis ialah letak suatu daerah<br />

Matahari dan Hujan adalah tantangan terbesar di lokasi Fungsi<br />

hidup di sekitarnya. Bagi manusia, tumbuhan dilihat dari kenyataannya di bumi atau posisi<br />

tropis. Matahari sepanjang tahun, kelembapan yang tinggi,<br />

dan binatang ini menjadi sumber makanan daerah itu pada bola bumi dibandingkan<br />

dan curah hujan yang tinggi, adalah potensi utama yang Arsitektur dan tempat<br />

dan mata pencaharian manusia. Bahan, dengan posisi daerah lain. Letak geografis<br />

perlu di pertimbangkan dalam mengadaptasi hunian terhadap berjalan dengan sejarah<br />

kondisi lansekap, Tumbuhan dan binatang ditentukan dengan keadaan lautan dan daratan<br />

iklim tropis. Kegiatan manusia dapat di lakukan kapan saja yang panjang menyesuaikan<br />

ini kemudian dipakai selanjutnya sebagai sekitar tempat. Letak geografis ditentukan<br />

bila tidak terganggu terik matahari dan curah hujan tinggi kondisi lingkungan sekitar.<br />

material konstruksi bagi manusia untuk pula oleh letak astronomis dan letak geologis.<br />

yang berpengaruh langsung terhadap tubuh manusia dan Melalui trial and error<br />

menciptakan hunian seperti kayu, batu, hingga<br />

menghindari kelembapan yang berpotensi timbul bakteri manusia bersinggungan<br />

kulit binatang, untuk beradapatasi dengan Secara astronomis, kondisi tempat didasarkan<br />

dan penyakit bagi manusia. Suhu Iklim tropis tidak menjadi dengan alam, berusaha<br />

iklim dan cuaca di sekitarnya serta pengaruh pada posisinya pada garis lintang dan bujur<br />

gangguan berarti bagi tubuh manusia. Dalam beberapa menyempurnakan tempat<br />

lain untuk melindungi fisiknya. Selain itu bumi. Menurut geografis, dampaknya adalah<br />

catatan, Josef prijotomo seringkali menyebutkan kebiasaan tinggalnya sehingga bisa<br />

kondisi mineral, tumbuhan dan binatang ini kondisi Iklim dan cuaca disuatu tempat.<br />

telanjang(hanya menggunakan cawat) masyarakat tradisional menyesuaikan tubuh dengan<br />

juga digunakan manusia sebagai penghasil Iklim dan cuaca setempat berdampak pada<br />

yang dinalarkan ketidakpengaruhan signifikan antara suhu huniannya terhadap alam.<br />

energi dasar, seperti api kemudian minyak bagaimana manusia mengadaptasikan<br />

iklim tropis dan tubuh. Penyesuaian hunian manusia untuk<br />

untuk menghangatkan tubuh, sejalan dengan tubuhnya terhadap kondisi suhu<br />

iklim tropis ini adalah “menghindari” efek langsung terik Manusia menurut Diagram<br />

adaptasi dan teknologi sebagai sumber lingkungannya. Pembagian iklim dan cuaca<br />

panas matahari dan curah hujan basah yang tinggi mengenai Maslow akan memenuhi<br />

memasak, dan penghasil energi.<br />

terhadap kemampuan penyesuaian tubuh<br />

tubuh. Sehingga yang dibutuhkan dalam hunian tropis adalah kebutuhan fisiknya untuk


dapat bertahan hidup, yaitu makan, minum, membutuhkan tempat yang nyaman untuk<br />

identitas komunitas untuk<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

dibangunan pada saat<br />

bernafas, sekresi, homeostatis, dan tidur. berkegiatan sesuai fungsinya. Lumbung<br />

membedakan dengan diri tersebut, seperti dikutip Masyarakat yang jengah<br />

Pada taraf dasar selanjutnya manusia mulai makanan, ruang tamu, tempat bermusyarah,<br />

atau komunitas lainnya. dibuku tegang bentang, dengan politik imperialisme<br />

berpolitik mencari lawan jenisnya sebagai penjara, kantor ketua adat, tempat ibadah,<br />

“arsitektur occidental (barat) ini, kemudian mulai<br />

pemenuhan seks untuk bereproduksi.<br />

restoran, hingga bank berkembang secara<br />

Setelah bangunan hunian, merupakan suatu konstruksi menyuarakan kebosanan<br />

kumulatif.<br />

kegiatan bertambah<br />

yang bersifat totalitas, terhadap modernisme.<br />

Untuk memenuhi kebutuhan reproduksi,<br />

dan beragam, sehingga sedangkan arsitektur Modernisme dianggap<br />

manusia mulai menciptakan sistem sosial Dengan berjalannya perkembangan manusia<br />

membentuk arsitektur baru tradisional Indonesia tidak bisa menyuarakan<br />

termasuk politik. Hubungan hubungan yang diseluruh dunia, manusia yang membentuk<br />

sesuai dengan fungsi baru merupakan susunan yang keragaman dan pluralisme<br />

semakin kompleks dalam kehidupan sosial sistem sosial dan ekonomi, melakukan<br />

yang dibutuhkan komunitas subyektif, elementer, dengan yang ada diseluruh indonesia.<br />

kemudian berlanjut tidak hanya pada jalan perjalanan ke tempat-tempat lain untuk<br />

atau masyarakat. Sebagai mengutamakan wajah luar Ditandai pada tahun 1984<br />

mencari lawan jenis dan bereproduksi. mencari tempat yang lebih nyaman baik<br />

satu komunitas, manusia terutama wajah depan”. ketika konggres IAI (Ikatan<br />

Manusia yang tinggal dalam satu tempat dengan motif kenyamanan tempat-tubuh<br />

yang berusaha memenuhi<br />

Arsitek Indonesia) tentang<br />

bertambah banyak dan menjadi satu<br />

hingga motif politik dan ekonomi. Pengaruh<br />

kebutuhan sosialnya melalui Perjuangan identitas<br />

mempertanyakan arsitektur<br />

komunitas kemudian mulai membagi peran, luar tempat mulai saling menginspirasi baik<br />

perjuangan identitas juga berlanjut pada awal masa Indonesia, kemudian<br />

bergotong royong sebagai komunitas sesuai dari sistem kebudayaan, kepercayaan sosial,<br />

turut berdampak pada kemerdekaan, pemerintahan berlanjut hingga gerakan<br />

kemampuannya dan mulai saling bergantung ekonomi hingga teknologi.<br />

arsitekturnya. Identitas presiden Soekarno,<br />

seperti LSAI (Lembaga<br />

untuk saling memenuhi kebutuhannya.<br />

ini digunakan baik untuk menggunakan gaya modern Sejarah Arsitektur Indonesia),<br />

Hubungan hubungan manusia yang diatur Dari ekspansi manusia austronesia, masuknya<br />

membedakan fungsi, sebagai nation building. AMI (Arsitek Muda<br />

ini menjadi satu kesepakatan sosial agar pengaruh India, Eropa, timur tengah hingga<br />

kepemilikan komunitas, baik Usaha untuk membawa Indonesia) dan kelompok-<br />

56<br />

komunitas manusia yang didalamnya bisa<br />

hidup berdampingan dengan adil. Komunitas<br />

sekarang, informasi baru berdatangan. Fungsi<br />

turut berkembang secara akumulatif dengan<br />

suku, kepercayaan hingga<br />

negara sebagai pemenuhan<br />

zeitgeist, indonesia yang satu.<br />

Keadaan ini didukung dengan<br />

kelompok setelahnya yang<br />

mencoba memberikan<br />

57<br />

yang terbentuk dari sistem sosial kemudian Bahan dan Teknologi seperti bata merah<br />

rasa “bersama”<br />

proyek-proyek pada saat itu pandangan lain dalam usaha<br />

membentuk kegiatan dan fungsi baru didalam hingga sistem dinding dan beton mewarnai<br />

dengan gaya internasional memperjuangkan tentang<br />

hunian untuk menyediakan fasilitas sosial. perkembangan arsitektur Indonesia. Masing<br />

Dari proses pengaruh oleh arsitek-arsitek generasi keragaman.<br />

Hunian kini terbagi menjadi tempat yang masing zaman berusaha mewakilkan bahan<br />

mempengaruhi sebelum Sujudi, Silaban, dsb yang<br />

memisahkan aktifitas fisik yang privat sesuai dan fungsi, juga berusaha menyesuaikan<br />

jaman majapahit, arsitektur mengisi dominasi arsitektur Sudah 50 tahun, Post-modern<br />

dengan nilai sosial yang terbentuk. Manusia terhadap kondisi alam.<br />

vernakular(geografis) yang di Indonesia. Periode sejak kelahirannya menjadi<br />

hidup berkelompok dan ruang ruang bersama<br />

masih hidup, pendudukan selanjutnya, arsitektur momok menakutkan di dunia<br />

tercipta baik di dalam hunian maupun Identitas<br />

belanda hinga menjadi negara kemudian di dikte oleh arsitektur. Sesuatu yang<br />

di luar hunian. Kesepakatan sosial juga<br />

Indonesia, kita bisa melihat kekuasaan presiden Soeharto terus menerus di hindari<br />

membentuk sistem ekonomi agar hasil dari Kebutuhan manusia menurut diagram<br />

pengaruh identitas muncul untuk menciptakan Indonesia oleh mahasiswa dan praktisi,<br />

peran masing masing manusia dapat dinilai Maslow, setelah pemenuhan fisik telah<br />

dalam arsitektur. Satu contoh yang “satu(generik)” tetapi pada kenyataannya<br />

dan dihargai sehingga bisa ditukar dengan tercapai, manusia kemudian mengembangkan<br />

menjelang kemerdekaan, dengan program-program taktik dan metodenya telah<br />

kebutuhan lainnya. Disamping itu, manusia diri untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang<br />

arsitek-arsitek belanda standarisasi. Pada masa berhembus dan terbangun<br />

juga mempertanyakan tentang asal usul hal, timbul karena sistem sosial, seperti rasa aman,<br />

seperti wolff schoemaker Soeharto terjadi jawanisasi dengan diam diam. Setiap<br />

hingga menelurkan sistem kepercayaan yang percaya diri, kognitif, estetik, aktualisasi<br />

dengan politik etis berusaha dengan menjoglokan orang melakukan post-<br />

menyesuaikan sistem sosial setempat. diri hingga pemenuhan yang transenden.<br />

mengadaptasi kondisi bangunan pemerintahan. modern. Setiap orang<br />

Sebagai bagian dari satu komunitas yang<br />

alam dengan mencoba Arsitektur vernakular lainnya melakukan dekorasi. Kita<br />

Perkembangan sistem sosial, kepercayaan, besar, manusia kemudian membuat tanda dan<br />

teknologi bangunan modern yang tersebar di seluruh kurang lebih sepakat<br />

politik, ekonomi, teknologi dan politik simbol sebagai satu bahasa untuk berinteraksi<br />

digabungkan dengan identitas Indonesia, yang masih hidup seakan mempertanyakan<br />

yang berkembang secara kompleks dan dan memenuhi kebutuhan sosialnya.<br />

bangunan vernakular yang dianggap sebagai arsitektur “otentik”. Kini setiap<br />

kumulatif, kemudian menumbuhkan fungsi Tanda dan simbol ini akhirnya digunakan<br />

telah ada, bahkan dengan tradisional yang sudah lewat orang bisa menggunakan<br />

fungsi kegiatan baru dalam komunitas dan manusia sebagai identitas diri, maupun<br />

sadar meletakkan identitas masanya.<br />

sejarah, budaya, referensi,


tema, metafora, memori, pengalaman,<br />

sebagai metode tanpa rasa malu. Alih alih<br />

arsitektur modern yang terlalu dingin dan<br />

mewakili imperialisme, post-modern atau<br />

melalui sebutan(teori) lainnya hadir sebagai<br />

jawaban atas pluralisme, mewakili suarasuara<br />

keragaman. Modern yang sebelumnya<br />

menjadi semangat jaman baru, pemersatu, kini<br />

digantikan dengan bahasa lebih sopan, melalui<br />

abstraksi abstraksi identitas, seringkali dalam<br />

bentuk yang lebih sederhana.<br />

Metafora tsunami yang diusung ridwan kamil<br />

dalam bentuk bangunan museum aceh, Tema<br />

jendela dan pintu dalam fasade Bar dan<br />

restaurant Potato Head oleh andramatin, Kulit<br />

kedua bata kerawang di bangunan fakultas<br />

elektro UI oleh Yori Antar, Menara Phinisi di<br />

Makasar oleh Yu sing, hingga peminjaman<br />

tampilan kubus-putih-berlubang-acak-kotak di<br />

sekolah bogor raya oleh Indra Tata Adilaras<br />

Fungsi, teknologi, dan wajah arsitektur,<br />

berkembang akumulatif dengan sistem sosial<br />

hingga politik pada zamannya. Arsitektur<br />

di Indonesia sekarang memiliki tantangan<br />

dengan semakin terbukanya informasi lewat teknologi informasi. Arus deras informasi baik<br />

teknologi, teori, visual turut serta memeriahkan praktik arsitektur di Indonesia. Arsitektur<br />

di Indonesia sekarang selain memiliki dimensi sosial yang kian kompleks, juga memiliki<br />

permasalahan menyaring informasi dan tanda tanda untuk kemudian memilih yang bisa<br />

disesuaikan terhadap tempat.<br />

Unsur Arsitektur Naungan<br />

Hotel Indonesia, dibangun ketika pemerintahan Soekarnoi. Sumber:<br />

Sistem sosial, politik, kepercayaan, hingga ekonomi ditambah dengan masalah masalah<br />

kontemporer membuat arsitektur mengembangkan diri sesuai pemahaman bahan dan teknologi<br />

pada zamannya untuk memenuhi kebutuhan fungsi dan identitas yang semakin beragam dan<br />

juga terpenting adalah pembagian fungsi kegiatan melalui pemintakatan (penzoningan) area<br />

Dalam sejarah arsitektur Indonesia,<br />

modernisme tidak pernah benar benar terjadi<br />

http://syofuan.files.wordpress.com/2011/02/hotel-indonesia.jpg<br />

terhadap hubungan dengan tempat.<br />

menjadi gerakan sama seperti di Amerika,<br />

Namun, yang perlu di pikirkan kembali setelah masuknya pengaruh fungsi dan identitas, adalah<br />

ia hanya menjadi sebuah gaya. Begitu juga<br />

menarik kembali arsitektur ke hubungan manusia dan tempat, tempat dimana tempat saya<br />

dengan post modernisme yang alih-alih<br />

tinggal, Indonesia, yang senantiasa menjadi gambaran besar masalah tubuh dan tempat adalah<br />

menjadi semangat pembawa keragaman<br />

atau lomba otentisitas atas dorongan<br />

tropikalitas dengan sinar matahari dan curah hujan tinggi, tentang naungan.<br />

konsumerisme.<br />

Dengan dasar naungan, maka perlu ada pengertian kembali dari masing masing unsur. Untuk<br />

58<br />

Tidak dapat di pungkiri, Indonesia dengan<br />

memudahkan praktikalitas dalam desain, maka yang perlu di perhatikan dalam tiap unsur<br />

arsitektur dasar setelah mengartikan kembali adalah mempertanyakan masalahnya dengan alam<br />

59<br />

keragaman yang luar biasa membuat masing<br />

masing baik pribadi maupun secara kelompok<br />

dan hubungannya dengan tubuh manusia itu sendiri.<br />

memerlukan identitas yang menginformasikan<br />

karakter masing masing usul, tempat, dan<br />

Mintakat (zoning)<br />

budaya termasuk dengan praktek arsitektur<br />

Sejalan dengan konsep naungan, pertanyaannya adalah bagaimana memetakan<br />

dan arsiteknya yang sadar/tak sadar berada Menara Phinisi. Sumber: Ariko Andikabina<br />

tempat untuk kegiatan sesuai dengan kebutuhan. Perlu ada cara pembagian<br />

dalam taktik post modern ini.<br />

mintakat dari fungsi dan program, baik hasilnya tempat berupa ruang dan massa<br />

tanpa harus mengorbankan bagaimana udara, dan cahaya tetap dapat mengalir<br />

dan atau menembuskan(permeable). Mintakat yang tetap mengalirkan atau dan<br />

menembuskan(permeable) secara berkelanjutan<br />

Potato Head oleh Andra Matin. Sumber: http://www.changmoh.com/<br />

move-over-ku-de-ta-potato-head-is-where-its-at/<br />

1. kegiatan dan fungsi apa saja yang perlu di bagi antara privat dan umum<br />

2. bagaimana menyesuikan terhadap paparan panas yang begitu besar di iklim<br />

tropis<br />

3. bagaimana pembagian mintakat pada lahan yang sempit<br />

4. bagaimana membagi mintakat sesuai privat dan umum tanpa mengorbankan<br />

kebutuhan cahaya dan aliran udara.<br />

Sempadan (batas)<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Hal yang paling sulit setelah pemintakatan adalah menentukan sisi yg menjadi<br />

perhinggaan suatu tempat (ruang, daerah, dan sebagainya) melalui ketentuan yg tidak


oleh dilampaui. Mengartikan ulang tentang sempadan dalam arsitektur naungan,<br />

menjadi penting untuk menentukan cairnya dan sifat ketembusan masing-masing<br />

mintakat sebagai sikap terhadap bayang dan aliran udara.<br />

1. apakah ada ketentuan yg tidak boleh dilampaui<br />

2. bagaimana sebuah sempadan mewujud untuk memisahkan mintakat<br />

3. bahan apa yang bisa memisah kegiatan privat dari suara, dan pandangan tetapi<br />

tetap meresapkan udara dan cahaya agar tidak lembab?<br />

4. bagaimana menjaga suhu tiap tempat agar stabil<br />

5. bagaimana menanggulangi angin yang terlalu keras<br />

6. bagaimana menanggulangi paparan matahari yang panas sepanjang waktu<br />

7. bagaimana menanggulangi agar binatang yang tidak diinginkan tidak masuk ke<br />

tempat kegiatan manusia<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

4. bahan apa yang memiliki daya tahan tinggi<br />

terhadap terpaan panas dan hujan, mudah diganti<br />

bila rusak<br />

5. Bagaimana proporsi, skala naungan terhadap tubuh<br />

Setelah mengartikan kembali dan “mempertanyakan” masingmasing<br />

unsur dasar arsitektur: manusia dan tempat, kemudian<br />

dicari pemecahan masalahnya secara utuh dengan unsur solusinya<br />

baik bahan (struktur dan teknologi) dan idiom estetika tampilan<br />

yang dibutuhkan bagi masing masing manusia, komunitas atau<br />

tempat itu sendiri.<br />

Naungan (Atap)<br />

Dari sekian solusi mintakat dan naungan, berikut ini adalah<br />

beberapa pendapat atas melalui percobaan karya, melihat, hingga<br />

merasakan beberapa bangunan arsitek yang saya datangi yang<br />

menghasilkan beberapa “cara” untuk diterjemahkan kedalam<br />

Untuk menghindari curah hujan dan panas sinar matahari langsung, maka dibutuhkan<br />

konteks kekinian untuk mengatasi bayang dan aliran udara adalah<br />

naungan yang dapat membuat manusia tetap dapat berkegiatan tanpa terganggu.<br />

Naungan pada awal terbentuknya adalah penyesuaian peneduh dari hal sederhana<br />

:<br />

untuk dari berteduh sekedar dibawah pohon atau memanfaatkan gua kemudian<br />

1. mintakat yang menembuskan (permeable) : melalui<br />

60 berkembang dengan membuat dan merangkai bahan sekitar lingkungan seperti<br />

pembagian mintakat dengan merancang ruang dan masa 61<br />

dedaunan atau kayu untuk digunakan sebagai naungan.<br />

diantara ruang terbuka yang berorientasi menembuskan<br />

dengan ruang terbuka, gaya hidup tropis dengan aliran<br />

Di iklim hujan tropis, kelembapan tinggi sering terjadi karena penguapan air yang<br />

udara yang baik bisa mengalir. Dengan pengolahan<br />

tinggi. Kelembapan tinggi menimbulkan masalah bagi penghuni karena memicu<br />

mintakat yg menembuskan, maka terdapat beberapa<br />

timbulnya jamur atau bakteri penyakit yang berdampak pada tubuh manusia. Untuk<br />

keuntungan yang tercipta, yaitu;<br />

mengadapatasi sebuah hunian, maka diperlukan pemahaman bahwa ruang dibawah<br />

a. kontrol kegiatan : membagi mintakat sesuai<br />

naungan bisa dilewati angin agar ruangan tidak menjadi lembab.<br />

fungsi atau sifat seperti privat dan umum<br />

menentukan bagaimana cairnya hubungan<br />

Dalam sejarah arsitektur, naungan ini dikembangkan menjadi elemen atap dalam<br />

masing masing sifat kegiatan dengan ruang<br />

bangunan. Atap naungan tropis pada awalnya adalah sebuah elemen untuk<br />

ruang terbuka dan solusi menembuskan bagi<br />

meneruskan curah hujan yang tinggi dengan segera ke tanah. Seiring dengan<br />

masing-masing fungsi dan sifat kegiatan.<br />

perkembangan teknologi, atap dapat mengalami transformasi dari bentang pendek<br />

b. ruang interaktif : dalam skala<br />

ke bentang lebar yang disesuaikan dengan fungsi kegiatan yang akan menempati di<br />

mendatar(horizontal), ruang terbuka maka<br />

bawahnya.<br />

menyediakan bahkan memancing bagi<br />

manusia/komunitas untuk interaksi guyub<br />

Naungan, di iklim tropis yang kemudian menandakan tempat berkegiatan khusus yang<br />

seperti di taman, plaza, setapak, dan lain<br />

dapat dilakukan dimana ruang dibawahnya terbebas curah hujan tinggi dan sengatan<br />

sebagainya..<br />

terik matahari yang langsung mengenai tubuh.<br />

c. skala ketinggian : dalam bangunan tinggi<br />

masalah kepadatan menjadi penting, tetapi<br />

1. ketika curah hujan tinggi, air diturunkan secepat cepatnya ke tanah, tetapi<br />

perlu ada solusi dalam skala bangunan agar<br />

kesiapan tanah untuk menyerap tidak baik.<br />

tetap dalam skala manusia sehingga perlu<br />

2. bagaimana atap yang besar atau luas tetapi tetap terang di ruang dalam<br />

dibagi sehingga memiliki satu ruang terbuka<br />

3. bagaimana konsep naungan disusun dalam hunian tinggi<br />

konfigurasi menembuskan contoh : rumah di bali<br />

dalam skala vertikal. Dalam beberapa kasus


membuat mintakat<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

mengalir dari ruang ke ruang. Melalui kreativitas pola dan jenis bahan, konsep berpori<br />

melayang memberikan<br />

efek menembuskan secara<br />

bisa menjadi alternatif penghawaan alami sekaligus memisahkan privat dan umum.<br />

trimatra baik mendatar<br />

ataupun meninggi.<br />

Arsitektur Mengkini<br />

2. lansekap bagian dari arsitektur :<br />

Hari hari ini, kita terbenam dalam waktu yang serba cepat, kecepatan adalah kemajuan,<br />

pohon besar dan rindang adalah<br />

kekuatan/kecepatan menggeser kekuatan/pengetahuan. Hidup dengan gaya konsumerisme kini<br />

unsur baik untuk menaungi panas<br />

dinilai dengan uang/produksi. Sukses dinilai dengan kecepatan. Begitu halnya dengan teknologi<br />

dan hujan lewat daun dan ranting<br />

media informasi, berlomba lomba menyajikan kecepatan dan keseketikaan informasi. Kecepatan<br />

rantingnya. Menggunakan pohon<br />

berarti juga menurunkan suhu<br />

konfigurasi menembuskan memberikan ruang interaktif<br />

di sela selanya<br />

memberikan kepuasan.<br />

lewat bayangnya bagi tubuh, dan<br />

Dunia yang datar karena teknologi informasi ini, kemudian di pakai sebagai jejaring informasi-<br />

menyejukkan bagi mata. Pohon<br />

seketika tentang arsitektur. Informasi bertebaran dengan tanda-tandanya. Jejaring informasi<br />

juga sekaligus menyediakan skala<br />

kemudian digunakan arsitek meluaskan fungsinya sebagai; tempat diskusi, kritik, tempat<br />

manusia, sehingga dalam skala<br />

kota, skala dan garis langit buatan<br />

promosi, propaganda, dan lain sebagainya. Informasi dan tanda bertebaran dalam keseketikaan.<br />

manusia yang kadang terlalu tinggi,<br />

Hari hari ini, dalam kecepatan dan budaya konsumerisme, kita dituntut untuk terus berproduksi.<br />

menyilaukan, dan membosankan<br />

direduksi dengan kehadiran pohon.<br />

lansekap sebagai payung dan skala<br />

Praktikalitas ditantang dengan arus permukaan untuk di bangun. “Membaca” adalah<br />

kemewahan bagi yang berpraktek. “Membangun” adalah kemewahan bagi akademisi. Tidak ada<br />

landsekap seperti tanaman rambat<br />

yang sempurna, pandangan/teori ideal dan praktek ideal. Praktek menemukan masalah realitas<br />

62 atau pohon berfungsi tidak saja<br />

tumpang tindih yang tidak tertulis dalam teori dan butuh solusi praktis. Dan teori menemukan 63<br />

meneduhkan bangunan tetapi<br />

masalah yang begitu kompleks, terus berubah dan tidak ada yang sempurna menyelesaikan satu<br />

menjadi pilihan lain membagi<br />

mintakat secara umum dan privat.<br />

hal.<br />

3. payung peneduh : pohon berhasil<br />

Melalui idiom estetika modern seperti gestalt dan postmodern seperti pastiche, parodi, kitch,<br />

dalam kondisi tropis memberikan<br />

camp, skizofrenia yang banyak digunakan melalui bayang bayang jargon/teori seperti critical<br />

naungan yang teduh, sama seperti<br />

regionalism, community based, dekonstruksi, desain parametrik, historicism, fenomenologi, dan<br />

halnya teritisan atap miring yang<br />

sebagainya, arsitektur seringkali terjebak dalam permainan tanda, menjadi fetisisme komoditi.<br />

melindungi curah hujan tinggi,<br />

payung besar di antara 2 ruang untuk kegiatan<br />

Arsitektur melalui permainan tanda dan makna ini seringkali mengandung unsur distorsi yang<br />

tetapi juga melindungi panas<br />

menyesatkan antara fungsi, makna dan nilainya sehingga dapat menggiring publik ke tingkah<br />

langsung ke dinding atau jendela<br />

laku yang menyimpang. Arsitektur kemudian memiliki pesona yang sesungguhnya tidak ada.<br />

langsung. Selain panas ke atap,<br />

Arsitektur menjadi hiperrealitas komunikasi, kepalsuan menjadi kebenaran, isu menjadi sebuah<br />

sebagian besar panas matahari juga<br />

mengenai dinding dan ruang dalam.<br />

informasi.<br />

perlu ada payung payung peneduh<br />

Tanda dan kandungan informasi yang terjadi dalam arsitektur sekarang perlu di telaah secara<br />

yang bisa mengurangi panas ini yg<br />

kritis. Penilaian arsitektur yang kian terbagi “orisinil atau tidak” “bagus jelek” perlu di pahami<br />

meneduhkan baik melalui bayangan<br />

terbagi dalam dua kutub subyektif dan obyektif. Aspek obyektif berkaitan dengan pertimbangan<br />

dan keporian tanpa mengorbankan<br />

berbagai faktor yang yang membatasi proses pengembangan arsitektur, seperti teknologi, teknik,<br />

pandangan.<br />

material, konvensi, dan kode bahasa. Sedangkan aspek subyektif berkaitan dengan kemampuan<br />

4. berpori : seperti dalam bangunan<br />

daya kreatif yang dibentuk oleh kebudayaan, mitos, kepercayaan, ideologi atau ketidaksadaran<br />

vernakular(geografis) tropis, banyak<br />

arsitek.<br />

material pemisah ruang privat<br />

menggunakan kayu, bambu dan<br />

ijuk yang memberikan angin sejuk<br />

eksplorasi material berpori. foto : yori antar


jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Di tulisan ini arsitektur naungan adalah salah satu cara memahami secara obyektif dalam<br />

Daftar Pustaka, dan Lanjutan bacaan<br />

mencoba memecahkan masalah tubuh dan tempat yang saya harapkan bisa secara radikal<br />

• Abraham Maslow (1943) A Theory of human Motivation,<br />

(mengakar) terhadap dominasi masalah tempat di Indonesia yaitu iklim tropis basah. Masih<br />

• Arsitek Muda Indonesia (1997), Penjelajahan 1990-1995, Jakarta : Subur<br />

ada masalah berikutnya yang masih memerlukan kajian dalam perjalanan saya sebagai arsitek,<br />

namun bisa kita jawab bersama-sama dengan payung arsitektur naungan, yaitu<br />

•<br />

•<br />

Arsitek Muda Indonesia (1990), Katalog Pameran Arsitektur Prospektif, Jakarta :<br />

Architectural Design (2011) Radical Post-Modernism: Architectural Design , London : Architectural<br />

Design<br />

a. meningkatnya jumlah penduduk dan arus urbanisasi, manusia kini<br />

mendominasi kota. Kota dengan batas luasnya yang terbatas kini<br />

•<br />

•<br />

Architectural Design (2013) The Innovation Imperative, London : Architectural Design<br />

Architectural Design (2012) Human Experience and Place, Sustaining Identity, London : Architectural<br />

Design<br />

menghadapi masalah karena jumlah manusia yang harus di atur, bagaimana<br />

• Charles Jencks (1970) Meaning in Architecture, : Barrie & Jenkins<br />

arsitektur naungan melalui bahan dan teknologi dapat berperan dalam<br />

•<br />

•<br />

Charles Jencks (2006) theories and manifestoes of contemporary architecture, : Academy Press<br />

Cornelis Van De Ven (1991) Ruang Dalam Arsitektur, Jakarta : Gramedia<br />

kepadatan tinggi bisa menjadi pemecahan masalah termasuk turunannya<br />

• David Robson (2002) Geoffrey Bawa: The Complete Works, : Thames and Hudson<br />

b.<br />

seperti sosial budaya politik dan lain sebagainya.<br />

Tingkat keberhasilan arsitektur naungan dengan pemecahan subyektif<br />

•<br />

•<br />

Eko Budihardjo (1983) Menuju Arsitektur Indonesia, Bandung : Penerbit Alumni<br />

Geoffrey London, Patrick Bingham-Hill (2003) Houses for the 21<br />

melalui hiburan, kreatif dan estetik yang dilakukan dilapangan dengan<br />

analisa rencana dan keberhasilannya baik meliputi metoda detail, skala,<br />

proporsi dan lain sebagainya.<br />

c. Bahan(material) dan teknologi apa yang bisa kita ciptakan sebagai jawaban<br />

akumulatif dari arsitektur naungan sesuai unsur-unsur di atas.<br />

d. Mengingat belum meratanya pembangunan di Indonesia, arsitektur<br />

yang bisa menjangkau semua kalangan termasuk ekonomi rendah perlu<br />

64 e.<br />

dipikirkan sebagai tanggung jawab bersama.<br />

Bagaimana mengaitkan hubungan arsitektur naungan sebagai kesatuan<br />

65<br />

utuh, sebagai cara manusia menghuni melalui hubungannya dengan tempatmanusia<br />

dan liyan.<br />

Memang, arsitektur naungan tanpa pemahaman yang dalam akan dianggap sekedar arsitektur<br />

atap sebagai solusi arsitektur tropis dan kemudian terjebak dalam perlombaan menganyam<br />

wajah. Pada akhirnya, Arsitek sebaiknya mendahulukan penyelesaian masalah objektif(yang<br />

membatasi proses), meningkatkan pengetahuan obyektif dan mengurangi pengetahuan palsu<br />

(pseudo knowledge) melalui hubungan manusia dan tempat dan masalah lainnya tanpa<br />

mengurangi unsur subyektif seperti hiburan, kreativitas dan estetika. Arsitektur perlu dikritisi<br />

sehingga berbagai bentuk salah persepsi dapat di hindarkan, lalu membagi kritik secara luas<br />

dampak arsitektur sebagai pendidikan ke masyarakat, dibanding berkutat pada “meniscayakan<br />

(sekedar) Tampilan yang meng-Indonesia” yang seringkali terjebak dalam politik identitas.<br />

Jakarta, Febuari 2013<br />

st •<br />

century, Singapore : Periplus<br />

Imelda Akmal (2002) Karya-Karya Arsitek Muda Indonesia 1997-2002, Jakarta, Gramedia<br />

•<br />

•<br />

•<br />

Jared Diamond, (2005) Guns, Germs & Steel, :W. W. Norton & Company :<br />

Josef Prijotomo (2011) Tampilan Arsitektur, Surabaya<br />

Josef Prijotomo (2009) Ruang Bersama atau Tempat bersama, Surabaya<br />

• Josef Prijotomo (2012) Membongkar ketololan dan kemalasan dalam menuju Arsitektur Indonesia,<br />

•<br />

Surabaya<br />

Josef Prijotomo (2010) Arsitektur Nusantara-Arsitektur Naungan, bukan Lindungan (Sebuah Reorientasi<br />

Pengetahuan Arsitektur Tradisional), Surabaya<br />

•<br />

•<br />

Kenneth Frampton, (2007) Modern Architecture: A Critical History (Fourth Edition) (World of Art), :<br />

Thames & Hudson<br />

Kenneth Frampton, (2007) Towards a critical Regionalism : Six Points of an Architecture of Resistance,<br />

•<br />

•<br />

: H foster<br />

Kenneth Frampton, (1998) Technology Place & Architecture : MIT Press<br />

Kenneth Frampton, (2001) Studies in Tectonic Culture: The Poetics of Construction in Nineteenth and<br />

Twentieth Century Architecture : MIT Press<br />

•<br />

•<br />

Kevin Low (2010) Small Projects : Oro Editions<br />

Micaela Busenkell (2012) WOHA : breathing Architecture, Germany : Prestel Publishing<br />

• Larry Gonick (2010), Kartun Riwayat Peradaban, Jakarta : Gramedia<br />

•<br />

•<br />

•<br />

Martin Heidegger (1927) Being and Time, 1962 New York<br />

Martin Heidegger (1951) Building dwelling thinking, 1962 New York<br />

Neil Leach (1997) Rethinking Architecture, London : Taylor & Francis<br />

•<br />

•<br />

Oscar Riera Ojeda (2008), Bedmar & Shi: Romancing the Tropics, : Oro Editions<br />

Patrick Bingham-Hill (2012) WOHA Selected Projects: Selected Projects v. 1: The Architecture of<br />

WOHA, Singapore : Pesaro Publishing<br />

• Patrick Bingham-Hill (2012) Tropical Arts and Crafts, The houses of Guz Wilkinson, Singapore : Pesaro<br />

•<br />

Publishing<br />

Paul Oliver (2003) Dwelling, London: Phaidon<br />

• Peter J.M Nas (2009) Masa Lalu Dalam Masa Kini : Arsitektur di Indonesia, Jakarta: Gramedia<br />

•<br />

•<br />

Phillip Goad (2005) New Directions in Tropical Architecture, Singapore : Periplus<br />

Pusat Dokumentasi Arsitektur (2012) Tegang Bentang, Seratus Tahun Perspektif Arsitektural Di<br />

Indonesia, Jakarta : Gramedia<br />

• Robert Venturi (2002), Complexity and Contradiction in Architecture, New York : The Museum of<br />

•<br />

Modern Art, New York<br />

Robert Venturi (1977), Learning from Las Vegas - Revised Edition: The Forgotten Symbolism of<br />

Architectural Form,: MIT press<br />

• Sri Astuti (1992) Arsitek dan Karyanya : F Silaban, Bandung: Penerbit Nova<br />

• YB Mangunwijaya (2009) Wastu Citra, Jakarta : Gramedia<br />

• Yasraf Amir Piliang (2011) Dunia yang di lipat, tamasya melampaui batas-batas kebudayaan, Bandung<br />

: Matahari<br />

• Yasraf Amir Piliang (1999) Hiper-realitas Kebudayaan: Semiotika, Estetika, Posmodernisme, Bandung<br />

: LKIS


Catatan untuk<br />

“Zaman Baru<br />

Generasi<br />

Modernis-<br />

Sebuah Catatan<br />

Arsitektur”;<br />

Sebuah Reaksi.<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Ini bukan resensi buku. Ini lebih seperti<br />

mendapatkannya pun samar. Tidak sejarah arsitektur. Tujuannya adalah<br />

reaksi kami, kepada sebuah buku yang<br />

banyak orang yang tahu bahwa buku ini untuk melepaskan sejarah arsitektur<br />

salah satu bab-nya, bercerita tentang<br />

telah terbit. Saya mendapatkan kopinya Indonesia, dari urutan perkembangan<br />

kami. Reaksi yang kami rasa perlu<br />

dari Paskalis, yang memesan kepada langgam yang sering digunakan dalam<br />

lakukan, untuk menanggapi persepsi dan<br />

seseorang yang saya juga kurang jelas historiografi barat”<br />

pertanyaan atas kami, yang dituliskan<br />

siapa. Tapi tampaknya dia terkait dengan<br />

dalam buku ini.<br />

penerbit dari buku ini. Mari sama-sama Dari pernyataan ini, jelas bahwa buku<br />

berharap, buku ini akan segera ada ini pasti akan mengecewakan mereka<br />

Sebuah buku baru mengenai sejarah<br />

di toko-toko buku di kota anda, dan yang mengharap penjelasan mengenai<br />

arsitektur modern Indonesia, terbit<br />

perpustakaan-perpustakaan di kampus prinsip-prinsip dan metoda merancang<br />

belum lama ini. Buku yang berjudul<br />

anda.<br />

yang telah dilakukan oleh arsitek-arsitek<br />

“Zaman Baru Generasi Modernis-Sebuah<br />

modern Indonesia, sampai hari ini.<br />

Catatan Arsitektur” itu ditulis oleh Abidin<br />

Buku ini terdiri dari 5 bagian. Pembagian Pernyataan yang saya rasa menempatkan<br />

Kusno, seorang sejarawan arsitektur dan<br />

ini dilakukan berdasar pada momentum- arsitektur di posisi yang terlalu tinggi.<br />

perkotaan, yang kini tinggal di Vancouver,<br />

momentum perubahan dinamika sosial<br />

Canada, sebagai associate professor, di<br />

Indonesia dan kejadian-kejadian dalam Setiap masa memiliki dinamika dan<br />

Universitas British Columbia.<br />

komunitas arsitek modern Indonesia, masalahnya sendiri-sendiri. Diantara<br />

Bersama dengan buku Tegang Bentang,<br />

yang rasanya dianggap oleh penulis, banyaknya kejadian yang muncul,<br />

yang belum lama ini diterbitkan atas<br />

sebagai titik perubahan atau katalis akan ada satu (kadang lebih) kejadian,<br />

prakarsa Pusat Dokumentasi Arsitektur,<br />

yang merubah kecendrungan arsitektur mungkin pelaku, mungkin kelompok<br />

66 buku ini ada diantara sedikit buku, yang<br />

di Indonesia. Buku ini, mencoba untuk yang menonjol, yang membuat berita 67<br />

bercerita mengenai sejarah arsitektur<br />

melihat tindakan atau pemikiran apa lalu pada akhirnya mempengaruhi<br />

modern Indonesia. Jenis buku yang<br />

yang muncul dari para arsitek Indonesia, perkembangan sebuah bidang secara<br />

ketika saya masih ada di bangku kuliah,<br />

sebagai reaksi terhadap dinamika zaman, mendalam. Para arsitek dan kejadian-<br />

Danny Wicaksono<br />

tidak pernah sempat saya baca dan<br />

dapatkan.<br />

seperti yang dijelaskan oleh Abidin: kejadian menonjol yang mereka<br />

timbulkan inilah yang dicatat oleh<br />

“Arsitek bukan hanya seorang ahli penulis.<br />

Mengetahui apa yang terjadi di masa-<br />

yang membantu mewujudkan sebuah<br />

masa sebelum hari ini, adalah landasan<br />

bangunan secara fungsional, kokoh dan Adalah mereka atau kejadian-kejadian<br />

fundamental bagi kita, untuk melangkah<br />

indah sesuai citra yang diharapkan, ia yang melawan terhadap keadaan yang<br />

lebih baik di masa kini dan masa depan.<br />

juga adalah anggota dari tatanan sosial dianggap tidak lagi relevan dengan<br />

Bahwa buku-buku yang menceritakan<br />

politik suatu negara. Buku ini bercerita pemikiran satu generasi dan/atau situasi<br />

kejadian-kejadian di masa lalu dengan<br />

tentang perubahan zaman yang penuh sebuah zaman, yang dalam buku ini<br />

komprehensif, seperti ini sempat sangat<br />

dengan masalah-masalah sosial dan dianggap sebagi penanda modernitas<br />

langka sampai ditangan kita, adalah hal<br />

politik yang dihadapi arsitek. Dalam dalam tiap jaman di arsitektur modern<br />

yang harus kita pastikan untuk tidak<br />

menghadapi masalah-masalah tersebut, Indonesia.<br />

kembali terjadi.<br />

sadar atau tidak, arsitek ikut mendorong<br />

perubahan zaman dan terlibat dalam “Dengan demikian, arsitektur modern<br />

Buku ini terbit agak diam-diam,<br />

penataan jaringan kekuasaan yang Indonesia ini perlu dipahami sebagai<br />

jika tidak ingin dikatakan misterius.<br />

sekaligus membentuk dirinya. Buku gerakan kesadaran diri dari sebuah<br />

Penerbitnya, Penerbit Ombak, tidak<br />

ini berupaya untuk meletakkan<br />

generasi melalui proses pembedaan<br />

memasarkan terlalu gencar ke khalayak<br />

pertimbangan intelektual dan sosial- untuk membangun sebuah tatanan<br />

arsitektur. Keterangan tentang dimana<br />

politik sebagai asas yang menentukan simbolik baru”


jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Tidak banyak informasi yang diberikan Dimulai dengan catatan tentang hindia<br />

Perkenalan Abidin dengan jongArsitek! pak Mustapha Pamuntjak (sebagai salah<br />

oleh penulis ketika menceritakan<br />

timur di awal abad ke-20, ketika kota<br />

terjadi ketika ia diminta untuk<br />

satu arsitek yang aktif di dalamnya)<br />

tentang apa yang terjadi di satu jaman. dan kehidupannya semakin marak dan<br />

memberikan kuliah mengenai arsitektur pada bedah-buku pertama buku Tegang<br />

“Perlawanan” yang diceritakan oleh politik etis baru diperkenalkan, buku ini<br />

modern Indonesia di Singapura, dalam Bentang . Preseden atas gerakan arsitek<br />

penulis adalah kasus-kasus yang<br />

menceritakan kami, jongArsitek! sebagai<br />

sebuah simposium bertajuk “Non- muda yang terorganisir sangat minim.<br />

menengahkan individu atau kelompok subyek pada bab terakhirnya. Di bab<br />

West Modernist Past” sekitar bulan Mungkin hanya AMI. Sehingga sangat<br />

arsitek yang coba memberontak dari terakhir ini, Abidin memiliki kebingungan<br />

Januari 2011. Abidin yang meninggalkan bisa dimengerti jika Abidin kemudian<br />

situasi atau pemikiran-pemikiran dari tentang motivasi kami. Dia tidak melihat<br />

Indonesia sejak tahun 1991, merasa melihat dan menganalisa kami dalam<br />

para pendahulu mereka. Saya pribadi adanya alasan untuk memberontak,<br />

bahwa ia kehilangan jejak dengan kacamata preseden gerakan, seperti yang<br />

mencari cerita tentang konflik antara ketika tidak ada lagi situasi politik yang<br />

pergerakan apa yang terjadi di Indonesia. dilakukan oleh AMI.<br />

para arsitek yang diceritakan ini dengan perlu dilawan.<br />

Untuk melengkapi materi kuliahnya, ia Dari sinilah kami merasa kami perlu<br />

sesama generasinya. Misalnya ketika<br />

menghubungi Suryono Herlambang. menulis artikel ini.<br />

Karsten menengahkan pemikiran tentang “Zaman baru, pada umumnya, lahir<br />

Ketika itu, Suryono Herlambang baru<br />

arsitektur yang mengadaptasi arsitektur dari pemberontakan terhadap zaman<br />

saja selesai mengkuratori Pameran jongArsitek! tidak bisa disamakan<br />

lokal, adakah dialog yang terjadi<br />

sebelumnya. Tapi, generasi jongArsitek!<br />

Nasional Arsitek Muda 2010 yang kami dengan AMI. Meskipun kami (penggagas<br />

antara dia dan Aalbers, atau Ghijsell tidaklah pernah melawan zaman<br />

selenggarakan. Ditanya tentang gerakan jongArsitek!) bertemu di ForumAMI,<br />

atau Pont? Atau ketika AMI sedang orde baru karena mereka masih<br />

apa yang sekarang sedang terjadi di dan sempat menggerakkan forum<br />

aktif-aktifnya, apakah ada gerakan lain bayi saat papa, om, dan tante dari<br />

Indonesia, Herlambang bercerita tentang tersebut untuk waktu yang tidak terlalu<br />

yang terjadi di masa itu? Apakah AMI AMI memberontak pada 1980-an.<br />

kami, dan apa yang kami lakukan. Lalu lama, sifat gerak AMI dan jongArsitek!<br />

adalah satu-satunya yang bergerak jongArsitek! boleh dikatakan mewarisi<br />

Abidin mungkin mulai mencari-tahu sangat berbeda. Perbedaan yang paling<br />

68 dan memberontak? Tidak adakah yang era baru (bukan era orde baru), sehingga<br />

lebih banyak tentang jongArsitek! dan mendasar: AMI muncul sebagai sebuah 69<br />

memberontak dari AMI di masa itu? mereka merasa dilahirkan sebagai<br />

PNAM2010. Yang Abidin tidak sempat perkumpulan arsitek-arsitek muda<br />

pemberontak di ruang hampa. Apa yang<br />

lakukan adalah mewawancarai salah satu yang dengan tegas dan jelas berusaha<br />

Saya tidak merasa ini sebagai<br />

mau diberontaki kalau kekuasaan lama<br />

diantara kami (penggagas jongArsitek) untuk melawan hegemoni perusahaan-<br />

kelemahan/kekurangan buku ini, saya sudah tidak ada, pusat telah melemah,<br />

mengenai motivasi, latar belakang, dan perusahaan besar dan menuju kepada<br />

melihat ini sebagai kekurangan bangsa ini politik tidak lagi dikomandoi, dan<br />

tujuan dari dibentuknya jongArsitek!. penjelajahan desain arsitek secara<br />

secara umum. Saya bisa membayangkan ideologi buka lagi masalah?”<br />

individual; jongArsitek! muncul pertama<br />

sulitnya mencari data dan informasi<br />

Sebagai seorang arsitek Indonesia kali sebagai sebuah majalah internet<br />

mengenai hal-hal yang sudah terjadi Semua poin yang dituliskan Abidin tepat.<br />

yang mengalami masa kejayaan AMi, gratisan yang berisi pemikiran beberapa<br />

bertahun lalu, di sebuah bangsa yang<br />

• Apalagi yang perlu<br />

saya curiga bahwa Abidin menduga arsitek muda. Sebuah majalah yang<br />

lebih terbiasa dengan budaya lisan. Dan<br />

diberontaki? Tapi apakah<br />

kami memiliki motivasi, tujuan dan hingga hari ini sudah terbit 23 edisi,<br />

dengan posisi tinggal penulis diluar kota,<br />

berontak adalah satu-satunya<br />

latar belakang yang sama dengan AMI. dengan lebih dari 100 kontributor dari<br />

kesulitan pengumpulan data tulis dan<br />

alasan untuk terbentuk dan<br />

Dari situlah saya menduga timbulnya dalam dan luar negeri.<br />

wawancara lisan, pasti sangat sulit untuk<br />

bergerak?<br />

kebingungan Abidin atas gerak operasi<br />

dilakukan. Meskipun begitu,<br />

• Mengapa kami harus<br />

jongArsitek!<br />

AMI membuat beberapa pameran<br />

sebagai sebuah pengantar sejarah<br />

berontak? Kami tidak pernah<br />

karya arsitek-arsitek anggotanya, yang<br />

arsitektur modern Indonesia, buku ini<br />

memiliki niat untuk berontak.<br />

Hal ini saya pikir sangat mungkin terjadi, mereka kurasi sendiri: Pameran Arus<br />

menjelaskan secara general perubahan<br />

• Jika apa yang kami lakukan<br />

mengingat sedikit sekali gerakan arsitek Silang di tahun 1993, Pameran karya<br />

pandangan, pendekatan desain dan<br />

dianggap sebagai sebuah<br />

muda yang terorganisir. ATAP adalah AMI tahun 1999, dan pameran AMI Next<br />

ketidakpuasan-ketidakpuasan yang<br />

pemberontakan maka itu<br />

sebuah kelompok belajar, bukan sebuah tahun 2004. Pameran-pameran yang<br />

terjadi selama kurang lebih 100 tahun<br />

sama sekali bukan niat awal<br />

gerakan terorganisir dengan tujuan berpengaruh besar bagi perkembangan<br />

kebelakang.<br />

kami.<br />

yang jelas dan terencana panjang,<br />

seperti yang pernah di tegaskan oleh<br />

arsitektur modern Indonesia.


“Belumlah jelas apakah jongArsitek!<br />

akan membangkitkan modernisme<br />

sosial jaman bung karno dan membawa<br />

arsitektur ke arena perdebatan<br />

mengenai keadilan sosial dan<br />

ketimpangan pembangunan yang sering<br />

mencemaskan hati romo mangun?”<br />

atau<br />

Generasi kami, adalah generasi yang<br />

berada diawal karir, ketika Cina, India<br />

dan negara-negara di timur tengah<br />

(kini rusia mengikuti) membangun<br />

dengan intensitas yang sangat tinggi.<br />

Beberapa mengatakan bahwa kecepatan<br />

pembangunan yang mereka lakukan<br />

itu, belum pernah ada presedennya.<br />

Kecepatan pembangunan yang tinggi<br />

ini, menuntut adanya banyak perencana<br />

yang terlibat.<br />

Di saat itu biro-biro arsitektur dari<br />

banyak negara banyak yang memiliki<br />

proyek di negara-negara ini. Di akhir<br />

masa kuliah saya, saya ingat sekali<br />

bagaimana kami dibombardir dengan<br />

Kecendrungan untuk ingin bekerja di luar<br />

negeri, rasanya sebagian didorong oleh<br />

publikasi arsitektur yang mulai marak<br />

dan beragam dimasa itu. Blog, website,<br />

dan berbagai majalah yang masuk ke<br />

Indonesia membawa banyak informasi<br />

mengenai biro-biro arsitektur yang hasil<br />

pemikirannya dirasa dan dipikir jauh<br />

lebih menarik daripada kebanyakan biro<br />

arsitektur di Indonesia saat itu. Sebagian<br />

lagi karena tentu, adanya tawaran<br />

untuk penghasilan yang lebih baik, dan<br />

pengalaman hidup berkota yang lebih<br />

baik pula.<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

jongArsitek! juga membuat beberapa “Mengambang dengan hati-hati<br />

banyak sekali publikasi yang memuat Bukan sebuah hal yang sulit untuk<br />

pameran, tapi dengan cara yang<br />

dan cemas di alam idealisme adalah<br />

rencana-rencana bangunan yang akan disadari, bahwa generasi kami tumbuh<br />

berbeda; Sebuah pameran karya hasil pemberontak-pemberontak muda pasca-<br />

dibangun di berbagai kota di Cina besar di kota yang gagal menyediakan<br />

workshop ruang tinggal dalam kota, reformasi, seperti jongArsitek! yang<br />

dan Timur Tengah. Di Asia tenggara, kesempatan bagi penduduknya, untuk<br />

sebuah pameran nasional arsitek muda lahir sebagai “midnight childern” yang<br />

Singapura adalah salah satu negara menikmati kota. Sementara kami<br />

yang di kurasi oleh tiga orang diluar dibesarkan pada zaman revolusi digital,<br />

yang biro-biro arsitekturnya banyak tumbuh besar dengan film-film yang<br />

jongArsitek! dan pameran wacana namun berusaha mencari leluhur dari<br />

mengerjakan proyek-proyek dengan memperlihatkan penduduk menjelajah<br />

rumah-rumah tanpa pintu yang<br />

kreativitas modernisme mereka.”<br />

skala besar, di negara-negara tersebut. kotanya dengan berjalan kaki, atau<br />

memperkenalkan peran penuh seorang<br />

Dengan hanya NUS, sebagai universitas sepasang muda-mudi yang duduk piknik<br />

kurator. Ketiga pameran ini tidak dibuat Sejujurnya, sebagai sebuah organisasi,<br />

yang memiliki jurusan arsitektur, biro- di taman sambil bercengkrama; Di kota<br />

khusus untuk arsitek-arsitek yang aktif di kami sama sekali belum memikirkan<br />

biro arsitektur di Singapura butuh lebih ini (dan banyak kota lain di Indonesia)<br />

jongArsitek! saja. Ada yang pesertanya hal-hal yang disebutkan oleh penulis<br />

banyak arsitek muda untuk direkrut. kita tidak pernah merasakan taman, dan<br />

didapatkan melalui proses kurasi<br />

diatas. Mungkin kami, secara organisasi,<br />

berjalan di kota dengan nyaman. Belum<br />

terbuka, ada yang melalui undangan. tidak akan pernah memikirkan hal-hal<br />

Mulai tahun 2006 ada tren untuk pergi lagi bagi yang tinggal di Jakarta, mustahil<br />

tersebut, entahlah.<br />

keluar negeri segera setelah selesai untuk berpindah dari satu titik ke titik<br />

jongArsitek! juga membuat beberapa<br />

kuliah S1. Baik itu untuk bekerja atau lain, tanpa merasakan antrian mobil,<br />

kuliah umum dari beberapa arsitek Ada beberapa hal yang saya pikir luput<br />

untuk sekolah lagi. Untuk apapun itu, yang terlalu sering terlalu panjang dan<br />

manca-negara, baik diproduksi oleh dari pengamatan abidin, hal-hal yang<br />

kecendrungan ini sangat lazim sekali melelahkan. Perasaan ingin merasakan<br />

jongArsitek! sendiri atau bekerja-sama setelah edisi pertama kami, menjadi<br />

terjadi pada banyak arsitek muda. kehidupan yang seperti itu, pasti terlintas<br />

dengan Ikatan Arsitek Indonesia. Kami perhatian serius jongArsitek!<br />

Bagi yang ingin bekerja Singapura atau di kepala banyak orang muda di masa<br />

70 juga membuat workshop desain, dan<br />

Eropa ada diantara tujuan utama. Bagi itu. Dan dengan situasi dunia yang<br />

71<br />

diskusi buku. Semua acara yang pernah Yang pertama adalah dinamika arsitektur<br />

yang ingin sekolah lagi, ada banyak membangun seperti saat itu, arsitektur<br />

kami produksi sendiri, tidak dipungut diluar indonesia, ketika kami mulai<br />

beasiswa yang ditawarkan oleh banyak memberikan kesempatan pada banyak<br />

biaya.<br />

memasuki alam praktek arsitek, sekitar<br />

negara di Eropa. Rafael Arsono, menulis arsitek muda dari Indonesia, untuk<br />

tahun 2005-2006.<br />

sebuah artikel berjudul “Eksodus” pada merasakan hidup yang seperti itu.<br />

Cara operasi yang mungkin belum<br />

jongArsitek! edisi 1.3 yang mencoba<br />

sempat diketahui oleh penulis inilah yang<br />

untuk sedikit menjelaskan fenomena ini. Kecenderungan untuk meninggalkan<br />

menurut kami membuat keberadaan<br />

Indonesia inilah yang membuat kami<br />

jongArsitek! di jaman ini, dalam<br />

khawatir akan terjadinya “brain drain”<br />

gambaran Abidin Kusno, menjadi seperti<br />

di Indonesia. Sebuah keadaan ketika<br />

mengambang. Dalam kata-kata Abidin:<br />

pemikiran tidak dapat lagi tertukar dan<br />

terbagi, dan gagasan baru tidak dapat<br />

lagi muncul, karena diskusi-diskusi<br />

kehilangan pesertanya.<br />

Sepanjang yang saya ingat, Paskalis<br />

yang pertama kali sadar tentang potensi<br />

hadirnya situasi “braindrain” ini. Lewat<br />

MSN Messenger, kami kemudian<br />

mendiskusikan apa yang bisa kami<br />

lakukan untuk mensiasati situasi ini.<br />

Paskalis kemudian melontarkan ide untuk<br />

membuat sebuah jurnal yang berisi karya


jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

dan pemikiran arsitek-arsitek muda, Rafael di Milan, Paskalis di Edinburgh,<br />

Hal ini membuat saya pribadi gusar. melihat mereka sebagai tokoh diatas<br />

sehingga pemikiran-pemikiran mereka dan Saya di Beijing. Adi bekerja di<br />

Apa yang terjadi selama ini, sehingga awan, yang hasil pemikirannya selalu<br />

yang ada diluar negeri dapat tetap Singapura, Rafael sedang sekolah S2 di<br />

diskursus arsitektural antara arsitek- dikagumi. Melihat mereka mengantarkan<br />

tertukar dan terkomunikasikan. Kami Politecnico di Milano, Paskal mengikuti<br />

arsitek Indonesia dengan arsitek-arsitek pemikiran mereka tanpa perantara<br />

lalu memulai dari teman-teman terdekat workshop di Edinburg yang didapatkan<br />

dari negara-negara lain, seperti tidak halaman dan paragraf, juga bukan<br />

kami. Dan setelah ini, edisi pertama setelah meraih Urbane Fellowship<br />

pernah terjadi? Saya pribadi mencurigai, di dalam rekaman wawancara dan<br />

jongArsitek! muncul di bulan February Program; sedangkan saya ada di<br />

minimnya catatan tentang pemikiran- dokumenter, kami harapkan bisa menjadi<br />

tahun 2008. Dalam perkembangannya, Beijiing bersama Adi Purnomo untuk<br />

pemikiran arsitek-arsitek Indonesia sebuah pengalaman yang menyadarkan,<br />

kami pun lalu menyelenggarakan<br />

sebuah proyek di Mongolia, bernama<br />

adalah salah satu sebabnya. Kecurigaan bahwa semua pemikiran yang mereka<br />

workshop, diskusi terbuka, pameran, dan Ordos100. Edisi dan perjalanan inilah<br />

yang lain adalah, bahwa memang minim kagumi dari individu tersebut adalah<br />

kuliah-kuliah umum.<br />

yang membuat kami tersadar tentang<br />

sekali pemikiran arsitek-arsitek Indonesia pemikiran yang datang dari seorang<br />

absennya Indonesia di lingkar diskursus<br />

yang mengeksplorasi arsitektur, lebih manusia yang sama manusiawinya<br />

Nama jongArsitek! sendiri dipilih, arsitektur dunia, dan mengubah cara<br />

jauh dari sekedar apa yang dipesan oleh dengan kita semua. Bahwa siapa saja<br />

dengan alasan yang sebetulnya sangat kami beroperasi.<br />

klien.<br />

memiliki kesempatan yang sama untuk<br />

sederhana: kami saat itu masih muda<br />

menghasilkan pemikiran -pemikiran<br />

dan nama “muda” yang ditaruh setelah Ordos100 adalah sebuah proyek<br />

Dari sini, jongArsitek! lalu berniat untuk dengan kualitas yang sama pula.<br />

arsitek sudah terasosiasi dengan terlalu ambisius yang digagas oleh Cai Jiang<br />

membuka komunikasi dengan arsitek<br />

lekat kepada AMI. Jadi kami harus seorang taipan dari Cina. Di tanah<br />

dan desainer dari negara-negara lain. Kami berencana untuk terus melakukan<br />

mencari nama lain lagi. Terpilihlah seluas kurang lebih 2 hektar, 100 orang<br />

Komunikasi yang kami jarang sekali hal ini, dan jika semua situasi<br />

jongArsitek! karena kami pikir setelah arsitek dari 27 negara diundang untuk<br />

dengar dan rasakan sebelumnya. Bukan mendukung, dan memungkinkan, kami<br />

72 dulu ada jong-Java, jong-celebes, jong- mendesain sebuah rumah, dengan luas<br />

untuk dikenal di dunia, tapi untuk ingin melakukan hal yang lebih jauh 73<br />

ambon, mungkin tidak ada salahnya jika bangunan 1000m2. Seniman cina Ai Wei<br />

membuka dialog dengan para pelaku lagi, seperti mengajak arsitek-arsitek<br />

kami bergerak dengan identitas nama Wei, mendesain masterplan kawasannya,<br />

dari negara lain, agar peluang untuk Indonesia untuk berpartisipasi pada<br />

jongArsitek!<br />

dan Jacques Herzog dari biro Herzog &<br />

terbangunnya gagasan dan pemikiran acara-acara arsitektur internasional.<br />

DeMeuron, memilih ke-100 arsitek yang<br />

baru, dapat terbuka sedikit lebih lebar.<br />

Absennya Indonesia di lingkar diskursus diundang.<br />

Dari pemaparan diatas, rasanya<br />

arsitektur dunia.<br />

Kami mulai dengan mengundang<br />

bisa tergambar dengan jelas, bahwa<br />

Bertemu dengan banyak arsitek dari<br />

beberapa teman dari negara lain, untuk jongArsitek! bergerak bukan dengan<br />

Setelah edisi pertama kami terbit, kami berbagai negara, saya disadarkan<br />

berkontribusi di edisi-edisi jongArsitek!. perlawanan, sebagai motif utama. Bahwa<br />

hanya berfokus kepada pengumpulan kepada satu hal: bahwa arsitektur<br />

Setelah beberapa lama, kami lalu mulai kami kemudian dilihat sebagai “midnight<br />

materi untuk menyusun edisi berikutnya. Indonesia dan pemikiran-pemikiran<br />

mengundang arsitek-arsitek dari luar childern” yang hadir dalam sebuah<br />

Karena jarak antara kami ber-empat yang membentuknya, terlihat redup bagi<br />

Indonesia untuk datang ke Indonesia kekosongan kekuasaan dan idealisme<br />

(Paskalis, Nurhadi, Rafael dan saya) yang banyak arsitek dari negara lain. Arsitektur<br />

dan mengorganisasi sebuah presentasi desain, adalah sebuah pandangan yang<br />

berjauhan, semua kerja penyusunan, Indonesia tidak dibicarakan oleh arsitek-<br />

terbuka atau kuliah umum. Ada yang mungkin ada benarnya.<br />

dilakukan via email atau chatting di arsitek dari negara lain. Pemikiran-<br />

kami selenggarakan sendiri, beberapa<br />

Yahoo Messenger. Rafael dan Adi ada pemikiran arsitek dari Indonesia jarang<br />

kami selenggarakan, bekerja sama Apalagi setelah AMi?<br />

di Milan dan Singapura, di tahun-tahun sekali (jika bukan tidak pernah) didengar<br />

dengan Ikatan Arsitek Indonesia.<br />

awal jongArsitek!, Saya dan Paskalis ada atau dipelajari oleh arsitek-arsitek dari<br />

Setelah apa yang diperjuangkan AMi<br />

di Jakarta.<br />

Negara lain. Arsitektur di Indonesia<br />

Mengundang arsitek-arsitek luar negeri (untuk menanamkan keyakinan bahwa<br />

adalah hal yang asing bagi banyak<br />

yang pemikirannya sering kali dikonsumsi menjelajahi desain adalah hal yang harus<br />

Satu edisi jongArsitek! disusun ketika arsitek dari negara lain. Kebanyakan<br />

oleh arsitek-arsitek Indonesia kami dilakukan oleh para arsitek Indonesia)<br />

kami ber-empat ada di 4 kota yang bahkan tidak pernah mengetahui bahwa<br />

anggap perlu untuk dilakukan, agar telah diterima oleh sekian banyak<br />

berbeda. Nurhadi ada di Singapura, Indonesia memiliki arsitektur modern.<br />

arsitek-arsitek Indonesia tidak selalu khalayak di generasi setelah mereka,


hal wajar yang berikutnya dilakukan,<br />

adalah memberitakan penjelajahanpenjelajahan<br />

yang dilakukan oleh arsitekarsitek<br />

muda setelah mereka, bukan?<br />

Apakah pandangan untuk terus<br />

menjelajahi desain, adalah pandangan<br />

yang perlu dilawan?<br />

Kami pikir, ini adalah pandangan<br />

general, yang bersifat divergen, dan<br />

seharusnya merupakan ajakan untuk<br />

terus melakukan eksplorasi desain. Jika<br />

ingin melawan pandangan ini, berarti<br />

kami harus ber-tidak-setuju dengan<br />

keyakinan bahwa desain adalah sesuatu<br />

yang tidak harus dieksplorasi dan tidak<br />

harus dijelajahi. Ber-tidak-setuju dengan<br />

pandangan ini, adalah sebuah sikap yang<br />

kontra-produktif.<br />

AMi dengan subtil, sebetulnya, telah<br />

menghentikan perlawanan intergenerasi.<br />

Kini, kami bereksplorasi.<br />

Namun “perlawanan” bukan berarti<br />

tidak lagi ada. Perlawanan, justru makin<br />

banyak dan makin marak. Tapi kini,<br />

bukan lagi dengan generasi sebelumnya.<br />

Perlawanan yang mendefinisi<br />

modernisme arsitektur Indonesia (seperti<br />

yang digambarkan Abidin) kini, ada di<br />

sesama arsitek dalam lingkar generasi<br />

yang tidak terlalu jauh terpaut.<br />

Pandangan-pandangan dari arsitekarsitek<br />

yang tidak pernah berkumpul<br />

dalam satu kelompok atau organisasi<br />

atau paguyuban, makin banyak.<br />

Ketidak-setujuan pun makin marak.<br />

Komentar-komentar yang simpang siur<br />

di media sosial internet, saya pikir bisa<br />

memperlihatkan hal ini.<br />

Perlawanan-perlawanan juga hadir<br />

sebagai reaksi terhadap mediokritas yang<br />

making menjangkiti semakin banyak<br />

bidang profesi di negara ini. Saya pikir, ini<br />

adalah musuh bangsa ini sekarang.<br />

Mediokritas yang hadir mulai dari<br />

tulisan-tulisan di banyak publikasi<br />

dengan oplah besar, yang makin hari<br />

makin kehilangan pokok kritis penulis;<br />

karya pas-pas-an arsitek terlalu muda,<br />

yang dipublikasi dengan oplah besar;<br />

hingga puji-pujian berlebihan untuk<br />

sebuah hasil kerja tanpa inovasi, minim<br />

eksplorasi, dan kehilangan gagasangagasan<br />

diluar permintaan klien,<br />

yang terhubung erat dan membentuk<br />

arsitektur.<br />

Hari-hari ini juga, kami perlu melawan<br />

keadaan profesi arsitek yang tidak<br />

dilindungi oleh undang-undang arsitek.<br />

Hari-hari ini juga, kami perlu melawan<br />

invasi arsitek-arsitek luar negeri yang<br />

makin marak bekerja di negara ini.<br />

Hari-hari ini juga, kami perlu melawan<br />

kemelut dalam ikatan profesi, yang<br />

membuat kami mengalami kekosongan<br />

kepemimpinan selama 7 bulan. Konflik<br />

yang sisa-sisanya masih terasa.<br />

Juga kami perlu melawan kualitas<br />

pendidikan arsitektur di banyak<br />

universitas di Indonesia, yang mutunya<br />

jauh lebih rendah dari kebanyakan<br />

jurusan arsitektur di universitasuniversitas<br />

lain di seluruh dunia.<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

Ada banyak hal yang kini perlu dilawan, agar modernitas dalam arsitektur<br />

Indonesia, bukan lagi dilihat sebagai keberhasilan sebuah gagasan desain<br />

untuk dibangun dan lalu mempengaruhi banyak arsitek hingga beberapa<br />

generasi setelahnya. Modernitas arsitektur Indonesia di masa depan,<br />

harus berarti tercapainya sebuah kondisi belajar dan bekerja, yang<br />

memungkinkan gagasan-gagasan desain yang inovatif dan eksploratif,<br />

untuk dapat dihasilkan oleh sebanyak-banyaknya arsitek Indonesia.<br />

Untuk modernisme yang seperti itulah, kami harap bisa mengajak<br />

sebanyak-banyak rekan untuk bekerja.<br />

74 75


Chu Hai College<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

__<br />

Project: New campus for Chu Hai College Hong<br />

Kong<br />

Status: Construction<br />

Client: Chu Hai College<br />

Location: Castle Peak Road, New Territories, Hong<br />

Kong<br />

Site: 16,500m2<br />

Program: 28,000m2 of educational facilities<br />

including library, classrooms, offices, studios,<br />

cafeteria, lecture theatres, gym, staff accommodation<br />

Partner in charge: Rem Koolhaas, David Gianotten<br />

Associate: Michael Kokora<br />

Team: Juan Minguez, Ted Lin, Patrizia Zobernig,<br />

Ken Fung, Catharine Ng, Mike Lam and Ka Tam<br />

Competition team: David Gianotten and Chris van<br />

Duijn, together with Sam Aitkenhead, Jing Chen,<br />

Vilhelm Christensen, Alessandro De Santis, Pscal<br />

Hendrickx, Matthew Jull, Michael Kokora, Jedidah<br />

Lau, Dirk Peters, Koen Stockbroekx, Leonie Wenz,<br />

Patrizia Zobernig<br />

COLLABORATORS<br />

Project architect: Leigh & Orange<br />

Hard and soft landscape consultant: Team 73 HK<br />

Civil, geotechnical, structural and building<br />

services engineer: Mott MacDonald UK<br />

Structural facade consultant: Corus<br />

Quantity surveyor: WT Partnership HK<br />

Image courtesy of OMA The images may not be passed to any third parties without further permission.


Three imperatives drive the concept<br />

for Chu Hai College’s new campus: a<br />

compressed time frame of two years for<br />

completion, the natural beauty of the site<br />

– a verdant hill overlooking Castle Peak<br />

Bay in Hong Kong’s New Territories –<br />

and Chu Hai’s venerable history (starting<br />

in 1947) of multidisciplinary education.<br />

The campus consists of education facilities<br />

for three faculties (with 10 departments)<br />

and two research centres over a gross floor<br />

area of 28,000m2. Seventy-five percent of<br />

this space is concentrated in two parallel<br />

horizontal slabs, which are each eight<br />

stories high. The slabs are conceived with<br />

speed and ease of construction in mind:<br />

all structural elements are on the exterior,<br />

liberating the floor plane for ultimate<br />

flexibility.<br />

78<br />

The slabs are connected by a ‘mat’ of stairs<br />

and platforms that criss-cross between the<br />

79<br />

buildings, acting as a circulation space<br />

for the campus and following the natural<br />

slope of the site towards the sea. Campus<br />

life is concentrated on the mat, which<br />

facilitates encounters between staff and<br />

students from different departments and<br />

offers views of the sea, the surrounding<br />

hills, and also, thanks to the aerated<br />

facades of the slabs, into the inner life of<br />

the college itself.<br />

Copyright OMA<br />

Beneath the mat, the ‘plinth’ runs between<br />

the two slabs, beginning at ground level<br />

and rising to the fourth floor. It is a multilevel<br />

network of intricate spaces – in<br />

contrast to the simplicity of the slabs –<br />

including a cluster of four lecture theatres,<br />

a cafeteria, gym, and, at the core of the<br />

college, the library.<br />

Copyright OMA<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi


Copyright OMA Copyright OMA<br />

Copyright OMA<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

80 81<br />

Copyright OMA


82<br />

jongJelajah! @ Archifest 2012<br />

HousetheHouse, jongArsitek! BikeBDG, Vidour<br />

Mega Urban Picnic<br />

October 2012, Singapura<br />

foto oleh : Archifest 2012, BikeBDG<br />

jongArsitek! Edisi 23 | desain menginspirasi<br />

83

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!