09.05.2020 Views

Cemplungin Jadi Satu

Cemplungin Jadi Satu adalah kompilasi tulisan para peserta kelas Creative Writing Gudskul. Masing-masing penulis mengangkat tema spesifik dan menghasilkan beragam tulisan, termasuk karya kolaboratif. Peserta: Yoga Caesareka – Sharah C – Diana S. Nugroho – Ajeng Nurul Aini

Cemplungin Jadi Satu adalah kompilasi tulisan para peserta kelas Creative Writing Gudskul. Masing-masing penulis mengangkat tema spesifik dan menghasilkan beragam tulisan, termasuk karya kolaboratif.

Peserta:
Yoga Caesareka – Sharah C – Diana S. Nugroho – Ajeng Nurul Aini

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

SHORT COURSE 4

CREATIVE WRITING CLASS


CEMPLUNGIN JADI SATU

Kumpulan tulisan dari lima penulis dengan tema dan karakter masing-masing.


AJENG NURUL AINI

Membicarakan tentang phobia ke dokter gigi.

BROTO

Teknisi panggung Jason Ranti, menulis secarik surat untuk musisi yang didukungnya.

DIANA S. NUGROHO

Berhasrat membuat Podcast untuk keluarga muda dengan konten dan penyampaian yang

melibatkan kultur Jepang. Podcast itu ia namakan “Tentangga Nobita”.

SHARAH C.

Menawarkan gaya hidup rebahan sebelum hari ini kita menjadi di rumah saja dan punya

banyak celah waktu untuk beristirahat.

YOGA CAESAREKA

Memiliki minat besar pada puisi.

Tulisan-tulisan dalam buku elektronik ini adalah salinan yang coba dikumpulkan dari

perjalanan menulis pada delapan pertemuan kelas Creative Writing di Gudskul— mengingat

kondisi terkini, dua di antaranya diadakan tanpa berjumpa langsung. Karena satu dan lain

hal, tidak semua tulisan berhasil ditampilkan di sini. Setidaknya, cukup mewakili keragaman

formatnya.

Selamat membaca.


AJENG NURUL AINI


Jakarta, 14-02-2020

Halo Mas Bin,

Wah, lumayan aneh juga ya rasanya, sudah lama banget ga menulis surat kayak gini..hehe.

Btw, gw nulisnya pakai kertas bekas, semoga ga papa ya Mas Bin, biar ceritanya recycle gitu

:p

Ok, jadi masuk ke PR pertama kelas ini aja yah, hmmm..rencana terdekat apa ya? Kebanyakan

rencananya yang kepikiran agak jangka panjang semua pula.

Kalo untuk rencana terdekat, hmm..kayaknya gw mau ke dokter gigi, nih. Ya, soalnya sudah

semakin besar juga bolong yang ada di gigi gw ternyata. Sudah kelamaan dicuekin kayaknya.

Belum terlalu sakit si, tapi, ya, mumpung sakitnya belum bertambah parah, jadi disegerakan

saja lah.

Sebenarnya, sudah punya niat cukup lama juga, tapi rasanya selalu malas sekali untuk

bergerak ke dokter gigi, padahal praktek dokter gigi ada banyak sekali di sekitar rumah. Jadi,

semoga minggu depan sudah bisa berani bikin janji ke dokter gigi, supaya urusan ngunyahmengunyah

bisa lancar jaya ke depannya. Begitu Mas Bin, rencana terdekatnya, semoga

curhat gw di surat ini bisa meringankan rasa malas dan takut gw ke dokter gigi.

Oia, ini ada perangko buat lo ni, Mas Bin, bisa buat menambah koleksi hasrat old school

filateli lo :)

Trims Mas Bin, ditunggu surat balasannya ya.

Ajeng

-Rukun- (Rumah Kuning) -> Sebutan buat rumah kontrakan rame-rame gw nih Mas Bin


Halo Dokter Nona,

Apa kabarnya, Dok? Saya Ajeng, salah satu pasien dari puluhan atau mungkin ratusan pasien

dokter yang bermasalah giginya.

Waktu itu saya datang ke salah satu tempat praktek dokter di area Tebet Barat. Ah, pasti

Dokter tidak mengingat saya, karena memang tidak ada hal yang berkesan dari kunjungan

saya itu. Saya pun juga tidak mengingat wajah Dokter, karena dalam beberapa kali

kedatangan saya, Dokter selalu memakai masker wajah. Yang saya ingat hanya suara Dokter,

terdengar lembut dan menenangkan.

Rasa-rasanya saya ini seperti anak kecil yang memang selalu ketakutan jika disuruh

ke dokter gigi. Tapi memang, sialnya, dari kecil sampai usia kepala tiga ini saya selalu

bermasalah dengan gigi. Jadi, ya, mau ga mau harus diladeni.

Dok, gigi saya sakit lagi, kali ini parah..lubangnya sudah besar. Sepertinya langsung

terbayang segala macam tindakan dan suara-suara mesin bor gigi di kepala saya ini. Makin

merinding jadinya, Dok.

Niatan saya minggu ini akan berkunjung, Dok. Hmm, kalau misalnya saya pasang musik

favorit di saat tindakan, gimana Dok? Biar suasananya jadi lebih menenangkan, dan

mengalihka suara bor yang menyeramkan itu jadi tidak terdengar. Paling tidak, bisa membuat

saya jadi tidak takut gemetar.

Oke Dok, sampai jumpa ya.

Ajeng


KAMAR

Tiga kamar tidur plus dua kamar mandi di lantai bawah dan dua kamar tidur plus satu

kamar mandi di lantai atas. Kamar saya berada di lantai bawah, yang ukurannya paling besar

dibandingkan dengan kamar yang lain, plus kamar mandi di dalam.

Letak kamar saya berhadapan dengan dapur, ruang makan sekaligus ruang menonton TV.

Ada dua buah jendela di kamar ini: satu menghadap ke dapur, satu lagi menghadap ke ruang

tamu.

Pintu kamar berwarna kuning persis berada di samping jendela yang menghadap ke dapur.

Kalau pintu kamar dibuka dari luar, saat masuk, akan ada gantungan baju di sebelah kirinya

yang berisi beberapa pakaian habis pakai, topi, jaket, gesper dan lainnya. Di bawahnya, ada

sepasang sepatu Converse hitam tidak terpakai milik suami yang teronggok sejak entah

kapan.

Di sebelah sepatu tersebut, ada kardus berisi tas ransel dan kertas-kertas atau dokumen

milik saya; beberapa dokumen penting saya simpan di situ, sengaja tidak saya pindah ke

tempat lain karena khawatir suka lupa. Di atasnya, ada rak atau ambalan kayu berwarna

putih yang sudah lapuk bagian kanannya karena sering ketetesan air AC saya yang bocor.

Kadang saya suka taruh mangkok besar atau dandang atau baskom berisi kaos bekas buat

menadahi si air yang bocor.

Di belakang rak kayu ini adalah kamar mandi saya. Ukurannya tidak terlalu besar, tidak

terlalu kecil, ada mesin pemanas air peninggalan pemilik rumah sebelumnya.

Ke luar dari kamar mandi, ada wadah plastik tempat baju kotor berwarna hijau menyala,

dan terkadang tumpukan baju kotor milik saya dan suami tingginya bisa setengah dari pintu

kamar mandi, karena kami memang kebiasaan mengumpulkan baju seminggu sekali untuk

ke tukang cuci kiloan. Di sebelah wadah baju kotor ini ada sebuah cermin besar, lalu ada rak

pakaian berlaci tiga dan lemari pakaian berwarna putih.

Dekat jendela yang mengarah ke ruang tamu, terletak kasur dengan ukuran 140cmx200cm,

beralaskan dua atau empat buah palet kayu yang ukurannya lebih besar daripada si kasur.

Jadi, kira-kira masih ada sisa sekitar 30cm lah di sisi ujung kasur saya, yang akhirnya saya

gunakan untuk menaruh barang-barang tidak penting, dan membuat kamar saya jadi terlihat

selalu berantakan. Sisi samping tempat tidur saya ada kabel perleng; ini juga salah satu

faktor yang membuat kamar saya jadi semakin ruwet pemandangannya karena kabel hp dan

atau laptop yang sliweran.

Tidak banyak pajangan yang menghiasi dinding kamar saya, hanya ada dua buah karya

kolase dari Jah Ipul yang dipigura kaca, saya beli pas ada acara Holy Market di ruangrupa.

Karya tersebut akhirnya nangkring di salah satu ambalan kamar saya. Saya selalu tertarik

dengan karya-karya kolase Jah Ipul, yang saya punya ini salah satunya kolase dari sebuah

sampul majalah religi yang bertuliskan “Kalajengking Menyambut Jenazah”..hahak.

Kondisi dinding kamar di sebelah kanan dari arah kasur saya, semakin lama kondisinya

semakin buruk, seperti mengelupas dan lembab. Curiga saya: mungkin ruang di sebelah

kamar saya adalah kamar mandi si tetangga sebelah.


SIAPA DIA?

Menyukai warna hitam untuk pilihan busana yang selalu dikenakan. Sepatu kulit bersih

mengkilat. Potongan rambut yang lawas warna hitam dan banyak uban. Paras wajah sedikit

lebar. Kulitnya berwarna coklat agak kekuningan.

Suaranya berat dan berbicara sangat cepat sehingga susah untuk menangkap kata-katanya.

Seorang legendaris sutradara film asal Korea Selatan, salah satu filmnya yang paling

terkenal adalah “Old Boy”. Langkahnya pelan saat berjalan seperti berhati-hati dan selalu

banyak pikiran.


BERTEMU PARK CHAN WOOK

Efek samping keranjingan nonton drakor atau drama korea membuat waktu tidur selain

jadi semakin pagi, juga terkadang membuat air liur mengalir tanpa sadar dan perut melilit

karena suguhan adegan makan-makan yang menyajikan makanan khas Korea Selatan. Dari

mulai hanya makan mie instan doang di pojok salah satu mini market sampai makan di

sebuah warung bbq yang memang khas mereka banget dengan cerobong asap di tengah dan

macam-macam sayuran menemani.

Muncul ide buat makan-makan bareng bersama kawan-kawan sesama pecinta drakor untuk

kopi darat. Tentunya, salah satu tempat yang kami pilih adalah tempat makan bbq khas Korea

yang menjadi tempat favorit semuanya, karena harga terjangkau dan semua makanannya

segar plus enak. Ok, pesan sudah terkirim di dalam grup whatsapp dan mulailah bersahutan

menentukan tanggal dan jam yang semua bisa. Tempat makan ini sebenarnya juga sudah

menjadi langganan saya dan kawan-kawan saya jauh sebelum kami menjadi budak drakor.

Tibalah kami berlima dan langsung disapa dengan kalimat yang sangat familiar bagi para

penonton setia pecinta drama korea…”anyomaseoooo” serempak para karyawan tempat

makan tersebut menyapa dan bersahutan, dari pintu masuk sampai di tempat kami duduk.

Semuanya tampak seperti biasanya saja, sampai saya baru menyadari bahwa yang bertugas

menjaga atau apa ya semacam “suprvisor”-nya gitu kali ya, kali ini adalah seorang pria paruh

baya sekitar 50-an. Selama saya berkunjung, biasanya selalu perempuan, ibu-ibu usia sekitar

40 atau 50-an, kalo dalam seri drama Korea, sebutannya “Ajumma”.

Kami langsung memesan semua menu andalan: 2 porsi samgyopsal, sundubu Jjiage, Usol,

Usamgyup, berkali-kali kimchi dan semangkur besar makgeoli sebagai kawan minum yang

menemani selama kita makan. Paduan daging dan minuman fermentasi beras yang selalu

disajikan dingin memang selalu menyenangkan, sampai-sampai saya lupa betapa dinginnya

si bulir-bulir es yang ada di makgeoli tersebut sekejap membuat salah satu gigi saya

mendadak jadi ngilu luar biasa.

Sesaat kemudian, pria paruh baya tadi menghampiri meja kami dan menanyakan apakah

kami menikmati hidangan yang dipesan?..suaranya terdengar sangat berat dan bicaranya

juga sangat cepat, ditambah dengan bahasa indonesia yang sepertinya dia tidak terlalu sering

menggunakannya, membuat saya dan kawan-kawan saya menanyakan kembali dengan

menyodorkan sedikit telinga kami dan menundukan kepala ke arah beliau, dan akhirnya ia

mengulang kembali pertanyaannya dengan satu kata saja..”enak???”, dan serempak kawan

saya semua bilang enak sambil tertawa.

Saya lalu menambahkan, enak..hanya saja tidak bisa 100% puas seperti biasanya karena

salah satu gigi saya sakit pada saat detik-detik terakhir menikmati makanan dan minuman

favorit saya ini. Lalu si pria paruh baya itu pergi ke arah pintu masuk menuju meja kasir,

satu menit kemudian ia kembali ke meja kami, saya mengamati langkahnya yang berat dari

kejauhan, tak lama ia lalu memberikan saya kartu nama..saya baca dan amati kartu nama

yang dalam bahasa Korea dan Inggris tersebut..tulisannya: Dentist, Alternative Medication,

Park Chan Wook.


JALAN MENUJU BOLONG

Urusan gigi rasa-rasanya seperti…...

Khawatir

gigi

Takut dari

SD

Keturunan

Gigi bolong

tapi takut ke

dokter gigi

Takut suara

Terbayang

rasa sakitnya

Dokter gigi

sebelumnya


INTERVIEW

Lebih baik sakit gigi atau?

Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati iniiii...katanya si begitu ya. Sial atau emang nasib

entah lah ya, pokoknya sedari dulu dari jaman bocah selalu saja punya urusan dengan gigi.

Padahal sudah rajin sikat gigi, ga doyan makanan yang manis-manis, tapi memang tidak

terlalu doyan minum susu si. Hmm..okelah tapi yang jadi menarik sekarang ini, menemukan

dokter gigi yang oke dengan selera hati dan pas di kantong memang sungguh perpaduan

yang sulit. Untuk orang kayak saya yang sangat penakut dan paling malas ngantri, ya, jalan

keluarnya cuma bisa datang ke praktek-praktek dokter gigi yang berdasarkan rekomendasi

teman atau coba-coba yang ada di sekitaran rumah. Atau bisa menggunakan beberapa resep

tradisional buat mengurangi rasa sakit, tapi tetap saja ujung-ujungnya harus berakahir ke

dokter gigi. Saya mencoba ngobrol-ngobrol dengan Mba Diana, seorang kawan lama untuk

berbagi beberapa pengalaman beliau tentang suka dukanya dengan gigi.

Apakah Mba Diana pernah mengalami sakit gigi?

Ya pernah

Seberapa sering dan dasyatnya?

Dahsyat banget karena gigi bungsu yang tumbuh tiarap dengan 3 akar yang mencelat ke 3

arah- menyundul saraf gigi lainnya.

Ada ketakutan ga setiap mau ke dokter gigi?

Ada! Mengingat dokter gigi identik dengan bau desinfektan plus erangan bor yang menyayat

hati.

Bagaimana caranya supaya jadi berani?

Bukan jadi berani. Allah mengirimkan gigi bungsu bermasalah ini bertemu dokter yang

tepat. Karena dokter ini sabar-muda-teliti-ga mata duitan-santai-tidak pake seragam-hangat

banget yang akhirnya jadi sahabat kami sekeluarga. Pertama kali ketemu dokter Fani di

ruang tunggu, dia bersendal jepit, kucir rambut menjulur dari helm yang ga dilepas, T shirt,

celana oendek, dan dua kantong mie ayam di kedua tangannya. Jujur, kupikir dia tukang mie

ayam, apalagi dia nawarin mau pesan mie ayam gak? Aku kaget banget waktu menjumpai

“tukang mie ayam” sudah berubah jadi dokter gigi di ruang praktek- minus helm tentunya.

Tapi tampilannya memang lebih pantas jadi tukang mie ayam.

Dia meng-handle gigi super sakit itu dengan sangat baik. Prinsip dia: ga boleh sakit! Beda

dengan seniornya yang sudah ngetop yang pernah bilang ke aku “Tahan sedikit, Bu!!!” Akutu

ga tahan, Oom!!!

.

Walau hampir 3 jam- operasi berjakan baik-lancar, dan pipiku tidak bengkak berlebihan.

.

Sebelumnya, seniornya yang ngetop membuat syaraf rahang matirasa (separuh rahang)

karena operasi serupa, mengakibatkan syaraf terpotong dan masih menyisakan matirasa

sekitar 4cm di dagu hingga hari ini.

.

Punya resep atau tips khusus ga untuk mengobati sakit gigi?

Ke dokter gigi atau gulung kapas seukuran gigi, bubuhi minyak tawon dan sisipkan di gigi

yang sakit seharian.

Makanan/minuman favorit Mba Diana apa si? Dan lebih suka dengan rasa apa?

Aku suka jagung, Rasa asin untuk apa pun.

Lebih baik sakit gigi apa sakit hati?hihihi

Selama itu rasa sakit, ga akan kupilih


PANDUAN 10 DOKTER GIGI

Minimalisir keluar rumah untuk bolak balik ke dokter gigi, teman-teman merekomendasikan

dokter gigi yang handal, sekali-dua kali datang, problem sakit gigi hilang.

1.

Nama dokter: DR. Mantra drg, Sp BM. (k) Mars

No telp: 022 203 5476

Alamat: Ciumbuleuit 60 Bdg

Jam praktek: 16.00 - 18.00 (Senin, Selasa, Kamis, Jumat)

Direkomendasikan karena: Baik, doi andelan banyak orang, langganannya sampe ke luar kota

segala, jagoan cabut gigi. Antrian: kalau lagi cepet, ya, cepet, kalau lagi lama, bisa jam-jaman.

2.

Nama dokter: dr. Fangrina

No telp: (021) 5673626

Alamat: Jl. Tanjung Duren Barat 5 No.32, RT.16/RW.6, Tj. Duren Utara, Kec. Grogol

petamburan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11470

Jam praktek: Senin - Jumat 18.00 - 20.30, Sabtu 9.00 - 12.00, Minggu libur

Direkomendasikan karena: Suka ngasih cemilan dan rumahnya sekarang sudah pindah, jadi

ruang tunggunya adem (pakai AC).

3.

Nama dokter: Dora (seperti the explorer)

No telp: 0858 80068834 (susternya semoga belum resign)

Alamat: jln RA Kartini, Bekasi Timur (hasil google - sumpah gak pernah tau alamatnya di

mana, cuma tahu dari gerbang utama Perumahan Taman Kartini belok kanan, lurus terus,

lewatin pertigaan, dia ada di sebelah kiri.

Jam praktek: Kayanya sore ke malam, sekitar jam 4 sore sampai kelar

Direkomendasikan karena: Gila, dokter ini canggih banget, bertangan dingin, dan langganan

dari SD. Dulu pernah berhasil menambal bolong yg lebih gede dr giginya - tiga kali bolak

balik.

4.

Nama Dokter: dr Stefanus +62 813-8138-9089

Alamat: Praktek di RS Pondok Indah dan klinik sendiri di Gigiqu

Lebak Bulus (highly recomended, lebih murah)

Jam Praktek: 17:00-21:00

Direkomdasikan karena: Rasa sakit adalah respons tubuh dan tanda bagi dokter untuk

berhenti melakukan tindakan. Jadi, rasa sakit itu dulu yang harus dihilangkan.

5.

Nama dokter: drg. Saut T.M

No telp: 021-4892136 (rumah)

Alamat: Di kompleks pertokoan depan Cinere Mall

Jam praktek: Pagi dan Sore

Direkomendasikan karena: Diagnosa tepat sasaran.


6.

Nama dokter: drg. Zahara Gladea

No telp: +62812 1212 3984 (Klinik)

Alamat: Dharmawangsa

Jam praktek: Minggu (10.00-16.00)

Direkomendasikan karena: Dokter gigi anak. Orangnya sabar dan telaten. Meskipun pasien

kecilnya berontak karena ketakukan, drg. Zahara bisa tetap melakukan tugasnya dengan

teliti, sabar, dan memberikan pengertian kepada anak-anak tentang pentingnya perawatan

gigi. Caranya tidak menakut-nakuti atau mengintimidasi. Terbantu dengan kebijakan klinik

yang menyediakan film anak-anak yang bisa disetel sepanjang pemeriksaan. Di akhir

pemeriksaan, pasien juga diberikan mainan yang bisa dipilih sendiri.

7.

Nama dokter: (tidak ingat)

No telp: (021) 55963680

Alamat: RS Cinta Kasih Tzu Chi. Jalan Raya Kamal outer ring road

Jam praktek: pagi

Direkomendasikan karena: peralatan canggih, tapi harga murah.

8.

Nama dokter: drg. Diananda, SpKG

No telp: 0811 8596 191

Alamat: Klinik Kemang Medical Care, Jl. Ampera Raya No.34, Jakarta Selatan 12550

Jam praktek: https://www.kemangmedicalcare.com/doctor-s-schedule/klinik-gigi-dental

Direkomendasikan karena: Dengan alunan playlist POP 90 nan syahdu di ruangannya, dijamin

cabut gigi atau sekedar scaling menjadi santai dan nyaman bersama dr Dian!

9.

Nama dokter: drg Sindy Anindja

No telp: 021-7211207/08119087272

Alamat: Jalan Wijaya 1/65. Jakarta Selatan

Jam praktek:

Direkomendasikan karena: sabar

10.

Nama dokter: Drg. Jimmy

No. Telp: 021 - 8010558 / 8090284

Alamat: Klinik Gigi Dharma Mulia, Jl. Dewi Sartika No.7, RT.7/RW.7, Cililitan, Kec. Kramat jati,

Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13640

Jam praktek: 08.00-11.00 / 16.00-19.30

Direkomendasikan karena: Keluarga gw kalo berobat gigi pasti di klinik gigi Dharma Mulia,

gak PD kalo ke tempat lain. Nah, kalau nyokap sama nenek gw dulu sama bapaknya.






BROTO


SURAT UNTUK JASON RANTI

Tandur, 13 Februari 2020

Salam damai teruntuk bosku Jeje,

Tiga tahun lebih sedikit gw menemani lu manggung dari satu kota ke kota lainnya. Perjalanan

ini sungguh berkuah hingga ke belahan pantat, dan kebahagian batin pun menghilangkan

segala kuah itu. Banyak hal emosional dari setiap kota yang disambangi, entah dari lokasi

manggung, cuaca, hingga kultur masyarakatnya.

Kesan hati gw yang begitu takjub heran dicampur sedikit kearifan lokal, membuat gw

memberikan apresiasi buat lu, Je… yaitu karya lu! Pada 2017 menetaslah album perdana lu,

dari setiap panggungan dan pesan yang lu sampaikan, dikit demi sedikit telinga penonton

mengikuti lirik lu dan bernyanyi senang bersama.

Nah, yang seru dan buat gw semangat, disela sela selesai panggungan, gw sempatkan

bertanya ke salah satu pendengar/penonton yang menyaksikan aksi panggung lu, Je.

“Kenapa lu suka Jason Ranti?”

Doi menjawab dengan santai, “Lirik Bang Jeje tuh menjawab semua keresahan yang gw

alami, yang ga bisa gw sampein ke umum.”

Singkat kata, perlahan kumpulan pendengar lu menjadi bertambah banyak, Je. Lahirlah

mereka yang mengatasnamakan “Gerombolan Woyoo”, yang tak lain mereka itu adalah fans

lu (goks lau, Je)! Tepuk tangan gw, Je, karya lu idola dan prima.

Gw bertanya sama diri gw sendiri, ‘Mereka dapet ide dari mana bisa mengatasnamakan

gerombolan woyoo?’

Gw pun tertawa (hahaha),.. ternyata Gerombolan Woyoo itu ide spontan yang keluar dari

kepala lu, Je.

Gerombolan Woyoo sekarang udah hampir se-Nusantara loh, Je. Berkat sosial media mereka

semakin erat komunikasinya.

Yang lebih solid: Woyoo Jabodetabek. Mereka bukan hanya menonton lu, Je. Sekarang mereka

padu, ada kegiatan olahraga futsal setiap 2 bulan sekali, mereka namakan Liga Woyoo. Tidak

ada pemenang, kita bersenang senang teriak “Woyoo!”

Dan sampai sekarang Gerombolan Woyoo bukan cuma fans, tapi sudah bagian dari keluarga

kita.

Salam barokah always dari Broto.


DIANA S.NUGROHO


KAMAR PAGI

Kamar tidur kami sekarang cukup luas, sekitar 5mx4m, setelah mengalami renovasi sedikit

demi sedikit sejak 24 tahun lalu.

Bentuknya sendiri agak tidak biasa, dengan dua pintu: di pojok kanan terdapat pintu menuju

kamar mandi dan di seberang kirinya ada pintu masuk.

Pintu menuju kamar mandi itu bisa dikatakan sebagai pintu keluar, karena kamar mandi itu

pun bisa digunakan oleh penghuni seisi rumah.

Di tengah kamar terletak dipan dengan kasur berpegas seukuran 180x200. Cukup digunakan

berdua dengan suamiku. Dipan itu pernah kami gunakan berempat. Dua bayi kecil kami

pernah menempati bagian tengahnya. Dipan yang mencatat jejak kehidupan kami.

Di depan dipan ada sebuah meja kecil yang penuh dengan pernak-pernik isi kantong celana

suamiku, mulai dari karcis parkir, kwitansi, ballpoint hingga sachet Tolak Angin. Ada juga

setumpuk surat-surat dari bank dan brosur penawaran yang belum sempat dibaca.

Sinar lampu kamar kami cukup terang di malam hari, sedangkan di siang hari kami tidak

membutuhkan sinar lampu karena jendela kaca berukuran 2 meter mengirimkan sinar dari

luar tanpa hambatan. Siapa pun yang melintasi jendela dari kebun kecil dapat melihat seisi

kamar kami. Tapi, tidak ada orang yang bebas melintas karena kebun kecil di luar hanya

milik kami.

Kamar ini kami namai Kamar Pagi karena setiap pagi anak-anak kami selalu berkumpul

untuk tidur bersama sebentar, sebelum memulai berbagai kegiatan mereka. Sampai hari ini.


NAMANYA DORNA

WAJAH

Namanya DORNA. Ia adalah wanita muda berwajah oval dengan sepasang alis tebal yang

bertaut di tengah. Sorot matanya tajam, sepasang mata tanpa kelopak, tampak seperti

mata orang-orang dari Asia Timur. Sipit dengan kantung mata yang kerap menggembung di

bawahnya. Hidung wanita ini bangir, dengan dua lubang yang berjajar sopan berdampingan.

Sepasang pipi yang sedikit tembam membuat wajahnya terlihat sehat, apalagi bila dibubuhi

senyum si empunya. Di dekat bibir sebelah kiri tampak lekukan seperti lesung yang kerap

turut bergerak saat wanita ini berkata-kata.

SUARA

Wanita ini selalu berhati-hati saat berbicara. Suaranya lembut dengan ucapan yang

menggemaskan karena ia cadel dan pengucapan “R” terdengar seperti siksaan baginya.

Sayangnya, namanya DORNA, sehingga lafal cadelnya semakin sering terdengar. Ia sering

menutup kalimat yang diucapkannya dengan deraian tawa dan suara endusan hidung.

LANGKAH

Seperti juga kata-kata dalam kalimatnya yang terpilih dan diucapkan hati-hati, langkah

kakinya pun demikian. Walaupun demikian, ia mengayun tungkai panjangnya cukup cepat dan

tampak terburu-buru sehingga kerap menyandung barang di sekitarnya.

PROFESI

Wanita ini adalah mantan staffku, saat ini bekerja di sebuah kantor perusahaan minyak,

mengerjakan hal-hal adimistratif. Usia 30 tahun dan sudah bekerja di sana selama 7 tahun.


MASALAH DORNA

Siang itu aku menemui Dorna di samping rak buku dekat pintu masuk kantornya. Awalnya

aku hanya membuat janji menemuinya untuk mengembalikan buku yang kupinjam, tetapi

matanya yang sembab dan merah menahanku untuk tidak segera pulang.

Wanita cantik berwajah oval dengan hidung bangir dan sepasang bola mata tanpa lipatan

kelopak itu tertegun melihat kedatanganku. Sebenarnya mata tanpa lipatan kelopak itu

membuatnya tampak sipit tetapi sepasang alis tebal yang bertaut di tengahnya membuat

kedua bola mata itu tampak lebar dan besar.

“Ini buku yang kupinjam”, jemarinya terbuka menerima buku tetapi matanya terus

menatapku. Bola mata itu bergerak-gerak dan tidak lama kemudian tampak basah tersaput

air mata.

“Mbak, aku galau.”

Aku terdiam, memberikan kesempatan padanya untuk menyelesaikan kalimat.

“Apa sebaiknya aku bercerai saja darinya?” suaranya sedih tapi tetap saja terdengar

menggemaskan bagiku karena lidah cadelnya.

Wanita muda yang dulu kukenal sebagai wanita mandiri, tegar, kuat, cerdas dan bersemangat

itu tiba-tiba tampak rapuh. Terbata-bata ia berusaha merangkai kalimat yang disampaikan

secara hati-hati.

Aku mendengarkannya. Sebelum bekerja di kantornya sekarang ini, ia pernah menjadi stafku.

Ia kupilih karena kecerdasan dan kemandiriannya.

Tapi siang itu ia tampil tidak berdaya. Segenap logika berpikirnya tampak buntu. Ia telah

menjadi budak cinta impian masa kecil yang mengidolakan Cinderella. Pangeran tampan

impian berhasil diperolehnya dalam waktu semalam. Tapi dunia nyata berbeda dengan

dongeng. Ia belum sempat mengenal sang pangeran lebih jauh seperti usulan-usulan kami.

Orangtuanya yang fanatik telah memburunya agar segera melangsungkan pernikahan.

Hampir dua jam Dorna menumpahkan masalah yang dihadapinya. Beruntung ia sedang

bertugas menjaga perpustakaan . Siang itu hanya tampak seorang tamu yang tengah

membaca. Mungkin macetnya jalan Thamrin membuat pengunjung malas datang untuk hanya

sekedar membaca.

Sebelum pulang, aku sempatkan menyampaikan rencanaku untuk membuat siaran podcast

Tetangga Nobita yang khusus ditujukan bagi ibu muda. Aku ingin membandingkan kebiasaan

dan adat istiadat masyarakat Indonesia dan Jepang terkait pernikahan. Kuharap Dorna

berkenan membagikan pengalaman hidupnya ini.


PENGANTAR PROPOSAL

Kepada Yth.

Pimpinan Dept. Marketing & Communication

PT. UNICHARM

Dengan hormat,

Perkenalkan, saya Diana S.Nugroho, founder Tetangga Nobita, sebuah acara yang disiarkan

melalui media podcast yang selalu dicari dan dinantikan ibu-ibu Indonesia. Target acara kami

adalah ibu-ibu muda berusia 25-35 tahun, membahas berbagai tips belajar dari kehidupan

keseharian masyarakat Jepang dalam kemasan ringan, segar dan ceria.

Siaran ini berdurasi 10 menit dan akan disiarkan setiap pagi mulai bulan September 2020.

Bersama host Diana S.Nugroho dengan para bintang tamu yang terkait dengan keJepangan:

influencer, cosplayer, J-pop artists Jepang di Indonesia, warga Jepang di Indonesia,

warga Indonesia di Jepang, dosen/ peneliti Japanologi, dll. Diharapkan acara ini dapat

menginspirasi para ibu muda di antara kesibukan mereka di pagi hari.

Siaran yang bersifat edukatif ini membutuhkan dukungan berbagai pihak. Oleh karenanya

saya sangat mengharapkan agar Ibu/Bapak memberikan kesempatan bertatap muka untuk

menjelaskan rencana siaran dan kaitannya dengan perusahaan ini.

Saya sangat mengharapkan tanggapan positif dari Ibu/Bapak dan berharap dapat bertemu

dalam waktu dekat. Sebagai bahan pertimbangan, saya lampirkan profil acara ini.

Silakan hubungi kami melalui tetangganobita@gmail.com / T. 0815xxxxxxxx

Hormat saya,

Diana S.Nugroho

Founder

Tetangga Nobita


RENCANA MEMBUAT PODCAST

Nama acara : Tetangga Nobita

Nobita adalah tokoh yang cukup dikenal melalui film animasi Doraemon. Podcast Tetangga

Nobita adalah acara yang menyampaikan sisi positif Lifestyle Jepang dengan ringan dan

menarik, bekerjasama dengan bintang-bintang tamu terkait dengan keJepangan (komikus,

cosplayer, influencer, artis Jepang di Indonensia, masyakarat Jepang di Indonesia, masyarakat

Indonesia di Jepang dll).

Kenapa POPDCAST ?

1 2 3 4 5

Siaran

PODCAST

adalah

salah satu

alternatif

informasi

menarik,

mendidik,

ringan segar

bersama

bintang

tamu

Artis/public

figure jadi

panutan.

Cerita

ringan yang

menarik

seru dan

langsung

terhubung

dengan

kehidupan

ibu-ibu

sangat

dibutuhkan

Acara TV

adalah

“tontonan”

yang

menyita

cukup

banyak

waktu.

Isinya lebih

banyak

gossip

yang tidak

langsung

terhubung

pada

kehidupan

penonton.

Ibu-ibu senang

ngobrol/

mendengarkan/

menonton kisah

orang lain.

Acara gossip

di TV sangat

gencar dan

diminati

Inspiratif ,

mudah ditiru

Topik

pembicaraan

ringan.

Acara TV pagi

mengganggu

waktu ibu-ibu

yang harus

mengurus

rumah

Ibu menjadi

Ratu di rumah

Gue banget

Cerita ringan

Tapi tetap

diminati, ibu

perlu hiburan

sambil kerja

Memiliki kuasa/

didengar

Menentukan

arah pendidikan

anak


Tugas 8 : Membuat Narasi Penjelasan Mindmapping

-5(A) -4(B) -3(C) -2(D) -1(E)

Kehidupan Ibu-

Ibu di rumah:

sibuk, rutin,

monoton,nyaris

tanpa istirahat.

Sangat

rempong

Ibu-ibu

butuh

hiburan

yang ringan

sebagai

JEDA

sebentar

atau

dinikmati

sambal

bekerja

TV adalah

hiburan

terjangkau

sayangnya yang

tersedia dan

memungkinkan

dikonsumsi saat

ibu-ibu sibuk

membersihkan

rumah (pagi

hari), didominasi

: acara Gossip

selebritis,dan

sinetron

Ibu adalah

tokoh sentral

keluarga

dan pendidik

yang punya

suara kuat

dan didengar

oleh anggota

keluarga.

Sebaiknya

diberi konten

edukatif yang

ringan dan

menarik dan

tidak menyita

waktu

PODCAST

“Tetangga

Nobita “ tentang

berbagai tips

dan

informasi

kehidupan /

life style

masyarakat

Jepang (= ibuibu

Jepang)

+1(F)

Membuat

KONSEP

Narasi Penjelasan Mindmapping

(-5) A

Kehidupan kaum ibu di rumah tidak sebatas meja kerja di kantor. Ia terus bertugas dan

bergerak tanpa jeda sambil melangkah. Matanya jeli menangkap segala sesuatu yang tidak

semestinya menurut ukurannya. Seorang ibu adalah seorang pemelihara. Ia akan memelihara

rumah, bila memungkinkan akan mebersihka dan merawat rumah beserta seluruh isinya,

termasuk manusia di dalamnya. Ia merawat seluruh anggota keluarga dengan porsi masingmasing

sepanjang 24 jam. Ia juga seorang pendidik dan “informan” bagi keluarganya.

Karenanya, seorang ibu ideal harus selalu siap, sigap dan berwawasan luas.

(-4)B

Kesibukan luar biasa sepanjang 24 jam sangat menguras waktu dan tenaga, lahir dan batin.

Mereka membutuhkan hiburan yang ringan dan informatif.

(-3)C

Hiburan yang murah dan mudah diperoleh senantiasa tersaji melalui media TV. Namun,

sangat disayangkan acara yang disajikan oleh televisi lebih didominasi oleh sinetron, acara

gossip dan Reality Show yang tidak langsung terhubung dengan kehidupan ibu rumah

tangga yang sesungguhnya. Kondisi yang ditampilkan sulit dijangkau dan sesungguhnya

tidak dibutuhkan selain hanya terhibur dan bermimpi sejenak. Pada kenyataannya, mimpi

ini pun cukup menyita waktu. Acara ini kerap ditayangkan pada saat seharusnya ibu tengah

mengurus pekerjaan rumah, menyiapkan sarapan atau pun pekerjaan lainnya (antara pk.

06:30-11:00). Visual TV menyajikan mimpi dan bintang yang menarik kerap menyita waktu

sehingga tugas ibu terganggu.


(-2)D

Seorang ibu juga berperan sebagai pendidik pertama dalam kehidupan anak. Ia menjadi

pusat informasi yang selalu harus siap dan sigap menjawab. Idealnya ia mendapatkan

informasi dan wawasan edukatif namun sekaligus menghibur.

(-1)E

Acara melalui media PODCAST, menjadi solusi tepat bagi kaum ibu, khususnya kaum

ibu muda yang sibuk di rumah untuk mendapatkan hiburan ringan, edukatif, menambah

wawasan dan inspiratif. Acara ini menjadi menarik karena Tetangga Nobita menawarkan sisi

positif dari kehidupan masyarakat Jepang.

(+1)F

KONSEP ACARA

Ditujukan khususnya untuk ibu muda usia 25-35

Berdurasi 10 – 15 menit.

Mendatangkan bintang tamu sebagai nara sumber.

Dikemas menarik ringan, ceria, insiratif dengan bahasa Indonesia yang baik tetapi berjenis

POP.

Memakai kata sapa ANONE (=anu dalam Bahasa Indonesia) di setiap salam jumpa.

Menggunakan kata sapa MINASAN (= anda sekalian) sebagai kata ganti sapa untuk

pendengar.


PODCATS PROJECT:

TETANGGA NOBITA

HOST: DIANA S.NUGROHO (BU DI)

KONTEN: Cerita fiktif berisi informasi kehidupan nyata masyarakat Jepang di Tokyo,

yang disampaikan oleh Bu Di yang bertetangga dengan keluarga Nobi, tokoh film animasi

DORAEMON.

DURASI: 10-12 menit.

RENCANA EPISODE: 48 episode setahun.

WAKTU : Start Mei 2020 Setiap Senin pk. 10:00-WIB

Epidose #1 : Perkenalan

Episode #2 : Rumah Kami (1)

Episode #3 : Rumah Kami (2)

Episode #4: Urusan sampah (1) + Quiz pendengar

Episode #5 : Mungut TV bekas !-urusan sampah (2) :bintang tamu

Episode #6 : Hujan di Tokyo

Episode #7 : Makanan penangkal flu : bintang tamu

Episode #8 : Matsuri / Festival + Quiz pendengar


CHARACTERS :

Keluarga Budi :

Pak Budi (ayah) : Tinggi 170 . BB 80 kg. BB sebelumnya 90 kg. Rambut hitam ikal. Kulit sawo

matang. Masih berjuang menurunkan berat badan. Doctor candidate di Tokyo University.

Penyabar. Boros.

Bu Di (ibu) HOST : Tinggi 155. BB 65 kg. BB sebelumnya 75 kg. Rambut coklat lurus sebahu.

Kulit kuning langsat. Masih berjuang menurunkan berat badan. Profesi sebelumnya di

Jakarta : Dosen. Setelah tinggal di Tokyo : Ibu rumah tangga. Ceria. Kepo. Agak pemalas.

Ramah dan baik hati. Punya banyak teman. Suka ngemil. Pelit.

Adi (anak pertama): Laki-laki. Kulit kuning langsat. Rambut coklat ikal. Kelas 4 es de Sekolah

Negeri dekat rumah. Tinggi 150 cm. BB 50 kg. Suka ngemil. Sangat disiplin. Galak.

Cedi (anak kedua): Laki-laki. Kulit kuning langsat. Tinggi 140 cm.BB 45 kg. Rambut hitam

lurus. Kelas 2 es de Sekolah Negeri dekat rumah.Suka ngemil Santai. Baik hati. Royal.

Tetangga :

Keluarga Nobi : Nobisuke Nobi (ayah), Tamako Nobi (Ibu), Nobita Nobi (anak laki-laki),

Doraemon (kucing robot)

Tamako Nobi : Tinggi 160 cm. BB 58 kg. Kulit kuning langsat. Rambut lurus hitam pendek.

Cerewet. Pencemas. Temperamental. Kurang bergaul.

HOST

Gaya bicara :

Bahasa Indonesia, kadang-kadang diselipkan Bahasa Jepang dengan penjelasan Bahasa

Indonesia. Ceria dengan sedikit gaya pembaca berita infotainment.

LOKASI

Rumah di Tokyo (fiktif)

Tanah 300 meter. Dikelilingi kebun berbentuk L 3 meter di depan dan 2 meter di samping.

Tanpa garasi. Rumah berlantai 2. Lantai bawah : 2 toilet , ruang cuci, kamar mandi, dapur

merangkap ruang makan, ruang tamu (tatami), kamar utama berlantai karpet + spring bed.

Lantai atas : 2 kamar tidur anak.


(EPISODE# 1)

OPENING

SOUND pembuka 1 (pendek)

/Selamat pagi menjelang siang….apa kabar ? semoga kalian baik-baik saja di tanah air/

Bagaimana kabar Corona di sana ?. Semoga sudah mereda dan segera lenyap dari muka

bumi ya /

/Capek ah kalau kita masih membicarakan Corona / Yuk kita obrolin hal lain yang lebih

bermanfaat di sini //

/Oh ya, ada baiknya kita kenalan dulu ya ? / cerita ini adalah cerita fiksi keluarga Bu Di yang

tinggal di Tokyo. / Di Jakarta, Bu Di yang cerewet, kepo,kepingin langsing dan agak pemalas

ini adalah seorang Dosen, tapi di Tokyo ia menjadi ibu rumah tangga full time../karena ada

waktu/ ia ingin berbagi cerita seru buat teman-teman di sini melalui serial episode Tetangga

Nobita /

Sound Pembuka 2 (lebih panjang)

/Hallo, apakabar semua?/ perkenalkan namaku Di, biasanya dipanggil Bu Di / atau Di-san

oleh orang-orang Jepang di sini //.

/Sudah satu tahun kami tinggal di Tokyo, / mengikuti tugas belajar suamiku, Budi/ Hehe …

nama panggilan kami sama dalam pengucapan/ Budi dan Bu Di //

/Eh tapi di sini…suamiku, aku dan dua anak-anakku juga dipanggil BUDI –san lho…/ karena

mereka memanggil seluruh anggota keluarga dengan nama keluarga//

/ -SAN di belakang nama adalah imbuhan panggilan hormat/ yang diletakkan di belakang

nama untuk segala usia, misalnya Bambang san untuk memanggil pak Bambang./

/Belakangan aku sering mendengar teman-teman anakku memanggil mereka dengan

panggilan BUCCHAN../ kependekan dari Budi-san. / Chan di belakangnya merupakan

imbuhan panggilan akrab,/ biasanya digunakan untuk anak-anak /walau orang dewasa pun

kerap menggunakannya, misalnya Tati chan, Eko chan//

SOUND in between *****

/Ada banyak hal yang ingin kuceritakan./ Tentu aja,/ hal-hal yang kuceritakan adalah hal-hal

positif dari masyarakat Jepang, /ngapain juga ngomongin hal negatif? hahaha //

/Kali ini karena baru kenalan/ aku belum mengajak tamu-tamuku untuk nimbrung bercerita

/. Pada episode-episode berikutnya aku akan meminta mereka untuk ikutan saat mereka

datang bertamu, lagi jalan bareng atau pun ngobrol lewat telpon./ Cerita mereka sudah pasti

seru, / Temanku beragam, ada seniman Jepang, seniman Indonesia, selebriti.. comedian, chef,

peneliti, influencer, ibu-ibu Jepang, ibu-ibu Indonesia yang tinggal di sini, dosen..dan lainlain…//


/Sebenernya sih, obrolanku dengan mereka sekaligus sebagai konfirmasi ..karena sumber

pertama soal masyarakat Jepang dan budayanya ini kutahu dari tetangga yang tinggal persis

di samping rumah kami, Nobi Tamako / yang kami panggil Nobi-san. //

/ Jelas butuh konfirmasi ya/ Maklum aja, aku kan baru setahun tinggal di sini./ .bahasa

Jepangku pun belum bagus-bagus amat. Takutnya salah ngerti/ apalagi …Nobi-san juga

nggak bisa Bahasa Inggris…//

/Sedikit kuceritakan soal tetanggaku Nobi -san ../ Pengetahuannya tentang Indonesia

super minim/ Ia cuma tahu soal Bali yang memang tersohor/ dan… Presiden Sukarno yang

menikah dengan wanita Jepang/. Ia bahkan tidak tahu letak Indonesia di peta dunia/ Nobisan,

wanita yang sangat ramah /. Tingginya sekitar 160 cm/, mengenakan kacamata bulat

lebar/ bertubuh sedang, /berambut pendek dengan poni dan layer di sampingnya./Hampir

setiap hari ia mengenakan baju atasan dengan rok . / Kuperhatikan, ibu-ibu di sini tidak

mengenakan daster di rumah/ Bahkan di sini aku belum nemu daster …../ Di malam hari

tentunya mereka berganti pajama-atau piyama/ yang terkadang menyerupai daster..atau itu

daster ya?/ Seperti ibu-ibu lainnya Nobi-san sangat sibuk dengan urusan rumahnya, apalagi

urusan anaknya/. Ssst Kami kerap mendengarnya berteriak-teriak memarahi anak lelaki

satu-satunya yang sering membuatnya senewen. //

/ Kuperhatikan, hal yang paling sering membuatnya naik pitam adalah saat anaknya malas

belajar/. Kami sering menahan tawa kalau ia mulai melunucurkan jurus pamungkasnya /

memotong uang jajan anaknya saat nilai test jeblok/. Lumayan juga buat anak-anak kami.

/Mereka jadi lebih tau diri tanpa aku harus ngomel seperti Nobi-san hahahah./ Nobi-san

sangat memperhatikan soal pendidikan anaknya./ Kudengar kewajiban ibu-ibu Jepang ini

dikenal dengan istilah KYOIKU MAMA,/ atau ibu pendidik./ /Pendidikan pertama dilakukan di

rumah./Seorang ibu berperan besar sekali dalam sukses anaknya/ /

/Nobi-san selalu tahu jadwal belajar anaknya, /kapan ada pe-er dan kapan ada test. / Ia

bahkan ikut melek di malam hari/ menyemangati anaknya dan menyediakan cemilan tengah

malam saat anaknya ngebut belajar buat test keesokan harinya/… hahah sama aja sih

dengan anakku …sistem kebut semalam….//

/Nobi-san sangat memperhatikan gizi anaknya./ Ia selalu ribut soal makanan sehat ini dan

itu./ Sore hari, sekitar jam 4,/ ia pasti memanggil-manggil anaknya yang sedang keluyuran

main di kouen- /taman dekat rumah kami, buat pulang ke rumah untuk OYATSU, cemilan

pengganjal perut sebelum makan malam./ Kata Nobi-san mereka tidak ngemil selain pada

jam tersebut//


SOUND ***in between

/Dari tadi aku menyebutkan nama NOBI-san…ada yang ngeh gak??//

/Familiar dengan nama itu? / hehe, dia sangat populer di Indonesia, walau mungkin nama

lengkapnya jarang disebut./ Nobi- Tamako san ini adalah isteri Nobi Nobisuke/….putra

mereka sangat ngetop dengan sebutan NO-BI-TA./ Masih belum ngeh ? Itu lho NOBITA

sahabat Doraemon, kucing biru ajaib yang kabarnya sih mahluk luar angkasa..// Mereka

tetangga kami di sini!

/Oh ya, biar seru / aku akan menyapa para pendengar di sini dengan sebutan /MINASAN

( M-I-N-A-S-A-N) / huruf N nya Cuma satu ya/ artinya “anda semua”./ Itu kata sapa yang

digunakan masyarakat di sini untuk menyapa sekelompok orang./ Kadang-kadang aku akan

menyapa dengan sebutan MINNA ( M-I-N-N-A) / di sini huruf N nya –dua- tapi nggak pake

SAN, artinya “kalian’ hampir sama sih tapi terasa lebih akrab lagi.//

*** SOUND in between

/Kuperkenalkan anggota keluargaku di sini./ Aku,/ suamiku Budi /dan dua anak lelakiku, / Adi

dan Cedi./ Kami berempat punya nama A-B-C-D. / Adi, Budi,Cedi dan aku Di./

Sound in between***

Di Jakarta teman-teman menyebut kami G-family./ G itu siangkatan buat GEMBUL./ Kami

berempat gendut-gendut./ Padahal aku sudah diet abis-abisan/, suamiku rajin minum jamu

pelangsing/ dan anak-anak kami setiap minggu main bola./ Sekarang, setelah kupkir-pikir

penyebab kami gendut adalah ; kami sering ngemil kapan saja./ Kami juga masih ngemil di

malam hari sehabis makan malam. /Oh ya, aku dan suamiku jarang jalan kaki./ Ke manamana

kami naik mobil. /Habis mau gimana lagi ? /itu kendaraan yang paling praktis./ Di

Tokyo, kami gak punya mobil. /Kemana-mana jalan kaki /dan naik turun tangga berganti

kereta…/ Tau nggak selama setahun /berat badan kami turun hampir sepuluh kilo!/ Padahal

kami makan jauh lebih banyak ./ Soal ini nanti deh aku cerita. /

SOUND in between ***

Saat ini suamiku sedang meneruskan S3 nya di TODAI /– Tokyo Daigaku/ – Uiversitas

Tokyo, Universitas Negeri paling top di negeri Sakura ini/. Alhamdulillah/ ia ditugaskan oleh

kantornya dan dapat beasiswa /sehingga ia dapat mengajak kami semua /tinggal di sini/.

Anak-anakku /bersekolah di es de negeri dekat rumah. /Seperti di Indonesia /ada rayonrayon/

untuk bersekolah di sini./ /

Kualitas pendidikan sekolah negeri di sini /sama semua./ Awal mengantarkan anakanakku

ke sekolah / ngeri-ngeri sedap. /Soalnya waktu baru datang /mereka tidak bisa

berbahasa Jepang sama sekali/, tetapi /setelah beberapa bulan /mereka sudah bisa ngobrol

dengan teman-temannya /dengan sangat lancar/. Anak-anak begitu ya/..gampang banget

beradaptasi./ Bahkan untuk membaca atau menulis buku text pelajaran pun/ tidak menjadi

halangan lagi bagi mereka. /Waktu baru dateng siiih nangis Bombay kami…/ aduhay, /mesti

belajar nulis 3 macem huruf dan karakter. /Hiragana-Katakana dan Kanji.//


***SOUND in Between

/Eh… nasiku sudah matang. Aku sudahi obrolan kita pagi ini yaaa?.//

Ada banyak banget yang ingin kubagikan/ buat minasan di sini./ Makanya,/ untuk mengobati

rasa kangen / aku akan menyapa Minasan setiap hari Senin /pukul 10:00 pagi waktu

Indonesia bagian barat. /Di sini sih sudah jam 12 siang… /Waktu makan siang./ Tapi karena

aku sendirian di rumah./.bisa lah kita ngobrol sebentar./.sepuluh menit saja./Sebelum makan

siang. //

Oh ya, minasan juga boleh lho mengirimkan pertanyaan, kritikan atau usulan ke

tetangganobita@gmail.com/ / tengok juga IG kami @tetangganobita / Setiap akhir bulan aku

akan mengirimkan merchandise menarik dari Jepang buat respons minasan yang paling asik

Sepakat ? sampai jumpa Senin depan ya !! / Matane !!!//

*** SOUND PENUTUP


SHARAH C.


Halo Kawan-kawan,

Di surat ini saya ingin cerita sedikit mengenai hasrat rebahan saya. Ya,

jika seseorang bertanya: Aktivitas macam apa yang ingin saya lakukan

saat-saat ini, jawabannya adalah “rebahan”. Rebahan di siang bolong,

di waktu seharusnya saya bekerja di tengah pekan. Rebahan di saat

orang-orang sibuk di kantor, mungkin sambil membenci atasannya.

Angan-angan utopis mengenai rebahan itu juga ingin saya realisasikan

di sebuah tempat yang mungkin tidak bisa saya jangkau lagi momennya

di masa sekarang. Saya ingin rebahan di kamar kost semasa kuliah: tak

cukup luas, tak juga sempit. Namun dunia begitu tenang saat itu, sebab

satu-satunya beban hanyalah tugas Powerpoint dan selarut-larutnya

begadang karena nongkrong di kantin.

Tak seperti saat ini, ketika kita harus bangun pagi, mulai merasa

ngos-ngosan saat petang, dan merasa malam hanya lewat sekenanya.

Karena itu, memimpikan untuk dapat rebahan di Rabu dan Kamis siang

adalah sebuah khayalan yang setidaknya membuatku rebah dan damai.

Terima kasih kawan yang sudah bersedia membaca surat ini! Saya

tunggu balasanmu, ya. Mungkin membagi cerita tentang keinginanmu,

apakah ada hasrat rebahan yang sama seperti saya?

Salam hangat,

Sharah


MAKLUMAT REBAHAN BAWAH TANAH

Wahai Kaum Rebahan,

Bacalah maklumat ini sambil berbisik, agar desas-desusnya tak sampai ke telinga mereka.

Merebahlah kamu sebelum rebahan itu dilarang. Sebab saya telah mendengar desasdesusnya,

bahwa beberapa orang telah me-cap rebahan sebagai pekerjaan hina. Mereka kata,

rebahan adalah kegiatan tidak berujung pada sebuah hasil dan bahkan membuang-buang

waktu. Norma-norma memaksa kamu untuk terus menghasilkan, menghindari melamun dan

merebah. Padahal mereka tak tahu kalau rebahan dan melamun bahkan adalah kata kerja,

yang sesekali memunculkan mimpi dan ide, bahkan di saat kau tidak mengharapkannya.

Apalagi untuk kamu: kaum rebahan yang tinggal di perkotaan. Bisik-bisik mengenai larangan

merebah telah kau dengarkan. Kalau kau tak tipes dan demam berdarah, tak juga waktu

rebahmu tiba. Padahal badanmu keringat dingin, tik-tok tik-tok suara jam di dinding sudah

begitu jelas sebab kau telah menanti waktu pulang sambil memelas. Sedangkan meja

perjamuanmu telah amat berantakan, tak satu pun pekerjaan terselesaikan.

Tapi, orang-orang itu seperti ingin mengeluarkan isi perutmu dan tak akan mengikhlaskanmu

jika tak menghasilkan apa-apa hari ini, bahkan untuk sebuah judul tulisan atau satu desain

post hari besar di media sosial. Lalu, setelah selesai kau kerjakan dengan berdarah-darah,

tentunya tak selalu berjalan mulus, di keadaan gentingmu, kau akan masih dengan lapang dada

menerima koreksi untuk detail-detail tak penting yang tak punya dasar sama sekali. Setelah

itu, kau akan masuk rumah sakit, dan dikirimkan sepaket bunga dan merasa beruntung karena

tak perlu membayar rumah sakit sebab biaya rumah sakit telah dipotong dari gajimu sendiri.

Terdengar kejam bukan? Atau kita yang terlalu lemah. Tak bisa dilihat sehitam-putih

itu memang. Ada beberapa yang berbahagia melakukan hal tersebut, dan ada lagi yang

menertawakan keputusanmu. Begitulah bagaimana kehidupan modern membuatmu gelisah.

Kau jadi sering menimbang-nimbang mana yang pantas dan tidak. Apakah rebahan perbuatan

bersalah atau produktif adalah lawan kata yang menjadi jawaban dari kegelisahan kau.

Baiklah, mari kita sudahi cerita mengerikan mengenai kegelisahan cetek ini yang membuat

para pekerja lepas tertawa membacanya. Kuhanya ingin bertanya, kapan terakhir kali kau

pernah merebah dan tak memusingkan apa-apa? Sudah lama, bukan? Atau bahkan tak sempat

kau pikirkan?

Tak perlu takut, merebah adalah hak semua umat. Karena kau hidup di sini, bukan dalam hidup

mereka. Kau butuh menghela nafas, dan menangis jika diperlukan. Ambil waktu sejenak untuk

mencari tempat rebahan bukan lah dosa besar. Mari kita bicarakan hal remeh temeh ini nanti

dengan cara yang lebih menyenangkan dan tak terdengar menggurui. Minggu depan, mungkin?

Atau Senin esok? Tak apa, kau atur saja.

Ingat! Tak ada yang dapat merenggut hasrat rebahanmu!

- Sesama kaum rebahan


REBAHAN AKBAR

Hadirlah dalam “Rebahan Akbar” bersama kita-kita yang senang rebahan dan tahu kalau kamu

jarang!

Kaum Rebahan Tercinta!

Dalam kesempatan ini kami akan mengajak kamu mencari spot terbaikmu, tentunya di tempattempat

ternyaman versimu kala melakukan kegiatan rebahan! Di atas kasur, di sofa, di sebuah

kursi bambu, di karpet lusuh, atau di tempat-tempat yang tak terduga!

Di acara ini kamu bebas rebahan sesuka hati, sambil mendengar lagu-lagu syahdu dari artisartis

hits ibu kota. Dengan satu tantangan yang harus dihadapi: ia yang berhasil bertahan

rebahan paling lama berhak mendapatkan langganan Netflix selama 5 tahun! Kami tahu tak

ada yang lebih nikmat dibanding rebahan sambil tidak melakukan apa-apa!

Selain kesempatan meraih hadiah, kamu juga bisa merasakan manfaat-manfaat baik lainnya

dari “Rebahan Akbar”: relaksasi otot leher, punggung, pantat. Segera dapatkan kebaikannya

dengan mengikuti kegiatan “Rebahan Akbar”!


PERKENALKAN: BETH

Rona pipinya begitu merah, seperti rambutnya yang menjuntai tipis dengan mahkota bunga

merah, putih, lili, rose menjadi satu.

Ia menggenggam sekumpulan kembang yang memeriahkan gaunnya yang tak begitu megah.

Namun senyumnya telah memoles sempurna dan cuaca telah menjadi begitu hangat setiap

kali memandangnya, seperti warna pada bunga-bunga.

Suaranya begitu lembut, dan hangat seperti bulu domba. Jika orang lain mendengarnya

berbicara, mungkin ia bisa merasakan kehangatannya di sekujur tubuh. Jalannya sama seperti

anak-anak domba di ladang, melompat-lompat kecil, seperti hari itu adalah hari terbaiknya.

Ia adalah aktris yang bermain peran dengan sangat apik, menjelma seorang gadis lugu yang

piawai memainkan piano.


KAMAR MASA KECIL TERLETAK DI LANTAI DASAR

Menurut Ibu, kamarku adalah tempat strategis di mana ia dapat mengintervensi kehadiranku

ketika jarum jam telah menunjukkan pukul tiga pagi.

Saat pertama kali aku masuk ke kamar lamaku itu, memori-memori masa kecil meringsuk ke

dalam kepala. Kucari-cari asalnya, sepertinya mereka datang dari aroma kamar ini yang tak

pernah berubah walau telah berabad-abad kuabaikan.

Telah enam tahun kamar ini jadi sarang bagi adik-adikku untuk menumpang dan mewariskan

karya seninya yang tak bisa dibilang sebuah karya seni karena tidak memiliki nilai seni tetapi

hasil dari sebuah pelajaran seni.

Seperti sebuah kaligrafi bertulisan Allah dengan gradasi warna pelangi. Membuatnya sungguh

tak membuatku rajin beribadah.

Dindingnya berwarna biru pilu, ditempatkannya hiasan Timur Tengah, yang tidak saya sadari

sejak kapan ada di situ.

Ketika aku merebahkan badan pada sebuah kasur lusuh tempat aku sering tertidur amat pulas

dan mengoleksi mimpi-mimpi absurd hingga porno.

Lalu aku kembali melihat langit-langit kamar yang terbuat dari entah kayu pohon apa, sambil

menulis lagi dengan perasaan gagal; tak dapat dipungkiri Sabtu itu cuaca sangat bersahabat

untuk bergoleran mesra. Beralih pada sebuah jendela kayu berukuran 2,5m x 3,5m membingkai

hampir sebidang dinding di kamar itu.

Dari jendela inilah matahari menghantam wajahku setiap fajar datang, seperti kenyataan

telah menghantam kita dengan keras. Selain fungsinya meneruskan cahaya dan udara, lubang

ini juga telah menjadi cara cepat untuk mengecek tinggi air ketika langit telah menangis

semalaman.

Beralih dari jendela, aku mulai menulusuri jejak lembut dan kasarnya kasur ini. Kasur ini telah

menyisakan kenyamanan hingga hari ini tanpa meninggalkan kemewahan sedikit pun. Tapi,

bukan ia tidak memiliki kelebihan: tanpa kaki-kaki dan kerangka fancy, kasur ini tak pernah

cukup berisik saat terjadi serangan dadakan di atasnya.

Kasur ini lengkap dengan sebuah selimut berwarna gading yang buluk sekali, beraroma bulu

kucing bernama Limmo yang sering menemani aku ngaso. Sisanya? Kamar ini hanya seperti

potongan pola yang tak pernah selesai. Sebuah hasil dari jahitan-jahitan masa kecil dan masa

kini, dengan benang-benang yang tak pernah bertemu pada satu titik di mana ia dimulai.

Oh ya, ini kamar perempuan, bukan? Tentu aku punya sebuah kaca rias, yang diambil oleh

Bapak dari sebuah lemari usang tak terpakai. Ia berdiri begitu tegak, di bawahnya terdapat

sebuah rak dengan segala kebutuhan personal. Mulai dari yang menjanjikan tubuhmu dapat

kinclong, rambutmu halus, hingga parasmu bersinar bak belati selesai diasah.

Kamar yang cukup membosankan memang. Tapi, jika tak ada lagi tempat, satu-satunya tempat

ternyaman saat pulang adalah kamar itu.


BERTEMU DENGAN BETH, SI PIANIS PEMALU NAN CANTIK

Dari kejauhan saya melihat Beth masuk ke dalam ruang kedai kopi itu. Ia mengangkat

gaunnya dengan kedua tangannya, tanda bahwa sangat menjuntainya kain satin itu (dan saya

rasa mungkin ada perasaan ngeri dalam dirinya untuk keserimpet dengan tidak wajar.)

Saya menunggunya pada sebuah meja, dengan ganjalan lipatan kertas pada salah satu

kaki-kakinya, memaksa meja ini berdiri seimbang dan kokoh. Perasaan canggung saat akan

berjumpa Beth telah membuat pulpen saya harus merasakan kerasnya meja akibat hentakan

bagian ujungnya pada permukaan meja.

Sambil mengetuk-ngetuk pulpen biru, tanganku yang lain merapikan beberapa surat

penawaran untuk penampilannya dalam acara “Rebahan Akbar”.

Sepertinya tempat dudukku yang berada di dekat pintu masuk ini adalah pilihan yang tepat.

Beth jadi tak perlu terlalu ruwet mengurusi gaun tidak megahnya yang menyentuh lantai

mahoni kedai kopi itu.

Setelah melemparku senyuman tipis, Beth menarik kursinya ke belakang hingga jarak 40cm,

memberinya ruang untuk duduk nyaman dan meletakkan tangan dengan anggun di atas meja

dengan tinggi hampir menyentuh bagian atas perutnya.

Sebelum memulai percakapan, Beth mengangkat tangannya, menandakan ia ingin memesan

sesuatu di kedai kopi sepi ini. Seketika tanganya yang halus terlihat jelas, seperti tak pernah

menyentuh sabun cuci seumur hidupnya. Ia berakhir dengan memesan sebuah es kopi hitam,

tanpa gula, dan menambah sedikit espresso.

Getir sekali sepertinya hidup Beth.

Lalu di meja bundar itu, kami duduk berhadap-hadapan, kurang lebih satu meter. Lagi-lagi

ia mengawali obrolan ini dengan senyum merah meronanya yang hangat, dan mendadak

ruangan pun menjadi hangat.

Tanpa wasweswos, saya memulai “percakapan” yang sebenarnya: umpan lambung untung

mengajak Beth manggung di acara Rebahan Akbar.

“Gini Beth, gue denger-denger dari kakak dan adek lo, lo yang paling jago main piano?

Soalnya, kayaknya emang lo doang, yang paling antusias sama musik. Kalau Jo kan

kerjaannya nulis doang tuh, Amy udah sibuk ngelukis di Prancis, kan? Jadi, gue rasa, lo

adalah pilihan yang tepat, nih, untuk gue ajak.”


Beth yang pemalu, tersipu. Pipinya sekarang telah secerah buah cherry.

“Ah, bisa ae lo, Shar!”

“Beneran, Beth…”

“Itu karena gue gabut doang, kalau adik dan kakak gue kan mereka udah punya kehidupan

dewasanya masing-masing, gue doang emang yang tinggal di rumah. Daripada gabut, kan?”

Saya menyambung itu sebagai kesempatan besar untuk me-lobby Beth lebih baik lagi.

“Beth, kalau lo gue kasih piano di Acara Rebahan Akbar dan mainin beberapa musik lo, mau

nggak?”

Beth menunduk dan merapikan rambutnya ke belakang, pertanda ia malu.

“Tapi, musik-musik klasik gitu nggak apa-apa, Shar? Kayak Franz List atau Claude Debussy?”

“Nah, cadas! Pas tuh, Beth! Kaum rebahan gue emang butuh yang kayak gitu! Kapan lagi

mereka bisa rebahan sambil denger musik-musik klasik live kayak gini?”

Saya pun langsung menyodorkan invoice yang sedari tadi di atas meja sambil permisi

menggeser es kopi hitam milik Beth, agar kertas berharga ini tak ikut kebasahan terkena

rembesan cangkir kopinya.

Ekspresi hangat Beth yang ia pajang dari tadi tiba-tiba buyar. Ia melongo, mulutnya sedikit

terbuka. Bukan karena kaget, sepertinya. Tangannya bergegas mengangkat invoice tersebut,

untuk membaca nominalnya lebih jelas lagi.

Arus muka Beth berubah mendidih, merahnya kini telah semerah pantat babon, alisnya telah

menjulang tinggi, lalu ia berkata..

“Nggak gini juga kali Shar bayaran gue...”

Saat itu juga, di sebuah kedai kopi pojokan Bekasi, saya telah gagal menggaet Beth menjadi

penampil ciamik di Rebahan Akbar!

Kami pun akhirnya terjebak pada kesunyian yang kikuk di atas kursi kayu keras yang terasa

semakin keras dan tambah keras dalam momen itu.


INISIATIF

Sebagai pekerja industri kreatif, terkadang saya tidak selalu jadi kreatif, apalagi untuk urusan

manajemen waktu. Ditambah banyaknya terpaan dari atas maupun bawah membuat saya

tidak begitu sadar mengenai kesehatan mental saya selama bekerja.

Hal ini yang membuat saya sering sekali bekerja di saat bukan waktunya, dan melupakan

atau melalaikan tugas lain saya di luar pekerjaan. Hal itu bukannya tidak memiliki dampak,

tentu ada sesuatu yang akan saya tuai nantinya. Entah manajemen waktu akan semakin

berantakan dan pekerjaan semakin melimpah.

Ketidaktahuan itu lah yang membuat saya menginisiasi gerakan rebahan di tempat kerja

atau pun di spot-spot favoritmu, melalui rebahan saya harap bisa menghidupkan kesadaran

teman-teman semua akan pentingnya merawat kewarasan saat sedang bekerja.

Dan hal ini juga bertujuan agar para pemberi kerja pun sadar akan kebutuhan para

pekerjanya. Lahir dan batin.


INTERVIEW

Cerita Pekerja Lapangan untuk Panggung Musisi

Berbicara isu kesejahteraan dalam bekerja, pantasnya kita tidak hanya mendengar ceritacerita

yang beredar dari gedung-gedung tinggi. Mereka yang tidak duduk di balik meja kerja

ternyata juga punya ceritanya sendiri. Bahkan hal-hal di luar kuasa manusia, seperti saat langit

sudah tidak segan-segan mengucurkan tangisnya.

Minggu lalu saya berkesempatan men-interview Broto, seorang teknisi musik dari salah

seorang musisi yang sempat disebut dajjal oleh para Netizen. Berdiskusi mengenai pekerjaan

yang ia lakoni seperti mencongkel sebuah isu yang tak tersentuh sebelumnya di kalangan

kelas pekerja. Dan, setidaknya cerita yang telah dibagikan ini membuka ruang diskusi dan

pertanyaan: apakah pekerja lapangan sempat untuk rebahan?

Coba ceritakan bagaimana awal mula kamu bisa menjadi teknisi musik Jason Ranti?

Awalnya kita memang berteman, 2017 album perdana Jeje (nama panggilan Jason Ranti)

lahir, di situ gw mulai bantuin Jeje.. gw dukung terus, mulai dari panggungan yang sifatnya

komunitas dengan tujuan yang penting Jeje harus jalan.. agar semua karya Jeje didengar

semua penggiat/penikmat musik. Arti dari dukungan gw yaitu selain bantu di panggung,

dukung lahir batin juga alias moril.

Apa tantangan atau kesulitan terberatnya saat menjadi teknisi Jeje sejauh ini?

Apa ya tantangannya? Oh ya, paling kalo gak dikasih soundcheck di saat persiapan sebelum

tampil, cuma dikasih checkline (cek sinyal aja tanpa dikeluarkannya suara dari speaker),

biasanya, karena padatnya jadwal acara tersebut.

Nah, kalau kesulitannya,... paling kalau ketemu acara yang sound-nya nggak sesuai spek.. mau

nggak mau lemesin aja.

Dari semua acaranya Jeje nih, ada nggak yang paling berat buat lo nge-handle-nya? Dan

penyebabnya apa?

Pernah sewaktu di Jogja, acara kampus. Venue-nya di luar ruangan, di area parkir. Acaranya

3 hari, Jeje manggung di Jumat malam, hari pertama. Siang yang cerah kita soundcheck..

sore tiba, hujan deras sederasnya... gw tepok jidat. Aduh, apa kabar nih panggung? Semoga

baik-baik aja, ga ada kendala. Kebetulan jarak penginapan sama venue deket, 5 menit jalan

kaki sampe. Jam 7 malam kita jalan menuju venue. Apa yang kita dapat: panggung semua

basah. Vendor sound, lampu, ga ambil resiko. Kalo tetep maksain tampil, pertunjukan pasti ga

sempurna. Pihak panitia sama manajemen berdiskusi masalah kendala yang dialami. Panitia

minta ke manajemen, bagaimana kalo Jeje main di hari Sabtu atau Minggu. Manajemen ga bisa

kabulkan panitia karena Sabtu Jeje main di Bekasi, boleh kalo di hari Minggu. Kebayang kan?

Minggu kita balik lagi ke jogja untuk support acara kampus tersebut. Apesnya pada saat itu 3

hari berturut turut Jogja ujan deres

Di sore hari. Minggu malam Jeje tampil, walau persiapan panitia dan vendor untuk meng-cover

perlengkapan panggung dari hujan udah ok.. tetep aja penampilan kita kurang sempurna.

Semua jalur kabel kemasukan air., suara yang keluar dari speaker pun ga meyakinkan. Itu

terberatnya.


Yaaa jalan jeje dan manajemen udah bener untuk support acara anak kampus, tp hujan ga

stop-stop. Oh ya, tapi penonton tetep militan, tetep jingkrak-jingkrakan dan bernyanyi.

Gimana ngebagi waktu kerja lo yang bisa dibilang ngikutin jadwal Jeje manggung dengan

waktu untuk istirahat dan hobi lo? Pernah gak yang kayak bener-bener lagi padet dan lo

akhirnya ngerasa capek banget juga bahkan drop?

Hobi gw kan nongkrong yaa...hehe… maksudnya, nongkrong di komunitas demi menjaga

hubungan skena... Iya, betul kalo jadwal Jeje, gw diprioritaskan manajemen untuk melingkarkan

tanggal. Padet dan capek itu udah tanggung jawab gw. Nah, kalo drop saat kerja sih pernah..

Alhamdulillah, paling sakitnya masuk angin, ada yang bisa ngerokin..hahaha namanya Ipang,

videographer Jeje juga. Sekelarnya soundcheck, gw curhat minta dikerokin ipang deh.

Apa saran lo buat pekerja-pekerja kayak lo ini yang kerjanya gak terikat waktu dan tempat?

Yang pasti jaga stamina selalu biar tetap prima. Jangan lupa, sedia vitamin walau diselingin

alkohol, karena vitamin penting untuk dukung badan yang kerjanya wara-wiri pindah dari satu

kota ke kota lainnya, dan jangan lupa selalu kasih kabar ke pasangan masing masing. Jangan

sampai dipanggil Bang Toyib, karena pasangan juga penting, kalau nggak dikasih kabar, pasti

pikiran perempuan macem macem, itu yang ditakutkan, dan bisa mengganggu pekerjaan juga.

wuehehehe...

Apakah pekerjaan lo yang sekarang udah cukup buat lo? Secara kesejahteraan mental, fisik

dan lain-lain?

Untuk kesejahteraan gue... masih dibilang labil dari segi apa pun.


HEI, REBAHAN KAMU!

Saya peduli dengan kamu, karena itu kamu harus rebahan.

Satu-satunya alasan saya bekerja adalah karena melihat kamu sangat produktif. Karena

kamu produktif, saya harus melakukan hal yang lebih produktif. Karena kamu sudah

sangat amat produktif, saya pun melampaui kecepatan saya lebih dari keproduktivanmu.

Tapi sungguh, keproduktifan saya lahir dari keproduktifan-keproduktifan yang kamu

lahirkan. Karena itu, ketika keproduktivanmu telah membabi buta, saya akan berhenti dan

mengatakan, yuk, kita rebahan sejenak!

Jikaku rebahan itu karena kamu rebahan bersamaku.

Kamu adalah segalanya ketika kamu bukan segalanya.

Kamar kosong tetap sebuah kamar bahkan ketika ia lompong,

Kepala tak memiliki isi, sekalipun ia berisi.

Apakah kita bisa menjadi seperti ini saja tanpa perlu jadi apa dan siapa?

Sebab kamu telah menjadi segalanya ketika kamu bukan segalanya.














YOGA CAESAREKA


bandung, 4 feb 2020

Untuk Harlan Boer

di Jakarta

-

sebuah kota kehilangan matahari,

semacam cuaca menyelesaikan revolusinya sendiri.

-

halo, apa kabar? belakangan aku lagi senang membaca puisi Indonesia, terutama Afrizal

Malna. aku juga mencoba giat menulis kembali. setelah mengintip dan pertemuan dengan

karya-karya Afrizal, aku ingin belajar menulis dengan prinsip kerja dan bahasa-bahasa yang

berbeda, mungkin hari ini atau entah, di ruang kerja kamarku. semacam prinsip baru yang

membangun mesin tenun di kepalaku, menulis puisi adalah berlari, menulis puisi adalah

berjalan melewati kota, menulis puisi adalah mencoba menghancurkannya. belakangan aku

berpikir: apakah botol di depanku adalah “botol”? Apakah rokok yang baru saja kuhisap adalah

“rokok”? Apakah oksigen di bawah hidungku adalah o2? sebentar, di manakah udara buruk,

udara panas, atau udara dingin? bahasa seperti membunuh kemungkinan dan kehadiran

tragedi lain. aku ingin mencoba keluar dari puisi-puisi lama yang mengurung tubuhku. suatu

saat, apakah kau ingin melihat hasilnya?

yoga caesareka


apakah sebuah pengalaman betul-betul harus dihadirkan dalam sebuah puisi?

misalnya, seperti setelah saya menuang air ke dalam gelas yang tidak bisa ditangkap

menggunakan bahasa apa pun. dimana saya ketika ingin menulis kalimat:

“aku telah menuang air ke dalam gelas”--?.

pena dan jari tangan yang mendadak hancur, seperti seorang tokoh yang sudah menjadi

sejarah dan pada akhirnya mati; ketika hendak menulis setelah saya menuang air ke dalam

gelas. saat itu, yang hanya terjadi serpihan-serpihan memori di kepala: tangan yang memegang

teko, air yang jatuh dan tiba-tiba menjelma sebuah gelas, atau suara kucuran ketika air itu sampai

ke permukaan pantat gelas.

dari tragedi sekilas itu, saya mencoba kemungkinan: apakah mungkin ada ketiadaan

pengalaman dalam sebuah tulisan? saya seperti tidak bisa menyentuh aktivitas tubuh saya

di masa lalu: tentang bagaimana bernafas, bagaimana berjalan, bagaimana menuang air ke

dalam gelas. semua pengalaman menjadi hal asing, hancur, bahkan hilang, ketika saya ingin

menerjemahkannya menjadi sebuah bahasa puisi baru (yang akan saya tulis). saya mencoba

berperang dengan ruang-ruang ini, semacam mesin yang menjahit memori bekerja di kepala.

setelah itu, menulis puisi menjadi seperti menemui kaki-kaki baru, menjadi sebuah lapangan

kerja yang luas setelah ia pindah rumah.

saya juga sering berpikir: bahasa tentang pengalaman seringkali mengurung atau menutup

kemungkinan apa pun dalam kehidupan. apakah “menghisap rokok” adalah merokok? apakah

“menulis” adalah membuat cerita di atas kertas? apakah “menusuk” adalah memasukan

sesuatu yang tajam ke dalam objek nyata (baca: kulit)?

semoga apa yang telah saya pikirkan ini tidak menjadi bus kota yang tidak bekerja.

salam,

yoga caesareka.


seorang manusia itu tidak perlu mengucap “Aku Ini Binatang Jalang” dari potret dirinya. rambut

yang klimis, alis yang tegak, mata mengantuk yang menatap tajam seperti menyimpulkan

dirinya adalah seorang penyair yang tidak pernah berhenti bekerja. abu rokok yang dibiarkan

menggantung itu berhasil menarik dirinya menjadi seorang liar dan tak acuh. “Mampus kau

dikoyak-koyak sepi”, seperti disimpulkan pada potret diri dengan kemeja lusuh itu.

-

di café itu, ia berbicara dengan suara sedikit parau. ia banyak menjeda, serakan kata “eeee”

pada setiap suaranya. memperlihatkan ia banyak berpikir atau sedang mencari diksi yang

diambil dari balik rontgen.

-

keluar dari café itu, ia berjalan dengan santai dan cuek. seperti tidak pernah berpikir untuk

mendahului kaki kanan atau kaki kiri. matanya sibuk menyalak, mungkin mencari tragedi

sekitar untuk dirubah menjadi puisi-puisi yang liar.

-

dari tragedi-tragedi di Jakarta itu, ia melahirkan puisi-puisi yang melampaui “batas-batas”

pada zamannya. setelah itu, Jassin membaptisnya sebagai sastrawan “Pelopor Angkatan 45”

yang seolah-olah menutup rezim Pujangga Baru itu.


di tengah malam dengan udara yang berisi kulkas, aku tengah sibuk menjahit kata-kata di

dalam skripsi. mata dan jari menempel di sebuah laptop kusam. bibir yang terbuat dari asap

rokok. pintu kubiarkan tertutup, tidak mempersilakan cuaca malam Bandung untuk bertamu.

namun ditengah kesibukan, tiba-tiba suara pintu diketuk dan disusul dengan suara serak yang

menjengkelkan, “Yog! yog! cepat buka sebelum kumerdekakan negara ini!”, teriaknya. aku

heran, “kenapa mesti dikirimkan orang gila pada tengah malam begini, sih?”, ucapku dalam

hati.

aku membuka pintu. ternyata seorang teman yang baru kutemui tadi sore di perpustakaan

kampus, aku berkenalan dengannya karena sebuah pertemuan singkat itu. ia berkata, bahwa

suatu saat ingin mampir ke kamarku dan meminjam buku “Also Sprach Zarathusthra”, karya

Friedrich Nietzsche. tetapi menapa harus malam begini, ya? dan hal yang menjengkelkan

adalah: ia memakai kemeja lusuh, celana gombrang, dan sedikit rambut klimis yang mulai layu,

serta sebuah map entah berisi tugas atau kumpulan naskah. ia langsung membuka sandal,

masuk ke dalam kamar, mengambil sebatang rokok di meja kerjaku dan membakarnya. “nah,

gitu dong, jangan menjadi diri yang kaku. macam angakatan tua saja kau!”, katanya dengan

tegas. sekilas, aku melihat wajahnya sangat mirip dengan lukisan yang berada di tembok

meja kerjaku. ia segera melompat ke kasur dengan serampangan, aku masih berdiri di dekat

pintu, kemudian segera bergegas menuju meja kerja. dengan santainya ia rebahan, merokok,

sembari bersiul mengikuti nada gloomy Sunday. abu rokok yang ia biarkan menjuntai ke luar

jendela.

aku kembali mengerjakan skripsi yang mulai lelah. sesekali melihat orang itu dengan

mataku yang mulai samar-samar. tiba-tiba ia mengeluarkan secarik kertas dari map yang

dibawanya itu, dan memanggilku kembali, “bung, ini sajak yang baru kutulis kemarin, coba

kau komentar.” aku memutar badan dan mengambil kertas tersebut, kemudian melihat judul

sajaknya: “Derai-Derai Cemara”, lalu membacanya. sebetulnya, aku tidak terlalu mengerti

kenapa ia menulis sebegitu aneh dan gelapnya. “mau kau apakan sajak ini?”, tanyaku. ia

kemudian membangunkan tubuhnya itu kemudian menyeru dengan semangat, “entah! tapi

tak kubiarkan itu lenyap menjadi arsip, besok akan kukunjungi media terdekat, bagamana

menurutmu sajakku itu?”. aku menghela napas sebentar, tidak tahu apa yang semestinya aku

jelaskan kepadanya. “aku sebenarnya tidak mengerti kenapa kau menulis begini,” kataku. “ah!

kau macam penyair-penyair kolot! membaca sesuatu hal yang baru saja menolak!”, ia malah

mengejek dengan ketus.


aku melempar kertas itu kembali padanya dan cepat-cepat membalik badanku kembali

menuju laptop. aku berpikir: kenapa harus ada sebuah kiamat di dalam sebuah malam yang

tenang itu. saat sedang mengetik, tiba-tiba ia mengambil rokokku kembali dan dengan cepat

pergi menuju keluar pintu. aku terkejut, dan juga berjalan menuju pintu itu. kemudian ia

menghilang bersama sandalnya yang ia tinggal di dekat daun pintu. aku melongok kepala

kanan-kiri dan sama sekali tidak ada jejaknya. aku agak heran, “hmm yasudahlah, badai

pasti berlalu”. aku menutup pintu, lalu melihat lukisan yang berada ditembok meja kerjaku.

mengapa orang tadi begitu mirip dengan potret wajah tersebut? aku mengeryitkan dahi

sembari memejamkan mata dan membiarkan kepusingan ini hancur di antaranya. setelah

kulihat kembali, lukisan potret wajah itu tertawa kepadaku. aku mundur sekitar 2 langkah.

***

tiba-tiba aku terbangun dengan cucuran keringat yang cukup membahasi bajuku. aku

menghela napas sembari melihat lukisan potret wajah Chairil Anwar yang terpampang di

tembok meja kerjaku, lukisan yang semakin dingin. aku mengernyitkan dahi kembali, berharap

menjadi obat pemecah mimpi dan insomnia, kemudian dan setelahnya.


[BERTAMU DALAM PEPERANGAN] - “Adakah hidupku di hidup lain?” .

.

Bagimana masa depan air yang hidup dengan api, kaki kanan yang bersetubuh dengan kaki kiri,

atau utara yang belok ke selatan? mungkinkah mereka menyatu dalam sebuah ruang? kirakira,

hal-hal semacam itulah yang coba saya lakukan bersama Romoferus. Buku yang berisi

43 puisi ini: bermain dalam dua buah pasar dengan kebisingan yang berbeda, kebisingan yang

berisi alkohol, pesantren, ibu kota, sawah, detak metronom, dll, lalu berusaha menjinakinya.

Dengan latar belakang plural, kami mencoba bertukar tubuh masing-masing, lalu merogoh

bentuk tubuh baru. Seperti gedung terbuat dari beton cermin dan suara, saya merasa puisi di

dalamnya saling menertawakan, berlari dan berkejaran di taman kanak-kanak, serta berteriak

saat memasuki dinamika menjadi sebuah ruang baru: menjadi orang lain. “Apakah kami

berhasil menciptakan hutan tubuh atau justru gagal bahkan meruntuhkan ruang-ruang yang

ingin dilahirkan?”

.

.

Juga berisi sedikit sentuhan ilustrasi dari Geigo Sakayudha, mencoba memetakan peluang

tubuh-tubuh baru yang dibuat oleh penulis. Sama seperti saya dan Romoferus: beberapa

sketsa agaknya menyimpan keterasingan sekaligus kenyamanan pada potensi ruang dan

tubuh-tubuh yang baru. “..hidup selalu berdampingan dengan segala hal yang sama sekali tak

pernah diduga: tragedi tanpa diundang, menjadi diri sendiri di dunia yang asing, menemukan

tubuh orang lain pada tubuh kita atau sebaliknya, hingga mencoba melepaskan kaki dari segala

pijakan yang tak pernah dikehendaki”, katanya.

.

.

“Beberapa hal itulah yang membuat buku ini menjadi menarik, seolah-olah memiliki dua

bangunan yang berbeda dan berjarak. Sehingga menimbulkan pertanyaan, bagaimana

membuat sebuah jembatan antara dua bangunan penulis dengan dua metode yang berbeda

dan tidak kehilangan ciri khas dari tiap penulis?”, sebut Farhan Rafia dalam sekapur sirih.

.

.

#bertamudalampeperangan akan segera terbit.


kamarku tidak besar, kecil saja: selalu berisi matahari pagi, membunuh jamur dan lembab

dari musim. sebuah pintu masuk dan keluar yang menghadap ke awan. aku bisa melihat

cahaya yang menyelinap, diam-diam, melalui 2 jendela dan ventilasi di atas pintu. aku sedang

duduk bertolak jendela itu, meja dan kursi ini, barangkali menjadi benda favorit ketika tiba-tiba

hari menjadi santai. 3 jengkal dari pandangan depan, aku dapat melihat tumpukan buku koleksi

sejak masa SMA dan lukisan Charil Anwar di atasnya. Buku yang mulai berdebu, luput dari

kegiatan bersih-bersih dalam setiap minggunya. ditanganku: laptop dan mouse yang berisi

daki-daki tangan, dicampur dengan nasib dan keluar-masuk uang. aku juga biasa merokok

ketika duduk, disini, dengan sebuah asbak berbentuk Yin-Yang yang sudah berpisah. tetanggaku

meminjam Yang dan tak pernah kulihatnya kembali hingga sekarang.

di sebelah kiri saat ku duduk, ada sebuah lemari sandang yang sudah mulai lapuk.

Diatasnya, kutumpukkan juga kaset dan buku-buku koleksi lainnya. Juga terpampang sebuah

lukisan 100x100m yang kubuat tahun lalu. Aku selalu memandangi lukisan itu, terutama kata:

“ada percakapan di dalam aku”. Selain lemari dan lukisan, hinggap sebuah meja kecil yang

berisi file kerja beserta printer yang selalu mondar-mandir saat malam hari.

di sebelah kanan, dari tempatku duduk: gunungan baju kotor dan sebuah kamar mandi.

aku tidak membiarkannya jorok seperti bau mayat; kamar mandi ini tak pernah absen saat

dibersihkan. di sebelah kiri yang berjarak dari kamar mandi, ada sebuah kasur yang menempel

pada lantai, tempatku berganti hari. sprei, bantal, guling yang juga selalu terhindar dari debudebu

kurang ajar. di dekat kasur, ada sebuah meja kecil dengan lampu bohlam, mesin tik merah

tua, catatan harian, dan buku yang sedang kubaca. semua benda itu adalah menjadi survival kit

ketika bencana insomnia datang.

di sini, aku biasa menghabiskan waktu dengan udara dingin bandung, suara kendaraan, cat

tembok berwarna putih, suara burung-burung kecil, dan petir ketika hujan.

di sini, kamarku tidak besar, kecil saja.


Mengenali Soe Hok Gie

karena dulu punya hobi

hiking/traveling, sering

cari quotes2 yang

berhubungan sama

gunung

suka menulis puisi

sebelumnya dan pernah

submit di media

alternatif tertentu

mencoba intens

menulis karena

terinspirasi dari sosok

"Soe Hok Gie" melalui

bukunya yakni Catatan

Seorang Demonstran

suka menulis karena

mendapatkan sebuah

metode untuk

mengenal diri sendiri

medium puisi karena

merupakan hobi dan

hal yang disukai penulis

buku puis

dalam pe


judul buku mengambil topik

kolaborasi pertukaran 2

tubuh yang berbeda, seakan2

"bertamu"

berteman dengan 1

orang penulis dan 1

orang ilustrator

i "bertamu

perangan"

memutuskan

kolaborasi karena

merasa tidak percaya

diri untuk jadi proyek

pribadi

merasa cocok dengan

kerja mereka karena

pernah mengajak

proyek lukis

sebelumnya

bertemu mereka

karena sering

nongkrong di fakultas

seni


“sama seperti tubuh, puisi juga perlu rebahan”

apakah puisi hanya sekadar tulisan? jika iya, apakah tulisan sama seperti tubuh yang bergerak

layaknya manusia yang bekerja: bernafas, menonton tv, ribut di kantor, geram karena

kemacetan, pegal-pegal, atau merasakan kebosanan? kadang saya berpikir, melahirkan puisi

sama seperti melahirkan sebuah manusia yang tentu akan mengalami kepenatan. seperti

kita juga, melahirkan puisi adalah membiarkannya hidup dan bekerja dengan dirinya masingmasing.

karena itu puisi juga perlu istirahat. puisi kiranya perlu rebahan setelah kerja seharian,

agar masih dapat bekerja dengan maksimal di hari-hari esok.

tetapi, apakah itu rebahan? dan mengapa puisi juga perlu rebahan? wawancara singkat

bersama Sharah CH, seorang Aktivis Rebahan, berikut mencoba merogoh esensi-esensi dari

rebahan. setelahnya, puisi juga perlu dibiasakan, dibimbing, dan dididik mengenai perlunya

aktivitas rebahan, agar masih bisa bekerja dan mengurangi pegal-pegal.

-

1. Apa definisi conventional dari rebahan?

2. Mengapa kita harus rebahan?

3. Kapan kita harus rebahan?

4. Dimana sebaiknya rebahan dilakukan?

5. Siapa “kita” ketika rebahan?

6. Bagaimana cara melakukan aktivitas rebahan?

7. Apakah rebahan memiliki efek samping?


1. kalau secara bahasa sih, rebahan itu lebih ke kata benda yang punya arti tempat merebah

atau pembaringan. Nah, kalau secara konvensional dan pemakaian kata bisa lebih luas lagi,

rebahan bisa digunakan untuk menyebut aktivitas dimana kita bisa istirahat dan berbaring

secara mental dan fisik juga. Sesederhana itu sebenarnya.

2. Tubuh butuh istirahat mangkanya kita rebahan. Nggak ada yang salah dari hal itu, rebahan

di sini nggak bikin batas untuk waktu kamu berkarya. Berkarya ya berkarya, rebahan ya

rebahan, semuanya punya porsi masing-masing. Nah, lebih ke porsinya aja sih. Jadi, rebahan

dilakukan ketika kita ngerasa butuh rebahan, saat fisik kita bilang “tidur ege, ntar mati lu” atau

pas jiwa lo bilang “yok, istirahat, yok, rame banget kepala”. Lebih kesitu sih.

3. Ini udah ke jawab di pertanyaan ke dua, pas fisik dan mental lo udah ngasih sinyal itu.

Contohnya, kayak gue kan suka nulis, dan gue nulis buat dibayar juga, ketika gue udah

muak banget nulis dengan dibayar gue bakal berhenti nulis sebentar. Gue nyeduh kopi terus

rebahan bentar sambil nonton film kesukaan. Ya, berarti sesimpel kapan lo butuh rebahan, ya

sebenernya ketika lo udah mulai mumet atau jenuh, ya rebahan lah sebentar buat ngerecharge

kepala, sama jiwa lo.

4. Nggak ada tempat yang benar-benar spesifik buat rebahan, setiap orang punya spotnya

masing-masing. Bahkan kadang tempatnya terkesan subliminal. Sebaik-baiknya rebahan

menurut gue adalah di tempat yang paling nyaman buat lo.

5. Bukan siapa-siapa.

6. Caranya bebas, ada yang suka rebahan sambil baca, ada yang suka rebahan sambil nonton

film, ada yang suka rebahan sambil ngayal, ada yang suka rebahan sambil meditasi, ada

yang suka rebahan sambil dengerin musik, ada yang suka rebahan tau-tau molor, bebas sih.

Kalau lo suka rebahan sambil naik gunung ya juga gapapa, sebenernya rebahan di sini gak

secara lateral diartikan rebahan. Lo bisa rebahan dengan melakukan hal2 yang lo anggap itu

melegakan buat lo secara mental dan fisik. Keluar dari rutinitas juga bisa jadi salah satu cara,

mungkin.

7. Rebahan punya efek samping, jika dikonsumsi secara berlebihan. Toh, semua hal baik pun

begitu kan cara mainnya. Ketika sudah berlebihan jadi nggak baik.


mendaki gunung adalah akivitas periodik ketika umurku masih di bangku SMA. saat itu

juga, pendaki gunung tiba-tiba menjadi banyak, ada dimana-mana, dan menjadi sebuah tren.

aku jadi sering hal apapun terkait gunung: mulai dari tagar-tagar alay, hingga sosok Soe Hok

Gie. aku menemukan kutipannya:

“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusiamanusia

yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi

dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal

objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia

bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula

pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung”.


tapi siapakah Soe Hok Gie? aku mulai mencari tahu dengan membaca Catatan Seorang

Demonstran, karyanya. ternyata sangat menyentuh, terutama untuk remaja labil sepertiku, Soe

Hok Gie menjadi sebuah referensi yang niscaya. karena tulisannya juga, seolah-olah menyeretku

harus menjadi sepertinya. maka itu aku mencoba menulis catatan harian, semacam diary-lah.

saat merutinkan aktivitas tersebut, diary seperti menjadi cermin bagiku untuk mengenal diri

sendiri. aku juga memulai banyak menulis dalam bentuk lain: essay, cerpen, dan puisi. sesekali

mengirimnya ke beberapa media-media kecil dan alternatif. terutama puisi, setelahnya aku

menjadi sadar bahwa puisi mempunyai hal magis dan menciptakan ruang-ruang dengan

kenyamanan tersendiri. menulis puisi seperti bernafas atau kebutuhan lain untuk hidup.

keputusan itu juga yang pada akhirnya menjadi alasan aku lebih banyak menulis dalam bentuk

puisi, sejak SMA hingga sekarang. setelahnya, aku memutuskan untuk mengumpulkan semua

puisiku dan menjadi sebuah naskah. Aku harus menemukan momentum yang tepat untuk

segera menerbitkan naskah tersebut.




Mengenali Soe Hok Gie

karena dulu punya hobi

hiking/traveling, sering

cari quotes2 yang

berhubungan sama

gunung

mencoba intens

menulis karena

terinspirasi dari sosok

"Soe Hok Gie" melalui

bukunya yakni Catatan

Seorang Demonstran

suka menulis karena

mendapatkan sebuah

metode untuk

mengenal diri sendiri

suka menulis puisi

sebelumnya dan pernah

submit di media

alternatif tertentu

medium puisi karena

merupakan hobi dan

hal yang disukai penulis

buku puis

dalam pep


i "bertamu

erangan"

judul buku mengambil topik

kolaborasi pertukaran 2

tubuh yang berbeda, seakan2

"bertamu"

memutuskan

kolaborasi karena

merasa tidak percaya

diri untuk jadi proyek

pribadi

berteman dengan 1

orang penulis dan 1

orang ilustrator

merasa cocok dengan

kerja mereka karena

pernah mengajak

proyek lukis

sebelumnya

bertemu mereka

karena sering

nongkrong di fakultas

seni


AKU MESIN CETAK


https://www.youtube.com/watch?v=n7xNrCdXJy0


TERIMA KASIH

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!