You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
VI.
PELUANG DAN TANTANGAN
Papua Barat mendeklarasikan diri sebagai Provinsi Konservasi pada tahun 2015. Perwujudan konsep
Provinsi onservasi ini dapat dilihat dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Khusus (RANPERDASUS)
Tahun 2015 tentang Provinsi Konservasi. Sejalan dengan konsep tersebut, pemerintah Papua Barat
berkomitmen untuk menambah dan memperkuat pengelolaan kawasan konservasi perairan di wilayah Papua
Barat. Salah satunya adalah inisiasi kawasan konservasi perairan di Teluk Bintuni.
Berdasarkan hasil survei data dasar ekologi, perikanan, dan sosial ekonomi yang dilakukan pada bulan
September 2017, terdapat berbagai faktor internal & eksternal yang dapat mempengaruhi strategi
pengembangan kawasan konservasi perairan baru di Kab. Teluk Bintuni. Penjabaran berbagai faktor tersebut
adalah sebagai berikut:
Faktor Internal
Kekuatan (+):
Keanekaragaman hayati ekosistem pesisir Teluk Bintuni cukup tinggi, dimana terdapat 25 spesies
mangrove (21 species mangrove sejati dan 4 species mangrove asosiasi) dari 52 spesies mangrove di Papua
Barat. Luasan kawasan ekosistem mangrove di Teluk Bintuni sebesar 260.289 Ha, yang merupakan 8,92% dari
total luas mangrove di Indonesia. Selain itu, sering dijumpai spesies penting yang terancam punah dan dilindungi,
seperti hiu, pari, lumba-lumba, penyu dan jenis burung laut.
Kabupaten Teluk Bintuni merupakan daerah asuhan (nursery ground) bagi berbagai komoditas perikanan
yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti udang, kepiting dan jenis ikan lainnya. Adanya sistem pemanfaatan
sumber daya laut melalui mekanisme perijinan hak ulayat di Teluk Bintuni membuat pemanfaatan potensi
perikanan pada wilayah ruang laut dapat terkendali.
Produksi perikanan tangkap di Teluk Bintuni mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun
2016, jumlah produksi perikanan tangkap di Teluk Bintuni sebesar 2.764 ton, meningkat signifikan dari produksi
perikanan tangkap tahun 2012 yang sebesar 2.261 ton (Buku Statistik Perikanan Tangkap Tahun 2016, Dinas
Kelautan dan Perikanan Propinsi Papua Barat). Komoditas perikanan udang dan kepiting dari Kabupaten Teluk
Bintuni memiliki kualitas yang cukup tinggi untuk menembus pasar ekspor ke mancanegara.
Saat ini terdapat berbagai kelompok nelayan setempat yang melakukan aktivitas penangkapan ikan
secara tradisional di wilayah perairan Teluk Bintuni. Keberadaan berbagai kelompok nelayan tersebut menjadi
modal awal yang paling baik untuk memulai implementasi pengembangan program perbaikan perikanan dan
inisiasi MPA baru di Teluk Bintuni.
Kelemahan (-):
Kesadaran masyarakat terkait pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan secara berkelanjutan
di Teluk Bintuni masih rendah. Hal ini diindikasikan dengan pemanfaatan hasil tangkapan yang belum optimal,
pemanfaatan hutan mangrove yang belum terkendali, dan maraknya aktivitas pencemaran di lingkungan pesisir
terutama dari pembuangan limbah domestik.
Pada beberapa wilayah tertentu, inovasi untuk penambahan nilai atau diversifikasi produk perikanan
dan hasil laut lain masih tergolong rendah sehingga mempengaruhi rendahnya alternatif pendapatan tambahan
bagi nelayan. Hal ini umumnya terjadi di sebagian besar kampung yang tidak secara langsung mendapat bantuan
dari pihak swasta. Rendahnya kapasitas pengelola sumber daya pesisir menyebabkan belum optimalnya
pengaturan pemanfaatan wilayah pesisir. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai peraturan perlindungan
spesies langka, terancam punah dan dilindungi menyebabkan masih terjadinya pemanfaatan terhadap spesiesspesies
tersebut.
Laporan Survei Data Dasar Teluk Bintuni 2017 | 69