You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Gambar 5-10 Pemanfaatan Kawasan Hutan di Teluk Bintuni Tahun 2014
5.3.4 Hak Pemanfaatan Sumber Daya
Masyarakat nelayan, yang hidup di sekitar Teluk Bintuni, telah mengenal praktek kepemilikan wilayah
laut sebagai tempat mencari ikan, udang, dan kepiting. Praktek kepemilikan suatu kawasan perairan—dikenal
dengan istilah Hak Ulayat Adat—dibagi berdasarkan wilayah kediaman suku-suku besar yang ada di Teluk
Bintuni. Peraturan mengenai hak kepemilikan wilayah laut, yang mengatur besarnya nominal untuk biaya
perizinan penangkapan ikan, diserahkan kepada masing-masing suku. Berdasarkan analisis hasil wawancara,
sebagian besar nelayan di wilayah desa survei telah mengikuti kesepakatan-kesepakatan yang diatur dalam Hak
Ulayat Adat pada masing-masing daerah tangkap.
Seperti yang dilakukan oleh kelompok nelayan Kampung Banjar Ausoy, setiap kelompok nelayan
diharuskan membayar Rp500.000 – Rp600.000 per bulan untuk mendapatkan izin menangkap ikan di Distrik
Wamesa. Sama seperti Kampung Banjar Ausoy, kampung nelayan Distrik Bintuni juga melakukan hal yang sama
untuk memancing di daerah Sungai Tifra dan Sungai Tugurama yang diberikan kepada Suku Kuri dan Suku
Kaitaro. Sementara di Kampung Taroi, pembayaran izin penangkapan menggunakan sistem per konda atau satu
kali pasang (15 hari) sebesar Rp600.000 pada masing-masing perahu nelayan. Mayoritas nelayan Taroi hanya
mencari ikan di sekitar wilayah Hak Ulayatnya sehingga tidak diwajibkan membayar uang perizinan.
Kondisi tersebut berbeda dengan Kampung Modan dan Kampung Sido Makmur. Kedua wilayah tersebut
sebagian besar dihuni oleh masyarakat pendatang dari luar Papua. Kendati demikian, nelayan pendatang tetap
diwajibkan membayar perizinan Hak Ulayat di masing-masing distriknya. Nelayan Kampung Modan membayar
Rp500.000 per bulan untuk tiap perahunya kepada Suku Irarutu di Distrik Babo. Nelayan Sido Makmur,
diharuskan membayar iuran kepada Suku Sumuri dan Suku Irarutu—pemilik Hak Ulayat lokasi penangkapan
Tanjung Asap dan sekitarnya. Total iuran yang harus dibayarkan adalah 60 juta per tahun dari seluruh nelayan
pendatang yang menetap maupun dari distrik yang lain (Lampiran 6). Walaupun proses pembayaran izin di lokasi
Hak Ulayat sudah berjalan, sampai saat ini belum ada peraturan tertulis yang sudah dibakukan oleh lembaga
adat Papua Barat terkait pembayaran Hak Ulayat.
Selain adanya Hak Ulayat Adat, nelayan di Teluk Bintuni sudah mengetahui adanya lokasi penambangan
gas alam (di bagian mulut teluk) dan lokasi Cagar Alam Teluk Bintuni (di bagian ujung timur teluk). Terutama
nelayan Kampung Sido Makmur yang memiliki wilayah tangkap di sekitar lokasi penambangan. Mereka sudah
mengetahui peraturan yang melarang aktivitas penangkapan udang pada radius 500 meter dari tiap rig. Sejak
saat itu, nelayan Kampung Sido Makmur mulai melengkapi peralatan memancing mereka dengan alat bantu GPS.
Laporan Survei Data Dasar Teluk Bintuni 2017 | 63