13.04.2020 Views

TELUK BINTUNI BASELINE SURVEY REPORT - ID

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

V. PEMANFAATAN SUMBER DAYA LAUT

Pendahuluan

Teluk Bintuni merupakan daerah dengan tutupan hutan tertinggi—sekitar 450.000 ha tersusun oleh

pohon mangrove dewasa—di Provinsi Papua Barat (Ainsworth, et al., 2008). Berdasarkan SK MENHUT No.

891/KPTS-11/1999 sebagian dari kawasan hutan, yaitu 124.850 ha terdiri dari 90% tutupan mangrove,

ditetapkan menjadi kawasan Cagar Alam Teluk Bintuni. Kawasan cagar alam berperan penting dalam menyangga

kegiatan perikanan komersil yang ada di Teluk Bintuni.

Sebagian besar masyarakat pesisir Teluk Bintuni, khususnya nelayan, telah mengandalkan hasil laut

sebagai mata pencaharian utama dan sumber makanan sehari-hari. Hasil tangkapan yang memiliki nilai ekonomi

tinggi pada wilayah ini adalah udang, kepiting, dan ikan (Bawole, et al., 2008). Jumlah pelaku aktivitas perikanan

di Teluk Bintuni mengalami peningkatan pada tiap tahunnya. Khususnya pada perikanan udang, sejak tahun 1990-

an, jumlah dan ukuran kapal penangkap udang semakin bertambah akibat peningkatan jumlah industri besar

udang pada lokasi ini (Pet Soede et al., 2006 dalam Mangubhai, et al., 2012).

Selain sektor perikanan, perairan Teluk Bintuni juga merupakan daerah konsesi gas cair perusahaan

British Petroleum (BP) Tangguh. Hasil gas alam yang diperoleh diperkirakan mencapai 14,4 triliun per kaki

kubik. Dalam jangka waktu 20 tahun ke depan, diperkirakan proyek LNG (liquefied natural gas) Bintuni dapat

mendatangkan pemasukan sebesar 3,6 juta dolar Amerika pada pemerintah provinsi Papua Barat dan 8,7 juta

dolar Amerika pada pemerintah pusat Indonesia (GMR International, 2009 dalam Mangubhai, et al., 2012).

Di sela-sela banyaknya aktivitas pemanfaatan di perairan Teluk Bintuni, keberadaan hukum adat yang

kuat memegang peran penting dalam keberlangsungan kegiatan tersebut. Masyarakat Teluk Bintuni, khususnya

masyarakat adat, telah menjalankan kelembagaan Hak Ulayat Laut sejak lama. Untuk itu, apabila pengelolaan

sumber daya laut tidak dapat memfasilitasi semua pihak, berbagai macam permasalahan, seperti penurunan stok

sumber daya laut, inefisiensi ekonomi, dan permasalahan sosial berpotensi untuk terjadi (Yulianto, 2008).

Studi mengenai pengelolaan sumber daya laut di Teluk Bintuni perlu dilakukan untuk menghindari

kemunculan konflik-konflik tersebut. Dalam penelitian ini, WWF-Indonesia SEA Project melakukan analisis

terkait peraturan pengelolaan, pola pemanfaatan, tata cara penggunaan, proses pengambilan keputusan, dan

konflik terkait sumber daya laut di Teluk Bintuni. Hasil kajian pengelolaan sumber daya laut akan menjadi

informasi awal untuk mengawali tahapan usulan inisiatif kawasan konservasi atau pun pembuatan rencana

pengelolaan perikanan berbasis adat.

Metodologi

Penelitian untuk mengetahui pola pemanfaatan dan tata kelola sumber daya kelautan dilakukan melalui

survei lapangan dan studi pustaka. Survei lapangan dilakukan di 5 kampung target. Pemilihan kampung target

ditentukan berdasarkan jumlah nelayan dan aktivitas perikanan yang tinggi di suatu area kajian. Kampung target

survei terdiri dari Kampung Banjar Asoy, Kampung Nelayan Kelurahan Bintuni Timur, Kampung Taroi Distrik

Taroi, Kampung Sidomakmur Distrik Aroba, dan Kampung Modan Distrik Babo (Gambar 5-1).

Laporan Survei Data Dasar Teluk Bintuni 2017 | 54

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!