Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suku Sebyar
Injil diperkenalkan di Dusner. Lambat laun kerabat yang masih mendiami daerahdaerah
gunung termsuk Obo akhirnya memilih turun dan menetap di pantai.
Kehidupan modern dimulai sejak itu, salah satunya pendidikan yang mulai masuk.
Kebiasaan hidup orang Kuri mulai mengalami perubahan ketika mereka mulai
berinteraksi dengan suku/masyarakat di luar mereka, seperti barter/tukar barang.
Burung Cenderawasih mempunyai nilai tukar yang sangat tinggi pada saat itu.
Selain itu ada kulit buaya, gaharu dan kekayan alam lainnya. Kebiasaan barter itulah
yang mengakrabkan orang Kuri dengan pihak luar hingga akhirnya mengenal sistem
pasar modern saat ini. Dalam kehidupan orang Kuri tidak ada strata sosial, semua
mempunyai kedudukan yang sama. Orang Kuri juga terkenal dengan agama suku
yang kuat dan memiliki tempat-tempat keramat yang disakralkan dan dijaga dengan
baik. Tempat-tempat keramat ditunjukkan dan dikhususkan untuk tokoh suku di
tiap-tiap keret/marga.
Seiring dengan perputaran waktu, sekitar tahun 1970an hidup orang Kuri mulai
mengalami perubahan dan mulai mengenal mata uang sebagai alat tukar, mulai
meniru budaya orang lain. Hasil meramu dan hasil buruan tidak lagi ditukar dengan
benda tetapi harus ditukarkan dengan uang. Kini semua kebiasaan baik dari leluhur
sudah tidak ada. Hanya segelintir orang yang masih memelihara kearifan lokal.
Kawin campur mulai terjadi dengan suku-suku dari luar orang Kuri mengakibatkan
adanya perpaduan dalam pola hidup dan pola pikir antarsuku.
Tahun 1990-an masuklah perusahan kayu yang pertama, Wapoga Mutiara Timber.
Tahun 2013 datang perusahan Sinar Wijaya Sentosa. Hutan dibabat, sungai dirusak
tempat ikan dan biota lainnya hidup dan berkembang dirusak, babi hutan menjauh,
orang susah untuk berburu, tidak bisa tokok sagu, karena sungai keruh sepanjang
waktu. Pola hidup produktif orang Kuri pun telah berubah menjadi konsumtif.
Suku Sebyar terdiri dari sub-suku Dambad dan Kemberan yang dulunya mendiami
Distrik Arandai. Suku ini terdiri atas beberapa marga asli seperti Kosepa, Kaitam,
Nawarisa, Inai yang berasal dari Gunung Nabi. Gunung Nabi letaknya antara
Distrik Bintuni dan Distrik Babo. Semua etnis menganggapnya sebagai gunung
sakral. Suku Sebyar dan suku lainnya (Kuri, Wamesa, Irarutu, Sumuri, Manikion
dan Kambatin) mendiami sepanjang Sungai Narawasa di sekitar Gunung Nabi.
Ketika terjadi air bah mereka melakukan migrasi. Salah satu nenek moyang dari
Suku Sebyar melakukan perjalanan meninggalkan tempat tinggalnya di Kuri
Wamesa sekitar Gunung Nabi dengan menggunakan rakit bambu yang kemudian
diberi marga Kosepa. Kemudian terdampar di sekitar Sungai Kamaren di wilayah
muara Bintuni. Lalu melakukan perjalanan hingga ke lokasi Sasari. Di lokasi
tersebut pula mereka bertemu dengan nenek moyang dari marga Nawarisa yang
mengajak untuk membuka pemukiman baru yang kemudian diberi nama Kampung
Tomu. Kampung ini sekarang menjadi bagian dari pemekaran Distrik Taroi. Tomu
artinya tempat bertemu. Sedangkan sebagian besar marga Inai dan Kaitam dulunya
mendiami wilayah muara Sungai Sebyar dan membentuk Kampung Manggarina.
Pada tahun 1932 terjadi kontak pertama dengan pihak luar yang membawa misi
penyebaran agama Kristen dan kemudian disusul pada tahun 1939 para pedagang
dari Ternate menyebarkan agama Islam. Lalu pada tahun 1989 masuk perusahaanperusahaan
kayu, sagu, udang, minyak. Hingga tahun 1989 masuk transmigran yang
berasal dari Jawa di Distrik Arandai.
Laporan Survei Data Dasar Teluk Bintuni 2017 | 31