Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
besar nelayan menggunakan perahu tanpa mesin dan mesin tempel untuk menangkap ikan. Sedangkan rawai
dasar dan jaring insang merupakan alat tangkap yang paling banyak digunakan. Bagi nelayan udang dan
kepiting, musim penangkapan terjadi sepanjang tahun dan tidak dipengaruhi oleh cuaca. Di sisi lain, faktor
perubahan musim dan cuaca sangat berpengaruh pada musim penangkapan ikan. Harga komoditas
perikanan bervariasi di setiap distrik. Harga udang tertinggi di Bintuni Timur seharga Rp 75.000,-/kg.
Sedangkan harga kepiting tertinggi di Modan seharga Rp 55.000,-/kg. Harga ikan conggek hanya senilai Rp
10.000,-/kg di 4 kampung target namun gelembung renangnya dihargai hingga Rp 3.000.000,-/ons untuk
ikan jantan dan Rp 1.500.000,-/ons untuk ikan betina. Dalam 5 tahun terakhir produksi perikanan di Teluk
Bintuni secara keseluruhan meningkat. Namun sebanyak 57% nelayan menyatakan hasil tangkapan justru
menurun akibat semakin banyaknya jumlah nelayan, semakin jauhnya lokasi penangkapan, dan adanya
aktivitas perusahaan gas.
Pemanfaatan Sumber Daya Laut
Pemanfaatan sumber daya laut di Kabupaten Teluk Bintuni terikat oleh adat setempat. Masyarakat
Teluk Bintuni, khususnya masyarakat adat, telah menjalankan kelembagaan Hak Ulayat Laut sejak lama.
Untuk mengakses sumber daya laut d seluruh wilayah diperlukan izin dari pemilik atau klan lokal yang
memiliki kekuasaan atas pemanfaatan laut. Secara adat, sasi atau tradisi lokal untuk membatasi pemanfaatan
sumber daya laut di Teluk Bintuni belum pernah terbentuk. Hal lain yang perlu digarisbawahi adalah potensi
konflik antar pengguna yang memanfaatkan sumber daya laut, antara lain antar nelayan udang, kepiting, ikan
conggek di masing-masing distrik dan antara nelayan dengan perusahaan BP Tangguh yang melakukan
aktivitas eksplorasi gas.
Peluang dan Tantangan
Teluk Bintuni memiliki peluang untuk proses pembentukan KKP karena didukung aksesibilitas
transportasi laut, darat, dan udara. Ditambah dengan dukungan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) terhadap
pembentukan KKP. Di sisi lain, pembentukan KKP Teluk Bintuni memiliki ancaman berupa pembangunan
Kawasan Ekonomi Khusus yang akan membangun pabrik smelter dan petrokimia serta adanya aktivitas
perusahaan gas BP Tangguh. Aktivitas industri dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengelola
sumber daya laut secara berkelanjutan menjadi tantangan bagi inisiasi pembentukan Kawasan Konservasi
Perairan di Teluk Bintuni.
Laporan Survei Data Dasar Teluk Bintuni 2017 | ii