Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
RINGKASAN EKSEKUTIF
WWF-Indonesia, dalam Proyek Sustainable Ecosystems Advanced (SEA) USAID, mendukung
Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati laut, produktivitas perikanan
dan pemanfaatan sumber daya laut berkelanjutan di WPP-715. Mengenai peningkatan keberlanjutan dan
ketahanan habitat dan masyarakat pesisir, WWF-Indonesia mendukung hal tersebut dengan
mempromosikan pembentukan Kawasan Konservasi Perairan di beberapa lokasi di 3 provinsi, yakni
provinsi Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Kabupaten Teluk Bintuni yang terletak di Provinsi Papua
Barat dipilih sebagai salah satu kawasan potensial untuk dikembangkan sebagai Kawasan Konservasi
Perairan.
WWF-ID | Proyek SEA telah menyelesaikan pengumpulan data primer ekologi, perikanan, dan
sosial untuk studi awal pembentukan Kawasan Konservasi Perairan baru - seperti yang tercantum dalam
Keputusan Menteri No. 2/2009 - di Kabupaten Teluk Bintuni. Survei data dasar dilaksanakan pada tanggal
23-29 September 2017 dengan melibatkan DKP Provinsi Papua Barat, DKP Kabupaten Teluk Bintuni,
Universitas Papua (UNIPA), Universitas Kristen Indonesia Papua (UKIP), Universitas Muhammadiyah
Sorong (UMS), dan Politeknik Ilmu Perikanan (PIP). Survei tersebut meliputi 5 kampung di 5 distrik untuk
pengumpulan data perikanan dan sosial dan 5 stasiun pengamatan di sepanjang wilayah pesisir untuk
pengumpulan data ekologi.
Status Ekosistem Pesisir
Sebagian besar ekosistem pesisir Kabupaten Teluk Bintuni tertutup oleh hutan mangrove. Luas
sebaran hutan mangrove di Kabupaten Teluk Bintuni adalah 260.289 hektar atau sekitar 8,92% dari total
luas hutan mangrove di Indonesia. Kerapatan mangrove tertinggi ditemui di stasiun-1 yang berlokasi di
Muara Bintuni dengan nilai kerapatan 1.440 Ind/Ha. Dari hasil pengamatan di Teluk Bintuni ditemukan 25
jenis mangrove dari 52 jenis mangrove di Papua Barat. Hasil analisis nilai INP tingkat pohon menunjukkan
spesies Rhizophora apiculata memiliki INP tertinggi yaitu 92,02% yang artinya spesies ini paling banyak
ditemui di lokasi survei. Bruguiera gymnorrhiza dan Bruguiera parviflora juga termaksud spesies yang
mendominasi di ekosistem mangrove teluk Bintuni. Habitat mangrove di Teluk Bintuni telah menjadi rumah
bagi biota asosiasi dan satwa terestrial. Tercatat ada 17 spesies makrozoobenthos yang hidup di perairan
mangrove Teluk Bintuni.
Status Sosial
Penduduk asli Kabupaten Teluk Bintuni terbagi kedalam 7 kelompok suku yang tersebar di daerah
pegunungan dan pesisir. Lima diantaranya, yaitu Suku Kuri, Wamesa, Sebyar, Irarutu dan Sumuri berada di
wilayah pesisir. Masyarakat pendatang sebagian besar berasal dari Sulawesi dan Jawa. Sebanyak 91%
penduduk telah mendapat pasokan listrik baik dari PLN maupun generator set milik pribadi. Sedangkan 9%
sisanya tidak mendapat suplai listrik. Media telekomunikasi utama yang dimiliki warga di kampung target
adalah telepon seluler, TV, dan radio. Fasilitas pendidikan hampir tersedia diseluruh kampung lokasi survei.
Fasilitas kesehatan yang tersedia diantaranya adalah rumah sakit, posyandu, apotek, dan puskesmas
pembantu (PUSTU). Penggunaan air bersih umumnya bersumber dari air sumur, sungai, ataupun air hujan.
Hanya Kampung Nelayan (RT1 RW 3) yang memiliki akses PDAM di lokasi survey. Sebagian besar orang
di Teluk Bintuni bermatapencaharian sebagai nelayan udang, kepiting dan ikan congge sebagai sumber
pendapatan utama. Hanya 25% dari wilayah Teluk Bintuni yang menjadi lahan pertanian, mayoritas berada
di Kampung Banjar Ausoy.
Aktivitas Perikanan
Udang, kepiting bakau dan kakap congge merupakan komoditas perikanan yang paling penting di
Teluk Bintuni. Produksi perikanan tangkap pada tahun 2016 mencapai 2.764 ton yang didominasi oleh
produksi udang. Jenis udang yang dominan di daerah ini adalah udang jerbung dan udang dogol. Sebagian
Laporan Survei Data Dasar Teluk Bintuni 2017 | i