Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di era pemerintahan Joko Widodo, Indonesia memiliki komitmen yang cukup tinggi untuk
mengembangkan sektor perikanan dan kelautan. Jokowi memahami bahwa pembangunan Indonesia harus
mulai diarahkan berbasis maritim sebagaimana warisan leluhur bangsa Indonesia yang berkebudayaan
maritim (Rizanny, 2017). Hal ini tertuang dalam Perpres no.16/2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia
yang dapat menjadi acuan bagi pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha untuk ikut serta melaksanakan
pembangunan sektor kelautan.
USAID Indonesia melalui Proyek Sustainable Ecosystems Advanced (SEA) mendukung upaya
Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pengelolaan perikanan dan kelautan serta upaya konservasi di
tingkat kota/kabupaten, provinsi, dan nasional, terutama di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) – 715
yang mencakup Provinsi Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Untuk mendukung upaya tersebut, WWF-
Indonesia bergabung dalam konsorsium mitra Proyek SEA USAID Indonesia yang berjalan selama 5 tahun
(2016-2021). Proyek SEA menggarisbawahi pemanfaatan sumber daya laut dan perikanan harus seimbang
dengan upaya konservasi untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, Proyek SEA
USAID mendorong inisiasi Kawasan Konservasi Perairan (KKP) baru di wilayah WPP-715 sebagai usaha
menyeimbangkan kedua unsur tersebut. Salah satu wilayah yang dicadangkan untuk inisiasi kawasan
konservasi adalah Kabupaten Teluk Bintuni yang terletak di Provinsi Papua Barat.
Kabupaten Teluk Bintuni memiliki luas wilayah sebesar 18.637,00 km 2 atau 19,2% dari total luas
Provinsi Papua Barat. Berdasarkan Peraturan Bupati Teluk Bintuni no. 2 tahun 2009, wilayah administrasi
Kabupaten Teluk Bintuni terdiri atas 24 distrik (BPS Kabupaten Teluk Bintuni, 2017). Kabupaten ini
merupakan pemekaran dari Kabupaten Manokwari berdasarkan Undang-Undang no. 26 tahun 2002.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Teluk Bintuni merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 0-
100 meter di atas permukaan laut. Selain itu, kabupaten ini memiliki 5 sungai yang dikelilingi hutan mangrove
di muaranya (BPS Kabupaten Teluk Bintuni, 2017). Sehingga ekosistem pesisir di Teluk Bintuni bercirikan
ekosistem mangrove. Ekosistem ini menjadi landasan bagi perikanan berbasis udang dan kepiting bakau di
daerah tersebut.
Salah satu upaya untuk menjaga keberlangsungan ekosistem dan kelestarian sumber daya di
Kabupaten Teluk Bintuni adalah dengan menginisiasi Kawasan Konservasi Perairan di wilayah ini.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no. 2 tahun 2009, studi data dasar adalah salah
satu langkah penting dalam inisiasi pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Di dalam studi
tersebut terdapat studi sosial-budaya, ekonomi, dan ekologi yang akan membantu pemerintah Indonesia
merancang pembentukan KKP. Studi data dasar juga diperlukan untuk mengetahui kondisi terkini di
lapangan dan memperbaharui data yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh karena itu, pada tanggal 23-29
September 2017 lalu WWF-Indonesia bekerjasama dengan DKP Provinsi Papua Barat, DKP Kabupaten
Teluk Bintuni, Universitas Papua (UNIPA), Universitas Kristen Indonesia Papua (UKIP), Universitas
Muhammadiyah Sorong (UMS), dan Politeknik Ilmu Perikanan (PIP) melaksanakan survei data dasar di
Kabupaten Teluk Bintuni. Survei data dasar di Kabupaten Teluk Bintuni meliputi survei ekologi, survei
perikanan, dan survei sosial-ekonomi. Hasil survei tersebut dapat menjadi acuan dalam melaksanakan studi
lanjutan dan data dasar untuk proses pembentukan Kawasan Konservasi Perairan di Teluk Bintuni.
Laporan Survei Data Dasar Teluk Bintuni 2017 | 1