FUSE#2
FUSE is a bi-annual publication that documents the projects at Dance Nucleus .
FUSE is a bi-annual publication that documents the projects at Dance Nucleus .
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Element#2<br />
BAHASA KOREOGRAFI<br />
Lenggang Sebagai<br />
Permulaan sebuah<br />
Penelitian dan Praktek<br />
oleh Soultari Amin Farid<br />
Cross-dressing dalam sebuah pertunjukan adalah hal umum<br />
dalam tarian dan teater dunia Melayu. Pertunjukan komunitas<br />
kerabat seperti komunitas etnis di Jawa, memiliki contoh cairnya<br />
gender. Ethnomusicolog, Christina Sunardi, memberikan contoh<br />
historis dari pertunjukan-pertunjukan ini di awal Indonesia dalam<br />
bukunya, “Stunning Males and Powerful Female: Gender and<br />
Tradition in East Javanese Dance”, daftar kebiasaan laki-laki yang<br />
melakukan peran perempuan di Ludruk, teater Jawa Timur yang<br />
populer; laki-laki yang memperankan perempuan dalam tarian<br />
Banyuwangi abad ke-19 yang disebut Seblang; tradisi laki-laki<br />
yang menampilkan tarian perempuan Jawa Tengah dari abad<br />
Saya melihat peran saya sebagai provokator penting untuk terus<br />
mengguncang kaidah-kaidah gender yang kaku yang telah<br />
menghambat pemahaman inklusif terhadap bentuk-bentuk seni<br />
yang mendukung pertunjukan dan pakaian lintas gender. Oleh<br />
karena itu dengan adanya penggabungan bahan arsip dan<br />
penyelidikan, adalah relevan bagi saya untuk terus bekerja dan<br />
mengeksplorasi batas-batas yang membatasi apresiasi kita untuk<br />
gagasan-gagasan alternatif dan cara kerja yang “berbeda”.<br />
Hal ini merupakan teka-teki yang rumit. Saya memunculkan isu<br />
cross-dressing karena ini adalah tindakan yang melibatkan<br />
perwujudan karakter / gaya gerakan lawan jenis (penari laki-laki<br />
yang mewujudkan karakter/tingkah laku wanita atau penari<br />
wanita yang mewujudkan karakter/tingkah laku laki-laki).<br />
Indonesia dan Malaysia telah menghasilkan kepribadian laki-laki<br />
yang dikenal karena tindakan tari lintas gender dan/ atau perilaku<br />
kefemininan mereka: Didik Nini Thowok; Rianto; dan Rosnan<br />
Abdul Rahman.<br />
Setelah residensi intensif tersebut, saya sempat memikirkan tentang materi<br />
penelitian yang saya peroleh untuk penelitian ini. Saya merefleksikan mengapa<br />
saya sangat fokus pada Lenggang, terutama ketika menari solo, tidak relevan bagi<br />
saya untuk menggunakan frase gerakan ketika saya berimprovisasi. Saya<br />
menyadari segera setelah itu saya menggunakan Lenggang sebagai objek analisis<br />
untuk memikirkan apa artinya bagi tubuh Unik untuk mewujudkan<br />
peran/pertunjukan gender yang kaku dan bagaimana sifat tubuh Unik dapat<br />
menantang batas-batas ini. Saya melihat pembelajaran Lenggang sebagai<br />
pengetahuan dasar yang diajarkan kepada penari amatir dan dalam pembelajaran<br />
frasa gerakan, proses transmisi diisi dengan pengetahuan tentang norma-norma<br />
gender dalam tarian.<br />
Sumber/Referensi<br />
Hamzah, Daud. “Chara Menari Ronggeng dan Mak Inang [Ways to Dance the<br />
Ronggeng and Mak Inang]”, Penerbitan Federal, 1965.<br />
Mohd Farid, Muhd Noramin. “Serampang Dua Belas: Discourses of Identity in the<br />
Contemporary Practice of a Malay Courtship Dance in Sumatra.” Master Thesis,<br />
Roehampton University, 2016.<br />
Mohd Farid, Muhd Noramin. “Tarian Melayu: Negotiating Social Memory and<br />
Constructing a Community through the Nation-State of Singapore.” PhD Thesis,<br />
Royal Holloway, University of London, Forthcoming.<br />
Mohd Nor, Mohd Anis. “Lenggang dan liuk dalam tari pergaulan Melayu.” Tirai<br />
Panggung, vol. 1, 1993.<br />
Sunardi, Christina. “Stunning Males and Powerful Females: Gender and Tradition<br />
in East Javanese Dance.” U of Illinois P, 2015.<br />
59 60