FUSE#2
FUSE is a bi-annual publication that documents the projects at Dance Nucleus .
FUSE is a bi-annual publication that documents the projects at Dance Nucleus .
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Element#2<br />
BAHASA KOREOGRAFI<br />
Lenggang Sebagai<br />
Permulaan sebuah<br />
Penelitian dan Praktek<br />
oleh Soultari Amin Farid<br />
Ethnochoreolog, Mohd Anis Mohd Nor (1993) menulis,<br />
“Dalam semua jenis tarian sosial Melayu penari laki-laki tidak diizinkan menari<br />
seperti perempuan. Keindahan tari Melayu menempatkan penari laki-laki sebagai<br />
pelindung dan pendukung penari perempuan. Meskipun tangan mereka tidak<br />
saling bersentuhan, pasangan menari memberi kesan bahwa ada pemahaman<br />
melalui eksekusi gerakan dalam tarian. Kompetensi penari laki-laki terletak pada<br />
gaya tingkah laku yang bangga dan gagah dan tidak meniru keanggunan wanita ...<br />
Langkah-langkah dan gerakan pergelangan tangan penari pria diperbesar dengan<br />
kedua tangan terbuka lebar ke sisi tubuh dan bergoyang seolah mencoba<br />
mempertahankan ruang dansanya agar tidak diterobos oleh para pesaingnya”. (33)<br />
4<br />
Saya menggunakan kata-kata ilmiah Mohd Nor untuk memikirkan apa artinya<br />
melakukan Lenggang secara holistik (bukan hanya konsentrasi gerakan kaki) dan<br />
pada saat yang sama mengkritisi bentuk dengan pengalaman unik saya sendiri<br />
dalam melakukan Lenggang. Saya bertanya apakah deskripsi Mohd Nor tentang<br />
kinerja gender-kaku dalam tarian sosial dan seni tari Melayu menyediakan ruang<br />
bagi seseorang yang tidak selalu setuju dengan penerapan tingkah laku gender<br />
yang kaku di tubuh.<br />
Saya mungkin setuju dengan peran gender yang kaku ketika pasangan menari<br />
bersama-sama tetapi dalam kasus seorang penari laki-laki diperbolehkan menari<br />
solo (yang sebenarnya bukan konvensi dalam tarian Melayu karena sebagian besar<br />
tarian dilakukan secara kolektif), bukan seharusnya tidak ada konsesi untuk inklusi<br />
gerakan yang dapat dianggap "perempuan" tanpa harus dianggap sebagai tabu?<br />
Selain itu, jika tindakan seperti itu dilihat sebagai pelanggaran, lalu di mana kah kita<br />
menempatkan tradisi pertunjukan yang didasarkan pada seni kinerja dan tata rias<br />
lintas gender?<br />
4<br />
“Dalam kesemua jenis tari pergaulan Melayu penari lelaki pula tidak dibolehkan menari seperti seorang wanita.<br />
Keanggunan tari Melayu telah meletakkan mertabat penari lelaki sabagai pelindung serta pendamping penari wanita.<br />
Walaupun masing-masing tangan tidak bersentuhan dengan bahagian tubuh penari saingan, kedua-kedua penari<br />
seolah-olah kelihatan bersefahaman dalam perlaksanaaan gerak dalam tari. Kejaguhan penari lelaki terletak kepada<br />
gaya kelakuan yang megah dan jantan dan tidak yang meniru keayuan gemulai wanita. … Langkah dan lengangan<br />
tangan penari lelaki sentiasa menguak dengan membuka lebar-lebar kedua tangan ke samping tubuh beserta hayunan<br />
seolah-olah mengepung ruang tarinya dari di cerebohi oleh lawan…”<br />
57 58