EFEK DINANTI PAKET DIRACIK EFEK DINANTI
m-130-2015
m-130-2015
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
profil<br />
Cinta pada pandangan pertama<br />
lawesi selatan. Ketika keluar aturan baru, dimana<br />
pe ngacara di LBH boleh “mengambil” atau menangani<br />
kasus lain di luar kasus yang masuk di LBH,<br />
ia pun langsung diminta untuk menangani berbagai<br />
kasus lain. Bahkan karena sebuah kasus yang ditangani<br />
jualah, ia hijrah ke Jakarta.<br />
BERBEKAL TIKAR DAN DUA BUAH BANTAL<br />
Love at the first sight (cinta pada pandangan pertama)<br />
agaknya juga dialami Sarifuddin. Meski mengaku<br />
sudah memiliki kekasih yang tengah mengikuti<br />
KKN (Kuliah kerja nyata) di sebuah daerah,<br />
namun perasaannya tak dapat berbohong ketika ia<br />
melihat seseorang gadis yang tak lain adalah adik<br />
kelasnya sendiri. Hatinya pun langsung bergetar.<br />
Walau ketika itu tak banyak kata yang terlontar<br />
dari bibirnya.<br />
Kondisi berubah ketika untuk kedua<br />
kalinya ia bertemu<br />
gadis itu<br />
di pengadilan<br />
neger<br />
i d i<br />
d aer a h<br />
a n g i n<br />
mamiri<br />
itu. Ketika itu ia tengah menangani sebuah kasus,<br />
dan si gadis yang belakangan diketahui bernama<br />
Almiah itu telah menjalani sidang tilang. Disanalah<br />
awal perkenalan berlangsung. Getaran di hatinya<br />
yang sebelumnya muncul pada pertemuan pertama<br />
itu berganti keyakinan bahwa gadis pemilik paras<br />
cantik yang ada di depannya itulah yang akan menjadi<br />
istri dan ibu dari anak-anaknya kelak.<br />
Gayung bersambut, Almiah pun merasakan hal<br />
yang sama. Namun sebagaimana aturan dalam keluarganya,<br />
dimana tak ada istilah pacaran. Maka<br />
Almiah pun “menan tang” Sarif untuk melamarnya.<br />
Tak perlu berpikir lama bagi Sarif untuk menjawab<br />
tantangan sang gadis.<br />
“Dia kan orang Sulawesi Tengah, ketika itu ya<br />
saya terima tantangannya, kalau memang serius<br />
katanya silahkan datang melamar. Karena keterbatasan<br />
biaya saya datang melamar sendiri ke kedua<br />
orangtuanya dan langsung menikahinya. Dia sendiri<br />
sampai bingung. Tapi kan saya punya niat baik,<br />
dan membuktikan keseriusan,” kisah pria kelahiran<br />
Palopo, 6 Agustus 1966 ini.<br />
Tepat 19 Februari 1992 Sarifuddin resmi menikahi<br />
Almiah Hamid. Keduanya pun kembali ke<br />
Makassar. Disinilah awal hidup baru keduanya berlangsung.<br />
Masih diingatnya ketika itu ia bergaji 190<br />
an ribu. Gaji sebesar itu tentu tidak cukup baginya<br />
untuk membelikan rumah bagi istrinya. Kebetulan<br />
ketika itu rumah salah satu kakaknya di sebuah<br />
perumnas belum ditinggali. Dengan berbekal satu<br />
tikar, dua bantal dan beberapa peralatan makan<br />
sekedarnya, keduanya memasuki rumah itu.<br />
Diam-diam, kedua mertuanya memberikan<br />
uang sekitar 200 jutaan sebagai modal keduanya<br />
dalam mengarungi hidup baru. Sang istri pun tak<br />
kuasa menceritakan hal itu kepada Sarif. Kontan,<br />
hal itu ditolaknya. Ia meminta istrinya untuk<br />
mengembalikan uang itu kepada kedua orangtuanya.<br />
“Saya minta istri saya kembalikan uang itu,<br />
saya tidak mau jadi beban keluarganya. Ini tanggung<br />
jawab saya, dan saya katakan ke istri bahwa<br />
saya akan berupaya untuk berjuang merubah itu<br />
semua,” tegas Sarifuddin.<br />
Allah SWT mendengar doa dan usahanya.<br />
Kondisi ekonomi Sarif pun mulai berubah. Saat<br />
itu muncul peraturan baru, dimana pengacara<br />
di LBH diperbolehkan menangani perkara di<br />
luar kasus LBH. Kebebasam menangani perkara<br />
umum itu tentu menjadi “berkah” tersendiri<br />
bagi para pengacara LBH, termasuk Sarif. Ia pun<br />
kemudian dipercaya menangani berbagai kasus<br />
umum.<br />
Dari sana ia mendapat honor pengacara,<br />
48 EDISI 130 TH. XLV, 2015