EFEK DINANTI PAKET DIRACIK EFEK DINANTI
m-130-2015
m-130-2015
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
anggaran<br />
PINJAMAN PROYEK TAHUN 2010 - 2016<br />
Sumber : Nota Keuangan RAPBN 2016<br />
signifikan yakni sebesar 10 persen. Rencana<br />
penarikan pinjaman proyek tersebut<br />
direncanakan terutama berasal dari<br />
Jepang, Tiongkok, Jerman, Korea Selatan,<br />
World Bank, IDB, ADB, serta kreditur<br />
komersial.<br />
Rencana pinjaman proyek yang<br />
relatif besar tersebut tersebut terdiri<br />
atas pinjaman proyek oleh Pemerintah<br />
Pusat dan pinjaman proyek yang<br />
di teruspinjamkan atau penerusan<br />
pinjaman (on-lending). Pinjaman<br />
proyek Pemerintah Pusat digunakan<br />
untuk membiayai kegiatan prioritas<br />
yang dilaksanakan oleh Kementerian<br />
atau Lembaga (K/L) dan kegiatan<br />
yang dilaksanakan oleh Pemda melalui<br />
mekanisme belanja hibah (on-granting).<br />
Pinjaman proyek pada K/L tahun<br />
2016 itu, terutama digunakan untuk<br />
mendukung pembangunan infrastruktur<br />
yang dilaksanakan oleh Kementerian<br />
Pekerjaan Umum dan Perumahan<br />
Rakyat serta Kementerian Perhubungan.<br />
Kemudian untuk pengembangan<br />
fasilitas pendidikan pada perguruan<br />
tinggi negeri yang dilaksanakan oleh<br />
Kementerian Riset, Teknologi, dan<br />
Pendidikan Tinggi, dan yang terakhir<br />
untuk pengadaan alat utama sistem<br />
senjata (alutsista) dan alat material<br />
khusus (almatsus) yang dilaksanakan<br />
oleh Kementerian Pertahanan dan Polri<br />
dalam rangka pemenuhan kekuatan<br />
dasar minimum (minimum essential<br />
forces/MEF).<br />
Sementara itu, pinjaman yang<br />
diterushibahkan kepada pemerintah<br />
daerah digunakan untuk mendanai<br />
proyek mass rapid transit (MRT) di<br />
Pemerintah Provinsi<br />
DKI Jakarta dan water<br />
resources and irrigation<br />
sector management<br />
project phase II (WISMP<br />
II) di 115 pemerintah<br />
kabupaten/kota.<br />
Penerusan pinjaman<br />
dalam APBN tahun 2016<br />
direncanakan sebesar<br />
Rp 5.909,7 miliar<br />
atau naik 32,1 persen<br />
dibandingkan APBN-P<br />
tahun 2015 sebesar Rp<br />
4.471,9 miliar.<br />
Alokasi penerusan pinjaman dalam<br />
RAPBN tahun 2016 dilakukan secara<br />
selektif berdasarkan tujuan penggunaan<br />
yang diprioritaskan untuk mendukung<br />
pembangunan infrastruktur terutama<br />
untuk energi melalui pembangunan/<br />
restrukturisasi pembangkit listrik (PLTU,<br />
KETERLAMBATAN PENYERAPAN<br />
DANA PADA PROYEK-PROYEK<br />
YANG PEMBIAYAANNYA<br />
BERSUMBER DARI PINJAMAN<br />
LUAR NEGERI AKAN<br />
MENIMBULKAN BEBAN<br />
KERUGIAN ATAU BEBAN<br />
KEUANGAN YANG DAPAT<br />
DIALAMI OLEH INDONESIA.<br />
PLTA, dan PLTG) dan pembangunan<br />
geothermal sebagai sumber energi<br />
listrik yang ramah lingkungan, fasilitas<br />
penjaminan proyek infrastruktur<br />
dalam rangka mendorong dan mempercepat<br />
pembangunan proyek-proyek<br />
infrastruktur, dan pengendalian banjir<br />
Jakarta melalui pengerukan dan<br />
rehabilitasi sungai, kanal dan waduk,<br />
serta rehabilitasi/penguatan tanggul.<br />
Jika melihat rencana penarikan<br />
pinjaman proyek yang cukup besar dan<br />
rencana peruntukan yang begitu baik,<br />
rencana penarikan ini memberikan<br />
“angin segar” bagi perbaikan infrastruktur<br />
Indonesia ke depan dan penarikan<br />
pinjaman ini merupakan alternatif<br />
solusi yang baik bagi pembangunan<br />
infrastruktur serta pembanguan ekonomi.<br />
Akan tetapi, jika merujuk pada<br />
kinerja serapan pinjaman luar negeri untuk<br />
proyek infrastruktur hingga medio<br />
tahun 2015 yang masih sangat rendah,<br />
maka penarikan pinjaman proyek ini<br />
akan berpotensi menimbulkan masalah<br />
bagi keuangan negara dan perekonomian<br />
nasional.<br />
SOLUSI ATAU POTENSI MASALAH<br />
Realisasi serapan pinjaman luar negeri<br />
untuk proyek infrastruktur hingga<br />
semester pertama tahun 2015 baru<br />
sebesar US$ 746,4 juta, setara 21,9<br />
persen dari total target di tahun 2015<br />
sebesar US$ 3,4 miliar. Rendahnya dan<br />
keterlambatan realisasi pinjaman luar<br />
negeri ini bukan tidak menimbulkan<br />
kerugian atau dampak bagi Indonesia.<br />
Oleh karena itu, rencana pinjaman<br />
proyek di tahun 2016 harus benar-benar<br />
direncanakan dengan matang sehingga<br />
kerugian atau dampak negatif seperti di<br />
tahun ini tidak terulang kembali.<br />
Keterlambatan penyerapan dana pada<br />
proyek-proyek yang pembiayaannya<br />
bersumber dari pinjaman luar negeri<br />
akan menimbulkan beban kerugian<br />
atau beban keuangan yang dapat<br />
dialami oleh Indonesia. Pertama, terkait<br />
commitment fee, semakin sedikit jumlah<br />
dana pinjaman yang terserap berarti<br />
semakin lama waktu pelaksanaan proyek<br />
dan semakin besar nilai commitment fee<br />
yang harus ditanggung oleh Pemerintah<br />
Indonesia.<br />
Berikutnya, soal selisih kurs. Dengan<br />
adanya lonjakan kurs mata uang Indonesia<br />
terhadap dollar Amerika Serikat,<br />
atau mata uang asing dari negara donor,<br />
yang membuat terjadinya perbedaan nilai<br />
kurs rupiah terhadap dollar dari saat<br />
pinjaman ditandatangani dengan saat<br />
pelaksanaan proyek, yang berarti kerugian<br />
bagi pemerintah Indonesia.<br />
Jika potensi masalah ini tidak menjadi<br />
pertimbangan dalam merencanakan<br />
pinjaman proyek untuk membiaya<br />
pembangunan infrastruktur, maka<br />
pinjaman proyek bisa menjadi potensi<br />
masalah besar bagi keuangan dan<br />
36 EDISI 130 TH. XLV, 2015