PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN Halaman 0
PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0 PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0
42. Fungsi Terapeutik Bermain Bagi Anak Usia Sekolah Bermain Bermain merupakan sarana bagi anak-anak untuk belajar mengenal lingkungan kehidupannya. Pada saat bermain, anak-anak mencobakan gagasan-gagasan mereka, bertanya serta mempertanyakan berbagai persoalan, dan memperoleh jawaban atas persoalan-persoalan mereka. Melalui permainan menyusun balok misalnya anak-anak belajar menghubungan ukuran suatu obyek dengan lainnya. Mereka belajar memahami bagaimana balok yang besar menopang balok yang kecil. Mereka belajar konsep bagaimana hal-hal yang lebih besar mampu menopang hal-hal yang lebih kecil. Bermain tidak sekedar bermain-main. Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan emosional, fisik, sosial dan nalar mereka. Melalui interkasinya dengan permainan., seorang anak belajar meningkatkan toleransi mereka terhadap kondisi yang secara potensial dapat menimbulkan frustrasi. Kegagalan membuat rangkaian sejumlah obyek atau mengkonstruksi suatu bentuk tertentu dapat menyebabkan anak mengalamai frustrasi. Dengan mendampingi anak pada saat bermain, pendidik dapat melatih anak untuk belajar bersabar, mengendalikan diri dan tidak cepat putus asa dalam mengkonstruksi sesuatu. Bimbingan yang baik bagi anak mengarahkan anak untuk dapat mengendalikan dirinya kelak di kemudian hari untuk tidak cepat frustrasi dalam menghadapi permasalahan kelak di kemudian hari. Secara fisik, bermain memberikan peluang bagi anak untuk mengembangkan kemampuan motoriknya. Permaian seperti dalam olahraga mengembangkan kelenturan, kekuatan serta ketahanan otot pada anak. Permaian dengan kata-kata (mengucapkan kata-kata) merupakan suatu kegiatan melatih otot organ bicara sehingga kelak pengucapan kata-kata menjadi lebih baik. Dalam bermain, anak juga belajar berinteraksi secara sosial, berlatih untuk saling berbagi dengan orang lain, menignkatkan tolerasi sosial, dan belajar berperan aktif untuk memberikan kontribusi sosial bagi kelompoknya. Di samping itu, dalam bermain anak juga belajar menjalankan perannya, baik yang berkaitan dengan jender (jenis kelamin) maupun yang berkaitan dengan peran dalam kelompok bermainnya. Misalnya dalam permainan perang-perangan seorang anak belajar menjadi pimpinan, kapten sedangkan lainnya menjalankan peran sebagai pendukung. Dalam hubungannya dengan jender, anak-anak melakukan permainan stereotype sesuai dengan budaya dan masyarakat setempat. Misalnya, anak-anak perempuan bermain masak-masakan, sementara anak laki-laki bermain perang-perangan. Dalam hal ini anak-anak menjalani proses pembentukan identifikasi diri dengan bercermin pada hal-hal yang ada di tengah masyarakat. Melalui bermain, anak juga berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan nalarnya, karena melalui permainan serta alat-alat permainan anak-anak belajar mengerti dan memahami suatu gejala tertentu. Kegiatan ini sendiri merupakan suatu proses dinamis di mana seorang anak memperoleh informasi dan pengetahuan yang kelak dijadikan landasar dasar pengetahuannya dalam proses belajar berikutnya di kemudian hari. Usia Sekolah Dalam usia sekolah tuntutan yang dihadapi oleh anak semakin banyak. Tekanan sekolah, lingkungan sebaya (peer group), serta tuntutan belajar yang semakin tinggi membuat anak harus lebih mampu menghadapi tuntutan sosial masyarakat. Bahkan tidak jarang orang tua pun menuntut anak demikian besar untuk berprestasi tinggi, dan adakalanya harapan orang tua melebihi kapasitas anak untuk dapat mencapainya. PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 95
Berbagai kondisi sosial yang penuh tuntutan baik dari sekolah, teman sebaya maupun orang tua dapat menimbulkan berbagai permasalahan bagi anak antara lain dalam proses belajar. Anak sulit berkonsentrasi. Perstasi anak menurun dengan sangat tajam. Motivasi anak untuk belajar sangat minim. Berbagai keluhan tersebut merupakan sebagian kecil keluhan rutin yang kerap disampaikan oleh para orang tua pada konselor. Tidak jarang bahakan orang tua justru menekankan keluhan bahwa anak-anak mereka terlalu senang bermain, sehingga kurang belajar. Padahal justru melalui bermain, mereka bisa belajar lebih banyak lagi. Fungsi Terapeutik Bermain Bermain dan alat-alat permainan memiliki fungsi terapeutik. Proses belajar anak justru sebaiknya dilakukan melalui metode bermain dan dengan alat-alat permainan. Namun hal ini hendaknya tidak disalah artikan dengan istilah "main-main". Proses belajar dapat merupakan proses yang sangat membosankan untuk dikerjakan oleh anak-anak, sedangkan anak-anak biasanya lebih tertarik dengan permainan. Karena, proses bermain dan alat-alat permainan merupakan perangkat komunikasi bagi anak-anak. Melalui bermain anak-anak belajar berkomunikasi dengan lingkungan hidupnya, lingkungan sosialnya serta dengan dirinya sendiri. Melalui bermain anak-anak belajar mengerti dan memahami lingkungan alam dan sekitarnya. Melalui bermain anak-anak belajar mengerti dan memahami interaksi sosial dengan orang-orang di sekelilingnya. Melalui bermain anak-anak mengembangkan fantasi, daya imajinasi dan kreativitasnya. Bermain merupakan proses dinamis yang sesungguhnya tidak menghambat anak dalam proses belajar, sebaliknya justru menunjang proses belajar anak. Keberatan orang tua terhadap aktivitas bermain anak justru menghambat kemampuan kreativitas anak untuk mengenal dirinya sendiri sendiri serta lingkungan hidupnya. Hanya saja, proses bermain anak perlu diarahkan sesuai dengan kebutuhannya. Anak-anak yang cenderung menyendiri sebaiknya tidak dibiarakan untuk terlalu sibuk dengan "solitary play". Sebaliknya mereka sebaiknya diarahkan untuk lebih aktif dalam permainan kelompok (social game). Mereka yang kurang mampu untuk berkonsentrasi dapat diberikan berbagai jenis permainan yang lebih terarah pada pemusatan perhatian seperti mengkonstruksi suatu benda tertentu. Anak-anak yang kurang mampu untuk mengekspressikan diri secara verbal dapat dibina untuk mengembangkan bakat kreatifnya melalui media misalnya menggambar. Namun pendidik juga selayaknya membimbing anak dalam mengekspressikan imajinasi serta fantasinya ke dalam bentuk gambaran yang konkrit dan tidak membiarkan anak-anak berfantasi tanpa arah yang jelas; karena hal ini dapat mengakibatkan konfabulasi dalam proses berpikir anak. Kemampuan mengingat anak adakalanya terbatas karena perhatian anak yang kurang terhadap hal-hal tertentu. Kondisi seperti ini dapat diperbaiki dengan menggunakan pola assosiatif misalnya dengan menggunakan warna-warna tertentu pada hal-hal tertentu sehingga anak dapat dengan mudah mengingat hal tersebut jika ia mengenal warnanya. Bentuk-bentuk tertentu dari yang mulai sederhana sampai yang lebih kompleks juga dapat diberikan pada anak untuk mengingat hal-hal tertentu. Misalnya mengingat bentuk huruf R dengan menyertai gambar Rumah. Demikian banyak hal yang dapat dikembangkan melalui proses bermain bagi kesejahteraan pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua hendaknya tidak bersikap anti-pati terhadap proses bermain, karena dalam proses bermain anak terkandung proses belajar, dan dalam proses belajar anak terkandung unsur terapeutik bagi anak agar lebih tangguh dalam menghadapi lingkungan hidup mereka di kalangan masyarakat luas, kelompok sebayanya maupun lingkungan hidupnya secara umum. PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 96
- Page 45 and 46: Pikiran Orangtua: PSIKOLOGI ANAK &
- Page 47 and 48: sudah relaks dengan menonton televi
- Page 49 and 50: Illingworth (1991), seorang ahli ke
- Page 51 and 52: 23. Dipaksa Makan, Anak Bisa Trauma
- Page 53 and 54: Makanan tersebut dapat menurunkan r
- Page 55 and 56: * 100 gr wortel parut * 100 gr keju
- Page 57 and 58: 26. Muntah Setiap Kali Makan Tak pe
- Page 59 and 60: Namun kalau gangguannya ringan saja
- Page 61 and 62: Yang pertama harus dilakukan,lihat
- Page 63 and 64: PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN BAB 3 :
- Page 65 and 66: dini sang anak belajar membangun ke
- Page 67 and 68: 29. Bagaimana Memilih Nursery Schoo
- Page 69 and 70: Lebih detail dipaparkan oleh peneli
- Page 71 and 72: 31. Kenapa Perlu Belajar Sejak Usia
- Page 73 and 74: anak yang sebenarnya sudah jenuh. K
- Page 75 and 76: 33. Perkembangan Motorik Halus Dan
- Page 77 and 78: 35. Matematika, siapa takut? Matema
- Page 79 and 80: Dari pasir sampai manik-manik Konon
- Page 81 and 82: 36. Peran Komputer Bagi Pendidikan
- Page 83 and 84: 38. Anakku Malas Belajar Pada artik
- Page 85 and 86: Membuat Suasana Belajar Lebih Menye
- Page 87 and 88: esar pengaruhnya, seperti keluarga
- Page 89 and 90: Sistem Meso dan Mikro Yang dimaksud
- Page 91 and 92: 40. Belajar Lebih Penting Daripada
- Page 93 and 94: Mendukung kreativitas permainanan a
- Page 95: 3. Bermain musik Bermain musik dapa
- Page 99 and 100: 44. Rumah Ramah Belajar Banyak oran
- Page 101 and 102: Cerdas alam/natural adalah mengajar
- Page 103 and 104: PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN BAB 4 :
- Page 105 and 106: menjadi Tantrum ketika orangtua ben
- Page 107 and 108: jika rasanya tidak bisa memeluk ana
- Page 109 and 110: Dampak Sifat Pemalu Pada dasarnya p
- Page 111 and 112: 48. Labeling Bodoh sekali sih kamu,
- Page 113 and 114: 49. Problem Kelekatan Setiap mulain
- Page 115 and 116: Sering berpindah tempat/domisili Se
- Page 117 and 118: pikiran yang tenang, akan menciptak
- Page 119 and 120: anak anak mengalami keterlambatan b
- Page 121 and 122: Selama menjalin komunikasi dengan a
- Page 123 and 124: 18 Bulan - 2 Tahun Perkembangan Kem
- Page 125 and 126: 51. Mengekspresikan Marah Secara Te
- Page 127 and 128: 52. Penyiksaan dan Pengabaian Terha
- Page 129 and 130: Masalah Perilaku • Muncul perilak
- Page 131 and 132: Yang pasti, rayuan macam ini juga h
- Page 133 and 134: PDF Documents Complete Click Here &
- Page 135 and 136: 56. Balita Anda Bersedih ? Anak and
- Page 137 and 138: 57. Jika Alergi Menyerang Anak Sepe
- Page 139 and 140: 59. Aneka Penyebab Bayi Sesak Napas
- Page 141 and 142: Kelainan pembuluh darah. Ada lagi k
- Page 143 and 144: 61. Mengenal Autisme Secara garis b
- Page 145 and 146: 62. Mencegah Perilaku Buruk Anak Pe
Berbagai kondisi sosial yang penuh tuntutan baik dari sekolah, teman sebaya maupun orang tua dapat<br />
menimbulkan berbagai permasalahan bagi anak antara lain dalam proses belajar. Anak sulit<br />
berkonsentrasi. Perstasi anak menurun dengan sangat tajam. Motivasi anak untuk belajar sangat<br />
minim. Berbagai keluhan tersebut merupakan sebagian kecil keluhan rutin yang kerap disampaikan<br />
oleh para orang tua pada konselor. Tidak jarang bahakan orang tua justru menekankan keluhan bahwa<br />
anak-anak mereka terlalu senang bermain, sehingga kurang belajar. Padahal justru melalui bermain,<br />
mereka bisa belajar lebih banyak lagi.<br />
Fungsi Terapeutik Bermain<br />
Bermain dan alat-alat permainan memiliki fungsi terapeutik. Proses belajar anak justru sebaiknya<br />
dilakukan melalui metode bermain dan dengan alat-alat permainan. Namun hal ini hendaknya tidak<br />
disalah artikan dengan istilah "main-main". Proses belajar dapat merupakan proses yang sangat<br />
membosankan untuk dikerjakan oleh anak-anak, sedangkan anak-anak biasanya lebih tertarik dengan<br />
permainan. Karena, proses bermain dan alat-alat permainan merupakan perangkat komunikasi bagi<br />
anak-anak. Melalui bermain anak-anak belajar berkomunikasi dengan lingkungan hidupnya,<br />
lingkungan sosialnya serta dengan dirinya sendiri. Melalui bermain anak-anak belajar mengerti dan<br />
memahami lingkungan alam dan sekitarnya. Melalui bermain anak-anak belajar mengerti dan<br />
memahami interaksi sosial dengan orang-orang di sekelilingnya. Melalui bermain anak-anak<br />
mengembangkan fantasi, daya imajinasi dan kreativitasnya.<br />
Bermain merupakan proses dinamis yang sesungguhnya tidak menghambat anak dalam proses belajar,<br />
sebaliknya justru menunjang proses belajar anak. Keberatan orang tua terhadap aktivitas bermain anak<br />
justru menghambat kemampuan kreativitas anak untuk mengenal dirinya sendiri sendiri serta<br />
lingkungan hidupnya. Hanya saja, proses bermain anak perlu diarahkan sesuai dengan kebutuhannya.<br />
Anak-anak yang cenderung menyendiri sebaiknya tidak dibiarakan untuk terlalu sibuk dengan<br />
"solitary play". Sebaliknya mereka sebaiknya diarahkan untuk lebih aktif dalam permainan kelompok<br />
(social game). Mereka yang kurang mampu untuk berkonsentrasi dapat diberikan berbagai jenis<br />
permainan yang lebih terarah pada pemusatan perhatian seperti mengkonstruksi suatu benda tertentu.<br />
Anak-anak yang kurang mampu untuk mengekspressikan diri secara verbal dapat dibina untuk<br />
mengembangkan bakat kreatifnya melalui media misalnya menggambar. Namun pendidik juga<br />
selayaknya membimbing anak dalam mengekspressikan imajinasi serta fantasinya ke dalam bentuk<br />
gambaran yang konkrit dan tidak membiarkan anak-anak berfantasi tanpa arah yang jelas; karena hal<br />
ini dapat mengakibatkan konfabulasi dalam proses berpikir anak.<br />
Kemampuan mengingat anak adakalanya terbatas karena perhatian anak yang kurang terhadap hal-hal<br />
tertentu. Kondisi seperti ini dapat diperbaiki dengan menggunakan pola assosiatif misalnya dengan<br />
menggunakan warna-warna tertentu pada hal-hal tertentu sehingga anak dapat dengan mudah<br />
mengingat hal tersebut jika ia mengenal warnanya. Bentuk-bentuk tertentu dari yang mulai sederhana<br />
sampai yang lebih kompleks juga dapat diberikan pada anak untuk mengingat hal-hal tertentu.<br />
Misalnya mengingat bentuk huruf R dengan menyertai gambar Rumah.<br />
Demikian banyak hal yang dapat dikembangkan melalui proses bermain bagi kesejahteraan<br />
pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua hendaknya tidak bersikap anti-pati terhadap proses<br />
bermain, karena dalam proses bermain anak terkandung proses belajar, dan dalam proses belajar anak<br />
terkandung unsur terapeutik bagi anak agar lebih tangguh dalam menghadapi lingkungan hidup<br />
mereka di kalangan masyarakat luas, kelompok sebayanya maupun lingkungan hidupnya secara<br />
umum.<br />
<strong>PSIKOLOGI</strong> <strong>ANAK</strong> & <strong>PENDIDIKAN</strong>, <strong>Halaman</strong> 96