PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN Halaman 0
PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0
PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
1. Teori insentif<br />
Dalam teori insentif, seseorang berperilaku tertentu untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu ini<br />
disebut sebagai insentif dan adanya di luar diri orang tersebut. Contoh insentif yang paling umum<br />
dan paling dikenal oleh anak-anak misalnya jika anak naik kelas akan dibelikan sepeda baru oleh<br />
orangtua, maka anak belajar dengan tekun untuk mendapatkan sepeda baru. Insentif biasanya halhal<br />
yang menarik dan menyenangkan, sehingga anak tertarik mendapatkannya. Insentif, bisa juga<br />
sesuatu yang tidak menyenangkan, maka orang berperilaku tertentu untuk menghindar<br />
mendapatkan insentif yang tidak menyenangkan ini. Dapat juga terjadi sekaligus, orang berperilaku<br />
tertentu untuk mendapatkan insentif menyenangkan, dan menghindar dari insentif tidak<br />
menyenangkan.<br />
2. Pandangan hedonistik<br />
Dalam pandangan hedonistik, seseorang didorong untuk berperilaku tertentu yang akan memberinya<br />
perasaan senang dan menghindari perasaan tidak menyenangkan. Contohnya: anak mau belajar<br />
karena ia tidak ingin ditinggal ibunya ke pasar/supermarket.<br />
Dari uraian di atas, dapat diasumsikan anak yang malas tidak merasa adanya insentif yang menarik<br />
bagi dirinya dan ia pun tidak merasakan perasaan menyenangkan dari belajar.<br />
Memberikan Dorongan Agar Anak Mau Belajar<br />
Sehubungan dengan teori motivasi di atas tentunya bisa dikatakan dengan mudah, ayo kita berikan<br />
dorongan agar anak mau belajar. Tapi dorongan seperti apa yang dapat diberikan kepada anak?<br />
Berikut ini adalah beberapa buah saran:<br />
1. Berikan insentif jika anak belajar. Insentif yang dapat diberikan ke anak tidak selalu<br />
harus berupa materi, tapi bisa juga berupa penghargaan dan perhatian. Pujilah anak saat ia<br />
mau belajar tanpa mesti disuruh (peristiwa ini mungkin jarang terjadi, tapi jika saat terjadi<br />
orangtua memperhatikan dan menunjukkannya, hal tersebut bisa menjadi insentif yang<br />
berharga buat anak). Pujian selain merupakan insentif langsung, juga menunjukkan<br />
penghargaan dan perhatian dari orangtua terhadap anak. Anak seringkali haus perhatian<br />
dan senang dipuji. Jadi daripada memberikan perhatian ketika anak tidak mau belajar<br />
dengan cara marah-marah, dan ketika belajar tanpa disuruh orangtua tidak memberikan<br />
komentar apapun, atau hanya komentar singkat tanpa kehangatan, akan lebih efektif<br />
perhatian orangtua diarahkan pada perilaku-perilaku yang baik.<br />
2. Terangkan dengan bahasa yang dimengerti anak, bahwa belajar itu berguna buat<br />
anak. Bukan sekedar supaya raport tidak merah, tapi misalnya dengan mengatakan "Kalau<br />
Ade rajin belajar dan jadi pintar, nanti kalau ikut kuis di tv bisa menang loh, dapat banyak<br />
hadiah. Kan kalau anak pintar, bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya".<br />
3. Sering mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang diajarkan di sekolah pada anak<br />
(bukan dalam keadaan mengetes anak, tapi misalnya sembari mengisi tts atau ikut<br />
menjawab kuis di tv). Jika anak bisa menjawab, puji dia dengan menyebut kepintarannya<br />
sebagai hasil belajar. Kalau anak tidak bisa, tunjukkan rasa kecewa dan mengatakan "Yah<br />
Ade nggak bisa jawab, nggak bisa bantu Mama deh. Ade, di buku pelajarannya ada nggak sih<br />
jawabannya? Kita lihat yuk sama-sama". Dengan cara ini, anak sekaligus akan merasa<br />
dipercaya dan dihargai oleh orangtua, karena orangtua mau meminta bantuannya.<br />
4. Banyak lembaga pra-sekolah yang mengajarkan kepada anak pelajaran-pelajaran dengan<br />
metode active learning atau learning by doing, atau learning through playing, salah satu<br />
tujuannya adalah agar anak mengasosiasikan belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan.<br />
Tapi seringkali untuk anak-anak SD, hal ini agak sulit dipraktekkan, karena mulai banyak<br />
pelajaran yang harus dipelajari dengan menghafal. Untuk keadaan ini, hal minimal yang<br />
dapat dilakukan adalah mensetting suasana belajar. Jika setiap kali pembicaraan<br />
mengenai belajar berakhir dengan omelan-omelan, ia akan mengasosiasikan suasana belajar<br />
sebagai hal yang tidak memberi perasaan menyenangkan, dengan demikian akan dihindari.<br />
<strong>PSIKOLOGI</strong> <strong>ANAK</strong> & <strong>PENDIDIKAN</strong>, <strong>Halaman</strong> 83