PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN Halaman 0

PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0 PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0

azkamiru.files.wordpress.com
from azkamiru.files.wordpress.com More from this publisher
26.09.2015 Views

Ukuran lintas-keluarga telah sering digunakan di masa lalu, kata Rodgers, karena para peneliti dapat mengumpulkan data jauh lebih mudah daripada informasi dalam-keluarga. "Sangat sulit mendapatkan data yang mencerminkan keadaan dalam keluarga, untuk membandingkan anak pertama dengan anak kedua dalam keluarga yang sama," katanya. Bayangkanlah betapa sulitnya, kata Rodgers, bukan hanya meminta satu anggota keluarga selama dua jam dari waktunya, tetapi kemudian meminta apakah seluruh keluarga itu dapat diwawancarai dengan menyediakan waktu yang begitu lama dan apakah masing-masing mau dites secara luas setiap dua tahun sekali. PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 37

18. Seperti Apa Sih, Reaksi Emosi Pada Bayi ? Jangan salah, bayi pun bisa menunjukkan emosinya. Entah yang baik maupun tidak. Asalkan ditangani dengan baik, reaksi emosi yang jelek tak bakalan menetap hingga besar. Sering, kan, melihat bayi menangis kala ia lapar. Sebelum diberikan susu, ia tak akan berhenti menangis, bahkan tambah keras. Tapi bila kebutuhannya segera dipenuhi, akan berhenti tangisnya. Nah, menangis pada bayi, selain sebagai salah satu bentuk komunikasi prabicara untuk memberitahukan kebutuhan/keinginannya, juga untuk menunjukkan reaksi emosinya terhadap suatu keadaan yang tak menyenangkan. Reaksi emosi bayi yang demikian, sebetulnya masih wajar, karena si bayi bereaksi terhadap suatu keadaan yang tak menyenangkan, yaitu lapar. "Hanya saja, kalau reaksinya berlebihan, semisal menangis terus, meski sudah diberikan susu, berarti ada sesuatu pada dirinya. Apakah dia sakit atau ada suatu kelainan pada sarafnya,". Sangat penting bagi orang tua untuk mengetahui dan mengenal reaksi emosi bayinya. Sebab, reaksi emosinya ini akan berpengaruh pula nantinya pada kehidupan si anak, terutama pada penyesuaian pribadi dan sosialnya. "Di usia satu tahun pertama ini, bayi sedang beradaptasi dengan udara, makanan, dan lingkungan sekitarnya. Di usia ini pulalah emosinya mulai berkembang." Itulah mengapa, orang tua harus memperhatikan betul kebutuhan fisik dan mentalnya, sampai sekecil apa pun. DAPAT DIBEDAKAN Pada awalnya, saat lahir, reaksi emosi bayi masih sederhana, yaitu hanya mengungkapkan emosi kesenangan dan ketidaksenangan. "Ia akan bereaksi senang bila kebutuhan menyusunya terpenuhi, dengan mengeluarkan suara yang tampak puas. Sebaliknya, ia akan bereaksi tak senang dengan menangis bila popoknya basah." Yang pasti, pada bulan-bulan pertama, ia tak memperlihatkan reaksi secara jelas, yang menyatakan keadaan emosinya yang spesifik. Misal, marah. Semua rasa ketidaksenangan akan diekspresikan dengan tangisan. "Nah, pada bulan-bulan pertama ini, respon orang tua terhadap bayi pun akan berpengaruh nantinya. Misal, jika pemberian susunya terlambat sementara bayi sangat lapar atau popoknya basah didiamkan saja, maka bayi akan merasa tak nyaman. Meski dia hanya bisa bereaksi dengan menangis, tapi bibit-bibit emosi rasa kecewa dan marah mulai timbul." Mulai usia dua bulan bayi bisa bereaksi tersenyum bila dirinya merasa senang atau gembira. Usia tiga bulan mulai bisa bereaksi dengan mengeluarkan bunyi-bunyi yang mengungkapkan kekesalan, bila dirinya kesal atau marah, semisal, dia tak bisa menggapai mainannya. Kadang juga diungkapkan dengan tangisan dan jeritan. Usia 6-9 bulan sudah mengenal rasa takut. Bukankah saat itu ia sudah mengenal orangorang di sekitarnya? Hingga, kalau ia ditinggal oleh orang tuanya, ia akan merasa takut dan mulai mengeluarkan suara-suara ketakutan atau menangis. "Pokoknya, makin usia bayi meningkat, reaksi emosinya makin dapat dibedakan dan bertambah. Sebab, sejalan dengan bertambahnya umur dan semakin matangnya sistem saraf serta ototnya, bayi pun mengembangkan berbagai reaksi emosinya." Misal, kalau di usia 2 bulan emosi kegembiraannya diungkapkan dengan tersenyum saja, maka makin lama dia bisa mengekspresikan kegembiraannya dengan mengeluarkan suara- PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 38

18. Seperti Apa Sih, Reaksi Emosi Pada Bayi ?<br />

Jangan salah, bayi pun bisa menunjukkan emosinya. Entah yang baik maupun tidak.<br />

Asalkan ditangani dengan baik, reaksi emosi yang jelek tak bakalan menetap hingga<br />

besar.<br />

Sering, kan, melihat bayi menangis kala ia lapar. Sebelum diberikan susu, ia tak akan<br />

berhenti menangis, bahkan tambah keras. Tapi bila kebutuhannya segera dipenuhi, akan<br />

berhenti tangisnya.<br />

Nah, menangis pada bayi, selain sebagai salah satu bentuk komunikasi prabicara untuk<br />

memberitahukan kebutuhan/keinginannya, juga untuk menunjukkan reaksi emosinya<br />

terhadap suatu keadaan yang tak menyenangkan. Reaksi emosi bayi yang demikian,<br />

sebetulnya masih wajar, karena si bayi bereaksi terhadap suatu keadaan yang tak<br />

menyenangkan, yaitu lapar. "Hanya saja, kalau reaksinya berlebihan, semisal menangis<br />

terus, meski sudah diberikan susu, berarti ada sesuatu pada dirinya. Apakah dia sakit<br />

atau ada suatu kelainan pada sarafnya,".<br />

Sangat penting bagi orang tua untuk mengetahui dan mengenal reaksi emosi bayinya.<br />

Sebab, reaksi emosinya ini akan berpengaruh pula nantinya pada kehidupan si anak,<br />

terutama pada penyesuaian pribadi dan sosialnya. "Di usia satu tahun pertama ini, bayi<br />

sedang beradaptasi dengan udara, makanan, dan lingkungan sekitarnya. Di usia ini<br />

pulalah emosinya mulai berkembang." Itulah mengapa, orang tua harus memperhatikan<br />

betul kebutuhan fisik dan mentalnya, sampai sekecil apa pun.<br />

DAPAT DIBEDAKAN<br />

Pada awalnya, saat lahir, reaksi emosi bayi masih sederhana, yaitu hanya<br />

mengungkapkan emosi kesenangan dan ketidaksenangan. "Ia akan bereaksi senang bila<br />

kebutuhan menyusunya terpenuhi, dengan mengeluarkan suara yang tampak puas.<br />

Sebaliknya, ia akan bereaksi tak senang dengan menangis bila popoknya basah."<br />

Yang pasti, pada bulan-bulan pertama, ia tak memperlihatkan reaksi secara jelas, yang<br />

menyatakan keadaan emosinya yang spesifik. Misal, marah. Semua rasa<br />

ketidaksenangan akan diekspresikan dengan tangisan. "Nah, pada bulan-bulan pertama<br />

ini, respon orang tua terhadap bayi pun akan berpengaruh nantinya. Misal, jika<br />

pemberian susunya terlambat sementara bayi sangat lapar atau popoknya basah<br />

didiamkan saja, maka bayi akan merasa tak nyaman. Meski dia hanya bisa bereaksi<br />

dengan menangis, tapi bibit-bibit emosi rasa kecewa dan marah mulai timbul."<br />

Mulai usia dua bulan bayi bisa bereaksi tersenyum bila dirinya merasa senang atau<br />

gembira. Usia tiga bulan mulai bisa bereaksi dengan mengeluarkan bunyi-bunyi yang<br />

mengungkapkan kekesalan, bila dirinya kesal atau marah, semisal, dia tak bisa<br />

menggapai mainannya. Kadang juga diungkapkan dengan tangisan dan jeritan.<br />

Usia 6-9 bulan sudah mengenal rasa takut. Bukankah saat itu ia sudah mengenal orangorang<br />

di sekitarnya? Hingga, kalau ia ditinggal oleh orang tuanya, ia akan merasa takut<br />

dan mulai mengeluarkan suara-suara ketakutan atau menangis.<br />

"Pokoknya, makin usia bayi meningkat, reaksi emosinya makin dapat dibedakan dan<br />

bertambah. Sebab, sejalan dengan bertambahnya umur dan semakin matangnya sistem<br />

saraf serta ototnya, bayi pun mengembangkan berbagai reaksi emosinya." Misal, kalau<br />

di usia 2 bulan emosi kegembiraannya diungkapkan dengan tersenyum saja, maka<br />

makin lama dia bisa mengekspresikan kegembiraannya dengan mengeluarkan suara-<br />

<strong>PSIKOLOGI</strong> <strong>ANAK</strong> & <strong>PENDIDIKAN</strong>, <strong>Halaman</strong> 38

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!