PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN Halaman 0

PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0 PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0

azkamiru.files.wordpress.com
from azkamiru.files.wordpress.com More from this publisher
26.09.2015 Views

erpengaruh pada tingkat intelegensi anak. Anak yang gerakan saraf motoriknya optimal, perkembangan saraf otaknya juga akan optimal. Jangan lekas melarang balita yang sedang berlari-lari atau memanjat kursi. Selama masih aman, biarkan saja,". Permainan keseimbangan sangat dianjurkan pada balita dan anak TK. Karena merangsang saraf-saraf keseimbangan. Pakar psikologi percaya, jika saraf motorik berkembang, saraf keseimbangan juga ikut berkembang. Sel-sel otak terutama nukleus pestibularis juga berkembang. Tidak dipungkiri kalau fasilitas untuk hal tersebut memang mahal. "Inilah pentingnya menurut saya adanya klub bermain yang lengkap. Dapat diupayakan di TK atau play group. Sehingga orang tua tidak terlalu terbebani. Karena dibeli secara bersama-sama. Sekaligus dapat belajar bersosialisasi,". Dolanan Anak Menengok pada permainan anak tempo dulu, seperti dolanan anak, rupanya agak pesimistis bila ada usaha untuk memunculkannya lagi. Karena jenis permainan ini semakin luntur dimakan jaman, kurang dikenal maupun diminati anak-anak sekarang. Walaupun dia tidak memungkiri kalau sebenarnya permainan semacam itu memang bagus untuk memupuk sosialisasi antar anak. "Selain itu anak di era dulu, kalau ingin punya mainan harus membuat sendiri. Hal ini memang membangkitkan kreativitas dalam dirinya. Dibandingkan anak sekarang yang hanya tinggal memilih dan membeli berbagai macam produk mainan," ujarnya. Namun naif rasanya kalau para orangtua harus membendung perubahan orientasi dunia bermain anak di masa sekarang. Jalan yang paling bijak, orangtua harus sering-sering mendampingi anak. Setidaknya, tetap mendorong anak supaya mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya. PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 35

17. Apa benar yang bungsu lebih bodoh? Kalau urutan anak dikaitkan dengan kepintaran seseorang nampaknya hal itu hanya mitos. Bayangkan bagaimana rasanya dikatakan bodoh hanya gara-gara urutan kelahiran kita kebetulan di urutan terakhir di antara saudara-saudara kita lainnya. Ada kepercayaan yang tertanam dalam benak sebagian orang bahwa IQ anak-anak berkaitan dengan urutan kelahiran. Dengan kata lain Anda yang merasa sebagai anak bungsu wajib bersedih karena anda merupakan urutan terakhir dari kepintaran alias yang paling bodoh. Tapi nanti dulu, Anda tidak perlu duduk termenung memikirkan nasib Anda yang sial. Sebuah penelitian baru membuktikan sama sekali keliru anggapan bahwa semakin bungsu mereka (urutan kelahiran paling akhir), anak-anak akan semakin tidak cerdas. Kelihatannya, anak nomor dua tidak selalu lebih pintar daripada anak nomor tiga dan seterusnya. Kecerdasan tidak dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga atau oleh tempat anak itu dalam urutan kelahiran keluarga, sebaliknya faktor seperti warisan genetika, IQ orang tua, jumlah bacaan yang disediakan di rumah dan mutu sekolah lebih penting untuk menentukan kecerdasan anak-anak, demikian dikatakan para peneliti ini. "Sebenarnya sebuah keluarga kemungkinan akan menyebarkan sumber kecerdasan ke sebanyak apapun anak yang mereka miliki", kata seorang penulis studi tersebut Joseph Lee Rodgers, psikolog dari Universitas Oklahoma. Baik jumlah anak dalam keluarga maupun urutan kelahiran seorang anak dalam keluarga tertentu tidak dapat meramalkan nilai IQ-nya. Temuan mereka muncul dalam American Psychologist, yang diterbitkan oleh Asosiasi Piskologi AS. Rodgers dan rekan-rekannya dari universitas lain menganalisa data dari tes inteligensi yang diberikan kepada sekitar 2.500 anak, dengan usia 5 hingga 15 tahun, dari sekitar 1.300 keluarga. Mereka mengumpulkan informasi tersebut dari "National Longitudinal Survey of Youth", sebuah studi yang sedang berjalan dan didanai pemerintah yang menyediakan informasi kepada peneliti tentang berbagai jenis topik keluarga. Kunci terhadap temuan mereka ialah metode yang disebut analisis "dalam-keluarga" dan membandingkan anggota-anggota keluarga satu sama lain. Kebanyakan studi lain tentang topik ini, kata Rodgers, telah menggunakan analisis "lintas-keluarga", dengan membandingkan satu anak dari satu keluarga dengan anak lain dari keluarga lainnya. Tetapi metode tersebut menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang keliru, kata para peneliti ini. Misalnya, katanya, anak kedua dalam satu keluarga mungkin ditemukan lebih cerdas ketimbang anak ketiga dari keluarga lainnya, dan ini telah menghasilkan kesimpulan bahwa urutan kelahiran mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Tetapi membandingkan anak-anak dalam keluarga yang sama dapat memperjelas bahwa urutan kelahiran dan kecerdasan anak tidak mempunyai hubungan, juga besarnya keluarga tidak ada kaitannya dengan kecerdasan anak. Jordan Gragman, ketua ilmu saraf kognitif di Lembaga Nasional Penyimpangan Saraf dan Stroke, mengatakan temuan baru ini "sangat masuk akal." Setiap kali orang melaporkan temuan evolusi, kata Gragman, Anda mencari alasan biologis untuk menjelaskan hal tersebut. Tetapi, katanya, asumsi sebelumnya bahwa kecerdasan berkurang dalam diri setiap anak urutan berikut kelihatannya bertentangan dengan alasan orang mempunyai keluarga besar, yaitu untuk membantu mempertahankan kelangsungan ekonomi keluarga. PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 36

erpengaruh pada tingkat intelegensi anak. Anak yang gerakan saraf motoriknya optimal,<br />

perkembangan saraf otaknya juga akan optimal. Jangan lekas melarang balita yang sedang berlari-lari<br />

atau memanjat kursi. Selama masih aman, biarkan saja,".<br />

Permainan keseimbangan sangat dianjurkan pada balita dan anak TK. Karena merangsang saraf-saraf<br />

keseimbangan. Pakar psikologi percaya, jika saraf motorik berkembang, saraf keseimbangan juga ikut<br />

berkembang. Sel-sel otak terutama nukleus pestibularis juga berkembang.<br />

Tidak dipungkiri kalau fasilitas untuk hal tersebut memang mahal. "Inilah pentingnya menurut saya<br />

adanya klub bermain yang lengkap. Dapat diupayakan di TK atau play group. Sehingga orang tua<br />

tidak terlalu terbebani. Karena dibeli secara bersama-sama. Sekaligus dapat belajar bersosialisasi,".<br />

Dolanan Anak<br />

Menengok pada permainan anak tempo dulu, seperti dolanan anak, rupanya agak pesimistis bila ada<br />

usaha untuk memunculkannya lagi. Karena jenis permainan ini semakin luntur dimakan jaman,<br />

kurang dikenal maupun diminati anak-anak sekarang. Walaupun dia tidak memungkiri kalau<br />

sebenarnya permainan semacam itu memang bagus untuk memupuk sosialisasi antar anak. "Selain itu<br />

anak di era dulu, kalau ingin punya mainan harus membuat sendiri. Hal ini memang membangkitkan<br />

kreativitas dalam dirinya. Dibandingkan anak sekarang yang hanya tinggal memilih dan membeli<br />

berbagai macam produk mainan," ujarnya.<br />

Namun naif rasanya kalau para orangtua harus membendung perubahan orientasi dunia bermain anak<br />

di masa sekarang. Jalan yang paling bijak, orangtua harus sering-sering mendampingi anak.<br />

Setidaknya, tetap mendorong anak supaya mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya.<br />

<strong>PSIKOLOGI</strong> <strong>ANAK</strong> & <strong>PENDIDIKAN</strong>, <strong>Halaman</strong> 35

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!