PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN Halaman 0
PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0 PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0
mendapatkan perhatian orang lain. Untuk itu, ia berusaha sekuat tenaga, dengan caranya sendiri untuk mendapatkan jaminan bahwa dirinya bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Masalah Emosional : 1. Gangguan bicara Menurut sebuah hasil penelitian, problem kelekatan yang dialami anak sejak usia dini, dapat mempengaruhi kemampuan bicaranya. Dalam dunia psikologi, hingga usia 2 tahun dikatakan sebagai masa oral, dimana seorang anak mendapat kepuasan melalui mulut (menghisap mengunyah makanan dan minuman). Oleh sebab itu lah proses menyusui menurut para ahli merupakan proses yang amat penting untuk membangun rasa aman yang didapat dari pelukan dan kehangatan tubuh sang ibu. Ada kemungkinan anak yang mengalami hambatan pada masa ini akan mengalami kesulitan atau keterlambatan bicara. Memang, secara psikologis anak yang merasakan ketidaknyamanan akan kurang percaya diri dalam mengungkapkan keinginannya. Atau, kurangnya kelekatan tersebut membuat anak berpikir bahwa orangtua tidak mau memperhatikannya sehingga ia lebih banyak menahan diri. Akibatnya, anak jadi tidak terbiasa mengungkapkan diri, berbicara atau mengekspresikan diri lewat kata-katanya. Ada pula penelitian yang mengatakan, bahwa melalui komunikasi yang hangat seorang ibu terhadap bayinya, lebih memacu perkembangan kemampuan bicara anak karena si anak terpacu untuk merespon kata-kata ibunya. 2. Gangguan pola makan Ada banyak orangtua yang kurang responsif / kurang tanggap terhadap tangisan bayinya. Mereka takut jika terlalu menuruti tangisan bayinya, kelak ia akan jadi anak manja dan menjajah orangtua. Padahal, tangisan seorang bayi adalah suatu cara untuk mengkomunikasikan adanya kebutuhan seperti halnya rasa lapar atau haus. Ketidakkonsistenan orangtua dalam menanggapi kebutuhan fisiologis anak, akan ikut mengacaukan proses metabolisme dan pola makan anak. 3. Perkembangan konsep diri yang negatif Ketiadaan perhatian orangtua, sering mendorong anak membangun image bahwa dirinya mandiri dan mampu hidup tanpa bantuan siapa pun. Image itu berusaha keras ditampilkan untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Padahal, dalam dirinya tersimpan ketakutan, rasa kecewa, marah, sakit hati terhadap orangtua, sementara ia juga menyimpan persepsi yang buruk terhadap diri sendiri. Ia merasa tidak diperhatikan, merasa disingkirkan, merasa tidak berharga sehingga orangtua tidak mau mendekat padanya (dan, memang ia juga merasa tidak ingin didekati) Tanpa sadar semua perasaan itu diekspresikan melalui tingkah laku yang aneh-aneh, yang orang menyebutnya nakal, liar, menyimpang. Mereka juga terlihat suka menuntut secara berlebihan, suka mencari perhatian dengan cara-cara yang negatif, sangat tergantung, tidak bisa memperhatikan orang lain (tapi menuntut perhatian untuk dirinya), sulit mencintai dan menerima cinta dari orang lain. Masalah Emosional Anak akan sulit melihat mana yang baik dan tidak, yang boleh dan tidak boleh, yang penting dan kurang penting, dari keberadaan orangtua yang juga tidak bisa menjamin ada tiadanya, yang tidak dapat memberikan patokan moral dan norma karena mereka mengalami kesulitan dengan dirinya sendiri, kesulitan dalam memenuhi kebutuhan emosional mereka sendiri, kesulitan dalam mengendalikan dorongan mereka sendiri. Akibatnya, anak hanya meniru apa yang dilihatnya dari orangtua dan mencari cara agar tidak sampai terkena hukuman berat. Tidak jarang anak-anak tersebut memunculkan sikap dan tindakan seperti : suka berbohong (yang sudah tidak wajar), mencuri (karena ingin mendapatkan keinginannya), suka merusak dan menyakiti (baik diri sendiri maupun orang lain), kejam, dan menurut sebuah penelitian, mereka cenderung tertarik pada darah, api dan benda tajam. Bagaimana Membangun Kelekatan yang Baik Dengan Anak ? Kesiapan mental untuk menjadi orangtua Memiliki anak membawa implikasi yang luas, tidak hanya merubah peran dari suami / istri, menjadi seorang ayah / ibu. Ada komitmen dan tanggung jawab yang harus disadari dan dijalankan. Oleh sebab itu, perlu hati dan pikiran yang tenang untuk menjalani proses menjadi orangtua. Hati dan PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 115
pikiran yang tenang, akan menciptakan rasa nyaman pada janin yang sedang dikandung; dan, jangan lupa bahwa ketenangan dan kesiapan hati tersebut mendorong keseimbangan hormon yang mendukung proses kehamilan yang sehat. Selain itu, kesiapan mental juga merupakan suatu kondisi yang diperlukan terutama untuk menghindari konflik dan ketegangan yang bisa muncul di antara suami-istri akibat perubahan yang terjadi. Kesiapan tersebut membuat masing-masing sadar dan berusaha menahan diri untuk tidak saling menyakiti, karena dilandasi kesadaran, bahwa kedua nya saling membutuhkan untuk saling menguatkan. Ciptakan komunikasi yang hangat sejak dini Berkomunikasi dengan anak tidak dimulai sejak anak lahir, melainkan sejak ia dalam kandungan. Sejak itu proses kelekatan pun dimulai. Berbicaralah padanya meski ia masih belum tampak secara lahiriah. Sapa lah dia, bernyanyilah untuknya dan pelihara/pertahankan kestabilan emosi. Sudah banyak penelitian yang menyatakan bahwa seorang anak bisa memahami apa yang terjadi dalam diri sang ibu meski ia belum lahir. Hal itu bisa dibuktikan dari munculnya kecenderungan tertentu yang ada pada anak, misalnya pencemas, super sensitif atau pemarah dihubungkan dengan persoalan yang sedang dihadapi sang ibu pada masa dan pasca kehamilannya. Upayakan program menyusui Proses menyusui, bukan hanya sekedar memberikan ASI yang berkualitas. Namun menyusui merupakan proses yang melibatkan dua belah pihak, bahkan tiga belah pihak : suami istri dan anak. Kegiatan menyusui merupakan moment yang sangat ideal untuk membangun kontak batin yang erat, melalui kelekatan fisik dan kontak mata yang intensif. Proses ini membutuhkan hati yang tenang dan penuh kasih, karena produksi ASI akan terpengaruh oleh faktor fisik dan emosional. Oleh sebab itu, perlu kerja sama yang baik dan sikap saling memahami serta saling menghargai antara suami-istri agar segala persoalan yang terjadi bisa diselesaikan dengan baik tanpa menyebabkan ketegangan dan tekanan emosional yang mengganggu hubungan dengan anak. Tanggapilah tangisan bayi / anak secara positif Banyak orangtua yang menganggap bahwa tidak baik selalu menanggapi tangisan bayi, karena bayi perlu dilatih untuk tidak menjadi manja dan supaya jantungnya kuat. Memang, pada beberapa kasus pemikiran tersebut bisa diikuti, tapi tidak selamanya. Karena, hanya melalui menangislah seorang bayi dapat mengkomunikasikan ketakutannya, kelaparannya, kehausannya, keinginannya akan kehangatan, keinginannya untuk dibelai, rasa tidak enak badan, kedinginan, kepanasan dan rasa tidak enak yang lain. Jangan lupa, bayi adalah makhluk paling tidak berdaya dan tidak berdosa, tidak punya maksud buruk. Jadi, tangisannya adalah murni muncul dari kebutuhannya. Bayangkan, jika orangtua menunda respon terhadap ketakutannya, maka bayi akan merasa frustrasi. Dari situ lah ia juga belajar, bahwa orangtuanya tidak bisa memberikan jaminan akan kasih sayang, bahwa dirinya tidak terlalu berharga untuk diperhatikan kebutuhannya. Upayakan kebersamaan dalam keluarga inti Jaman sekarang, banyak keluarga yang menggunakan jasa baby sitter untuk mengasuh anak. Ironisnya, ada beberapa ibu rumah tangga yang tidak bekerja, tidak mempunyai kegiatan apapun kecuali arisan, ke salon dan shopping, mempunyai banyak asisten dan pembantu namun anaknya sepenuhnya diurus oleh baby sitter. Tidaklah mengherankan jika kelak antara dia dengan anaknya tidak terlihat suatu kelekatan yang positif karena anaknya lebih nempel dengan suster-nya. Situasi ini tidak mendorong proses perkembangan psikologis dan identitas yang sehat. Anak tetap melihat dirinya diabaikan oleh ibunya sementara sang ibu memperhatikan anak melalui berbagai barang dan mainan yang dibeli atau pun uang jajan yang berlebihan. Kelekatan yang positif, membutuhkan kerja sama setiap angota keluarga. Ciptakan waktu kebersamaan yang konsisten, dipenuhi perasaan tenang, senang dan santai. Jika bepergian bersama, (dan jika memungkinkan), berlatihlah sejak dini untuk tidak menyertakan sang suster agar anak terbiasa berada bersama dan dekat orangtua, agar anak lebih dapat belajar dan berkomunikasi dengan orangtua, agar anak bisa merasakan senangnya jalan-jalan dengan mamapapa. Sementara itu, orangtua juga belajar dari anaknya, dan melihat hasil didikannya selama ini melalui sikap dan perilaku anak. Dengan demikian, orangtua bisa memahami perilakunya sendiri, mana yang perlu diubah dan mana yang perlu ditingkatkan. PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 116
- Page 65 and 66: dini sang anak belajar membangun ke
- Page 67 and 68: 29. Bagaimana Memilih Nursery Schoo
- Page 69 and 70: Lebih detail dipaparkan oleh peneli
- Page 71 and 72: 31. Kenapa Perlu Belajar Sejak Usia
- Page 73 and 74: anak yang sebenarnya sudah jenuh. K
- Page 75 and 76: 33. Perkembangan Motorik Halus Dan
- Page 77 and 78: 35. Matematika, siapa takut? Matema
- Page 79 and 80: Dari pasir sampai manik-manik Konon
- Page 81 and 82: 36. Peran Komputer Bagi Pendidikan
- Page 83 and 84: 38. Anakku Malas Belajar Pada artik
- Page 85 and 86: Membuat Suasana Belajar Lebih Menye
- Page 87 and 88: esar pengaruhnya, seperti keluarga
- Page 89 and 90: Sistem Meso dan Mikro Yang dimaksud
- Page 91 and 92: 40. Belajar Lebih Penting Daripada
- Page 93 and 94: Mendukung kreativitas permainanan a
- Page 95 and 96: 3. Bermain musik Bermain musik dapa
- Page 97 and 98: Berbagai kondisi sosial yang penuh
- Page 99 and 100: 44. Rumah Ramah Belajar Banyak oran
- Page 101 and 102: Cerdas alam/natural adalah mengajar
- Page 103 and 104: PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN BAB 4 :
- Page 105 and 106: menjadi Tantrum ketika orangtua ben
- Page 107 and 108: jika rasanya tidak bisa memeluk ana
- Page 109 and 110: Dampak Sifat Pemalu Pada dasarnya p
- Page 111 and 112: 48. Labeling Bodoh sekali sih kamu,
- Page 113 and 114: 49. Problem Kelekatan Setiap mulain
- Page 115: Sering berpindah tempat/domisili Se
- Page 119 and 120: anak anak mengalami keterlambatan b
- Page 121 and 122: Selama menjalin komunikasi dengan a
- Page 123 and 124: 18 Bulan - 2 Tahun Perkembangan Kem
- Page 125 and 126: 51. Mengekspresikan Marah Secara Te
- Page 127 and 128: 52. Penyiksaan dan Pengabaian Terha
- Page 129 and 130: Masalah Perilaku • Muncul perilak
- Page 131 and 132: Yang pasti, rayuan macam ini juga h
- Page 133 and 134: PDF Documents Complete Click Here &
- Page 135 and 136: 56. Balita Anda Bersedih ? Anak and
- Page 137 and 138: 57. Jika Alergi Menyerang Anak Sepe
- Page 139 and 140: 59. Aneka Penyebab Bayi Sesak Napas
- Page 141 and 142: Kelainan pembuluh darah. Ada lagi k
- Page 143 and 144: 61. Mengenal Autisme Secara garis b
- Page 145 and 146: 62. Mencegah Perilaku Buruk Anak Pe
- Page 147 and 148: kadang suara itu menyuruhnya melaku
- Page 149 and 150: 65. Gejala & Penyebab Stress Stress
- Page 151 and 152: 66. Mengatasi Migren pada Anak Migr
- Page 153 and 154: Penyebabnya selain karena punya pen
- Page 155 and 156: saudara/teman-teman seusianya. Tent
- Page 157 and 158: 68. Ih..., Kecil-Kecil "Latah" Arah
- Page 159 and 160: Bahkan karakteristik, kepercayaan/k
- Page 161 and 162: Memang, kadang ada anak yang menger
- Page 163 and 164: 70. Tak Usah Panik Mendapati Anak "
pikiran yang tenang, akan menciptakan rasa nyaman pada janin yang sedang dikandung; dan,<br />
jangan lupa bahwa ketenangan dan kesiapan hati tersebut mendorong keseimbangan hormon yang<br />
mendukung proses kehamilan yang sehat. Selain itu, kesiapan mental juga merupakan suatu kondisi<br />
yang diperlukan terutama untuk menghindari konflik dan ketegangan yang bisa muncul di antara<br />
suami-istri akibat perubahan yang terjadi. Kesiapan tersebut membuat masing-masing sadar dan<br />
berusaha menahan diri untuk tidak saling menyakiti, karena dilandasi kesadaran, bahwa kedua nya<br />
saling membutuhkan untuk saling menguatkan.<br />
Ciptakan komunikasi yang hangat sejak dini<br />
Berkomunikasi dengan anak tidak dimulai sejak anak lahir, melainkan sejak ia dalam kandungan.<br />
Sejak itu proses kelekatan pun dimulai. Berbicaralah padanya meski ia masih belum tampak secara<br />
lahiriah. Sapa lah dia, bernyanyilah untuknya dan pelihara/pertahankan kestabilan emosi. Sudah<br />
banyak penelitian yang menyatakan bahwa seorang anak bisa memahami apa yang terjadi dalam<br />
diri sang ibu meski ia belum lahir. Hal itu bisa dibuktikan dari munculnya kecenderungan tertentu<br />
yang ada pada anak, misalnya pencemas, super sensitif atau pemarah dihubungkan dengan<br />
persoalan yang sedang dihadapi sang ibu pada masa dan pasca kehamilannya.<br />
Upayakan program menyusui<br />
Proses menyusui, bukan hanya sekedar memberikan ASI yang berkualitas. Namun menyusui<br />
merupakan proses yang melibatkan dua belah pihak, bahkan tiga belah pihak : suami istri dan<br />
anak. Kegiatan menyusui merupakan moment yang sangat ideal untuk membangun kontak batin<br />
yang erat, melalui kelekatan fisik dan kontak mata yang intensif. Proses ini membutuhkan hati<br />
yang tenang dan penuh kasih, karena produksi ASI akan terpengaruh oleh faktor fisik dan emosional.<br />
Oleh sebab itu, perlu kerja sama yang baik dan sikap saling memahami serta saling menghargai<br />
antara suami-istri agar segala persoalan yang terjadi bisa diselesaikan dengan baik tanpa<br />
menyebabkan ketegangan dan tekanan emosional yang mengganggu hubungan dengan anak.<br />
Tanggapilah tangisan bayi / anak secara positif<br />
Banyak orangtua yang menganggap bahwa tidak baik selalu menanggapi tangisan bayi, karena bayi<br />
perlu dilatih untuk tidak menjadi manja dan supaya jantungnya kuat. Memang, pada beberapa<br />
kasus pemikiran tersebut bisa diikuti, tapi tidak selamanya. Karena, hanya melalui menangislah<br />
seorang bayi dapat mengkomunikasikan ketakutannya, kelaparannya, kehausannya, keinginannya<br />
akan kehangatan, keinginannya untuk dibelai, rasa tidak enak badan, kedinginan, kepanasan dan<br />
rasa tidak enak yang lain. Jangan lupa, bayi adalah makhluk paling tidak berdaya dan tidak<br />
berdosa, tidak punya maksud buruk. Jadi, tangisannya adalah murni muncul dari kebutuhannya.<br />
Bayangkan, jika orangtua menunda respon terhadap ketakutannya, maka bayi akan merasa<br />
frustrasi. Dari situ lah ia juga belajar, bahwa orangtuanya tidak bisa memberikan jaminan akan<br />
kasih sayang, bahwa dirinya tidak terlalu berharga untuk diperhatikan kebutuhannya.<br />
Upayakan kebersamaan dalam keluarga inti<br />
Jaman sekarang, banyak keluarga yang menggunakan jasa baby sitter untuk mengasuh anak.<br />
Ironisnya, ada beberapa ibu rumah tangga yang tidak bekerja, tidak mempunyai kegiatan apapun<br />
kecuali arisan, ke salon dan shopping, mempunyai banyak asisten dan pembantu namun anaknya<br />
sepenuhnya diurus oleh baby sitter. Tidaklah mengherankan jika kelak antara dia dengan anaknya<br />
tidak terlihat suatu kelekatan yang positif karena anaknya lebih nempel dengan suster-nya. Situasi<br />
ini tidak mendorong proses perkembangan psikologis dan identitas yang sehat. Anak tetap melihat<br />
dirinya diabaikan oleh ibunya sementara sang ibu memperhatikan anak melalui berbagai barang dan<br />
mainan yang dibeli atau pun uang jajan yang berlebihan.<br />
Kelekatan yang positif, membutuhkan kerja sama setiap angota keluarga. Ciptakan waktu<br />
kebersamaan yang konsisten, dipenuhi perasaan tenang, senang dan santai. Jika bepergian<br />
bersama, (dan jika memungkinkan), berlatihlah sejak dini untuk tidak menyertakan sang suster <br />
agar anak terbiasa berada bersama dan dekat orangtua, agar anak lebih dapat belajar dan<br />
berkomunikasi dengan orangtua, agar anak bisa merasakan senangnya jalan-jalan dengan mamapapa.<br />
Sementara itu, orangtua juga belajar dari anaknya, dan melihat hasil didikannya selama ini<br />
melalui sikap dan perilaku anak. Dengan demikian, orangtua bisa memahami perilakunya sendiri,<br />
mana yang perlu diubah dan mana yang perlu ditingkatkan.<br />
<strong>PSIKOLOGI</strong> <strong>ANAK</strong> & <strong>PENDIDIKAN</strong>, <strong>Halaman</strong> 116