PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN Halaman 0

PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0 PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0

azkamiru.files.wordpress.com
from azkamiru.files.wordpress.com More from this publisher
26.09.2015 Views

mendapatkan perhatian orang lain. Untuk itu, ia berusaha sekuat tenaga, dengan caranya sendiri untuk mendapatkan jaminan bahwa dirinya bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Masalah Emosional : 1. Gangguan bicara Menurut sebuah hasil penelitian, problem kelekatan yang dialami anak sejak usia dini, dapat mempengaruhi kemampuan bicaranya. Dalam dunia psikologi, hingga usia 2 tahun dikatakan sebagai masa oral, dimana seorang anak mendapat kepuasan melalui mulut (menghisap mengunyah makanan dan minuman). Oleh sebab itu lah proses menyusui menurut para ahli merupakan proses yang amat penting untuk membangun rasa aman yang didapat dari pelukan dan kehangatan tubuh sang ibu. Ada kemungkinan anak yang mengalami hambatan pada masa ini akan mengalami kesulitan atau keterlambatan bicara. Memang, secara psikologis anak yang merasakan ketidaknyamanan akan kurang percaya diri dalam mengungkapkan keinginannya. Atau, kurangnya kelekatan tersebut membuat anak berpikir bahwa orangtua tidak mau memperhatikannya sehingga ia lebih banyak menahan diri. Akibatnya, anak jadi tidak terbiasa mengungkapkan diri, berbicara atau mengekspresikan diri lewat kata-katanya. Ada pula penelitian yang mengatakan, bahwa melalui komunikasi yang hangat seorang ibu terhadap bayinya, lebih memacu perkembangan kemampuan bicara anak karena si anak terpacu untuk merespon kata-kata ibunya. 2. Gangguan pola makan Ada banyak orangtua yang kurang responsif / kurang tanggap terhadap tangisan bayinya. Mereka takut jika terlalu menuruti tangisan bayinya, kelak ia akan jadi anak manja dan menjajah orangtua. Padahal, tangisan seorang bayi adalah suatu cara untuk mengkomunikasikan adanya kebutuhan seperti halnya rasa lapar atau haus. Ketidakkonsistenan orangtua dalam menanggapi kebutuhan fisiologis anak, akan ikut mengacaukan proses metabolisme dan pola makan anak. 3. Perkembangan konsep diri yang negatif Ketiadaan perhatian orangtua, sering mendorong anak membangun image bahwa dirinya mandiri dan mampu hidup tanpa bantuan siapa pun. Image itu berusaha keras ditampilkan untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Padahal, dalam dirinya tersimpan ketakutan, rasa kecewa, marah, sakit hati terhadap orangtua, sementara ia juga menyimpan persepsi yang buruk terhadap diri sendiri. Ia merasa tidak diperhatikan, merasa disingkirkan, merasa tidak berharga sehingga orangtua tidak mau mendekat padanya (dan, memang ia juga merasa tidak ingin didekati) Tanpa sadar semua perasaan itu diekspresikan melalui tingkah laku yang aneh-aneh, yang orang menyebutnya nakal, liar, menyimpang. Mereka juga terlihat suka menuntut secara berlebihan, suka mencari perhatian dengan cara-cara yang negatif, sangat tergantung, tidak bisa memperhatikan orang lain (tapi menuntut perhatian untuk dirinya), sulit mencintai dan menerima cinta dari orang lain. Masalah Emosional Anak akan sulit melihat mana yang baik dan tidak, yang boleh dan tidak boleh, yang penting dan kurang penting, dari keberadaan orangtua yang juga tidak bisa menjamin ada tiadanya, yang tidak dapat memberikan patokan moral dan norma karena mereka mengalami kesulitan dengan dirinya sendiri, kesulitan dalam memenuhi kebutuhan emosional mereka sendiri, kesulitan dalam mengendalikan dorongan mereka sendiri. Akibatnya, anak hanya meniru apa yang dilihatnya dari orangtua dan mencari cara agar tidak sampai terkena hukuman berat. Tidak jarang anak-anak tersebut memunculkan sikap dan tindakan seperti : suka berbohong (yang sudah tidak wajar), mencuri (karena ingin mendapatkan keinginannya), suka merusak dan menyakiti (baik diri sendiri maupun orang lain), kejam, dan menurut sebuah penelitian, mereka cenderung tertarik pada darah, api dan benda tajam. Bagaimana Membangun Kelekatan yang Baik Dengan Anak ? Kesiapan mental untuk menjadi orangtua Memiliki anak membawa implikasi yang luas, tidak hanya merubah peran dari suami / istri, menjadi seorang ayah / ibu. Ada komitmen dan tanggung jawab yang harus disadari dan dijalankan. Oleh sebab itu, perlu hati dan pikiran yang tenang untuk menjalani proses menjadi orangtua. Hati dan PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 115

pikiran yang tenang, akan menciptakan rasa nyaman pada janin yang sedang dikandung; dan, jangan lupa bahwa ketenangan dan kesiapan hati tersebut mendorong keseimbangan hormon yang mendukung proses kehamilan yang sehat. Selain itu, kesiapan mental juga merupakan suatu kondisi yang diperlukan terutama untuk menghindari konflik dan ketegangan yang bisa muncul di antara suami-istri akibat perubahan yang terjadi. Kesiapan tersebut membuat masing-masing sadar dan berusaha menahan diri untuk tidak saling menyakiti, karena dilandasi kesadaran, bahwa kedua nya saling membutuhkan untuk saling menguatkan. Ciptakan komunikasi yang hangat sejak dini Berkomunikasi dengan anak tidak dimulai sejak anak lahir, melainkan sejak ia dalam kandungan. Sejak itu proses kelekatan pun dimulai. Berbicaralah padanya meski ia masih belum tampak secara lahiriah. Sapa lah dia, bernyanyilah untuknya dan pelihara/pertahankan kestabilan emosi. Sudah banyak penelitian yang menyatakan bahwa seorang anak bisa memahami apa yang terjadi dalam diri sang ibu meski ia belum lahir. Hal itu bisa dibuktikan dari munculnya kecenderungan tertentu yang ada pada anak, misalnya pencemas, super sensitif atau pemarah dihubungkan dengan persoalan yang sedang dihadapi sang ibu pada masa dan pasca kehamilannya. Upayakan program menyusui Proses menyusui, bukan hanya sekedar memberikan ASI yang berkualitas. Namun menyusui merupakan proses yang melibatkan dua belah pihak, bahkan tiga belah pihak : suami istri dan anak. Kegiatan menyusui merupakan moment yang sangat ideal untuk membangun kontak batin yang erat, melalui kelekatan fisik dan kontak mata yang intensif. Proses ini membutuhkan hati yang tenang dan penuh kasih, karena produksi ASI akan terpengaruh oleh faktor fisik dan emosional. Oleh sebab itu, perlu kerja sama yang baik dan sikap saling memahami serta saling menghargai antara suami-istri agar segala persoalan yang terjadi bisa diselesaikan dengan baik tanpa menyebabkan ketegangan dan tekanan emosional yang mengganggu hubungan dengan anak. Tanggapilah tangisan bayi / anak secara positif Banyak orangtua yang menganggap bahwa tidak baik selalu menanggapi tangisan bayi, karena bayi perlu dilatih untuk tidak menjadi manja dan supaya jantungnya kuat. Memang, pada beberapa kasus pemikiran tersebut bisa diikuti, tapi tidak selamanya. Karena, hanya melalui menangislah seorang bayi dapat mengkomunikasikan ketakutannya, kelaparannya, kehausannya, keinginannya akan kehangatan, keinginannya untuk dibelai, rasa tidak enak badan, kedinginan, kepanasan dan rasa tidak enak yang lain. Jangan lupa, bayi adalah makhluk paling tidak berdaya dan tidak berdosa, tidak punya maksud buruk. Jadi, tangisannya adalah murni muncul dari kebutuhannya. Bayangkan, jika orangtua menunda respon terhadap ketakutannya, maka bayi akan merasa frustrasi. Dari situ lah ia juga belajar, bahwa orangtuanya tidak bisa memberikan jaminan akan kasih sayang, bahwa dirinya tidak terlalu berharga untuk diperhatikan kebutuhannya. Upayakan kebersamaan dalam keluarga inti Jaman sekarang, banyak keluarga yang menggunakan jasa baby sitter untuk mengasuh anak. Ironisnya, ada beberapa ibu rumah tangga yang tidak bekerja, tidak mempunyai kegiatan apapun kecuali arisan, ke salon dan shopping, mempunyai banyak asisten dan pembantu namun anaknya sepenuhnya diurus oleh baby sitter. Tidaklah mengherankan jika kelak antara dia dengan anaknya tidak terlihat suatu kelekatan yang positif karena anaknya lebih nempel dengan suster-nya. Situasi ini tidak mendorong proses perkembangan psikologis dan identitas yang sehat. Anak tetap melihat dirinya diabaikan oleh ibunya sementara sang ibu memperhatikan anak melalui berbagai barang dan mainan yang dibeli atau pun uang jajan yang berlebihan. Kelekatan yang positif, membutuhkan kerja sama setiap angota keluarga. Ciptakan waktu kebersamaan yang konsisten, dipenuhi perasaan tenang, senang dan santai. Jika bepergian bersama, (dan jika memungkinkan), berlatihlah sejak dini untuk tidak menyertakan sang suster agar anak terbiasa berada bersama dan dekat orangtua, agar anak lebih dapat belajar dan berkomunikasi dengan orangtua, agar anak bisa merasakan senangnya jalan-jalan dengan mamapapa. Sementara itu, orangtua juga belajar dari anaknya, dan melihat hasil didikannya selama ini melalui sikap dan perilaku anak. Dengan demikian, orangtua bisa memahami perilakunya sendiri, mana yang perlu diubah dan mana yang perlu ditingkatkan. PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 116

pikiran yang tenang, akan menciptakan rasa nyaman pada janin yang sedang dikandung; dan,<br />

jangan lupa bahwa ketenangan dan kesiapan hati tersebut mendorong keseimbangan hormon yang<br />

mendukung proses kehamilan yang sehat. Selain itu, kesiapan mental juga merupakan suatu kondisi<br />

yang diperlukan terutama untuk menghindari konflik dan ketegangan yang bisa muncul di antara<br />

suami-istri akibat perubahan yang terjadi. Kesiapan tersebut membuat masing-masing sadar dan<br />

berusaha menahan diri untuk tidak saling menyakiti, karena dilandasi kesadaran, bahwa kedua nya<br />

saling membutuhkan untuk saling menguatkan.<br />

Ciptakan komunikasi yang hangat sejak dini<br />

Berkomunikasi dengan anak tidak dimulai sejak anak lahir, melainkan sejak ia dalam kandungan.<br />

Sejak itu proses kelekatan pun dimulai. Berbicaralah padanya meski ia masih belum tampak secara<br />

lahiriah. Sapa lah dia, bernyanyilah untuknya dan pelihara/pertahankan kestabilan emosi. Sudah<br />

banyak penelitian yang menyatakan bahwa seorang anak bisa memahami apa yang terjadi dalam<br />

diri sang ibu meski ia belum lahir. Hal itu bisa dibuktikan dari munculnya kecenderungan tertentu<br />

yang ada pada anak, misalnya pencemas, super sensitif atau pemarah dihubungkan dengan<br />

persoalan yang sedang dihadapi sang ibu pada masa dan pasca kehamilannya.<br />

Upayakan program menyusui<br />

Proses menyusui, bukan hanya sekedar memberikan ASI yang berkualitas. Namun menyusui<br />

merupakan proses yang melibatkan dua belah pihak, bahkan tiga belah pihak : suami istri dan<br />

anak. Kegiatan menyusui merupakan moment yang sangat ideal untuk membangun kontak batin<br />

yang erat, melalui kelekatan fisik dan kontak mata yang intensif. Proses ini membutuhkan hati<br />

yang tenang dan penuh kasih, karena produksi ASI akan terpengaruh oleh faktor fisik dan emosional.<br />

Oleh sebab itu, perlu kerja sama yang baik dan sikap saling memahami serta saling menghargai<br />

antara suami-istri agar segala persoalan yang terjadi bisa diselesaikan dengan baik tanpa<br />

menyebabkan ketegangan dan tekanan emosional yang mengganggu hubungan dengan anak.<br />

Tanggapilah tangisan bayi / anak secara positif<br />

Banyak orangtua yang menganggap bahwa tidak baik selalu menanggapi tangisan bayi, karena bayi<br />

perlu dilatih untuk tidak menjadi manja dan supaya jantungnya kuat. Memang, pada beberapa<br />

kasus pemikiran tersebut bisa diikuti, tapi tidak selamanya. Karena, hanya melalui menangislah<br />

seorang bayi dapat mengkomunikasikan ketakutannya, kelaparannya, kehausannya, keinginannya<br />

akan kehangatan, keinginannya untuk dibelai, rasa tidak enak badan, kedinginan, kepanasan dan<br />

rasa tidak enak yang lain. Jangan lupa, bayi adalah makhluk paling tidak berdaya dan tidak<br />

berdosa, tidak punya maksud buruk. Jadi, tangisannya adalah murni muncul dari kebutuhannya.<br />

Bayangkan, jika orangtua menunda respon terhadap ketakutannya, maka bayi akan merasa<br />

frustrasi. Dari situ lah ia juga belajar, bahwa orangtuanya tidak bisa memberikan jaminan akan<br />

kasih sayang, bahwa dirinya tidak terlalu berharga untuk diperhatikan kebutuhannya.<br />

Upayakan kebersamaan dalam keluarga inti<br />

Jaman sekarang, banyak keluarga yang menggunakan jasa baby sitter untuk mengasuh anak.<br />

Ironisnya, ada beberapa ibu rumah tangga yang tidak bekerja, tidak mempunyai kegiatan apapun<br />

kecuali arisan, ke salon dan shopping, mempunyai banyak asisten dan pembantu namun anaknya<br />

sepenuhnya diurus oleh baby sitter. Tidaklah mengherankan jika kelak antara dia dengan anaknya<br />

tidak terlihat suatu kelekatan yang positif karena anaknya lebih nempel dengan suster-nya. Situasi<br />

ini tidak mendorong proses perkembangan psikologis dan identitas yang sehat. Anak tetap melihat<br />

dirinya diabaikan oleh ibunya sementara sang ibu memperhatikan anak melalui berbagai barang dan<br />

mainan yang dibeli atau pun uang jajan yang berlebihan.<br />

Kelekatan yang positif, membutuhkan kerja sama setiap angota keluarga. Ciptakan waktu<br />

kebersamaan yang konsisten, dipenuhi perasaan tenang, senang dan santai. Jika bepergian<br />

bersama, (dan jika memungkinkan), berlatihlah sejak dini untuk tidak menyertakan sang suster <br />

agar anak terbiasa berada bersama dan dekat orangtua, agar anak lebih dapat belajar dan<br />

berkomunikasi dengan orangtua, agar anak bisa merasakan senangnya jalan-jalan dengan mamapapa.<br />

Sementara itu, orangtua juga belajar dari anaknya, dan melihat hasil didikannya selama ini<br />

melalui sikap dan perilaku anak. Dengan demikian, orangtua bisa memahami perilakunya sendiri,<br />

mana yang perlu diubah dan mana yang perlu ditingkatkan.<br />

<strong>PSIKOLOGI</strong> <strong>ANAK</strong> & <strong>PENDIDIKAN</strong>, <strong>Halaman</strong> 116

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!