PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN Halaman 0

PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0 PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 0

azkamiru.files.wordpress.com
from azkamiru.files.wordpress.com More from this publisher
26.09.2015 Views

Bagi banyak orang (termasuk anak-anak) pengalaman mendapatkan label tertentu (terutama yang negatif) memicu pemikiran bahwa dirinya ditolak. Pemikiran bahwa dirinya ditolak dan kemudian dibarengi oleh penolakan yang sesungguhnya, dapat menghancurkan kemampuan berinteraksi, mengurangi rasa harga diri, dan berpengaruh negatif terhadap kinerja seseorang dalam kehidupan sosial dan kehidupan kerjanya. Saran Bagi Orangtua Adalah penting bagi anak untuk merasa bahwa dirinya berharga dan dicintai. Perasaan ini diketemukan olehnya lewat respon orang-orang sekitarnya, terutama orang terdekat yaitu orangtua. Kalau respon orangtua positif tentunya tidak perlu dicemaskan akibatnya. Tetapi, adakalanya sebagai orangtua, tidak dapat menahan diri sehingga memberikan respon-respon negatif seputar perilaku anak. Walaupun sesungguhnya orangtua tidak bermaksud buruk dengan respon-responnya, namun tanpa disadari hal-hal yang dikatakan orangtua dan bagaimana orangtua bertindak, masuk dalam hati dan pikiran seorang anak dan berpengaruh dalam kehidupannya. Beberapa saran bagi orangtua: 1. Berespon secara spesifik terhadap perilaku anak, dan bukan kepribadiannya. Kalau anak bertindak sesuatu yang tidak berkenan di hati, jangan berespon dengan memberikan label, karena melabel berarti menunjuk pada kepribadian anak, seperti sesuatu yang terberi dan tidak bisa lagi diperbaiki. Contoh: Kalau anak tidak berani menghadapi orang baru, jangan katakan "Aduh kamu pemalu sekali", atau "Jangan penakut begitu dong Nak", tetapi beresponlah "Tidak kenal ya dengan tante ini, jadi tidak mau menyapa. Kalau besok ketemu lagi, mau ya menyapa, kan sudah pernah kenalan". Kalau anak nakal (naughty), jangan katakan bahwa dia nakal tapi katakan bahwa perilakunya salah (misbehave). Anak-anak sering berperilaku salah, selain karena mereka memang belum mengetahui semua hal yang baik-buruk; benar-salah; boleh-tidak boleh, mereka juga suka menguji batas-batas dari orangtuanya. Misalnya, kakak merebut mainan adik, katakan "Kakak, merebut mainan orang lain itu salah, tidak boleh begitu. Kalau main sama adik gantian ya" (dan bukan mengatakan "Kakaaaaak, nakal sekali sih merebut mainan adiknya"). Dengan demikian tidak ada pesan negatif yang masuk dalam pikiran anak, dan bahkan anak didorong untuk mau bertindak benar di waktu berikutnya. 2. Gunakan label untuk kepentingan pribadi orangtua. Sebenarnya melabel tidak selamanya buruk, asalkan label tersebut digunakan orangtua untuk dirinya sendiri, agar lebih memahami dinamika perilaku anak. Misalnya, "Anakku A lebih bodoh daripada anakku B". Tapi label tersebut tidak dikatakan di depan anak, "A kamu itu kok lebih bodoh ya daripada adikmu si B". Dengan mengetahui dinamika anak lewat label yang ada dalam pikiran orangtua sendiri, hendaknya orangtua menggunakan label tersebut untuk menyusun strategi selanjutnya, agar kekurangan anak diperbaiki. Misalnya, setelah mengetahui A lebih bodoh daripada B, maka orangtua memberikan lebih banyak waktu untuk mengajarkan sesuatu dan mempersiapkan diri untuk lebih sabar jika menghadapi A. 3. Menarik diri sementara jika sudah tidak sabar. Adakalanya orangtua sudah tidak sabar dan inginnya melabel anak, misalnya "Heeeeh kamu goblok banget sih, 1 + 1 saja tidak bisa-bisa". Jika kesabaran sudah diambang batas, sebelum kata-kata negatif keluar, ada baiknya orangtua menarik diri sementara dari anak, time off. Katakan pada anak, "Papa sudah lelah, mungkin kamu juga sudah lelah. Kita istirahat dulu, nanti belajar lagi sama-sama. Siapa tahu setelah istirahat kita berdua lebih berkonsentrasi dan semangat belajar". Bagaimana cara orangtua berbicara dan menanggapi kekurangan-kekurangan anak akan sangat berpengaruh bagi anak sepanjang hidupnya. Oleh karena itu orangtua harus sangat berahti-hati dan mempertimbangkan secara matang apa yang akan diucapkan kepada anaknya. Mulutmu harimaumu, begitulah kata pepatah, yang dalam hal ini mulut orangtua bisa menjadi harimau bagi anak. Penting sekali orangtua selalu berkata-kata positif tentang anak, agar anak jadi berpikir positif tentang dirinya dan bertumbuh dengan harga diri yang tinggi dan perasaan dicintai dan diterima. PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 111

49. Problem Kelekatan Setiap mulainya tahun ajaran baru, banyak orangtua sibuk mendorong sang batita dan balita agar segera masuk sekolah. Ternyata masalah tidak berakhir setelah niat nya kesampaian, karena sang batita dan balita kok malah rewel dan nangis terus....pengasuhnya harus kelihatan olehnya..kalau tidak, bisa panik.... Ada pula yang ngadat nggak mau sekolah ...Ada pula yang susah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mojok terus dan membisu, kalau didekati guru malah ketakutan.....Sementara itu, ada pula orangtua yang pusing karena mendapat laporan guru kalau anaknya suka memukuli teman di kelas..... Problem tersebut banyak dialami oleh anak-anak terutama pada saat mereka menghadapi situasi, lingkungan atau orang baru. Berbagai sikap dan perilaku aneh kemudian muncul sebagai reaksi terhadap ketidaknyamanan yang dirasakannya. Namun demikian, tidak setiap anak mengalaminya karena ada pula yang mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan bahkan bisa menjalin komunikasi yang interaktif dengan teman-teman serta gurunya. Sebenarnya, keberadaan problem tersebut bisa menjadi pertanda adanya masalah psikologis yang harus dicermati oleh orangtua agar bisa diketahui faktor penyebab dan strategi yang bisa dilakukan untuk menanganinya agar problem ini tidak sampai berlarut-larut dan mengganggu perkembangan psikologis dan kemampuan sosial sang anak. Berawal dari Pola Hubungan Orangtua-Anak Dari kaca mata psikologi, banyak masalah yang dialami anak-anak antara lain bersumber dari pola hubungan yang buruk antara orangtua dengan anak atau penyebab lain yang akan dibahas kemudian. Dalam artikel ini akan dibahas seputar pentingnya kelekatan hubungan yang positif antara anak dengan orangtua dan pengaruhnya bagi perkembangan psikologis sang anak. Apakah yang disebut kelekatan ? Banyak orang takut jika kelekatan antara bayi dengan ibunya bisa membuat anak jadi bau tangan, manja, dan cengeng sehingga muncul nasehat-nasehat seperti : Kalau anak menangis, biarkan saja...tidak usah ditanggapi...nanti juga diam sendiri...dia cuma minta perhatian...Latihlah disiplin...mereka sekali-sekali harus dikerasi supaya tidak manja....Jangan sering-sering memeluk anak, nanti dia bisa menjajah orangtuanya....Jangan sering-sering mencium anak, nanti dia jadi manja...Bayi jangan sering-sering dipeluk atau digendong.....taruh saja di tempat tidur biar tidak bau tangan..... Begitulah nasehat-nasehat yang sering diperdengarkan pada calon ibu atau ibu-ibu muda kita. Nasehat tersebut kerap kali membuat mereka jadi bingung karena pada prakteknya sering mengalami konflik batin, antara keinginan untuk memberi perhatian penuh dengan kekhawatiran kelak anak jadi manja atau tidak tahu diri. Para ahli psikologi perkembangan dewasa ini makin menilai secara kritis pentingnya kelekatan (positif) antara anak dengan orangtua. Kelekatan adalah sebuah proses berkembangnya ikatan emosional secara resiprokal (timbal balik) antara bayi/anak dengan pengasuh (orangtua). Kelekatan yang baik dan sehat dialami seorang bayi yang menerima kasih sayang yang stabil dari kehadiran orangtua yang konsisten; sehingga bayi atau anak dapat merasakan sentuhan hangat, gerakan lembut, kontak mata yang penuh kasih dan senyuman orangtua. 1. Apakah manfaat dari hubungan kelekatan antara anak-orangtua ? Rasa percaya diri Perhatian dan kasih sayang orangtua yang stabil, menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. Jaminan adanya perhatian orangtua yang stabil, membuat anak belajar percaya pada orang lain. PSIKOLOGI ANAK & PENDIDIKAN, Halaman 112

Bagi banyak orang (termasuk anak-anak) pengalaman mendapatkan label tertentu (terutama yang<br />

negatif) memicu pemikiran bahwa dirinya ditolak. Pemikiran bahwa dirinya ditolak dan kemudian<br />

dibarengi oleh penolakan yang sesungguhnya, dapat menghancurkan kemampuan berinteraksi,<br />

mengurangi rasa harga diri, dan berpengaruh negatif terhadap kinerja seseorang dalam kehidupan<br />

sosial dan kehidupan kerjanya.<br />

Saran Bagi Orangtua<br />

Adalah penting bagi anak untuk merasa bahwa dirinya berharga dan dicintai. Perasaan ini<br />

diketemukan olehnya lewat respon orang-orang sekitarnya, terutama orang terdekat yaitu orangtua.<br />

Kalau respon orangtua positif tentunya tidak perlu dicemaskan akibatnya. Tetapi, adakalanya sebagai<br />

orangtua, tidak dapat menahan diri sehingga memberikan respon-respon negatif seputar perilaku anak.<br />

Walaupun sesungguhnya orangtua tidak bermaksud buruk dengan respon-responnya, namun tanpa<br />

disadari hal-hal yang dikatakan orangtua dan bagaimana orangtua bertindak, masuk dalam hati dan<br />

pikiran seorang anak dan berpengaruh dalam kehidupannya.<br />

Beberapa saran bagi orangtua:<br />

1. Berespon secara spesifik terhadap perilaku anak, dan bukan kepribadiannya. Kalau anak bertindak<br />

sesuatu yang tidak berkenan di hati, jangan berespon dengan memberikan label, karena melabel<br />

berarti menunjuk pada kepribadian anak, seperti sesuatu yang terberi dan tidak bisa lagi diperbaiki.<br />

Contoh: Kalau anak tidak berani menghadapi orang baru, jangan katakan "Aduh kamu pemalu<br />

sekali", atau "Jangan penakut begitu dong Nak", tetapi beresponlah "Tidak kenal ya dengan tante<br />

ini, jadi tidak mau menyapa. Kalau besok ketemu lagi, mau ya menyapa, kan sudah pernah<br />

kenalan". Kalau anak nakal (naughty), jangan katakan bahwa dia nakal tapi katakan bahwa<br />

perilakunya salah (misbehave). Anak-anak sering berperilaku salah, selain karena mereka memang<br />

belum mengetahui semua hal yang baik-buruk; benar-salah; boleh-tidak boleh, mereka juga suka<br />

menguji batas-batas dari orangtuanya. Misalnya, kakak merebut mainan adik, katakan "Kakak,<br />

merebut mainan orang lain itu salah, tidak boleh begitu. Kalau main sama adik gantian ya" (dan<br />

bukan mengatakan "Kakaaaaak, nakal sekali sih merebut mainan adiknya"). Dengan demikian tidak<br />

ada pesan negatif yang masuk dalam pikiran anak, dan bahkan anak didorong untuk mau bertindak<br />

benar di waktu berikutnya.<br />

2. Gunakan label untuk kepentingan pribadi orangtua. Sebenarnya melabel tidak selamanya buruk,<br />

asalkan label tersebut digunakan orangtua untuk dirinya sendiri, agar lebih memahami dinamika<br />

perilaku anak. Misalnya, "Anakku A lebih bodoh daripada anakku B". Tapi label tersebut tidak<br />

dikatakan di depan anak, "A kamu itu kok lebih bodoh ya daripada adikmu si B". Dengan<br />

mengetahui dinamika anak lewat label yang ada dalam pikiran orangtua sendiri, hendaknya<br />

orangtua menggunakan label tersebut untuk menyusun strategi selanjutnya, agar kekurangan anak<br />

diperbaiki. Misalnya, setelah mengetahui A lebih bodoh daripada B, maka orangtua memberikan<br />

lebih banyak waktu untuk mengajarkan sesuatu dan mempersiapkan diri untuk lebih sabar jika<br />

menghadapi A.<br />

3. Menarik diri sementara jika sudah tidak sabar. Adakalanya orangtua sudah tidak sabar dan inginnya<br />

melabel anak, misalnya "Heeeeh kamu goblok banget sih, 1 + 1 saja tidak bisa-bisa". Jika kesabaran<br />

sudah diambang batas, sebelum kata-kata negatif keluar, ada baiknya orangtua menarik diri<br />

sementara dari anak, time off. Katakan pada anak, "Papa sudah lelah, mungkin kamu juga sudah<br />

lelah. Kita istirahat dulu, nanti belajar lagi sama-sama. Siapa tahu setelah istirahat kita berdua lebih<br />

berkonsentrasi dan semangat belajar".<br />

Bagaimana cara orangtua berbicara dan menanggapi kekurangan-kekurangan anak akan sangat<br />

berpengaruh bagi anak sepanjang hidupnya. Oleh karena itu orangtua harus sangat berahti-hati dan<br />

mempertimbangkan secara matang apa yang akan diucapkan kepada anaknya. Mulutmu harimaumu,<br />

begitulah kata pepatah, yang dalam hal ini mulut orangtua bisa menjadi harimau bagi anak. Penting<br />

sekali orangtua selalu berkata-kata positif tentang anak, agar anak jadi berpikir positif tentang dirinya<br />

dan bertumbuh dengan harga diri yang tinggi dan perasaan dicintai dan diterima.<br />

<strong>PSIKOLOGI</strong> <strong>ANAK</strong> & <strong>PENDIDIKAN</strong>, <strong>Halaman</strong> 111

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!