Kelayakan Usaha Ternak Kambing Menurut Sistem ... - Peternakan

Kelayakan Usaha Ternak Kambing Menurut Sistem ... - Peternakan Kelayakan Usaha Ternak Kambing Menurut Sistem ... - Peternakan

peternakan.fp.uns.ac.id
from peternakan.fp.uns.ac.id More from this publisher
14.09.2015 Views

PENDAHULUAN Ternak kambing merupakan komoditas ternak unggulan di Yogyakarta disamping sapi potong. Usaha kambing menguntungkan karena mempunyai kidding interval yang pendek sehingga cepat berproduksi dan dipasarkan. Selain itu dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan tunai dan dapat beradaptasi dengan agro ekologi (Umeta et al., 2011). Kebanyakan peternak menjual kambing untuk memenuhi kebutuhan tunai dan merupakan pendapatan yang turun temurun (Nsoso et al., 2004), sedangkan alasan lain adalah untuk konsumsi (Alli, 2003). Yogyakarta secara topografis mempunyai sumberdaya alam yang kompleks karena tiap kabupaten memiliki bentuk bentang lahan yang berbeda sehingga berpengaruh pada perbedaan tingkat kesuburan tanah. Di samping itu juga menyebabkan perbedaan dalam sistem pengusahaan ternak dan bangsa ternak yang dipelihara. Propinsi DIY terdapat 3 zona ekologi yaitu dataran rendah, sedang, dan tinggi. Masing-masing dataran mempunyai perbedaan topografi, tipe tanah, kesuburan tanah, dan kondisi iklim tanah. Perbedaan ini juga mempengaruhi hasil ternak, manajemen penggunaan tanah, potensi produksi, dan ketersediaan pakan. Untuk itu zona ketinggian perlu dipertimbangkan karena didalamnya dapat diklasifikasikan sistem tanaman pangan, iklim, dan ketinggian sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ternak (Budisatria, 2006). Berdasar tipologi lahan, di dataran rendah (100 m dpl) sangat sulit mendapatkan lahan yang cocok untuk area perkampungan ternak kambing. Sistem monokultur padi dengan irigasi serta ketersediaan rumput yang tinggi lebih cocok untuk domba yang merupakan ternak merumput (grazing) ( Sabrani et al., 1993). Di dataran tinggi (> 500 m dpl), ketersediaan padi kurang intensif yaitu harus ditanam secara polikultur dengan tanaman musiman (ketela, jagung, kacang, dan sayuran) serta tanaman tahunan (pisang, kelapa, coklat). Zona ini cocok untuk kambing yang merupakan ternak yang suka meragut dedaunan/ramban dan merumput (browsing) (Ivary et al., 1987). Kambing yang dipelihara di Gunungkidul yaitu Kambing Kacang atau Bligon mampu beradaptasi dengan iklim yang panas (Budisatria, 2006). Meskipun demikian ditinjau dari lokasi tidak memungkinkan untuk membentuk kandang kelompok karena lahan sangat jauh dari pemukiman sehingga peternak tidak dapat mengawasi ternak tiap hari dan dari segi keamanan juga tidak terjamin. Pada dataran sedang (100-500 m dpl) cocok untuk membentuk kandang kelompok dan sampai sekarang banyak kandang kelompok kambing yang masih aktif dijalankan. Berbagai bangsa kambing yang banyak diusahakan peternak di Yogyakarta yaitu Kambing Kacang, Peranakan Etawah (PE), Kambing PE, dan persilangan Kacang dan Kambing PE yaitu Kambing Bligon / Gumbolo / Kambing Jawa Randhu. Usaha ternak kambing pada umumnya terkendala keterbatasan air dan kurangnya informasi pasar. Selain itu kebutuhan nutrisi pakan merupakan faktor penting untuk menghasilkan ternak yang potensial (Alli, 2003). Berdasar asumsi pemberian pakan sesuai dengan pola kombinasi pakan hijauan yaitu Kalanjana dan kaliandra versus salak di Kabupaten Sleman maka terjadi peningkatan nilai ekonomi total sebesar 6.77% dalam satuan ekor. Pola kombinasi pakan hijauan di kabupaten Gunung Kidul yaitu rumput lapangan dan kaliandra versus nangka terjadi peningkatan nilai ekonomi total sebesar 28.04% dalam satuan ekor. Pola kombinasi pakan hijauan di Kabupaten Bantul yaitu rumput lapangan dan kaliandra versus kersen/talok terjadi peningkatan nilai ekonomi total sebesar 0.80 % dalam satuan ekor sedangkan pola kombinasi pakan hijauan di kabupaten Kulon Progo yaitu rumput Bede dan kaliandra versus kopi terjadi peningkatan nilai ekonomi total sebesar 1.35% dalam satuan ekor (Kusumastuti et al., 2010). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa selain kombinasi pakan hijauan yang berdampak 76 Sains Peternakan Vol. 10 (2), 2012

pada pengurangan biaya produksi, maka jumlah skala usaha ternak dan bangsa ternak kambing yang dipelihara juga berpengaruh terhadap peningkatan nilai ekonomi total usaha peternakan kambing. Oleh karena itu perlu penelitian lanjut mengenai kelayakan usaha untuk mengetahui pada tingkat skala usaha berapa ternak yang dipelihara dapat memberikan peningkatan produktivitas ternak yang berdampak pada peningkatan nilai ekonomi total ternak kambing. MATERI DAN METODE Pemilihan lokasi lahan pakan dan ternak kambing dilakukan pada 4 kabupaten berdasar tipologi lahan yaitu dataran rendah (100 m dpl), dataran sedang (100-500 m dpl), dan dataran tinggi (>500 m dpl). Sampel peternak kambing diambil secara purposive berdasar pertimbangan sistem pemeliharaan ternak yaitu kelompok ternak atau kandang kelompok maupun kandang individu dan bangsa ternak yang dipelihara yaitu kambing Kacang atau Jawa, Kambing Bligon, dan Kambing Peranakan Etawah (PE) berdasar tipologi. Perkiraan benefit (cash in flow) dan perkiraan cost (Cash out flow) merupakan alat kontrol dalam pengendalian biaya untuk memudahkan dalam mencapai tujuan usaha pemeliharaan ternak. Selanjutnya diukur kelayakan investasi menggunakan Net Present Value (NPV), dan Benefit Cost Ratio (B/C ratio) Benefit Cost Ratio (BCR). BCR adalah rasio pendapatan (B=benefit) dibanding dengan biaya (C=cost) yang telah dihitung nilai sekarangnya (telah didiscount) (Irfan, 2006). Analisis ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan analisis NPV. Apabila nilai net B/C ratio > 1, maka proyek layak untuk diusahakan, untuk nilai net B/C ratio < 1, maka proyek tidak layak untuk diusahakan. Net Present Value (NPV). NPV atau nilai bersih sekarang adalah alat yang digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari laba suatu investasi apakah investasi tersebut memberikan keuntungan atau bahkan sebaliknya. NPV dihitung dengan cara menghitung nilai sekarang laba (nilai sekarang pendapatan dikurangi nilai sekarang investasi / biaya operasional) tahun pertama hingga tahun terakhir umur proyek investasi, kemudian nilai sekarang laba tahun pertama hingga tahun terakhir dijumlahkan. Proyek investasi ini baru layak dijalankan jika total nilai sekarang laba lebih besar dari nol (Irfan, 2006). NPV merupakan seluruh angka net cash flow yang digandakan dengan discount factor pada tahun dan tingkat bunga yang telah ditentukan atau merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari cost. Suatu proyek apabila nilai NPV>0, maka proyek tersebut layak. Jika NPV=0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost of capital. Jika NPV

pada pengurangan biaya produksi, maka<br />

jumlah skala usaha ternak dan bangsa ternak<br />

kambing yang dipelihara juga berpengaruh<br />

terhadap peningkatan nilai ekonomi total<br />

usaha peternakan kambing. Oleh karena itu<br />

perlu penelitian lanjut mengenai kelayakan<br />

usaha untuk mengetahui pada tingkat skala<br />

usaha berapa ternak yang dipelihara dapat<br />

memberikan peningkatan produktivitas<br />

ternak yang berdampak pada peningkatan<br />

nilai ekonomi total ternak kambing.<br />

MATERI DAN METODE<br />

Pemilihan lokasi lahan pakan dan<br />

ternak kambing dilakukan pada 4 kabupaten<br />

berdasar tipologi lahan yaitu dataran rendah<br />

(100 m dpl), dataran sedang (100-500 m<br />

dpl), dan dataran tinggi (>500 m dpl).<br />

Sampel peternak kambing diambil<br />

secara purposive berdasar pertimbangan<br />

sistem pemeliharaan ternak yaitu kelompok<br />

ternak atau kandang kelompok maupun<br />

kandang individu dan bangsa ternak yang<br />

dipelihara yaitu kambing Kacang atau Jawa,<br />

<strong>Kambing</strong> Bligon, dan <strong>Kambing</strong> Peranakan<br />

Etawah (PE) berdasar tipologi.<br />

Perkiraan benefit (cash in flow) dan<br />

perkiraan cost (Cash out flow) merupakan<br />

alat kontrol dalam pengendalian biaya untuk<br />

memudahkan dalam mencapai tujuan usaha<br />

pemeliharaan ternak. Selanjutnya diukur<br />

kelayakan investasi menggunakan Net<br />

Present Value (NPV), dan Benefit Cost Ratio<br />

(B/C ratio)<br />

Benefit Cost Ratio (BCR). BCR<br />

adalah rasio pendapatan (B=benefit)<br />

dibanding dengan biaya (C=cost) yang telah<br />

dihitung nilai sekarangnya (telah didiscount)<br />

(Irfan, 2006). Analisis ini pada dasarnya<br />

tidak jauh berbeda dengan analisis NPV.<br />

Apabila nilai net B/C ratio > 1, maka proyek<br />

layak untuk diusahakan, untuk nilai net B/C<br />

ratio < 1, maka proyek tidak layak untuk<br />

diusahakan.<br />

Net Present Value (NPV). NPV atau<br />

nilai bersih sekarang adalah alat yang<br />

digunakan untuk menghitung nilai sekarang<br />

dari laba suatu investasi apakah investasi<br />

tersebut memberikan keuntungan atau<br />

bahkan sebaliknya. NPV dihitung dengan<br />

cara menghitung nilai sekarang laba (nilai<br />

sekarang pendapatan dikurangi nilai<br />

sekarang investasi / biaya operasional) tahun<br />

pertama hingga tahun terakhir umur proyek<br />

investasi, kemudian nilai sekarang laba<br />

tahun pertama hingga tahun terakhir<br />

dijumlahkan. Proyek investasi ini baru layak<br />

dijalankan jika total nilai sekarang laba lebih<br />

besar dari nol (Irfan, 2006).<br />

NPV merupakan seluruh angka net<br />

cash flow yang digandakan dengan discount<br />

factor pada tahun dan tingkat bunga yang<br />

telah ditentukan atau merupakan selisih<br />

antara present value dari benefit dan present<br />

value dari cost. Suatu proyek apabila nilai<br />

NPV>0, maka proyek tersebut layak. Jika<br />

NPV=0, berarti proyek tersebut<br />

mengembalikan persis sebesar social<br />

opportunity cost of capital. Jika NPV

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!