frater CMM
| PESTA DON BOSCO DI TARAKAN | 'LINGKARAN BELASKASIH ...
| PESTA DON BOSCO DI TARAKAN | 'LINGKARAN BELASKASIH ...
- No tags were found...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>frater</strong> <strong>CMM</strong><br />
2/11<br />
| PESTA DON BOSCO DI TARAKAN | ‘LINGKARAN<br />
BELASKASIH’ TILBURG | SEKOLAH DIBUKA DI MOSOCHO |<br />
‘DUTA-DUTA’ INDONESIA | EMPAT PULUH<br />
TAHUN FRATER | IKATAN SEUMUR<br />
HIDUP DUA ANGGOTA ASOSIASI<br />
1
DAFTAR ISI<br />
KOLOM PEMIMPIN<br />
MENGENAI<br />
FRATER ANDREAS<br />
UMUM 4 5<br />
MAKLUMAT MISI<br />
Belaskasih terdapat di setiap zaman dan di<br />
setiap tempat.<br />
Belaskasih merupakan inti setiap agama di dunia:<br />
agama Hindu, Buddha, Yahudi, Kristen dan Islam.<br />
Gerakan belaskasih meninggalkan jejak dalam<br />
sejarah.<br />
Pelbagai bentuk penampilan gerakan belaskasih<br />
merupakan ungkapan masyarakat dalam mana<br />
belaskasih itu telah lahir, dan perwujudan<br />
spiritualitas yang mendukungnya.<br />
Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda<br />
yang Berbelaskasih, berakar dalam semangat<br />
belaskasih Kristiani.<br />
KOLOFON<br />
Frater <strong>CMM</strong>, ISSN 1574-9193, adalah majalah triwulan<br />
Kongregasi Frater <strong>CMM</strong>. Langganan gratis dapat<br />
diminta pada alamat Kontak di bawah ini.<br />
Redaksi: Rien Vissers (ketua redaksi), Frater Edward<br />
Gresnigt, Frater Ad de Kok, Frater Lawrence Obiko,<br />
Frater Ronald Randang, Frater Jan Smits, Peter van<br />
Zoest (redaktur terakhir).<br />
Tata letak: Heldergroen<br />
www.heldergroen.nl<br />
Dicetak: Percetakan Kanisius, Yogyakarta<br />
Kontak: Frater <strong>CMM</strong><br />
Jalan Ampel 6, Papringan<br />
Yogyakarta 55281<br />
E-mail: magazine@cmmbrothers.nl<br />
Webside: www.cmmbrothers.org<br />
Terjemahan: Frater Pieter-Jan van Lierop <strong>CMM</strong><br />
Frater Jan Koppens <strong>CMM</strong><br />
Anak yang hilang, Rembrandt.<br />
Foto sampul depan: Frater Gustavus Menheere berbincang dengan<br />
seorang pengungsi asal Somalia di <strong>frater</strong>an ‘De Vuurhaard’, Udenhout.<br />
(foto: Fr. Ad de Kok)<br />
Foto sampul belakang: Pohon zaitun, Spanyol Selatan. (foto: Fr. Ad de Kok)<br />
2
PESTA DON BOSCO<br />
DI TARAKAN<br />
6 BERITA SINGKAT 8<br />
‘LINGKARAN BELASKASIH’<br />
TILBURG<br />
11<br />
REDAKSI MENULIS<br />
Dari Pedoman Hidup Frater <strong>CMM</strong> dikutip ini:<br />
“Kita bersedia untuk mencari jalan, yang<br />
memungkinkan orang-orang tertentu turut serta<br />
dalam hidup dan karya kita sebagai anggota luar<br />
biasa, atau dengan cara lain tanpa ikut serta<br />
dalam segenap cara hidup kita (Konst. I, 365).”<br />
Di seluruh dunia pria dan wanita terpesona oleh<br />
spiritualitas kongregasi <strong>CMM</strong>. Hal ini dapat<br />
bermuara pada keikutsertaan lewat suatu<br />
komunitas atau keterlibatan pada pengutusan<br />
para <strong>frater</strong>. Melalui bentuk-bentuk partisipasi<br />
ini, orang-orang menyatakan belaskasih dan<br />
persaudaraan di dalam hidup mereka. Bentuk<br />
partisipasi yang paling erat adalah ‘keanggotaan<br />
asosiasi’. Sekarang ini hubungan dengan<br />
Frater <strong>CMM</strong> dalam bentuk asosiasi itu terus<br />
berkembang. Anggota-anggota asosiasi<br />
mengikat diri pada kongregasi dengan<br />
mengucapkan suatu perjanjian. Mereka berjanji<br />
untuk menghayati spiritualitas belaskasih dan<br />
persaudaraan dalam hidup sehari-hari dan di<br />
dalam karya mereka. Di samping itu mereka<br />
berpartisipasi dalam pengutusan kongregasi<br />
dengan melibatkan diri pada karya tertentu,<br />
dan mereka juga mempunyai hubungan konkret<br />
dengan salah satu komunitas. Bisa jadi bahwa<br />
seorang asosiasi hidup di dalam komunitas.<br />
Dalam terbitan Frater <strong>CMM</strong> ini, dengan<br />
berita-berita dari seluruh dunia, juga dibicarakan<br />
langkah penting yang diambil oleh dua anggota<br />
asosiasi. Henk dan Christianne van de Wal<br />
diterima sebagai anggota asosiasi untuk seumur<br />
hidup. Ketua anggota redaksi, Rien Vissers, telah<br />
berbicara dengan mereka. Ia menulis: “Mereka<br />
diterima dalam suatu bentuk hidup yang semakin<br />
mempesona mereka ….. Jalan belaskasih<br />
semakin menjadi jalan mereka.”<br />
40 TAHUN<br />
FRATER<br />
ORANG ASOSIASI<br />
IN MEMORIAM<br />
15<br />
19<br />
PERESMIAN SD<br />
‘SAINT VINCENT<br />
DE PAUL’<br />
‘DUTA’ INDONESIA<br />
SIAPKAN<br />
DIRI UNTUK<br />
MADRID<br />
BERITA SINGKAT<br />
SUMBER<br />
12<br />
14<br />
17<br />
23<br />
3
KOLOM<br />
PEMIMPIN UMUM<br />
Melalui alat-alat komunikasi dan informasi yang modern segala sesuatu yang terjadi di dunia ini langsung<br />
masuk rumah kita. Sayangnya bahwa ini terutama menyangkut berita-berita negatif. Pada bulan-bulan terakhir<br />
ini kita dikonfrontasikan dengan tsunami dahsyat di Jepang, masalah besar dengan reaktor-reaktor nuklir dan<br />
pemberontakan berdarah di negara-negara tertentu di Afrika Utara. Barusan masyarakat Belanda dikejutkan<br />
oleh seorang pria yang menembak mati sekian orang di pusat pertokoan di kota Alphen aan den Rijn. Di media<br />
massa terus-menerus ada cerita mengenai korupsi, pelecehan dan perdagangan orang. Dapat membaca<br />
mengenai krisis keuangan di negara tertentu dengan segala akibat langsung untuk dunia luas. Bisa muncul<br />
pikiran: Apakah hal-hal semacam itu tak pernah berakhir? Kekerasan, musibah dan kematian hampir setiap hari<br />
bermunculan dalam hidup kita. Kita lebih hidup dalam masa kecemasan dan ketidakpastian daripada di masa<br />
kepercacayaan dan keselarasan; kita lebih tinggal di dalam dunia yang tidak berbelaskasih daripada di dunia<br />
yang berbelaskasih.<br />
Juga dalam lingkungan yang lebih kecil, kami<br />
dikonfrontasi dengan kegagalan, penyakit dan maut.<br />
Dalam waktu yang singkat empat <strong>frater</strong> di Belanda dan<br />
Belgia meninggal dunia. Seorang <strong>frater</strong> menyampaikan<br />
kepada saya bahwa sekarang jumlah <strong>frater</strong> di Kenya<br />
sama besar dengan jumlah <strong>frater</strong> di Belanda. Ini<br />
berarti bahwa di Belanda proses pemunduran jumlah<br />
anggota berlangsung dengan cepat, dan mempunyai<br />
pengaruh yang nyata. Terutama disadari bahwa kami<br />
semakin kurang mampu berbuat sesuatu, walaupun<br />
masih banyak hal harus dilakukan! Akan tetapi sangat<br />
menggembirakan hati bila terjadi sesuatu yang akbar.<br />
Pada hari Sabtu, tanggal 2 April 2011, dalam perayaan<br />
Ekaristi yang meriah di kapel <strong>frater</strong>an Joannes<br />
Zwijsen, dua orang asosiasi menggabungkan diri<br />
secara definitif pada kongregasi. Pada hari itu dialami<br />
kegembiraan secara terus-menerus, dan matahari<br />
bersinar secara berlimpah. Akan tetapi tidak hanya<br />
kehangatan matahari yang dinikmati oleh semua hadirin.<br />
Pertemuan antara orang sebelum dan sesudah perayaan<br />
tersebut menghangatkan kami semua dan melahirkan<br />
kegembiraan. Kegembiraan itu tidak hanya menyangkut<br />
saat pesta ini; kami juga bergembira karena perjanjian<br />
yang diucapkan oleh pasangan itu. Mereka menjadi orang<br />
berbelaskasih dan ingin mewujudkan itu, baik di dalam<br />
maupun di luar kongregasi.<br />
Beberapa hari sesudah perayaan tersebut saya membaca<br />
mengenai kegembiraan dalam buku yang ditulis oleh<br />
Hein Stufkens, yang berjudul: Belaskasih sebagai tujuan<br />
hidup manusia. Ia memandang pemunculan kegembiraan<br />
dalam hidup seseorang sebagai rahmat. Ia menulis<br />
syair mengenai hal itu. Ayat kedua berbunyi sebagai<br />
berikut: Kegembiraan meringankan langkah saya dan<br />
mewahyukan cintaku. Kegembiraan tambil pada wajahku<br />
dan menyegarkan saya pada saat cemas.<br />
Frater Broer Huitema<br />
4
MENGENAI FRATER ANDREAS<br />
PERATURAN MENGENAI<br />
KOTAK CERUTU<br />
Sejak permulaan kongregasi berlaku sejumlah peraturan dan ketetapan yang tak terhitung jumlahnya.<br />
Untuk setiap kegiatan harian telah ditentukan ketetapan tertentu. Misalnya secara mendetail ditetapkan<br />
berapa potongan roti seorang <strong>frater</strong> boleh makan di waktu sarapan pagi, berapa banyak doa Salam Maria<br />
harus didoakan, berapa kali seminggu dan berapa lama seorang <strong>frater</strong> boleh pergi berjalan-jalan.<br />
Dalam suasana tersebut, dimana segala sesuatu sudah<br />
ditentukan dan diatur, Frater Andreas menjalankan masa<br />
novisiatnya. Ia salah satu orang muda yang menerima<br />
peraturan itu dengan gampang. Sebenarnya tidak ada<br />
perbedaan antara apa yang sudah ditentukan oleh<br />
peraturan dan praktek hidupnya. Seorang kon<strong>frater</strong><br />
mengatakan mengenai dia: “Ia adalah pedoman hidup<br />
yang nyata, suatu teladan gemilang dalam hal mengikuti<br />
peraturan dengan sempurna”. Kalau ia mengalami suatu<br />
keadaan yang belum diatur melalui peraturan-peraturan,<br />
atau kalau berlaku dua peraturan yang berbeda dalam<br />
situasi yang sama, Frater Andreas dapat menjadi bingung.<br />
Terdapat beberapa anekdot yang menggambarkan<br />
bagaimana Frater Andreas berpegang teguh pada<br />
peraturan. Kon<strong>frater</strong>-kon<strong>frater</strong>nya, yang berlaku bagaikan<br />
ahli-ahli Taurat, memperhatikan tingkah-lakunya dan ingin<br />
mencobai dia. Berdasarkan latar belakan tersebut kita<br />
harus membaca cerita berikut. Lain daripada kebiasaan,<br />
pemimpin komunitas di Ruwenberg mengedarkan<br />
sampai dua kali sebuah kotak berisi cerutu. Frater-<strong>frater</strong><br />
keheranan ketika kotak ini diedarkan untuk kedua kalinya,<br />
akan tetapi mereka mengambil lagi sebuah cerutu dan<br />
memasang api. Keesokan harinya pemimpin komunitas<br />
lagi mengedarkan kotak cerutu untuk kedua kalinya. Tanpa<br />
berpikir panjang <strong>frater</strong>-<strong>frater</strong> mengambil lagi cerutu.<br />
Ketika hal ini diulangi lagi pada hari berikutnya, seorang<br />
<strong>frater</strong> muda menghadapi Frater Andreas, yang sedang<br />
merokok dengan tenang di sampingnya. Ia bertanya:<br />
“Bagaimana mungkin bahwa Frater merokok dengan<br />
tenang saja, sedangkan peraturan melarang hal itu?<br />
Saya melewatkan kotak itu.” Frater Andreas memandang<br />
<strong>frater</strong> muda itu sambil senyum: “Di benak saya belum<br />
pernah muncul pikiran bahwa seorang pemimpin<br />
mengizinkan sesuatu di luar kekuasaannya.”<br />
Dalam lingkungan dimana segala sesuatu sudah diatur<br />
dengan ketat, kelonggaran yang diberikan pemimpin<br />
komunitas mengakibatkan keragu-raguan. Akan tetapi<br />
bukan demikian untuk Frater Andreas. Apakah ia<br />
menyembunyikan diri di belakang kekuasaan seorang<br />
pemimpin? Apakah kesetiaannya pada Konstitusi sama<br />
dengan taat kepada pemimpin dengan sikap seorang<br />
budak? Ataukah justru <strong>frater</strong> muda itu adalah budak<br />
terhadap peraturan? Hal yang menonjol adalah bahwa<br />
dalam cerita tersebut kita bertemu dengan Frater Andreas<br />
yang merasa legah, bukan dengan seorang yang takut<br />
melanggarkan peraturan. Ia menegur dengan ramah<br />
namun tegas <strong>frater</strong> muda yang berpegang teguh pada<br />
peraturan itu: jangan berlebih-lebihan! Apakah peraturan<br />
mengenai kotak cerutu begitu penting? Frater Andreas,<br />
yang berpengalaman dalam hal peraturan, tahu bahwa<br />
akhirnya respek terhadap pemimpin komunitas dan para<br />
rekan <strong>frater</strong> lebih penting daripada peraturan apa pun.<br />
Charles van Leeuwen<br />
Frater-<strong>frater</strong> sedang merokok cerutu dan pipa<br />
di taman Ruwenberg, sekitar tahun 1912.<br />
5
Indonesia<br />
Murid-murid Sekolah Don Bosco waktu berolahraga.<br />
PESTA DON BOSCO<br />
DI TARAKAN<br />
Kebanyakan sekolah Katolik di Indonesia mempunyai seorang kudus sebagai pelindungnya. Giovanni Bosco<br />
(1815-1888), lebih dikenal sebagai ‘Don Bosco’, adalah pelindung sekolah-sekolah <strong>frater</strong> di Manado, Tomohon,<br />
Banjarmasin dan Tarakan. Imam Italia tersebut ingin memperbaiki keadaan kaum pemuda terbelakang dan<br />
miskin. Untuk tujuan itu ia mendirikan kongregasi Salesian dan kongregasi Suster Don Bosco. Pesta gerejaninya<br />
dirayakan pada tanggal 31 Januari.<br />
Di kota Tarakan, di sebelah timur laut Pulau Kalimantan,<br />
kongregasi mempunyai empat sekolah Don Bosco:<br />
TK, SD, SMP dan SMA. Selama satu pekan sekolahsekolah<br />
itu merayakan pesta pelindung Don Bosco.<br />
Teladan<br />
Minggu itu dibuka pada tanggal 24 Januari 2011 dengan<br />
upacara bendera, dihadiri oleh 760 murid dan kurang<br />
lebih 80 guru. “Kita semua - bapak, ibu dan murid Don<br />
6
Bosco - harus mengikuti teladan pelindung kita”, kata<br />
Frater Frans Kilat dalam pidatonya atas nama yayasan<br />
pada upacara itu. “Kita tidak hanya datang ke sekolah<br />
ini untuk menerima pengajaran saja, melainkan juga<br />
untuk memperoleh mentalitas yang baik dan beriman<br />
seperti Don Bosco.” Seusai upacara bendera diadakan<br />
kegiatan olahraga dalam mana para murid dan guru<br />
berpartisipasi. Di lapangan sekolah ada kios penerbit<br />
‘Gramedia’ dengan segala macam buku untuk anak-anak<br />
sekolah dan para guru.<br />
Sekolah Don Bosco, Tarakan.<br />
Hari rekoleksi<br />
Dari 25 sampai 27 Januari dirayakan pesta di sekolah<br />
masing-masing. Pada tanggal 28 Januari diadakan hari<br />
rekoleksi bagi para guru dan pegawai sekolah, dipimpin<br />
oleh Frater Dion Lamere, ketua yayasan pusat. Tema<br />
adalah: ‘Alat keselamatan profesional di tangan Allah’.<br />
Rekoleksi dihadiri 70 peserta, termasuk mahasiswamahasiswa<br />
dari ‘Universitas Borneo’ di Tarakan, yang<br />
menjalankan masa latihan. Baik dalam pleno, maupun<br />
dalam kelompok kecil para peserta merenungkan saransaran<br />
agar menjadi seorang guru yang baik. Hari ini<br />
diakhiri dengan perayaan Ekaristi.<br />
Puncak pesta jatuh pada tanggal 31 Januari. Pada<br />
permulaan hari ini Frater Dion Lamere menerima<br />
karangan-karangan bunga. Pastor Antonius Rajabana<br />
OMI, Vikjen Keuskupan Tanjung Selor, didampingi<br />
drumband ‘Don Bosco’, masuk lapangan pesta untuk<br />
merayakan Ekaristi. Jumlah hadirin kurang lebih 900<br />
orang. Sesudah khotbah, digunting pita dan dengan<br />
demikian gedung baru untuk SMA diresmikan. Kemudian<br />
gedung itu diberkati.<br />
Sesudah Misa, pesta dilanjutkan dengan acara ramahtamah<br />
resmi. Empat guru, yang bekerja selama 25 tahun<br />
di bawah naungan yayasan, menerima sebuah cincin<br />
emas. Acara makan bersama dimeriahkan oleh para<br />
murid dengan penampilan tarian daerah, lagu-lagu dan<br />
musik dari sekolah masing-masing.<br />
Frater Anton Kean<br />
Don Bosco.<br />
7
BERITA kort SINGKAT nieuws<br />
PARA RELIGIUS INDONESIA<br />
PRIHATIN ATAS MUNDURNYA<br />
JUMLAH PANGGILAN<br />
Pada tanggal 29-30 Januari 2011 para religius<br />
Keuskupan Semarang melangsungkan lokakarya<br />
mengenai panggilan religius di kota Klaten. Komunitas<br />
<strong>CMM</strong> Yogyakarta terletak di keuskupan itu, maka para<br />
<strong>frater</strong> diundang untuk menghadiri pertemuan ini.<br />
Lokakarya, yang dihadiri oleh Frater Martinus<br />
Mangundap dan Frater Lambertus Kato’o, diadakan<br />
karena mundurnya jumlah panggilan selama lima tahun<br />
terakhir ini. Ditarik kesimpulan bahwa ordo dan<br />
kongregasi harus bekerja sama untuk mengembangkan<br />
di kalangan kaum muda minat untuk hidup membiara<br />
melalui pendekatan yang sesuai lingkungan hidup<br />
mereka. Ada harapan supaya setiap religius memperoleh<br />
satu panggilan. Pada akhir pertemuan ini, yang berjalan<br />
dengan diskusi-diskusi kelompok dan pertemuanpertemuan<br />
pleno, didirikan suatu tim panggilan.<br />
Frater Lambertus Kato’o menjadi anggota tim tersebut.<br />
Juga waktu rapat dewan MASRI di Jakarta, tanggal<br />
22-25 Februari 2011, penurunan jumlah panggilan<br />
dibicarakan. Rapat ini dihadiri oleh pimpinan kongregasi<br />
imam, suster dan bruder/<strong>frater</strong> di Indonesia. Frater<br />
Martinus Leni, pemimpin provinsi <strong>CMM</strong> di Indonesia,<br />
mewakili kongregasi <strong>CMM</strong>. Ia juga mewakili kongregasikongregasi<br />
bruder di Indonesia. Ditetapkan bahwa<br />
penurunan jumlah panggilan juga akan masuk agenda<br />
Sidang Pleno MASRI yang akan diadakan tanggal<br />
12-18 Oktober 2011. Tema sidang itu adalah: ‘Panggilan<br />
mistik dan kenabian hidup bakti di zaman ini’.<br />
HASIL UJIAN AKHIR YANG BAIK<br />
DI KENYA DAN TANZANIA<br />
“Hasil ujian sekolah-sekolah menengah sudah diumumkan. Dengan senang hati saya melaporkan hasil sekolahsekolah<br />
kita.” Demikian ditulis pemimpin provinsi, Frater Andrea Sifuna, di Berita Provinsi Kenya, yang disusunnya<br />
atas nama dewan pimpinan provinsi. Hasil ujian lebih baik daripada sebelumnya. St. Justino di Nairobi menonjol.<br />
“Sebagai sekolah pribadi, sekolah ini meraih rangking 34 pada tingkat nasional. Hasil rata-rata untuk St. Justino<br />
adalah 8.3, untuk St. Vincent 6.6 dan St. George 6.2”, demikian ditulis Frater Andrea. Ia melanjutkan: “Kami ucapkan<br />
selamat kepada siswa-siswi, para orang tua, <strong>frater</strong>-<strong>frater</strong> dan semua orang lain yang memberikan sumbangan<br />
untuk meraih hasil ini. Hal ini penting bagi siswa-siswi kami, terutama karena latar belakang sosial mereka kurang<br />
memadai untuk belajar dengan baik. Sekolah-sekolah membuktikan bahwa halangan itu dapat teratasi.” Hasil ujian<br />
yang baik pada tahun-tahun terakhir di Sekolah Menengah St. Vincent de Paul di Urambo, Tanzania, juga dilanjutkan<br />
pada tahun 2010. Sekolah sekarang berada di bawah pimpinan Frater Eric Magoka. Ia mengganti Frater James<br />
Ochwangi Nyakundi, yang sejak pembukaan sekolah, selama empat tahun, membina pembangunan gedung sekolah<br />
dan perkembangan pendidikan dengan sukses.<br />
8<br />
Pemimpin umum <strong>CMM</strong>,<br />
Frater Broer Huitema (kanan),<br />
menengok sekolah di Urambo,<br />
bersama wakilnya, Frater<br />
Edward Gresnigt, dalam<br />
kunjungan kerja di tahun 2008.
REAKSI ATAS<br />
PEROBAHAN<br />
TATA LETAK<br />
‘FRATER <strong>CMM</strong>’<br />
Perobahan tata letak Frater <strong>CMM</strong>, pada tahun 2010, telah<br />
menimbulkan banyak reaksi positif. Menurut Frater<br />
Eduardus Senu, dari komunitas <strong>CMM</strong> di Lembata dan Ibu<br />
Christianne van de Wal, anggota asosiasi dari Oirschot -<br />
Belanda, para pembaca senang terutama dengan<br />
penggunaan warna-warni dan penggunaan foto-foto<br />
dalam jumlah lebih banyak.<br />
“Frater <strong>CMM</strong> bertukar informasi dan berkomunikasi dengan<br />
<strong>frater</strong>-<strong>frater</strong> dan orang-orang berminat di seluruh dunia”,<br />
begitulah <strong>frater</strong> Indonesia merangkumkan tujuan majalah<br />
itu. “Majalah itu bukan 100 % baru, karena sebelumnya<br />
sudah ada majalah komunikasi yang lebih sederhana, hanya<br />
tatanya tidak sesuai lagi dengan kebetuhan, terutama<br />
kebutuhan di kalangan <strong>frater</strong>. Dalam penerbitan yang lama<br />
warna biru mendominasi, baik pada sampul muka dan<br />
belakang maupun pada foto-foto. Sampai tahun 2009<br />
artikel-artikel dan berita-berita dituluis dalam bahasa<br />
Belanda, suatu bahasa yang tidak dikuasai oleh kebanyakan<br />
<strong>frater</strong>. Syukurlah dewan pimpinan umum, berdasarkan<br />
keinginan Kapitel Umum tahun 2008, mengadakan<br />
perubahan. Dan pada permulaan tahun 2010 majalah<br />
Frater <strong>CMM</strong> menjadi suatu penerbitan ‘full colour’ yang<br />
menarik, dengan banyak foto dan diterbit dalam tiga<br />
bahasa: bahasa Belanda, Inggris dan Indonesia. Seluruh<br />
penerbitan majalah bermutu tinggi. Saya senang dengan<br />
majalah kami dan mengharap bahwa para <strong>frater</strong> di seluruh<br />
dunia mendukung redaksi dengan mengirim berita dan<br />
artikel. Begitulah Frater <strong>CMM</strong> akan menunjang<br />
perkembangan dan penyebaran semangat persaudaraan<br />
dan belaskasih.”<br />
Ibu Christian van de Wal<br />
Frater Eduardus Senu<br />
Christianne van de Wal memberitahukan bahwa “kami<br />
boleh merasa sungguh bangga atas majalah Frater <strong>CMM</strong>.<br />
Foto-foto pada sampul muka tetap mengajak saya untuk<br />
duduk dengan tenang dan membuka majalah itu dan<br />
melewati halaman demi halaman. Setiap kali foto-foto<br />
terang dan bermakna mengundang saya untuk mencari<br />
informasi tambahan mengenai keluarga besar <strong>CMM</strong><br />
melalui artikel di samping fotonya. Saya teringat akan apa<br />
yang pernah dan masih diwujudkan oleh para <strong>frater</strong>;<br />
cerita-cerita mengenai <strong>frater</strong>-<strong>frater</strong> yang bersahabatan<br />
dan dikenal; kisah-kisah kecil, mimpi-mimpi dan kegiatankegiatan<br />
….. semuanya itu membuat saya ingin tahu lebih.<br />
Majalah juga mengundang saya untuk menulis sesuatu.<br />
Sumber inspirasi sudah ada, sekarang saya butuhkan<br />
sungai yang mengalirkan kata-kata.”<br />
9
BERITA Indonesië SINGKAT<br />
Frater-<strong>frater</strong> muda Timor<br />
Leste. Frater Edward Gresnigt<br />
berbaju hijau. Di atas sebelah<br />
kanan Frater Silvino Belo,<br />
pemimpin regio.<br />
KUNJUNGAN KERJA DENGAN<br />
HALANGAN<br />
Dari 24 Januari sampai 17 Februari 2011, anggota dewan umum Frater Edward Gresnigt dan Frater Ronald Randang<br />
mengunjungi Timor Leste dan Indonesia. Sesudah mengunjungi regio Timor Leste, mereka berencana untuk berjalan dari<br />
ibu kota Dili ke komunitas <strong>CMM</strong> di SoE, pada bagian Timor. “Akan tetapi pada perbatasan antara Timor Leste dan<br />
Indonesia, saya tidak diizinkan untuk masuk Indonesia, karena tidak ada visum untuk itu”, ceritakan Frater Edward<br />
Gresnigt. ”Tidak ada jalan lain daripada kembali ke Dili. Keesokan harinya saya terbang dulu ke Denpasar di Bali, di<br />
mana visum saya dibereskan, dan kemudian melalui Libuan Bajo dan Ende kembali ke Kupang, ibu kota Timor.<br />
Sementara itu, Frater Martinus Leni pemimpin provinsi Indonesia sudah mengurus tiket-tiket di Kupang untuk pergi ke<br />
P. Lembata, sehingga kami dapat mengunjungi komunitas <strong>CMM</strong> di situ. Sesudah itu para <strong>frater</strong> di SoE dan Kupang dapat<br />
giliran untuk dikunjungi. Memang pada kunjungan kerja ini ada halangan, namun akhirnya segala sesuatu beres adanya.”<br />
BINTANG KSATRIA SURINAME<br />
UNTUK FR. LAURENTI VERHOEVEN<br />
Pada tanggal 16 Maret 2011, Presiden Suriname, Bapak<br />
Desi Bouterse, menganugerahi bintang ksatria di<br />
istananya kepada tujuh pendiri dan pembantu ‘Olimpiade<br />
Khusus’. Salah satu dari mereka adalah Frater Laurenti<br />
Verhoeven. Sejak itu ia boleh menyebut diri ‘Perwira<br />
Bintang Ksatria Kuning’. Ia menerima tanda penghargaan<br />
ini karena selama 30 tahun Olimpiade Khusus ada di<br />
Suriname, dan 0 Frater Laurenti berperan sebagai anggota<br />
dewan pengurus dan bendaharanya. Olimpiade Khusus<br />
adalah suatu organisasi internasional yang mengurus<br />
latihan olahraga dan pertandingan bagi orang-orang<br />
cacat mental. Pada waktu medali-medali disematkan,<br />
Presiden Bouterse mengucapkan penghargaannya<br />
terhadap orang-orang yang melatarbelakangi Olimpiada<br />
Khusus itu: “Mereka berhasil agar masyarakat<br />
memperhatikan para olahragawan yang cacat mental.<br />
Sekarang ini Olimpiade Khusus memperoleh posisi tetap<br />
di tengah-tengah masyarakat. Sampai sekarang<br />
olahragawan-olahragawati kita dapat berpartisipasi pada<br />
semua pertandingan internasional, dan setiap kali sekian<br />
medali dibawa pulang oleh mereka”, demikian Presiden<br />
Bouterse. Beliau berjanji bahwa pemerintah akan<br />
memberikan perhatian dan dukungan secukupnya kepada<br />
atlet-atlet Olimpiade Khusus itu. Di Suriname setiap dua<br />
tahun diadakan pertandingan bagi kaum muda yang<br />
cacat mental dalam kerja sama dengan sekolah-sekolah<br />
luar biasa. Pembukaan selalu diadakan secara besarbesaran.<br />
Korps Musik Polisi bermain, diadakan parade<br />
bendera dan api olimpik dinyalakan. Pembukaan<br />
pertandingan selalu dilaksanakan oleh seorang pembesar.<br />
Frater Laurenti Verhoeven<br />
dengan bintang ksatria Suriname.<br />
10
BELANDA<br />
‘LINGKARAN<br />
BELASKASIH’<br />
BERKUMPUL DI FRATERAN ELIM - TILBURG<br />
Belakangan ini ‘Lingkaran Belaskasih’ dibuka di beberapa tempat di Belanda. Lingkaran ini terdiri atas orangorang<br />
yang berhimpun untuk membicarakan bagaimana mereka dapat memberikan bentuk pada belaskasih<br />
di wilayah kota, komunitas atau tempat kerja mereka. Juga di kota Tilburg ada Lingkaran Belaskasih.<br />
Lingkungan Belaskasih dimulai oleh Suster S<strong>CMM</strong>.<br />
Sudah beberapa kali peminat-peminat berhimpun di<br />
provinsialat S<strong>CMM</strong> di Tilburg. Karena rehab gedungnya,<br />
lingkaran ini mengadakan pertemuan di <strong>frater</strong>an Elim di<br />
Tilburg pada tanggal 12 Februari 2011. Jumlah peserta<br />
empat puluh orang, yang membagi-bagikan dedikasi<br />
mereka, dan mereka saling mendukung. Di antara<br />
mereka adalah delapan <strong>frater</strong> dan anggota asosiasi.<br />
‘Kekuatan halus’<br />
Pertemuan dibuka dengan renungan yang berjudul<br />
‘Belaskasih, Kekuatan Halus – Kehalusan yang<br />
Kuat’. Renungan ini disusun berdasarkan buku Henri<br />
Nouwen, ‘Akhirnya pulang’, suatu renungan mengenai<br />
perumpamaan anak yang hilang. Bapak Marius Buiting,<br />
ketua Gerakan Belaskasih Nasional, memberikan<br />
ceramah mengenai belaskasih di tengah masyarakat<br />
dan di tempat kerja. Bapak Erik de Ridder (Partai<br />
Demokrat Kristen), anggota dewan kota Tilburg bagian<br />
keuangan, menceritakan bahwa dalam zaman yang<br />
bermasalah ini, pemerintah kota berusaha untuk<br />
berbelaskasih. Akan tetapi memberikan subsidi tidak<br />
selalu membantu orang. Menurut anggota dewan kota<br />
ini: “Hal yang tak boleh dilupakan untuk mewujudkan<br />
belaskasih adalah agar saling mempedulikan.“ Bapak<br />
Bic Driesen, koordinator ‘Rumah Dunia’ di Tilburg, suatu<br />
tempat untuk pertemuan antarbudaya dan penyadaran<br />
mondial, menekankan bahwa belaskasih tidak dapat<br />
dibuat sendirian melainkan hanya bersama dengan<br />
orang-orang lain. Sesudah ceramah-ceramah itu ada<br />
kesempatan untuk memberikan reaksi, bertanya sesuatu<br />
atau menyampaikan ide-ide baru. Kesempatan ini<br />
sungguh dipergunakan oleh para hadirin. Pertemuan<br />
ini menjelaskan bahwa belaskasih bukan sesuatu yang<br />
kolot, melainkan menyangkut kenyataan hidup kini dan<br />
sekarang. Para peserta Lingkaran Belaskasih Tilburg<br />
memperlihatkan bahwa mereka tergerak oleh<br />
belaskasih dan ingin beraksi.<br />
Frater Jan Koppens<br />
Belaskasih, ciptaan seniman Corry Ammerlaan - van Niekerk.<br />
Karya seni ini ada di taman generalat <strong>CMM</strong> Tilburg.<br />
11
Kenya<br />
PERESMIAN SD<br />
‘SAINT VINCENT<br />
DE PAUL’<br />
Pada tanggal 5 Maret 2011, di Mosocho - Kenya, dibuka secara resmi ‘Saint Vincent de Paul Primary School’.<br />
Pesta pembukaan dihadiri oleh uskup dari Keuskupan Kisii, Mgr. Joseph Mairura, dan pemimpin umum Frater<br />
Broer Huitema, anggota dewan umum Frater Lawrence Obiko serta para anggota dewan provinsi <strong>CMM</strong> Kenya.<br />
Pada tahun 2009 kongregasi membeli persekolahan swasta ini, yang kurang baik dikelola. Gedung itu direhab<br />
secara total dan persekolahan memperoleh dewan yayasan yang baru.<br />
Yayasan terdiri atas lima anggota: Bapak Peter Nyamweya,<br />
Frater Leo van de Weijer, Frater Richard Sure, Frater Andrea<br />
Sifuna dan Frater Francis Ogero. Kepala sekolah adalah<br />
Frater Francis Ogero. Ia menyiapkan pesta peresmian<br />
sekolah dengan rekan-rekan guru dan para kon<strong>frater</strong>nya<br />
dari komunitas Mosocho.<br />
‘Pendidikan untuk hidup selanjutnya’<br />
Sebelum pembukaan resmi, para undangan yang terdiri<br />
atas <strong>frater</strong>, guru dan murid merayakan Perayaan Ekaristi,<br />
diiringi oleh murid-murid sekolah baru ini dan sekolahsekolah<br />
<strong>frater</strong> yang lain lewat nyanyian dan tarian.<br />
Sesudah Misa, pembukaan resmi dilakukan oleh Frater<br />
Broer Huitema. Ia mengguntingkan pita dan meresmikan<br />
sebuah papan peringatan dengan teks: “Sekolah ini<br />
diberkati oleh Uskup dari Keuskupan Kisii, Mgr. Joseph<br />
Okemwa Mairura dan pada tanggal 5 Maret 2011<br />
diresmikan oleh Frater Broer Huitema, pemimpin umum<br />
para Frater <strong>CMM</strong>.”<br />
Dalam pidatonya yang singkat, pemimpin umum<br />
mengenang <strong>frater</strong>-<strong>frater</strong> asal Belanda yang pada tahun<br />
1958 datang ke Mosocho untuk mengambil alih ‘Saint<br />
Mary’s Primary School’. Karena jumlah <strong>frater</strong> menurun,<br />
mereka harus meninggalkan sekolah itu. Dengan jumlah<br />
<strong>frater</strong> Kenya yang berkembang, kongregasi mampu lagi<br />
menangani pendidikan di sekolah dasar.<br />
Pemimpin umum mengutip Konstitusi <strong>CMM</strong>: ‘Terutama<br />
kaum mudalah yang mendapat perhatian istimewa dari<br />
Sekolah Dasar ‘Saint Vincent de Paul’.<br />
12
Murid-murid SD ‘Saint Vincent de Paul’ bernyanyi.<br />
Frater Broer Huitema meresmikan plakat peringatan.<br />
pihak kongregasi kita. Melalui pengajaran dan bentuk<br />
bimbingan lain, kita hendak membantu kaum muda<br />
untuk menemukan jalan dalam menghadapi masa depan<br />
mereka.’ (Konst. I, 30-31) ‘Mgr. Joannes Zwijsen sangat<br />
memperhatikan pendidikan agama. Ia menghendaki<br />
agar para pengikutnya meneladani Vinsensius a Paulo,<br />
mengabdi Allah dalam sesama manusia dan dengan<br />
demikian menghantarnya kepada Allah.’ (Konst. I, 207-208)<br />
“Kutipan-kutipan ini”, katanya, ”mencerminkan dengan<br />
baik moto sekolah ‘Education for Life’ (Pendidikan untuk<br />
hidup seterusnya) dan juga sesuai dengan visi pelindung<br />
sekolah, Vinsensius a Paulo. Akan tetapi pengutusan para<br />
<strong>frater</strong> lebih luas daripada pendidikan. Para <strong>frater</strong> diutus<br />
untuk memanusiakan dunia ini dan dengan demikian<br />
memberikan sumbangan demi perbaikan kehidupan semua<br />
orang. Hal ini dapat tercapai dalam suasana dedikasi,<br />
disiplin dan cintakasih.” Dalam pidatonya Uskup Mairura<br />
memberitahukan kepada para hadirin bahwa ia sendiri<br />
mantan murid sekolah <strong>frater</strong>. Beliau menunjukkan perasaan<br />
terima kasih atas segala yang ia belajar dari para <strong>frater</strong>.<br />
Delapan puluh murid<br />
Peresmian sekolah dasar baru itu dikokohkan oleh Mgr.<br />
Mairu dan Frater Broer Huitema dengan menandatangani<br />
buku tamu. Kemudian, sebagai penutupan pesta peresmian,<br />
diadakan acara tradisional, yaitu pemotongan kue besar,<br />
yang diiringi dengan nyanyian dan tarian. ‘Saint Vincent de<br />
Paul Primary School’ terdiri atas kelas lima dan enam SD,<br />
dan dimulai dengan delapan puluh murid.<br />
Frater Broer Huitema mengisi buku tamu,<br />
disaksikan oleh Mgr. Mairura.<br />
Frater Edward Gresnigt<br />
13
Indonesia<br />
‘DUTA’ INDONESIA SIAPKAN<br />
DIRI UNTUK ACARA DI MADRID<br />
Di Brasil, Indonesia, Kenya, Namibia, Belanda, Tanzania dan Timor Leste sudah mulai dipersiapkan<br />
pertemuan internasional untuk ‘duta-duta persaudaraan seluas dunia’. Di Tarakan - Kalimantan,<br />
delapan pemuda dipilih untuk diutus sebagai ‘duta’. Frater Wilfridus Bria yang bersama dengan<br />
Frater Agustinus Nai Aki, memimpin proyek duta-duta di Indonesia. Ia menulis berita berikutnya:<br />
Sejak Desember 2010 para duta berkumpul pada hari<br />
Sabtu ketiga setiap bulan, untuk menyiapkan diri demi<br />
tugas mereka sebagai duta persaudaraan seluas dunia.<br />
Pada pertemuan bulan Januari 2011 muncul ide untuk<br />
mengorganisir suatu program meditasi bagi kelompok<br />
muda-mudi yang lebih besar. Diundang penguruspengurus<br />
organisasi Mudika di Tarakan. Juga didirikan<br />
komisi ‘Sebuku-Sepao’, yang menyiapkan perayaan<br />
Hari Kaum Muda Sedunia di Keuskupan Tanjung Selor,<br />
dalam mana Tarakan terletak. Pada tingkat keuskupan<br />
Hari Kaum Muda akan dirayakan di desa Sebuku. Sepao<br />
adalah tempat di Kalimantan Barat, di mana manifestasi<br />
ini akan diadakan pada tingkat nasional. Di samping<br />
itu masih ada kegiatan lain, seperti mendonor darah,<br />
menanam pohon, perayaan Ekaristi gaya Taizé dan<br />
kegiatan budaya.<br />
Frater Wilfridus Bria<br />
Muda-mudi Tarakan menyiapkan diri<br />
bagi tugas mereka sebagai duta.<br />
Berhubungan dengan ‘World Youth Day’ (WYD, Hari Kaum Muda Sedunia) di Sydney - Australia<br />
(15-21 Juli 2008), kongregasi memulai ‘proyek duta-duta’ dengan tujuan menggerakkan kaum muda,<br />
agar mereka memperjuangkan ‘gerakan belaskasih dan persaudaraan’ seluas dunia. Proyek ini dimulai<br />
di negara-negara di mana Frater <strong>CMM</strong> hidup dan bekerja. Pada tahun 2008 telah diadakan pertemuan<br />
persiapan di kota Tomohon di Sulawesi Utara. Tahun 2011 ini para duta berkumpul di Tilburg-Belanda<br />
sebelum dilangsungkan Hari Kaum Muda Sedunia di Madrid - Spanyol, tanggal 16-21 Agustus 2011.<br />
Moto kegiatan persiapan adalah: ‘Yesus kompas kita, jalan kita menuju belaskasih’.<br />
14
Indonesia<br />
Frater Lukas Mandagi.<br />
Frater Antonius Kodoati.<br />
FRATER LUKAS MANDAGI DAN<br />
FRATER ANTONIUS KODOATI EMPAT<br />
PULUH TAHUN FRATER<br />
Pada tanggal 11 Februari 2011 di Banjarmasin Frater Lukas Mandagi dan Frater Antonius Kodoati merayakan<br />
jubileum 40 tahun hidup membiara. Pesta ini dirayakan di Banjarmasin karena belum pernah ada pesta<br />
jubileum di situ, dan Frater <strong>CMM</strong> masih kurang dikenal di tempat itu. Pikiran yang melatarbelakangi<br />
perayaan jubileum itu adalah bahwa pesta ini dapat menimbulkan panggilan baru.<br />
Atas permohonan kedua jubilaris, pesta ini dirayakan<br />
secara sederhana, untuk menunjukkan solidaritas mereka<br />
dengan kaum miskin dan marginal.<br />
Bagi para jubilaris pesta ini bersifat luar biasa, karena<br />
dihadiri Uskup Banjarmasin, Mgr. Petrus Boddeng Timang<br />
dan Uskup Ambon, Mgr. Petrus Kanisius Mandagi MSC,<br />
kakak dari Frater Lukas. Vikjen keuskupan Banjarmasin,<br />
Pastor Theodorus Yuliono MSC, pastor paroki setempat,<br />
pastor Ignatius Alparis dan Pastor Frans Mandagi MSC,<br />
adik dari Frater Lukas, hadir juga. Tamu lain adalah<br />
anggota-anggota keluarga para jubilaris, biarawanbiarawati<br />
keuskupan Banjarmasin, para guru sekolahsekolah<br />
<strong>frater</strong> serta wakil-wakil paroki dan Legio Maria.<br />
Tantangan<br />
Perayaan Ekaristi jubileum berlangsung di ruang<br />
olahraga SMA Frater. Perayaan mulai dengan<br />
membacakan riwayat hidup kedua jubilaris. Frater Anton<br />
lahir pada tanggal 21 April 1951 di kampung Kokoleh,<br />
Sulawesi Utara. Frater Lukas lahir tanggal 18 Oktober<br />
1951 di kampung Kamangta, Sulawesi Utara. Sebagai<br />
gantian khotbah, kedua jubilaris bercerita mengenai<br />
hidup membiara mereka. Kedua <strong>frater</strong> menerangkan<br />
bahwa mereka sering merasa seakan-akan mereka harus<br />
mendaki sebuah gunung untuk mencapai tujuan yang<br />
ditargetkan. Akan tetapi mereka ‘juga sering menurun ke<br />
dalam lembah’ dan menghadapi tantangan-tantangan.<br />
Ada saat-saat mereka harus berhenti untuk melihat<br />
kembali bagaimana jalan panggilan mereka berlangsung,<br />
dan memperoleh energi yang baru. Mereka mengalami<br />
banyak kesulitan, namun setiap kali dapat bersandar<br />
pada dedikasi asli mereka, berdasarkan keyakinan<br />
bahwa merekalah ‘anak-anak yang dicintai, kepada siapa<br />
Allah berkenan.’ (bdk. Mk. 1: 11)<br />
Sesudah Misa ada pertemuan pesta dimana Uskup<br />
Mandagi, juga atas nama Uskup Banjarmasin,<br />
berpidato. Ia menyebut kedua <strong>frater</strong> orang-orang<br />
15
Indonesia<br />
biasa, yang berasal dari keluarga-keluarga biasa. “Akan<br />
tertapi pada hari ini mereka orang-orang luar biasa”,<br />
kata Bapak Uskup, “karena mereka bertahan dalam<br />
kehidupan mereka sebagai <strong>frater</strong>, walaupun dengan<br />
jatuh bangun. Mereka menempuh jalan mereka dengan<br />
setia di tengah tantangan-tantangan, sehingga mereka<br />
dapat merayakan jubileum 40 tahun. Bapak Uskup<br />
mengatakan bahwa ia tidak hanya hadir karena adiknya,<br />
Frater Lukas, melainkan juga untuk Frater Antonius,<br />
sebab kedua <strong>frater</strong> ia sudah kenal pada waktu mereka<br />
mulai hidup membiara.<br />
Pidato kedua diucapkan oleh Frater Max Mangundap,<br />
atas nama pemimpin provinsi, Frater Martinus Leni.<br />
Frater Martinus tidak bisa hadir karena ia mendampingi<br />
dua anggota dewan umum ke pulau Lembata. Frater<br />
Max mengucapkan harapan DPP agar jubileum ini masih<br />
lama mendorong kedua <strong>frater</strong> untuk hidup secara rendah<br />
hati, matiraga dan sederhana, dan agar mereka semakin<br />
mendalami Konstitusi dan spiritualitas kongregasi.<br />
Kata terima kasih diucapkan oleh Frater Lukas. Ia<br />
mengucapkan terima kasih kepada Allah atas kesetiaan-<br />
Nya selama 40 tahun hidup religius. Ia mengucapkan<br />
terima kasih kepada keluarganya yang datang dari<br />
Manado dan Jakarta, serta terima kasih kepada<br />
kongregasi yang memberikan kesempatan untuk<br />
merayakan pesta ini. Akhirnya ia mengucapkan terima<br />
kasih kepada semua hadirin atas dukungan dan doa<br />
mereka, khususnya komunitas Banjarmasin yang telah<br />
menyiapkan pesta ini dengan baik.<br />
Acara pesta dilanjutkan dengan makan bersama dan<br />
pertunjukan-pertunjukan yang dibawakan oleh anakanak<br />
Asrama Wilhelmus.<br />
Frater Nikodemus Tala Lamak<br />
16
BERITA SINGKAT<br />
DI INDONESIA KEBIJAKAN STUDI<br />
DITETAPKAN<br />
Pada akhir tahun 2010, dewan umum telah minta Provinsi Indonesia untuk menetapkan peraturan bagi <strong>frater</strong>-<strong>frater</strong><br />
yang mulai berstudi atau sedang berstudi. Dalam rapat DPP Indonesia, tanggal 15-16 Februari 2011, kebijakan<br />
berhubungan dengan perihal studi dirumuskan. Prinsip dasar adalah bahwa setiap <strong>frater</strong> memperoleh kesempatan<br />
untuk mengikuti studi formal atau informal (kursus) setelah paling tidak dua tahun ia hidup di komunitas sambil<br />
terlibat dalam kerasulan serikat, entah di bidang pendidikan entah di bidang perawatan atau pastoral. Bidang studi<br />
harus selalu sejalan dengan priorotas kongregasi.<br />
‘MAKAN SIANG’ DI<br />
KOMUNITAS ELIM<br />
Satu tahun lalu, di komunitas Elim di Tilburg - Belanda<br />
dimulai dengan mengadakan ‘Makan Siang’ di setiap<br />
hari Kamis bagi orang-orang yang kesepian atau yang<br />
membutuhkan kontak dengan orang lain. Rupanya<br />
proyek ini bersukses. Sayangnya terkadang orang<br />
harus ditolak, karena tempatnya terbatas. Kegiatan<br />
ini didukung oleh Paroki Frater Andreas, Suster S<strong>CMM</strong><br />
dan Frater <strong>CMM</strong>, dan hanya dapat berlangsung<br />
berkat kelompok sukarelawan yang besar. Mulai bulan<br />
September mendatang pintu komunitas Elim akan<br />
dibuka baik pada hari Selasa maupun hari Kamis bagi<br />
tamu-tamu yang datang untuk makan siang. Masih<br />
dicari beberapa sponsor, agar biaya proyek ini serendah<br />
mungkin sehingga mudah dikunjungi orang.<br />
PEMIMPIN UMUM<br />
MEMBERIKAN<br />
RETRET DI SURINAME<br />
Waktu kunjungan kerjanya di Regio Suriname, tanggal<br />
25 Januari sampai 5 Februari, pemimpin umum Frater<br />
Broer Huitema memberi retret kepada 30 imam dan<br />
religius Keuskupan Paramaribo. Retret itu berlangsung<br />
di pusat konferensi Asewa Otono, di samping <strong>frater</strong>an<br />
St. Stefanus di Paramaribo. Tema retret adalah:<br />
‘Belaskasih dan Persaudaraan’. Pemimpin umum<br />
menerangkan ‘Maria Bunda Berbelaskasih’ dan<br />
‘persaudaraan’. Ia menggambarkan Vinsensius a Paulo<br />
dan Louise de Marillac sebagai nabi-nabi karya amal<br />
kasih. Hidup, karya dan spiritualitas mereka adalah<br />
contoh bagi para religius dan imam di zaman ini.<br />
Hari-hari refleksi dan doa ini diisi dengan kisah-kisah<br />
dari Kitab Suci, dengan tradisi gereja dan sejarah<br />
kongregasi. Untuk retret ini Frater Broer Huitema<br />
memanfaatkan presentasi ‘powerpoint’. Teks-teks retret<br />
ini diserahkannya kepada para peserta. Pada tanggal<br />
2 Februari 2011 perayaan Penyerahan Yesus di Bait<br />
Allah dan sekaligus hari Hidup Bakti dilangsungkan<br />
perayaan Ekaristi mulia di gereja Tiga Raja, Paramaribo,<br />
yang dihadiri oleh para peserta retret.<br />
Rumah komunitas Elim pada<br />
Schiphollaan di Tilburg.<br />
17
BERITA SINGKAT<br />
Para tamu menikmati makanan yang disiapkan oleh para pengungsi.<br />
FRATER <strong>CMM</strong> DARI<br />
BELGIA MENGUNJUNGI<br />
‘DE VUURHAARD’<br />
Pembicaraan akrab dengan seorang pengungsi.<br />
Pada tanggal 22 November 2010, para <strong>frater</strong>, suster<br />
serta karyawati dan perawat dari <strong>frater</strong>an di Zonhoven<br />
- Belgia, mengunjungi komunitas ‘De Vuurhaard’ di<br />
Udenhout - Belanda. Sesudah mereka minum kopi dan<br />
makan kue, para tamu duduk di meja untuk menikmati<br />
makanan yang disiapkan oleh para pengungsi yang<br />
berdomisili di <strong>frater</strong>an. Ada makanan dari Cina, Somalia,<br />
Etiopia, Irak dan Burundi. “Ternyata para tamu dari<br />
Belgia merasa senang, juga karena pembicaraan pribadi<br />
mereka dengan pengungsi-pengungsi”, kata Frater Ad<br />
de Kok. Sesudah makan bersama ia bercerita mengenai<br />
orang-orang yang tinggal di ‘De Vuurhaard’, atau yang<br />
pernah hidup di situ. Keesokan harinya para <strong>frater</strong><br />
Udenhout menerima e-mail yang antusias: “Orangorang<br />
amat senang dengan pengalaman mereka dan<br />
atas keramahtamahan Saudara sekalian. Kamu sudah<br />
berupaya betul untuk memberikan apa saja kepada kami,<br />
agar kami memperoleh hari yang luar biasa.”<br />
‘HARI KELUARGA’<br />
Pada tanggal 23 Januari 2011, sejumlah anggota asosiasi dan beberapa <strong>frater</strong> berjalan ke Provinsi Limburg di<br />
Belanda Selatan untuk, sesudah merayakan Ekaristi di kapel para Redemptoris di Wittem, mengunjungi jalan<br />
salib yang terkenal dari Aad de Haas di gereja tua di kampung Wahlwiller. Di situ ada kesempatan yang luas<br />
untuk mengadakan renungan, baik pribadi maupun bersama. Semua peserta diminta untuk memilih salah satu<br />
pemberhentian jalan salib, merenungkannya dan kemudian men-sharing-kan renungan itu dalam kelompok.<br />
Hari itu diakhiri di sebuah restoran panekuk. Suatu laporan mengenai ‘hari keluarga’ para anggota asosiasi<br />
dan beberapa <strong>frater</strong> akan diterbitkan pada edisi Frater <strong>CMM</strong> yang berikut.<br />
18
BELANDA<br />
Ikatan seumur hidup sedang diucapkan. Kiri: Frater Jan Koppens,<br />
pemimpin provinsi Belanda. Kanan: Frater Broer Huitema, pemimpin umum.<br />
IKATAN SEUMUR HIDUP<br />
DUA ORANG ASOSIASI<br />
Pada hari Sabtu 2 April 2011, waktu perayaan di kapel <strong>frater</strong>an Joannes Zwijsen - Belanda, Henk dan Christianne<br />
van de Wal diterima sebagai anggota asosiasi untuk seumur hidup. Perayaan dihadiri oleh para <strong>frater</strong>, anggota<br />
keluarga dan sahabat. Sebelum ikatan definitif, pasangan asal desa Oirschot, sudah mengikat diri selama tiga<br />
tahun. Mereka diwawancarai oleh Rien Vissers mengenai hidup mereka dalam hubungannya dengan <strong>frater</strong>-<strong>frater</strong>.<br />
Pada tahun 2008, Henk (56) dan Christianne (58)<br />
menulis motivasi mereka untuk memperoleh<br />
keanggotaan asosiasi. Dalam motivasi itu, Frater<br />
Anthony Koning alm. (1939-2005) memainkan peranan<br />
penting. Ia minta mereka untuk berpartisipasi dalam<br />
‘Oyugis Integrated Project’ di Kenya. Pengalaman mereka<br />
dengan perawatan para pasien aids dan semangat para<br />
<strong>frater</strong> yang mereka mulai kenal, merupakan dorongen<br />
penting ke arah <strong>CMM</strong>.<br />
‘Ibu yang paling hebat’<br />
Hidup Yesus dari Nazaret dan spiritualitas Vinsensius<br />
a Paulo semakin menjadi milik mereka, sebagaimana<br />
dihayati oleh <strong>frater</strong>-<strong>frater</strong>. Kalau Henk dan Christianne<br />
ingin mengatakan lebih lagi tentang hal itu, sering<br />
digunakan istilah seperti keterbukaan, kehangatan,<br />
dedikasi dan persaudaraan. Namun akar semangat itu<br />
sudah bertumbuh sebelum tahun 1998. Henk menyebut<br />
orangtuanya dan ‘cara alamiah’ yang mereka gunakan<br />
Christianne dan Henk van de Wal dengan kedua<br />
puteri mereka, Janske dan Geertje, waktu perayaan. 19
Christianne van de Wal minum kopi dengan Frater Jan Damen.<br />
untuk membimbing dia. Ibunya selalu memperhatikan<br />
kaumnya, dan hadir saat anak-anaknya pulang. Atau<br />
teladan bapaknya yang sampai sekarang masih aktif<br />
sebagai sukarelawan dalam macam-macam jenis<br />
pekerjaan. Christianne, yang mempunya gaya bahasa<br />
yang khas, berbicara tentang Bunda Maria sebagai<br />
berikut: “Maria, Ibu yang paling hebat, sesuai harapanku.<br />
Nenek dan ibu saya sangat terpesona oleh Maria dan<br />
saya pun merasa didukung dalam kegiatan saya oleh<br />
Bunda yang selalu berjaga-jaga.”<br />
‘Sangat biasa’<br />
Ketika mereka, sebagai orang yang masih kurang dikenal,<br />
memasuki komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg, mereka<br />
berbicara dengan masing-masing <strong>frater</strong>. Kepercayaan<br />
satu sama lain berkembang dengan cepat. Sesudah tiga<br />
tahun mereka masih berpegang pada motivasi yang<br />
ditulis di tahun 2008. Ketika ditanya kata pertama<br />
manakah yang muncul jika mengingat masa tiga tahun<br />
itu, Christianne mengucapkan ‘rumahku’ dan Henk<br />
‘sangat biasa’. Mereka merasa kerasan di <strong>frater</strong>an.<br />
Henk berkontrak untuk bekerja 36 jam per minggu di<br />
Joannes Zwijsen, akan tetapi sering ia berada di situ di<br />
luar jam kerja. Ia bertugas sebagai asisten pemimpin<br />
komunitas, Frater Harrie van Geene, dan sejak beberapa<br />
waktu ia juga anggota dewan komunitas. Hal terakhir ini<br />
merupakan suatu perkembangan baru dalam kongregasi.<br />
Christianne, yang masih mempunyai banyak pekerjaan<br />
di luar komunitas, hadir di Joannes Zwijsen pada hari<br />
Rabu dan di akhir pekan. Setiap bulan ia memimpin<br />
‘pembicaraan sekelompok <strong>frater</strong>’. Dalam pertemuan ini<br />
kelompok tersebut terdiri atas sepuluh sampai limabelas<br />
<strong>frater</strong>. Mereka berefleksi bersama atas tema, teks doa<br />
atau mazmur tertentu. Pertemuan ini selalu dihiasi<br />
dengan rangkaian bunga yang sesuai dengan tema, dan<br />
diiringi dengan musik yang cocok.<br />
20
in memoriam<br />
<strong>frater</strong><br />
Ben (L.B.A.D.) Westerburger<br />
Frater Ben lahir di Tilburg - Belanda pada tanggal<br />
30 Oktober 1925. Ia masuk Kongregasi <strong>CMM</strong> di Tilburg<br />
pada tanggal 29 Agustus 1942. Ia mengikrarkan<br />
profesinya seumur hidup pada tanggal 15 Agustus<br />
1947 dan meninggal dunia pada tanggal 24 Maret<br />
2011 di R.S. St. Elisabeth di Tilburg. Ia dikebumikan di<br />
pekuburan <strong>CMM</strong>, kompleks ‘Huize Steenwijk’ di Vught.<br />
Membenarkan dan memperkaya<br />
Henk dan Christianne mengalami hal-hal yang khusus<br />
di tengah-tengah <strong>frater</strong> yang ada dalam tahap terakhir<br />
hidup mereka. Justru di tahap itulah ada kemungkinan<br />
untuk sungguh mendekati mereka lewat percakapan<br />
dan isyarat. Persahabatan dan perhatian yang diberikan<br />
kepada mereka juga dibalas. Frater-fater selalu<br />
bertanya bagaimana puteri-puteri mereka.<br />
Kesan yang diperoleh selama tiga tahun belakangan<br />
ini diresapi sungguh. Henk dan Christianne diterima<br />
dalam pola hidup yang mempesona mereka berdua itu.<br />
Karenanya mereka merasa dibenarkan dan diperkaya.<br />
Jalan belaskasih semakin menjadi jalan mereka. Karena<br />
itu, dalam perayaan ikatan definitif, Allah disapa<br />
sebagai Yang Belaskasih.<br />
Di masa kerjanya, Frater Ben berupaya dalam pelbagai<br />
bentuk demi anak-anak yang cacat lewat pendidikan luar<br />
biasa. Ia bertugas sebagai kepala sekolah dan diangkat<br />
sebagai ortopedagog. Selama tahun ia bekerja di Pusat<br />
Pendidikan Katolik di ’s-Hertogenbosch. Ia juga berfungsi<br />
sebagai ketua dewan paroki di Vught dan pada Pusat<br />
Kateketik di Tilburg. Masyarakat menghargai karyanya.<br />
Pada tahun 1982 ia menerima bintang jasa Kerajaan<br />
Belanda. Ia bertugas sebagai anggota dewan provinsi<br />
Belanda dan pemimpin komunitas di Vught dan Reusel.<br />
Ia memimpin ‘Kantor Frater Andreas’ dan menulis riwayat<br />
hidup yang resmi ‘Frater Andreas van den Boer’ (1841-<br />
1917). Ia menulis ‘vita documenta’ mengenai Frater<br />
Andreas, dalam rangka proses beatifikasinya. Di tahuntahun<br />
terakhir ini hidupnya di Wisma Lansia Joannes<br />
Zwijsen semakin ditandai oleh ‘kegelapan’. Pasti sangat<br />
berat bagi Frater Ben bahwa jalan hidupnya kurang dapat<br />
ditentukan oleh dirinya sendiri. Waktu ia tinggal di situ<br />
ada papan teks di atas mejanya: ‘Usahakanlah bahwa<br />
saya tidak tinggal pada apa yang sudah lewat, bahwa<br />
saya tidak menyembunyikan diri di tengah reruntuhan.’<br />
Begitulah Frater Ben memandang program hidupnya.<br />
Rien Vissers<br />
21
in memoriam<br />
Frater<br />
Honoratus (A.) Smeets<br />
<strong>frater</strong><br />
Koos (C.T.) van der Straaten<br />
Frater Honoratus lahir di Bocholt - Belgia pada<br />
tanggal 8 Agustus 1922. Ia masuk Kongregasi <strong>CMM</strong> di<br />
Tilburg pada tanggal 19 Maret 1937. Ia mengikrarkan<br />
profesinya seumur hidup pada tanggal 10 Agustus<br />
1942, dan meninggal dunia pada tanggal 18 Maret<br />
2011 di Wisma Lansia St. Catharina di Zonhoven<br />
(Belgia). Ia dikebumikan di pekuburan Zonhoven-<br />
Pusat.<br />
Pada permulaan Frater Honoratus bekerja di beberapa SD<br />
dengan dedikasi tinggi, sangat teliti dan penuh semangat.<br />
Kemudian ia ditugaskan di institut demi anak-anak<br />
tuna runggu dan yang mempunyai gangguan bicara<br />
di Hasselt (Belgia). Selama 20 tahun lebih ia bertugas<br />
disitu sebagai kepala SD-nya. Sesudah komunitas <strong>CMM</strong><br />
di Hasselt dibubarkan, ia pindah ke Houthalen dan<br />
kemudian ke Zonhoven. Tahun-tahun terakhir ia tinggal<br />
di Wisma Lansia St. Catharina. Peralihan dari lingkungan<br />
komunitas ke rumah perawatan itu sulit baginya. Frater<br />
Honoratus sungguh menghormati Bunda Maria. Beberapa<br />
kali ia berziarah ke Medjugorje. Tanda cintanya bagi<br />
Maria nampak lewat membuat rosario-rosario yang<br />
dengan senang hati diterima oleh para misionaris. Ia juga<br />
menciptakan ikon religius, yang dihadiahkian dengan<br />
murah hati kepada orang. Bertahun-tahun lamanya ia<br />
anggota aktif Legio Maria dan Gerakan Kharismatik<br />
yang ia bantu dengan menata teks-teks. Di samping<br />
itu Frater Honoratus adalah anggota yang berdoa dan<br />
berpropaganda Liga Anti Abortus. Ia berdoa banyak.<br />
Ia terutama tertarik pada doa rosario. Semoga Frater<br />
Honoratus menikmati istirahat di bawah naungan Tuhan<br />
dan dilindungi oleh Bundanya Maria, yang penuh cinta<br />
ia layani dan hormati.<br />
Frater Koos lahir di Wanroy - Belanda pada tanggal<br />
9 Februari 1922. Ia masuk Kongregasi <strong>CMM</strong> di Tilburg<br />
pada tanggal 29 Agustus 1939, dan mengikrarkan<br />
profesinya seumur hidup pada tanggal 15 Agustus<br />
1944. Ia meninggal dunia pada tanggal 23 Maret<br />
2011 di komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg.<br />
Ia dikebumikan di pekuburan <strong>CMM</strong>, kompleks<br />
‘Huize Steenwijk’ di Vught.<br />
Frater Koos bekerja di beberapa tempat di Belanda, antara<br />
lain di Tilburg, Boxtel, Amsterdam dan Udenhout sebagai<br />
guru SD dan di sekolah luar biasa. Ia mencintai muridmuridnya<br />
dan ingin bergaul dengan mereka. Bertahuntahun<br />
lamanya, sesudah pensiunnya, ia menerima<br />
dengan ramah mahasiswa-mahasiswa teologi di <strong>frater</strong>an<br />
Tivolistraat di Tilburg. Ia membantu komunitas Generalat,<br />
dan berperan sebagai pengurus Yayasan Correntina,<br />
yang mendukung karya Pater Bérénos almarhum di<br />
Brasil. Frater Koos adalah seorang yang ramah, selalu<br />
bergembira dan berhumor. Ia mampu bergaul dengan<br />
orang dewasa dan anak, mahasiswa dan orang lansia,<br />
dengan para kon<strong>frater</strong> dan tamu. Hubungan Frater<br />
Koos dengan keluarganya bersifat akrab dan hangat.<br />
Sejak tahun 2002, ia berdomisili di komunitas Joannes<br />
Zwijsen, dan di tahun-tahun terakhir ia tinggal di bagian<br />
perawatan. Ia semakin lemah, namun ia tetap bergembira<br />
dan dicintai oleh semua orang. Orang-orang yang<br />
merawati dia melakukan itu dengan senang hati.<br />
Kata Injil ‘jangan khawatir’ menandai hidupnya.<br />
Kesederhanaan, kesetiaan, renungan dan doa adalah<br />
dasar hidupnya. Penuh kedamaian ia menyerahkan<br />
nyawanya.<br />
22
sumber<br />
‘TIADA KARYA DI DUNIA<br />
YANG LEBIH BESAR<br />
DARIPADA KARYA ANDA!’<br />
Kata Mgr. Zwijsen yang membesarkan hati dan menantang<br />
Bahkan sampai tiga kali Joannes Zwijsen mengatakan dalam buku ‘Pembicaraan-Pembicaraan<br />
Akrab’: “Tiada karya di dunia yang lebih besar daripada karya anda!” “Ya, betapa mulia hidup<br />
bakti yang terarah pada karya-karya belaskasih!” Demikian Mgr. Zwijsen berbicara kepada para<br />
susternya. Mereka adalah kelompok wanita dalam masyarakat abad ke-19, suatu kelompok<br />
religius awam dalam gereja pada waktu itu, seuatu kelompok yang bertanggung jawab atas<br />
anak-anak, orang-orang sakit dan orang-orang lansia. Menurut Mgr. Zwijsen suster-suster<br />
semacam ini berbeda sekali dengan orang-orang lain. Hal ini dapat disebut diskriminasi positif,<br />
dan menunjang emansipasi. Kalau seorang pemimpin gerejani mengatakan hal semacam ini,<br />
ucapanya memang menonjol!<br />
Hal yang mengherankan adalah bahwa Vinsensius a Paulo,<br />
pada abad ke-17, menggunakan kata yang persis sama. Ia<br />
juga berbicara kepada kaum wanita, kepada kaum awam,<br />
kepada orang yang berbelaskasih. Pada waktu itu semangat<br />
klerikal cukup kuat dan terlengket pada statusnya. Orangorang<br />
waktu itu menderita banyak. Biarawan-biarawati di<br />
biara kontemplatif dikenal dan diakui. Akan tetapi biarawanbiarawati<br />
di jalan raya dan di tengah masyarakat merupakan<br />
sesuatu yang serba baru. Kepada orang-orang dari gerakan<br />
yang ia mulai, Vinsensius mengatakan: “Tiada karya di dunia<br />
yang lebih besar daripada karya anda!” Dengan kata lain:<br />
“Kalian berbeda dengan orang-orang karya amal yang lain.”<br />
Ungkapan kenabian yang menonjol ini berasal dari seorang<br />
imam yang bersemangat mendalam.<br />
Boleh jadi bahwa “Tiada karya di dunia yang lebih besar<br />
daripada karya anda!” dipandang sebagai ungkapan yang<br />
bernada angkuh. Akan tetapi ucapan ini dapat dipandang<br />
sebagai kata untuk membesarkan hati orang, suatu<br />
undangan agar orang dengan sadar dan bangga berdiri tegak<br />
dalam semangat belaskasih. Juga dalam abad ini, ucapan<br />
ini dapat dinilai sebagai suatu tantangan: berdirilah dengan<br />
sadar di dalam gereja sebagai seorang suster, seorang<br />
bruder/<strong>frater</strong> atau awam yang jitu. Apakah aneh jika<br />
dipikirkan bahwa spiritualitas Vinsensius serta orang yang<br />
sama semangatnya dapat melalukan sesuatu di abad ini<br />
dengan lebih hebat?<br />
Frater Harrie van Geene<br />
23
KITA MENGHARAPKAN AGAR CARA<br />
HIDUP KITA SEDEMIKIAN RUPA,<br />
SEHINGGA ORANG LAIN<br />
MERASA TERUNDANG UNTUK<br />
MENGGABUNGKAN DIRI<br />
DENGAN KITA DEMI TUGAS<br />
PERUTUSAN KITA DALAM GEREJA.<br />
(Pedoman Hidup Frater <strong>CMM</strong>)<br />
Majalah Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda Berbelaskasih<br />
24