01.09.2015 Views

FRATER CMM

| PERTAMA KALI: MISA FRATER ANDREAS | PERSIAPAN ...

| PERTAMA KALI: MISA FRATER ANDREAS | PERSIAPAN ...

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>FRATER</strong> <strong>CMM</strong><br />

4/10<br />

| PERTAMA KALI: MISA <strong>FRATER</strong> ANDREAS | PERSIAPAN<br />

PROFESI SEUMUR HIDUP | DIPANGGIL OLEH KAUM<br />

MISKIN | SPIRITUALITAS <strong>CMM</strong> DITEMUKAN KEMBALI |<br />

| BEBERAPA JEJAK COLA DEBROT<br />

1


DAFTAR ISI<br />

KOLOM PEMIMPIN<br />

SEKITAR <strong>FRATER</strong><br />

ANDREAS<br />

UMUM 4 5<br />

MAKLUMAT MISI<br />

Belaskasih terdapat di setiap waktu dan di setiap<br />

tempat.<br />

Belaskasih merupakan inti setiap agama di dunia:<br />

agama Hindu, Buddha, Yahudi, Kristen dan Islam.<br />

Gerakan belaskasih meninggalkan jejak dalam<br />

sejarah.<br />

Pelbagai bentuk penampilan gerakan belaskasih<br />

merupakan ungkapan masyarakat dalam mana<br />

belaskasih telah lahir, dan spiritualitas yang<br />

mendukungnya.<br />

KOLOFON<br />

Frater <strong>CMM</strong>, ISSN 1574-9193, adalah majalah triwulan<br />

Kongregasi Frater <strong>CMM</strong>. Langganan gratis<br />

dapat diminta pada alamat Kontak di bawah ini<br />

Redactie: Rien Vissers (ketua redaksi),<br />

Frater Edward Gresnigt, Frater Ad de Kok, Frater<br />

Lawrence Obiko, Frater Ronald Randang, Frater<br />

Jan Smits, Peter van Zoest (redaktur terakhir).<br />

Rencana tata: Heldergroen<br />

www.heldergroen.nl<br />

Dicetak:<br />

Percetakan Kanisius, Yogyakarta<br />

Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda<br />

yang Berbelaskasih, berakar dalam semangat<br />

belaskasih Kristiani.<br />

Kontak:<br />

e-mail:<br />

website:<br />

Terjemahan:<br />

Frater <strong>CMM</strong><br />

Jalan Ampel 6, Papringan<br />

Yogyakarta 55281<br />

magazine@cmmbrothers.org<br />

www.cmmbrothers.org<br />

Frater Pieter Jan van Lierop,<br />

Frater Jan Koppens<br />

Foto sampul depan: Ketiga frater yang baru berprofesi seumur hidup<br />

di Kenya memotong kue tar. Martin Okoth Odide, Johannes Mateus,<br />

Zaccheaus Odhiambo (lihat halaman 18).<br />

Anak yang hilang, Rembrandt<br />

Foto sampul belakan: Jembatan pada sungai Seine di Paris<br />

(foto: Frater Ad de Kok).<br />

2


PERTAMA KALINYA: MISA <strong>FRATER</strong> ANDREAS<br />

6<br />

BERITA PENDEK<br />

8<br />

REDAKSI MENULIS<br />

Pada akhir tahun terbitan Frater <strong>CMM</strong> - yang<br />

bentuknya baru dan berwarna – pihak redaksi<br />

memandang pembaharuan itu sukses. Reaksi<br />

positif dari para pembaca memperlihatkan<br />

bahwa keputusan untuk membaharui majalah<br />

ini adalah tepat. Maka bentuk terbitan ini<br />

akan diteruskan. Juga edisi bahasa Inggris<br />

dan Indonesia diterima dengan baik. Website<br />

kongregasi sudah dibaharui pula, sesuai dengan<br />

bentuk Frater <strong>CMM</strong>. Hal ini dapat dibaca<br />

pada bagian Berita Pendek, halaman 19. Kami<br />

tidak mengalami kekurangan dalam jumlah<br />

karangan. Hal itu nyata dalam edisi ini. Diterima<br />

sumbangan yang istimewa di bidang musik,<br />

yang berasal dari Paul Overman, pemain organ<br />

di generalat pada hari Minggu. Ia menciptakan<br />

‘Misa Frater Andreas’. Untuk pertama kalinya<br />

misa ini diperdengarkan di kapel Wisma Orang<br />

Lansia Joannes Zwijsen. Hal yang menarik<br />

perhatian adalah kesan-kesan pribadi dua frater<br />

<strong>CMM</strong> asal Indonesia dan satu suster S<strong>CMM</strong><br />

asal Filipina. Selama lima pekan mereka telah<br />

mengikuti program intensif dalam rangka<br />

persiapan profesi seumur hidup. Para frater dan<br />

suster muda telah mengikuti ziarah ke Perancis,<br />

dari 9 sampai 22 Agustus, dan mengunjungi<br />

tempat-tempat yang penting dalam hidup<br />

Vinsensius a Paulo dan Luise de Marillac. “Ziarah<br />

Vinsensian telah membuat hatiku berapi-api”,<br />

kata Suster Julia Bantian. “Ziarah ini adalah<br />

pengalaman yang paling hebat yang pernah<br />

kualami.” Redaksi berharap agar diberikan lebih<br />

banyak sumbangan inspiratif semacam itu.<br />

PERSIAPAN<br />

PROFESI<br />

BERITA PENDEK<br />

10<br />

SPIRITUALITAS <strong>CMM</strong> DITEMUKAN<br />

KEMBALI<br />

18<br />

DIPANGGIL OLEH<br />

KAUM MUDA<br />

BEBERAPA JEJAK<br />

COLA DEBROT<br />

16<br />

14<br />

20<br />

IN MEMORIAM<br />

22<br />

SUMBER-SUMBER 23<br />

3


KOLOM<br />

PEMIMPIN UMUM<br />

Pada tanggal 14 Oktober diadakan kongres pancawarsa di pusat pembinaan ‘ZIN’ di Vught, untuk memperingati<br />

pendirian pusat itu 10 tahun lalu. Bersama seratus tamu lain, saya mendengar ceramah-ceramah mengenai<br />

tantangan-tantangan besar yang dihadapi dalam masyarakat pada saat ini. Krisis ekonomi dan keuangan<br />

seluas dunia, konflik-konflik yang tak bertepi, jurang antara kaum kaya dan miskin, dan penghabisan sumbersumber<br />

alamiah menimbulkan pelbagai macam pertanyaan mengenai jalan menuju masa depan yang lebih<br />

cerah serta bentuk kepemimpinan yang baru, yang dibutuhkan untuk itu.<br />

Pertanyaan-pertanyaan itu tidak gampang terjawab.<br />

Juga waktu kongres tersebut tidak diberikan jawaban<br />

yang lengkap. Dalam upaya mencari jawaban-jawaban,<br />

dibicarakan hasil-hasil ilmu pengetahuan dán ‘kearifan’<br />

yang sudah berabad-abad ada di muka bumi ini. Ilmu<br />

pengetahuan memberikan banyak pengetahuan dan<br />

pengertian kepada kita, yang terkadang digunakan<br />

dengan baik atau salah. Kearifan selalu kena cintakasih,<br />

perhatian, belaskasih dan kesatuan. Saya bertanya:<br />

‘Apa yang dapat diperbuat oleh saya? Apa yang dapat<br />

dilakukan oleh kita sebagai kongregasi?’ Di panggung<br />

sandiwarah dunia yang luas, peranan <strong>CMM</strong> sangat<br />

terbatas. Seperti dikatakan oleh Pedoman Hidup<br />

<strong>CMM</strong>: ‘pantaslah kita berendah hati.’ Jikalau kami<br />

memanfaatkan hasil kearifan yang sudah berabad-abad<br />

ada, kami sudah melakukan banyak sekali. Hal itu pasti<br />

sudah sangat mengasyikkan <strong>CMM</strong>.<br />

Saya menulis kolom ini dalam perjalanan menuju<br />

Namibia. Di Usakos, suatu desa di tengah-tengah<br />

padang gurun, sepasang suami-isteri asal Belanda telah<br />

mendirikan suatu proyek bagi anak-anak jalanan. Pada<br />

tanggal 23 Oktober 2010 kongregasi telah mengambil<br />

alih proyek itu. Generasi baru dan muda, frater-frater<br />

Namibia, akan memimpin dan mengembangkan proyek<br />

itu. Saya akan minta mereka agar melakukan itu dengan<br />

kearifan yang sudah berabad-abad ada: menopang<br />

anak-anak penuh cinta, perhatian dan belaskasih. Lagi<br />

bahwa personalia didekati dengan cinta, perhatian dan<br />

belaskasih yang sama, dan bersama mereka menatang<br />

proyek itu.<br />

Pada kongres tersebut juga dibicarakan pentingnya<br />

‘kepemimpinan yang melayani’. Hal ini saya juga<br />

akan minta dari frater-frater itu: menjadi pemimpin<br />

yang melayani. Hal ini dapat mereka lakukan dengan<br />

segala sarana yang ada dan segala pengertian yang<br />

diterima dari ilmu pengetahuan di bidang teknologi<br />

serta metode dan teknik pendidikan zaman kini. Namun<br />

tanpa kearifan mereka tidak akan berhasil. Nilai-nilai<br />

yang berabad-abad ada, harus dipelihara dan setiap<br />

kali diingat kembali. Kalau tidak, proyek akan berjalan<br />

salah, baik dalam hal-hal kecil maupun besar, bagi<br />

orang-orang pribadi maupun organisasi. Pada tanggal<br />

23 Oktober Frater Richard, Frater Johannes dan Frater<br />

Gerard mulai bekerja di Usakos. Kalau mereka bekerja<br />

dengan arif, masa depan yang lebih baik akan sedikit<br />

mendekat!<br />

Frater Broer Huitema<br />

4


SEKITAR <strong>FRATER</strong> ANDREAS<br />

JANGAN MEMBERI<br />

REAKSI APAPUN<br />

Panggilan religius, juga di zaman Frater Andreas, bukan sesuatu yang biasa saja. Orang yang ingin menempuh<br />

jalan religius harus menerangkan pilihan itu dan banyak orang kurang paham. Pilihan hidup ini selalu diwarnai<br />

oleh keraguan dari pihak lain. Secara berapi-api pamflet dan kronik tentang hidup religius dapat ditulis,<br />

namun keraguan tidak pernah lenyap.<br />

Famili dekat Frater Andreas menilai positif pilihan<br />

hidupnya. ´Jan kami´ selalu dianggap sebagai seseorang<br />

yang luar biasa. Dengan adanya semangat untuk berstudi,<br />

ia tidak cocok untuk bidang pertanian. Akan tetapi apakah<br />

mereka sungguh memahami apa yang ia cari di biara?<br />

Apakah mereka dapat mengikuti dia dalam dedikasinya<br />

dan matiraga yang tak menonjol? Barangkali tidak, akan<br />

tetapi pertanyaan-pertanyaan ini tidak perlu dijawab.<br />

Ketidakpahaman itu tidak mengganggu pergaulan yang<br />

sederhana dan ramah.<br />

Terutama di ruang kelas, frater-frater guru mengalami<br />

ketidakpahaman itu. Para murid diwajibkan menghormati<br />

guru-guru mereka. Akan tetapi, kalau diberikan<br />

kesempatan kepada mereka, mereka mengungkapkan<br />

keheranan mereka akan gaya hidup religius. Di kelas<br />

Frater Andreas, mereka dapat kesempatan itu hampir<br />

di setiap jam pelajaran, karena dalam hal kedisiplinan<br />

ia kurang mampu. Ia pasti menderita karena ungkapan<br />

duniawi yang tajam dan ejekan lucu dari para muridnya.<br />

Akan tetapi Frater Andreas menemukan suatu cara untuk<br />

menangkis hal itu: ia tidak memberi reaksi apapun. Ia<br />

meneruskan tugasnya, dan dengan sikap ramah yang tetap<br />

ia melakukan kewajibannya.<br />

gampang bagi para frater untuk bergaul dengan orangorang.<br />

Frater Nicetas bercerita: “Sekitar tahun 1900 Frater<br />

Andreas mengunjungi komunitas di kota Oss. Ia datang<br />

dari kota Zwolle. Tentang perjalanan itu ia menceritakan<br />

bahwa ia duduk di kereta api berhadapan dengan seorang<br />

bapak, yang memandang dia dengan marah, sampai<br />

kota Oss……. Frater Andreas menerangkan bahwa belum<br />

pernah ia melihat seseorang yang tengok begitu marah,<br />

dan Frater Andreas tidak mengerti bagaimana orang itu<br />

dapat bertahan dalam kemarahannya.” Frater-frater yang<br />

mendengar cerita ini tidak mengerti bagaimana Frater<br />

Andreas dapat bertahan di hadapan seseorang yang<br />

marah. Mengapa ia tidak mencari tempat duduk lain?<br />

“O, ya, hal ini memang dapat saya lakukan”, jawab Frater<br />

Andreas dengan riang. Namun ia tidak melakukan itu.<br />

Charles van Leeuwen<br />

Frater Andreas tidak berkontak intensif dengan dunia di<br />

luar biara. Terhadap orangtua para muridnya ia selalu<br />

sopan, namun agak formal dia, dengan mengambil jarak.<br />

Rekan-rekan sebiara menganggap dia seorang penakut.<br />

Apakah ia takut akan dunia? Atau orang lain merasa<br />

takut akan sikapnya yang berprinsip, dan karenanya<br />

mereka menghindari kontak dengannya? Suatu peristiwa<br />

dari riwayat Frater Andreas menunjukkan bahwa tidak<br />

Bagian dalam di rumah Frater Andreas.<br />

5


BELANDA<br />

PERTAMA KALINYA:<br />

MISA <strong>FRATER</strong><br />

ANDREAS<br />

Untuk pertama kalinya ‘Misa Frater Andreas’ dinyanyikan. Ini terjadi di kapel Wisma Orang Lansia Joannes<br />

Zwijsen di Tilburg pada hari Minggu 29 Agustus pada waktu perayaan Ekaristi dalam rangka jubileum enam<br />

frater dari Joannes Zwijsen, dua frater dari Generalat dan Frater Amator Hems dari Indonesia. Misa ini<br />

diciptakan oleh Paul Overman, yang biasanya mengiringi perayaan Ekaristi pada hari Minggu di Generalat<br />

dengan main organ. Beberapa keterangannya mengenai komposisi baru itu dapat dibaca di bawah ini.<br />

Waktu ziarah tahunan di kubur Frater Andreas,<br />

terkadang saya memainkan sebuah lagu untuk<br />

menghormati Frater Andreas. Saya merasa heran bahwa<br />

belum diciptakan suatu misa khusus baginya, maka pada<br />

permulaan tahun saya memutuskan untuk menciptakan<br />

sebuah misa khusus bagi beliau. Mengingat penggunaan<br />

Paul Overman memainkan organ<br />

waktu ‘Misa Frater Andreas’ dinyanyikan.<br />

misa ini, saya langsung memilih suatu ‘misa rakyat’<br />

dengan solis dan organ. Mengenai penggunaan suara<br />

dan nada, misa tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu<br />

rendah. Saya berusaha untuk mengarang musik seunik<br />

mingkin, walaupun tidak dapat dihindari bahwa jalannya<br />

not-not sudah dikenal umat.<br />

Berdoa sambil menyanyi<br />

Saya mesti cari suatu tema, sehingga lagu-lagu<br />

digabungkan dan dipersatukan. Untuk itu saya<br />

menerima saran yang terbaik dari Frater Andreas sendiri.<br />

Huruf-huruf permulaan namanya merupakan tema yang<br />

khusus: F – A – D – B (Frater Andreas van Den Boer).<br />

Tema itu ditampilkan dalam pendahuluan musik organ<br />

sebelum Tuhan, kasihanilah kami, dalam sambungan di<br />

tengah sebelum Kristus, kasihanilah kami dan dalam<br />

ulangan Tuhan, kasihanilah kami. Begitulah umat,<br />

bersama Frater Andreas, mendoakan perlindungan Allah<br />

dengan menyanyi. Kemudian dinyanyikan Kemuliaan<br />

dengan gaya Gregorian, supaya kita menyanyi sekaligus<br />

berdoa. Inilah lagu-lagu Gregiorian yang sering<br />

dinyanyikan pada hari Minggu dan waktu ofisi oleh<br />

Frater Andreas di zamannya. Dalam iringan organ<br />

beberapa kali didengarkan kembali tema F-A-D-B,<br />

sehingga Frater Andreas mendampingi pujian sykur kita.<br />

6


Frater-frater menyanyikan ‘Misa Frater Andreas’.<br />

Kata ‘mendampingi’ saya gunakan dengan sengaja,<br />

karena istilah itu menjelaskan lebih baik maksud<br />

seorang pemain musik organ yang liturgis. Seorang<br />

pemain organ harus mendampingi baik umat yang hadir<br />

maupun paduan suara, waktu mereka menyanyikan<br />

lagu-lagu liturgis. Pengaruh timbal balik antara seorang<br />

pemain organ dan misalnya seorang solis, sebuah<br />

paduan suara atau umat, adalah sesuatu yang khas,<br />

dan dapat memberikan nilai tambah yang khusus pada<br />

suatu perayaan.<br />

Kontras<br />

Dalam lagu Kudus, kudus, kudus terdengar suatu<br />

kekontrasan. Mulai dalam a-minor lagu berkembang<br />

ke c-mayor ketika dinyanyikan Surga dan bumi penuh<br />

kemuliaan-Mu. Kalau Terpujilah Engkau di surga<br />

dinyanyikan, lagu kembali ke a-minor. Kemudian<br />

kedua bagian teks dari lagu itu dipisahkan oleh suatu<br />

pemainan sambungan di tengahnya. Kemudian pemain<br />

organ mendahului lagu Terpujilah Engkau yang datang<br />

atas Nama Tuhan.<br />

Dalam lagu Anak domba Allah diikuti struktur teks.<br />

Biasanya lagu itu dinyanyikan sebagai suatu kesatuan.<br />

Sayang dibuat demikian, karena teks terdiri dari tiga<br />

permohonan. Saya memisahkan ketiga bagian itu<br />

dengan pemainan-pemainan sambungan di tengahnya<br />

yang menjelaskan struktur tiga bagian (sama dengan<br />

Tuhan, kasihanilah kami). Sekaligus ada waktu untuk<br />

introspeksi. Hal ini juga dilakukan oleh Bernard Bartelink<br />

dalam lagunya Anak domba Allah di ‘Misa Willibrordus’.<br />

Pada Anak domba Allah yang ketiga, tema F-A-D-B<br />

diulangi, sehingga umat ‘dalam gabungan’ dengan Frater<br />

Andreas dapat memohon damai sambil bernyanyi.<br />

Pelengkapan<br />

Saya masih bermaksud untuk melengkapi misa<br />

itu dengan suatu Syahadat dan sebuah Aklamasi<br />

berhubungan dengan doa umat. Baru sesudahnya misa<br />

ini sungguh lengkap. Suatu iringan organ yang lengkap<br />

sedang dikerjakan, dan semoga hasil ciptaan itu dapat<br />

diterima pada akhir tahun 2010. Mudah-mudahan saya<br />

memenuhi suatu kebutuhan, dan semoga misa itu bisa<br />

dinyanyikan secara berkala. Saya masih beraspirasi<br />

untuk, di masa mendatang, merekam misa ini pada<br />

sebuah CD, agar kalau tidak ada solis atau paduan<br />

suara, misa tetap dapat (ikut) dinyanyikan.<br />

Paul Overman<br />

7


BERITA kort PENDEK nieuws<br />

BANJIR DI RUANG<br />

PAMERAN DI<br />

GENERALAT<br />

Pada tanggal 26 Agustus, waktu malam, ruang pameran<br />

di bawah tanah di Generalat dilanda banjir, karena hujan<br />

amat deras di Belanda Selatan. Air masuk setinggi sekian<br />

sentimeter. Dalam waktu beberapa jam turun tujuh<br />

sentimeter lebih. Beberapa jam dibutuhkan untuk<br />

mengisap air itu dengan sebuah pompa dan<br />

mengeringkan lantai. Koleksi benda, foto dan<br />

teks keterangan yang ada tidak kena air.<br />

MEDITASI BAGI ‘DUTA BESAR’<br />

Frank Jansons, salah satu ‘duta besar persaudaraan seluas dunia’ dari Belanda, sudah memulai suatu inisiatif. Itu akibat<br />

keikutsertaannya pada Hari Kaum Muda Sedunia, tahun 2008 di Sydney, Australia. Waktu mengikuti program<br />

persiapan manifestasi itu di Belanda dan di Indonesia, para duta dibimbing di bidang meditasi oleh Peter de Ruiter SJ.<br />

Agar tetap mendalami iman mereka dan menyiapkan diri lebih baik pada liturgi hari Minggu, maka para ‘duta besar’<br />

ingin meneruskan kegiatan meditasi ini sekali sebulan. Buku meditasi yang mau dipakai adalah buku meditasi dari<br />

Pastor Jan Bots SJ. Meditasi-meditasi akan berlangsung di Leeuwarden, Groningen, Amsterdam, Eindhoven, Tilburg<br />

dan Utrecht. Proyek ‘duta besar’ ini dimulai oleh Frater <strong>CMM</strong> dengan tujuan melibatkan kaum muda dalam gerakan<br />

belaskasih dan persaudaraan seluas dunia.<br />

PESTA PERAK DI<br />

TOMOHON<br />

Kedua jubilaris: Frater Bruno Welerubun (kiri) dan<br />

Frater Marius Korebima.<br />

Pada tanggal 10 Juli 2010, dalam perayaan Ekaristi di<br />

gereja Roh Kudus di Tomohon, dirayakan pesta perak<br />

Frater Marius Korebima dan Frater Bruno Welerubun.<br />

Misa dipimpin oleh Uskup Manado, Mgr Joseph Suwatan<br />

MSC, didampingi oleh Pastor Marsel Lintong dan dua<br />

imam lain. Kedua jubilaris membaharui profesi mereka<br />

dihadiri oleh dua anggota dewan pimpinan Provinsi<br />

Indonesia, yaitu Frater Martinus Leni dan Frater Benyamin<br />

Tunggu, dan para peserta ‘Summer School Spirituality’<br />

serta para frater komunitas Manado dan Tomohon.<br />

Sesudah perayaan itu, pesta dilanjutkan dengan resepsi.<br />

8


‘PARA TAHANAN PUN MANUSIA’<br />

Pada tanggal 11 Juni dibuka secara resmi kejuaraan<br />

dunia sepak bola di Afrika Selatan. Sebelumnya gerejagereja<br />

di Afrika mengambil inisiatif untuk menyadari<br />

bahayanya hiv/aids dengan mencetak pada bola<br />

sebuah kartu merah dengan teks: ‘Red Cards for Aids’<br />

(kartu merah untuk aids). Sebagai pendukung aksi ini<br />

dan dengan dukungan pemerintah Kenya, Frater Linus<br />

Schoutsen mengatur 32 kompetisi sepak bola di<br />

delapan penjara. Frater Linus bekerja di Kenya pada<br />

proyek untuk membantu para tahanan sebelum mereka<br />

kembali di tengah masyarakat.Selama satu bulan<br />

diadakan latihan fanatik. Tim-tim mendapat nama<br />

sama dengan negara-negara yang ikut kejuaraan itu,<br />

seperti Spanyol, Belanda, Jerman. Hal yang menonjol<br />

adalah bahwa, pada waktu pagi di Kenya, tim Spanyol<br />

menang atas Belanda, sama seperti pada kejuaraan<br />

resmi pada waktu malam. Kebanyakan pemain adalah<br />

orang tahanan seumur hidup atau yang selama sepuluh<br />

tahun lebih tidak pernah keluar penjara. Sekarang<br />

mereka bermain pada lapangan yang berumput dan<br />

disaksikan oleh bnayak penonton. Mereka sungguh<br />

antusias dan berterima kasih. Ketika ´Spanyol´<br />

menerima ´Red Cards Aids World Cup Trophy´, juga<br />

para penjaga menari-nari secara spontan bersama<br />

dengan saudara-saudara tahanan mereka. Frater Linus<br />

Schoutsen: “Peristiwa ini adalah titik balik dalam<br />

Tahanan-tahanan Kenya.<br />

kebijakan penjara di Kenya. Tak pernah diatur kegiatan<br />

sebesar ini, apalagi di luar dinding penjara. Hanya<br />

dalam suasana semacam inilah rehabilitasi para<br />

tahanan bisa tercapai.” Pada pembukaan dan<br />

penutupan turnamen ini semua pemain memakai<br />

t-shirt dengan semboyan ‘Prisoners are people too’<br />

(Tahanan pun manusia). Dengan semboyan ini Frater<br />

Linus mengadakan pelayanan di tengah-tengah tahanan.<br />

Di belakan t-shirt tertulis: ‘Red Cards for Aids’.<br />

LENCANA KSATRIA BAGI JUBILARIS EMAS<br />

Walikota Severijns menyematkan lencana ksatria<br />

Kerajaan Belanda pada baju Frater Amator Hems.<br />

Ketika cuti di Belanda, pada tanggal 29 Agustus 2010,<br />

Frater Amator Hems merayakan jubileum 50 tahun hidup<br />

membiara. Pada perayaan familinya, tanggal 5 September<br />

di kampung Middelbeers, ia menerima dari walikota,<br />

Ruud Severijns, lencana ksatria Kerajaan Belanda. Frater<br />

Amator bekerja di Indonesia sejak 1969. Dengan bangga<br />

ia melihat kembali pada pendirian ‘Credit Union’ di pulau<br />

Nias, di tahun 1985. Sekarang Credit Union ini adalah<br />

lembaga keuangan kooperatif dengan 21 kantor, yang<br />

memberikan kemungkinan kepada lima puluh ribu<br />

anggota untuk menabung dan meminjam uang demi<br />

investasi. Habis tsunami pada hari Natal kedua tahun<br />

2004 dan gempa bumi pada hari Paska kedua di tahun<br />

2005, kredit mikro menunjang para anggota CU untuk<br />

cepat membangun kembali apa yang musnah. Dengan<br />

demikian Frater Amator Hems memainkan peranan<br />

penting dalam upaya melawan kemiskinan dan<br />

ketinggalan di Indonesia.<br />

9


Belanda<br />

PERSIAPAN<br />

PROFESI<br />

SEUMUR HIDUP<br />

Pada musim panas tahun 2010, sembilan frater mengikuti program selama lima pekan di Belanda, sebagai<br />

persiapan profesi seumur hidup. Mereka adalah Frater Benad Simbolon, Tarsisius Abi, Yasintus Seran, Nobertus<br />

Dake dan Wilfridus Bria dari Indonesia, serta Frater Martin Okoth, Zacceus Odiambo dari Kenya dan Johannes<br />

Mateus dari Namibia. Satu minggu sesudah pembukaan program itu, tiba Frater Cosmas Atola dari Tanzania<br />

untuk bergabung dalam acara persiapan ini. Sebagian dari program itu diikuti oleh sembilan suster S<strong>CMM</strong><br />

dari Indonesia, Brasil dan Filipina. Dalam tiga halaman di bawah ini dua frater dan seorang suster memberikan<br />

kesan mereka.<br />

Waktu pekan pertama di Belanda frater-frater<br />

mengunjungi para konfrater di komunitas Elim,<br />

Zonhoven dan Joannes Zwijsen. Dalam pembicaraan<br />

dengan frater-frater yang dikunjungi, mereka dapat<br />

kesan yang baik mengenai hidup dan kerasulan para<br />

frater di Belanda dan di Belgia.<br />

Ziarah Vinsensian<br />

Selama tiga hari diberikan lokakarya mengenai kaulkaul<br />

religius di Generalat <strong>CMM</strong> yang dipimpin oleh<br />

Frater Harrie van Geene. Frater Lawrence Obiko telah<br />

menciptakan presentasi powerpoint dengan tema:<br />

‘Kharisma Frater <strong>CMM</strong>: masa lampau, kini dan depan’.<br />

Frater dan suster waktu perayaan Ekaristi<br />

di kapel Generalat di Tilburg.<br />

Ziarah Vinsensian ke tempat-tempat yang penting<br />

dalam hidup Vinsensius a Paulo dan Luise de Marillac<br />

berlangsung dari tanggal 9 sampai 22 Agustus.<br />

Sebelumnya para peserta mengikuti lokakarya<br />

mengenai Vinsensius. Masukan-masukan diberikan oleh<br />

Frater Broer Huitema, Frater Martinus Lumbanraja,<br />

Suster Mariana Situngkir, Suster Ursala van de Ven<br />

dan Pater Rafael Isharianto CM. Hal yang paling<br />

mengesankan waktu ziarah Vinsensian adalah tiga<br />

hari refleksi di Dax-le-Berceau, kampung kelahiran<br />

Vinsensius a Paulo. Mereka juga mengunjungi tempattempat<br />

di mana Bunda Maria secara khusus dihormati<br />

seperti Lourdes, Chartres dan Buglose.<br />

Acara interaktif<br />

Chartres merupakan tempat ziarah Bunda Maria.<br />

Di dalam katedral itu ada patung Bunda Maria yang<br />

berwarna hitam. Luise de Marillac pernah menyerahkan<br />

para Puteri Kasih kepada Maria. Selama sekian<br />

abad Buglosa merupakan tempat ziarah, yang juga<br />

dikunjungi oleh Vinsenius. Di sini dihormati patung<br />

Bunda Maria yang ajaib. Sesudah ziarah itu diadakan<br />

lokakarya selama tiga hari mengenai belaskasih,<br />

yang dipimpin oleh Frater Wim Verschuren di pusat<br />

pembinaan ´ZIN´ di desa Vught. Bapak Charles van<br />

Leeuwen, sekretaris studi spiritualitas <strong>CMM</strong>, memimpin<br />

program intensif dan interaktif mengenai Joannes<br />

Zwijsen, Frater Andreas van den Boier dan sejarah awal<br />

kongregasi.<br />

10


Mengunjungi Zonhoven: Frater Wilfridus Bria,<br />

Frater Edward Gresnigt dan Frater Marcel Achten.<br />

´Menggembirakan<br />

dan mengilhami´<br />

Hari itu sangat indah bagi saya. Dihantar oleh Frater<br />

Edward Gresnigt dan Frater Martinus Lumbanraja, kami<br />

mengunjungi komunitas <strong>CMM</strong> di Zonhoven-Belgia.<br />

Pada perjalanan ke sana, saya heran memandang<br />

ladang-ladang yang luas di sekeliling rumah-rumah<br />

petani. Hal ini sangat berbeda dengan situasi di<br />

Indonesia. Saya melihat babi, domba, sapi dan kuda.<br />

Sangat indah! Juga hutan-hutan yang kami lewati<br />

sangat indah. Sesudah berjalan satu setengah jam, kami<br />

tiba di Zonhoven. Kami diterima dengan ramah oleh<br />

para frater. Sambil minum kopi, ada kesempatan bagi<br />

kami untuk memperkenalkan diri. Juga frater-frater<br />

Belgia memperkenalkan diri, dibantu oleh Frater Edward<br />

dan Frater Martinus sebagai penerjemah. Saya merasa<br />

terharu mendengar riwayat hidup para konfrater yang<br />

lansia itu. Kebanyakan mereka telah memberikan segala<br />

tenaganya pada pendidikan bagi anak-anak buta dan<br />

tuli, di bidang pastoral paroki, kegiatan muda-mudi dan<br />

perawatan orang sakit.<br />

Sebelum saya mengikrarkan profesi seumur hidup,<br />

sangat baik merenungkan kembali hidup saya sebagai<br />

frater. Saya merasa diilhami ketika mendengar<br />

bagaimana para konfrater lansia telah hidup sebagai<br />

frater, dan bagaimana mereka mewujudkan spiritualitas<br />

<strong>CMM</strong>. Mereka adalah teladan jitu bagi saya.<br />

Frater Yasintus Seran<br />

Frater dan suster mengagumi katedral Chartres.<br />

´Labirin, simbol<br />

perjalanan spiritual´<br />

Selama banyak abad para penziarah mengunjungi<br />

Chartres, suatu kota indah di Perancis. Puncak<br />

kunjungan adalah katedral yang indah, yang berasal<br />

dari Abad Pertengahan. Rombongan kami menginap di<br />

suatu wisma yang terdapat dalam suatu biara dari Abad<br />

Pertengahan. Tata bagian dalam wisma itu masih sesuai<br />

gaya kuno.<br />

Katedral itu, dengan jendela-jendela yang indah, adalah<br />

juga suatu tempat ziarah Bunda Maria. Saya melihat di<br />

ruang di bawah tanah sehelai kain, yang menurut tradisi<br />

ditenun oleh Bunda Maria. Patung pujaan yang hitam itu<br />

berdiri dalam bagian samping katedral. Saya berdoa di<br />

situ dan menyalakan sebuah lilin.<br />

Kalau anda masuk gereja melalui pintu utama, dilihat<br />

di lantai suatu labirin. Seseorang mengatakan kepada<br />

saya bahwa labirin adalah simbol perjalanan spiritual<br />

yang harus dilalui oleh manusia. Hal ini sesuai dengan<br />

pengalaman saya pribadi. Saya juga harus mencari jalan<br />

dalam kehidupan, dan jalan saya terkadang juga macet.<br />

Labirin itu sungguh mempesona saya. Kalau dijalankan,<br />

anda harus berjalan 260 meter, sedang panjangnya<br />

katedral itu hanya 140 meter. Labirin itu terdiri dari<br />

276 batu, sesuai dengan jumlah hari seorang bayi<br />

tinggal di kandungan ibunya. Rupanya perjalanan<br />

spiritual ini mirip dengan kelahiran yang baru.<br />

11


Belanda<br />

Jendela-jendela katedral luar biasa indah. Mata saya<br />

terus-menerus tertarik olehnya. Saya heran bahwa<br />

pembangunan gedung ini hanya dapat didirikan karena<br />

sumbangan-sumbangan kaum penduduk Chartres.<br />

Bukan main proyek raksasa dari umat ini! Tetapi saya<br />

juga membaca bahwa pada waktu katedral dibangun,<br />

terkadang uangnya habis dan pembangunan macet.<br />

Dengan senang hati saya melihat katedral yang indah<br />

ini. Sekarang saya tahu apa yang dikorbankan oleh<br />

umat Chartres demi kemuliaan Allah. Dari saya sebagai<br />

frater juga diminta banyak. Hal ini saya terima dengan<br />

segenap hati, diilhami oleh orang-orang Chartres yang<br />

membangun katedral mereka.<br />

Frater Nobertus Dake<br />

belaskasih. Suatu buah yang lain dari ziarah ini adalah<br />

semangat kerukunan antara frater dan suster muda.<br />

Kami dapat bertukar pelbagai budaya serta cara<br />

bagaimana spiritualitas kongregasi diwujudkan. Saya<br />

juga dapat menikmati kearifan para frater dan suster<br />

yang lebih tua. Mereka menjadi tua secara indah,<br />

karena mereka dapat melihat kembali dengan puas<br />

pada apa yang mereka telah berarti bagi kongregasi.<br />

Salah seorang suster tua mengatakan: “Kehadiran<br />

kalian memberikan kepastian bagi kami bahwa<br />

kharisma kita akan terwujud terus kalau kami tidak<br />

ada lagi.” Ketika saya mendengar itu, saya merasa<br />

bahwa tanggung jawab besar diberikan kepada saya.<br />

Akan tetapi saya juga menyadari bahwa orang-orang<br />

muda biasanya merupakan harapan kaum tua. Saya<br />

berterima kasih atas kepercayaan dari pihak suster<br />

tua pada kami. Apa yang suster sekalian sudah<br />

berikan kepada kami, akan kami pertahankan dan<br />

teruskan. Saya minta frater dan suster muda untuk<br />

terus-menerus saling mendoakan, agar obor bernyala<br />

selalu, sehingga kalau kita sudah tua, kita mengingat<br />

dengan puas kehidupan kita yang baik. Semoga Allah<br />

mensukseskan karya tangan kita.<br />

Detail jendela berkaca<br />

timah di katedral.<br />

‘Berapi-api’<br />

Patung-patung<br />

katedral Chartres.<br />

Suster Julia Bantian (Filipina)<br />

Hati saya berapi-api karena ziarah Vinsensian. Hal<br />

ini merupakan peristiwa yang paling mengilhami dan<br />

memperkaya saya untuk seumur hidup. Apa yang saya<br />

terima dalam masa pendidikan menjadi kenyataan dan<br />

dapat disentuh. Saya pribadi dapat sungguh mengalami<br />

kharisma dan spiritualitas Vinsensius dan Mgr. Zwijsen.<br />

Pada setiap langkah yang saya tempuh di pelbagai lokasi<br />

ziarah ini, saya merasa kekuatan karya-karya amal dan<br />

belaskasih mereka. Hal ini membuat saya merenungkan<br />

perjalanan religius saya dalam kehidupan. Saya bertanya<br />

kapan saya sendiri melakukan keutamaan cintakasih dan<br />

menjadi berbelaskasih bagi mereka yang kurang dicintai,<br />

dan kapan saya melalai berbuat baik bagi mereka?<br />

Ziarah ini juga menghadapkan saya pada kenyataan<br />

bahwa jumlah panggilan menurun. Setiap tahun jumlah<br />

suster menurun. Hal ini harus kami hadapi dan mencari<br />

kemungkinan-kemungkinan untuk meneruskan kharisma<br />

kami. Sudah mendesak untuk menerapkan cara kerja<br />

Vinsensius dan Mgr. Zwijsen, yang mendekati orangorang<br />

kaya, sehingga mereka melakukan karya-karya<br />

Dari kiri: Frater Martin Okoth Odide, Suster Melin<br />

Sinak-ey, Pater Rafael Isharianto, Frater Zaccheus<br />

Odhiambo, Suster Julia Bantian.<br />

Frater dan suster muda di museum<br />

Suster S<strong>CMM</strong> di Tilburg.<br />

12


Frater-frater muda, didampingi oleh Frater Louis de Visser,<br />

menikmati suasana ketenangan di hutan.<br />

‘Mengalami Tuhan<br />

di alam’<br />

‘Poppel’ adalah nama kampung kecil di Belgia, terletak<br />

di daerah hutan yang sangat indah dan tenang. Waktu<br />

berjalan dari Tilburg ke Poppel belum setengah jam.<br />

Frater Martinus Lumbanraja dan Frater Louis de Visser<br />

menghantar kami ke suatu rumah kecil, terletak di<br />

tengah-tengah hutan di Poppel. Famili seorang frater<br />

pernah menyumbangkan rumah itu kepada kongregasi.<br />

Rumah itu digunakan oleh dewan pimpinan umum<br />

sebagai tempat rapat. Frater-frater juga dapat tinggal di<br />

situ untuk mengadakan retret. Ada ruang rapat, dapur,<br />

kamar tidur, WC dan kamar mandi. Melalui jendela di<br />

ruang rapat dapat dilihat taman bunga yang indah.<br />

Sesudah melihat rumah kecil itu, kami diundang oleh<br />

Frater Louis untuk berjalan di hutan. Frater Martinus<br />

tinggal di rumah untuk membuat kopi. Hutan ini sangat<br />

indah dan terletak jauh dari kota besar. Keadaan<br />

tenang cocok untuk membuat renungan. Kami berjalan<br />

di hutan hampir dua jam. Kami melihat suatu kolam<br />

dengan bebek-bebek, dan melihat banyak jenis pohon<br />

di hutan itu. Ada pun suatu monumen bagi beberapa<br />

orang Belanda yang ditembak mati oleh prajurit Jerman<br />

di tahun 1942. Frater Louis mengundang kami untuk<br />

mendengar angin sepoi-sepoi dan bunyi alirnya air di<br />

anak sungai. Sungguh indah alam ini! Burung-burung<br />

berkicau, seakan-akan mereka bergembira melihat kami.<br />

Tidak lama kemudian kami pulang ke rumah <strong>CMM</strong> di<br />

Poppel untuk minum kopi.<br />

Karena kunjungan di Poppel, saya menyadari bahwa bagi<br />

saya, sebagai frater, pentinglah untuk mengundurkan<br />

diri dari pekerjaan yang ramai, dan tinggal dalam<br />

ketenangan alam untuk mencari Allah dalam hati saya.<br />

Frater Nobertus Dake<br />

Frater Nobertus Dake, Frater Benad Simbolon<br />

dan Frater Martinus Lumbanraja minum kopi.<br />

13


BELANDA<br />

DIPANGGIL OLEH<br />

KAUM MISKIN (3)<br />

Dalam majalah ‘Herademing’ Frater Pieter-Jan van Lierop menulis artikel mengenai Vinsensius a Paulo. Artikel<br />

itu, yang berjudul ‘Dipanggil oleh kaum miskin’, diterbitkan dalam edisi triwulan di bulan Maret t¬ahun 2010.<br />

‘Frater <strong>CMM</strong>’ mengambil alih artikel itu dalam tiga bagian. Dalam edisi ini: bagian ketiga.<br />

Tidak gampang mengembangkan relasi pribadi dengan<br />

kaum miskin dan marginal. Kalau anda menjadi bagian<br />

dari ‘cerita’ mereka, anda juga akan menjadi bagian dari<br />

ketidakberdayaan dan ketidakmampuan mereka. Anda<br />

menjadi seorang miskin dengan kaum miskin. Sebab itu<br />

Vinsensius memberikan nasehat untuk secara teratur<br />

merenungkan jalannya relasi anda dengan kaum miskin.<br />

Anda harus bermeditasi mengenai mereka; kalau bukan<br />

demikian anda hanya melihat orang-orang miskin yang<br />

loba, yang tidak dapat dipercaya, yang kurang beradab,<br />

bodoh dan kasar. Peganglah terus kalimat dari Injil:<br />

“Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk<br />

salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu<br />

telah melakukannya untuk Aku” (Mt.25:40).<br />

Cinta afektif dan efektif<br />

Meditasi Vinsensian terutama merefeksikan praktek<br />

pelayanan terhadap kaum miskin, lebih daripada<br />

berkontemplasi untuk mengadakan suatu kekosongan<br />

batiniah yang bermakna, walaupun Vinsen juga<br />

berpengalaman kontemplatif. Dengan cara ini cinta bagi<br />

kaum miskin dapat berkembang. Menurut Vinsensius<br />

bukan cinta secara umum, melainkan cinta yang afektif<br />

dan efektif. Hal yang dimaksudkan dengan cinta afektif<br />

adalah, kalau anda merasa terharu oleh penderitaan kaum<br />

miskin, bahwa anda tergerak dan menghadapi seorang<br />

miskin dengan pilu hati. Akan tetapi cinta yang afektif<br />

itu harus dilengkapai dengan cinta yang efektif, terarah<br />

pada profesionalitas, organisasi dan sasaran. Pendekatan<br />

pada orang miskin secara afektif belaka bersifat<br />

sentimental; pendekatan efektif terlalu saklek, dan kurang<br />

memperhitungkan bahwa kaum miskin mempunyai hati.<br />

Kedua aspek cintakasih itu mesti dipadukan.<br />

Keutamaan Vinsensian<br />

Kesederhanaan bagi Vinsensius merupakan sesuatu<br />

yang khusus. Bagi dia, kesederhanaan tidak<br />

menyangkut kehematan materi - hal ini sudah cukup<br />

dihayati - melainkan motivasi yang mendorong anda<br />

untuk melayani manusia. Motivasi itu harus bebas dari<br />

‘ego’, dari cinta diri; jangan tonjolkan diri atau mencari<br />

kesempatan untuk memperoleh nama yang baik. Kaum<br />

miskin tidak boleh merasa dihina oleh pelayanan kita.<br />

Kerendahan hati adalah suatu keutamaan untuk<br />

belajar mengakui bahwa kebaikanmu, kepandaianmu<br />

dan semangat pelayananmu tidak tergantung dari<br />

dirimu sendiri, melainkan merupakan suatu pemberian<br />

dari Allah. Setiap orang yang menampilkan diri sebagai<br />

cendekiawan, ahli dan orang penting tak dijunjung<br />

tinggi oleh kaum miskin. Mereka langsung melihat<br />

kesombongan itu.<br />

Kelemahlembutan memberikan kesabaran kepada kita<br />

dan hidup tanpa kekerasan. Cepat tersinggung tidak<br />

bisa. Seorang yang lemah-lembut mengerti mengapa<br />

kaum miskin sering tampil dengan loba dan kasar.<br />

Tidak baik kalau kita merasa marah atas kaum miskin;<br />

bersama dengan mereka kita harus mencari jalan<br />

untuk mengatasi masalah-masalah mereka.<br />

Matiraga adalah keutamaan yang mendorong kita<br />

untuk menomorduakan kebutuhan kita, karena kaum<br />

miskin membutuhkan perhatian kita.<br />

Semangat untuk menyelamatkan manusia membuat<br />

seorang pengikut Vinsensius menjadi sahabat<br />

manusia. Di mana kita bertemu dengan orang, kita<br />

peka akan apa yang dialaminya. Hal ini menggerak<br />

hati kita dan mendorong kita untuk melayani.<br />

14


Makam Vinsensius a Paulo di gereja CM, Rue de Sevres di Paris.<br />

Menjadi orang berbelaskasih<br />

Vinsensius sering memberi bimbingan mengenai cara<br />

bagaimana para pengikutnya mesti bergaul dengan<br />

kaum miskin. Ia memikirkan siapa-siapa cocok dalam<br />

hal melayani mereka. Untuk itu ia merumuskan lima<br />

titik perhatian, yang biasanya disebut keutamaankeutamaan<br />

Vinsensian: kesederhanaan, kerendahan<br />

hati, kelemahlembutan, matiraga dan semangat untuk<br />

menyelamatkan manusia. (lihat halaman samping).<br />

Kekuatan kelima keutamaan itu adalah, bahwa kalau<br />

diperjuangkan satu dari antara mereka, yang lain juga<br />

semakin diperkuat. Betapa ajaib bahwa kelima keutamaan<br />

membuat kita lebih berbelaskasih. Mereka adalah lima<br />

jalan untuk menjadi berbelaskasih. Seseorang yang<br />

melayani demi kepentingan pribadi, tidak dapat disebut<br />

berbelaskasih. Kalau ia terus-menerus memperlihatkan<br />

betapa hebat kebaikanya, ia sama sekali tidak<br />

berbelaskasih. Bagaimana anda dapat berbuat sesuatu<br />

bagi kaum miskin, kalau anda masih sering beremosi dan<br />

agresif, bahkan berkelahi dengan kaum miskin karena<br />

anda terlalu bodoh untuk merasa peka akan perasaan<br />

harga diri dan kebutuhan-kebutuhan mereka? Kalau<br />

anda tidak mencintai orang-orang, sebaiknya anda tidak<br />

bergaul dengan mereka, karena hanya menjauhkan orang.<br />

Jejak-jejak Allah<br />

Berbelaskasih dan mengalami Allah adalah kenyataan<br />

yang sejenis. Injil sudah mengatakan itu: “Jadilah<br />

berbelaskasih seperti Bapamu di surga adalah<br />

berbelaskasih” (Lk. 6:36). Bagi Vinsensius belaskasih<br />

adalah ciri khas Allah yang utama. Di mana belaskasih<br />

muncul, ia mengalami jejak-jejak Allah. Pada waktu<br />

ia mengenal kaum miskin lebih baik, karena bergaul<br />

dengan mereka sebagai saudara, ia melihat juga dengan<br />

lebih baik bagaimana mereka terkadang berbelaskasih<br />

satu sama lain, maka bagaimana Allah hadir dalam<br />

diri mereka. Dalam masa sekularisasi ini, orang tidak<br />

mengatakan bahwa mereka adalah pembawa Allah<br />

bagi sesama. Namun demikian anda dapat merasa<br />

sungguh terdorong, bila menyadari bahwa anda, melalui<br />

belaskasihmu, dapat menghadirkan Allah pada orangorang<br />

yang menderita. Seorang miskin dapat menjadi<br />

sumber belaskasih, karena ia memunculkan belaskasih itu<br />

pada diri kita dan, terkadang ia sendiri pun berbelaskasih.<br />

Begitulah kita belajar untuk hidup Injili dan mengalami<br />

Allah dalam hidup sehari-hari. Begitulah kita dipanggil<br />

untuk berbelaskasih seperti Vinsensius.<br />

Frater Pieter-Jan van Lierop<br />

15


INDONESIA<br />

Spiritualitas<br />

<strong>CMM</strong> ditemukan<br />

kembali<br />

Dari 30 Juni sampai 15 Juli, 29 frater dari pelbagai negara mengikuti ‘Summer School’ di Tomohon untuk<br />

menemukan kembali spiritualitas <strong>CMM</strong>. Baik para peserta maupun para pelancar mengalami lokarya itu<br />

sebagai kegiatan yang memperkaya. Program berdiri atas tiga bagian: ‘Perjalanan spiritual’, ‘Sikap dasar<br />

spiritualitas <strong>CMM</strong>’ dan ‘Tantangan bagi kita sekarang dan disini’. Frater Anton Sipahutar memberi laporan<br />

di bawah ini.<br />

Bagian pertama dari program dimulai dengan refleksi<br />

pribadi atas perjalanan spiritual setiap peserta. Kami<br />

telah mencari peristiwa dan pengalaman yang menunjang<br />

panggilan hidup kami. Saya dapat melihat kembali bahwa<br />

panggilan saya, termasuk spiritualuitas <strong>CMM</strong>, hidup<br />

berkomunitas dan sifat internasional kongregasi kami<br />

merupakan rahmat yang memperkuat hidup saya sebagai<br />

frater. Akan tetapi hidup saya juga penuh tantangan.<br />

Tidak gampang mengatasi sikap egosentris, sekalipun<br />

sikap semacam itu mengganggu hidup berkomunitas dan<br />

pelayananku dalam semangat Vinsensius terhadap kaum<br />

miskin. Sekalipun hidup berkomunitas adalah sangat<br />

kaya karena diversitas anggotanya dan keinginan untuk<br />

hidup bersama sebagai saudara, namun demikian di<br />

komunitas dapat muncul ketegangan yang disebabkan<br />

oleh sikap ketidakdewasaan saya dan konfrater saya. Saya<br />

bertanya apakah saya dapat menerima kritik dan bersedia<br />

mengoreksi diri.<br />

Frater Vinsent Bahan Tewelu (kiri) dan<br />

sekretaris studi <strong>CMM</strong> Charles van Leeuwen.<br />

‘Mansuete et fortiter’<br />

Hati saya sangat diteguhkan ketika saya mengikuti<br />

perjalanan spiritual ‘leluhur’ kami. Sangat mengesankan<br />

mendengar bagaimana Yesus menjadi nabi Kerajaan<br />

Allah, terutama bagi kaum miskin. Hal ini juga dialami<br />

oleh pendiri kami, Joannes Zwijsen. Perhatiannya bagi<br />

kaum miskin terutama dinyatakan dalam mendirikan<br />

kongregasi S<strong>CMM</strong> dan <strong>CMM</strong>. Dihantar oleh semboyannya<br />

sebagai Uskup, ‘Mansuete et Fortiter’ (Kelembutan<br />

dan Ketegasan), ia berusaha untuk memperoleh cinta<br />

Vinsensian yang efektif dan afektif. Juga Vinsensius<br />

mengalami perkembangan pribadi yang besar. Ia menjadi<br />

imam, terutama untuk menopang keluarganya, namun ia<br />

dipertobatkan oleh kaum miskin dan menjadi rasul kaum<br />

miskin. Caranya mendekati kaum miskin sangat khusus,<br />

karena didukung oleh sikap belaskasih dan terarah pada<br />

manusia seluruhnya.<br />

Cermin<br />

Sesudah melihat bagaimana pengalaman ‘leluhur’<br />

spiritual kami, kami siap untuk mendalami sikap-sikap<br />

dasar kongregasi <strong>CMM</strong>: belaskasih, persaudaraan,<br />

kesederhanaan dan kepercayaan dalam Penyelenggaraan<br />

Ilahi. Juga bagian ini dari program menghantar saya<br />

ke dalam refleksi pribadi. Dipasang cermin besar di<br />

hadapan saya ketika belaskasih dilukiskan sebagai<br />

proses dalam hal melihat, tersentuh dan bergerak. Saya<br />

bertanya bagaimana hal ini terjadi dalam hidup saya,<br />

dan bagaimana saya mewujudkannya? Hal yang sama<br />

terjadi ketika persaudaraan dibicarakan. Saya lama<br />

berpikir mengenai diri saya dalam hal persaudaraan.<br />

Ketik saya merenungkan kesederhanaan, saya menyadari<br />

motivasi-motivasi saya untuk berbuat baik. Apakah saya<br />

16


Frater Bruno Maing, Frater Bertholomeus Sinulingga, Ancilla Loe, Frater<br />

Tarcisius Maweikere, Frater Bosko Wuarmanuk, Frater Vinsent Tewelu.<br />

Frater Wout van den Hout dan Frater<br />

Adriano van den Berg.<br />

berbuat baik untuk menonjolkan diri, atau karena saya<br />

sadar bahwa saya pembantu Allah? Apakah ada maksud<br />

sampingan atau agenda rahasia dalam hidup saya sebagai<br />

frater yang melayani?<br />

Teladan cemerlang<br />

Refleksi mengenai kepercayaan pada penyelenggaraan<br />

ilahi melegakan hatiku. Saya sering mengalami bahwa<br />

apa yang terjadi dalam hidupku adalah rahmat, bahwa<br />

saya dalam hidupku dihantar, bahkan kesalahan saya<br />

dapat diperbaiki. Begitulah saya dapat hidup sebagai<br />

frater dengan tenang, sambil menerima bahwa saya<br />

sekarang belum sempurna dan boleh berkembang terus.<br />

Karena itu saya dapat menerima kesalahan konfraterkonfrater<br />

dan murid-murid saya dengan sabar. Dengan<br />

merasa puas saya mendengar bahwa Maria, Bunda Yesus,<br />

dapat menjadi teladan cemerlang bagi para frater: suatu<br />

ikon belaskasih. Juga Bunda Maria mengalami suatu<br />

proses perkembangan menjadi murid utama dari Yesus,<br />

dan dengan demikian menjadi ‘Bunda Berbelaskasih’,<br />

sama seperti saya ingin menjadi ‘frater berbelaskasih’.<br />

Tantangan<br />

Ada tiga aspek mendasar hidup kami sebagai frater:<br />

berdoa, komunitas dan pengutusan. Di sini terletak<br />

tantangan-tantangan bagi kami. Tidak gampang<br />

menghayati hidup doa dengan setia. Ada ketegangan<br />

antara berdoa dan melayani manusia. Bisa terjadi bahwa<br />

hidup doa dilalaikan. Saya juga yakin bahwa tanpa hidup<br />

doa yang teratur belaskasih kami semakin lemah, dan<br />

bahwa kami dapat berubah dari religius menjadi pegawai<br />

dinas sosial. Ini kurang bagi seorang frater. Kami tidak<br />

bisa tanpa komunitas. Inilah basis hidup kami sebagai<br />

pelayan dan hamba; tempat untuk melatih diri menjadi<br />

berbelaskasih. Inilah juga tempat untuk berkembang<br />

sebagai manusia, tidak hanya secara pribadi, melainkan<br />

terutama dengan saling melengkapi, sehingga kami<br />

sebagai komunitas berkembang bersama. Saya dapat<br />

mengalami bahwa, kalau hal ini terjadi, komunitas<br />

menjadi sangat menarik bagi kami sendiri dan bagi<br />

orang-orang di sekitar kami, suatu kesaksian Kerajaan<br />

Allah.<br />

Saya mendengar dengan senang hati bahwa eksistensi<br />

kami sebagai frater tidak tergantung pada pekerjaan<br />

kami. Apa yang dibuat sebagai frater tidak terlalu<br />

penting, asal hal itu dibuat sebagai saudara berbelaskasih.<br />

Pengutusan kami adalah: hidup sebagai saudara<br />

berbelaskasih, dan mengundang orang-orang lain untuk<br />

bersama mengadakan gerakan belaskasih, yang terdiri<br />

atas saudara dan saudari. Saya sangat terpesona akan<br />

visiun persaudaraan berbelaskasih yang universal.<br />

Pekan-pekan yang membahagiakan<br />

Saya sungguh berbahagia selama pertemuan dua pekan,<br />

ketika 29 frater diberikan kesempatan untuk menemukan<br />

spiritualitas <strong>CMM</strong>. Saya bangga bahwa saya hidup<br />

sebagai frater. Walaupun kekurangan dan kesalahan kami,<br />

panggilan kami adalah panggilan yang luar biasa, yang<br />

saya sungguh ingin wujudkan. Kebanggaan ini diperkuat<br />

lagi waktu makan bersama dan rekreasi yang ramah,<br />

dan ketika kami mengunjungi komunitas-komunitas<br />

yang dekat, Pulau Bunaken, Danau Tondano, Bukut Kasih<br />

dan perayaan pesta perak hidup membiara Frater Bruno<br />

Welerubun dan Frater Marius Korebima.<br />

Frater Antonius Sipahutar<br />

17


BERITA PENDEK<br />

PROFESI SEUMUR HIDUP<br />

Pada tanggal 11 September 2010, di rumah postulan<br />

di Nakuru-Kenya, tiga frater mengikrarkan profesi<br />

seumur hidup di hadapan pemimpin umum, Frater<br />

Broer Huitema. Ia mengatakan: “Sebagai pemimpin<br />

umum saya menerima profesi anda sekalian. Saya<br />

menerangkan bahwa kalian diterima untuk seumur<br />

hidup dalam serikat Kongregasi Frater Santa Perawan<br />

Maria, Bunda yang Berbelaskasih.” Dalam pidatonya,<br />

Pemimpin Umum mengatakan: “Saya mengharap<br />

bahwa kalian melihat para konfratermu sebagai hadiah<br />

dari Allah. Kita semua saudara Kristus dan saudara<br />

satu sama lain. Kita dipanggil untuk bergaul sebagai<br />

saudara dan saudara dalam Kristus. Yesus memanggil<br />

kita untuk mengikuti jalannya. Ia memanggil<br />

kalian untuk saling menyaudara sebagai saudara<br />

berbelaskasih dan menyaudara terhadap orangorang<br />

yang dilayani, dan dengan demikian menjadi<br />

saudara Yesus. Saya berharap dan berdoa agar kalian<br />

bertanggung jawab atas perkembangan serikat kita,<br />

demi kepentingan kongregasi kita dan orang-orang<br />

yang kita layani.”<br />

Ketiga frater yang baru berprofesi adalah: Frater Martin<br />

Okoth Odide, Frater Zaccheaus Odhiambo dan Frater<br />

Johannes Mateus. Sekarang ini Frater Martin bertugas<br />

sebagai koordinator St. Justino Secundary School di<br />

Soweto, Nairobi. Frater Zaccheaus adalah pemimpin<br />

postulat di Nakuru. Frater Johannes dari Namibia bekerja<br />

di Children’s Education Centre di Usakos, Namibia.<br />

Ketiga frater yang baru berprofesi memotong kue tar. Dari kiri: Frater Martin Okoth Odide,<br />

Frater Johannes Mateus dan Frater Zaccheaus Odhiambo.<br />

‘Para Duta Besar’ ke Madrid<br />

Di Brasil, Indonesia, Kenya, Namibia, Belanda, Tanzania dan Timor Leste dimulai persiapan pertemuan internasional<br />

yang baru untuk ‘duta-duta besar persaudaraan seluas dunia’. Kongregasi mulai proyek duta-duta besar itu dalam<br />

masa persiapan Hari Kaum Muda Katolik Sedunia di Sydney (15-21 Juli 2008) demi memotivasikan kaum muda supaya<br />

mereka berjuang demi ‘gerakan belaskasih dan persaudaraan’ seluas dunia. Pada tahun 2008 diadakan pertemuan<br />

persiapan di Tomohon. Tahun ini para duta besar bergabung di Tilburg (Belanda), sebelum pembukaan Hari Kaum Muda<br />

Katolik Sedunia di Madrid, tanggal 16-21 Agustus 2011. Moto masa persiapan adalah: ‘Yesus kompas kita, jalan kita ke<br />

belaskasih’. Moto itu didalami dengan dua cara. Para duta besar menyiapkan diri di negara-negara asal mereka dengan<br />

menggunakan cerita-cerita Kitab Suci dalam suatu lokakarya lima hari, diatur oleh frater-frater <strong>CMM</strong>. Di Tilburg para<br />

duta besar saling bertemu di Tilburg untuk mendalami tema ‘Dalam perjalanan, dekat sumber’. Kemudian kelompok itu<br />

berangkat ke Madrid. Informasi lanjut dapat diperoleh pada webside www.worldwidebrotherhood.com.<br />

18


PENUTUPAN<br />

TAHUN<br />

VINSENSIUS<br />

Pada tanggal 28 September 2010 sekitar 80 orang<br />

religius dan awam, yang diilhami oleh Vinsensius<br />

a Paulo dan Luise de Marillac saling bertemu di<br />

provinsialat Suster S<strong>CMM</strong> di Tilburg. Mereka menutupi<br />

tahun peringatan wafat kedua orang kudus ini,<br />

350 tahun lalu. Tim penghantar kegiatan Keluarga<br />

Vinsensian telah menata program dengan doa,<br />

renungan, ceramah dan lokakarya. Ketua program<br />

adalah Frater Ad de Kok. Pater Frans Bomers CM<br />

berbicara mengenai Vinsensius. Frater Jan Koppens<br />

berbicara mengenai Luise de Marillac. Suster Augusta<br />

de Groot memberikan beberapa kesan mengenai<br />

ziarah Vinsensian. Paul Monchen, wakil ketua Serikat<br />

Santo Vinsensius se-Belanda, memberikan informasi<br />

mengenai Frédéric Ozanam, pendiri dan pengilham<br />

Serikat Santo Vinsensius. Pada siang dan sore harinya<br />

para peserta dapat memilih di antara enam jenis<br />

lokakarya. Frater Wout van den Hout memimpin<br />

lokakarya ‘Menyanyi bersama kaum miskin’, dan<br />

Frater Ad de Kok memimpin lokakarya yang bertema<br />

‘Seorang pengungsi berbicara’. Hari itu ditutup dengan<br />

ibadat sabda.<br />

Tim pelancar Keluarga Vinsensian. Dari kiri: Wiel Bellemakers<br />

CM, Fr. Ad de Kok <strong>CMM</strong> (wakil ketua), Br. Wim Luiten<br />

FIC dan Sr. Reneé Geurts S<strong>CMM</strong>.<br />

Frans Bomers CM berceramah mengenai Vinsensius.<br />

WEBSITE <strong>CMM</strong> DIBAHARUI<br />

Pada permulaan bulan Oktober 2010 website <strong>CMM</strong>, yang<br />

seluruhnya dibaharui, tampil online, dengan menggunakan<br />

gaya <strong>CMM</strong> yang baru, yang juga digunakan dalam<br />

majalah Frater <strong>CMM</strong>. Masih ada beberapa bagian website<br />

yang sedang disiapkan. Versi bahasa Inggris dan Belanda<br />

selesai. Versi bahasa Indonesia dan Portugis siap sekitar<br />

akhir tahun 2010. Website ini dibuka dengan amanat<br />

misi, kutipan-kutipan yang mengilhami dan berita-berita<br />

terakhir. Bagian-bagian lain memberi informasi mengenai<br />

sejarah kongregasi, spiritualitas <strong>CMM</strong> dan wilayahwilayah<br />

di mana <strong>CMM</strong> aktif. Di samping itu dapat dibuka<br />

bagian ‘media’, ‘publikasi’ dan ‘links’ (website-website<br />

lain). Bagian ‘kontak’ dan ‘join’ dapat membantu anda<br />

untuk mengenal <strong>CMM</strong> secara pribadi.<br />

Website ini dapat ditemukan pada www.cmmbrothers.org.<br />

19


BELANDA<br />

BEBERAPA JEJAK<br />

COLA DEBROT<br />

Dalam edisi pertama ‘Frater <strong>CMM</strong>’ (2005) ada artikel<br />

dari Rien Vissers, pengarsip <strong>CMM</strong>, berjudul: ‘Para<br />

frater dan penulis-penulis di Curaçao’. Penulis seperti<br />

Tip Marugg, Jules de Palm dan Frank Martinus Arion<br />

memperoleh pelajaran dari frater-frater. Terkadang<br />

fakta iitu disebut oleh mereka dalam buku dan<br />

wawancara mereka. Begitulah Tip Marugg, seorang<br />

protestan, sangat memuji pelajaran-pelajaran sastra<br />

Frater Franciscus van Dieten. Baru-baru ini pengarsip<br />

menemukan sesuatu di bidang sastra yang luar biasa.<br />

Inilah laporan pencariannya.<br />

Potret Cola Debrot.<br />

Di arsip <strong>CMM</strong> yang besar tersembunyi di salah salah<br />

satu sudut, suatu kotak kecil yang indah. Di dalamnya<br />

ada suatu mangkok perak yang berinskripsi. Saya<br />

membuka kotak kecil itu dan pertama-tama saya hanya<br />

dapat membaca: ‘Curaçao 1916 N. Debrot.’ Saya teringat<br />

langsung akan penulis dan diplomat yang terkenal yaitu<br />

Cola Debrot. Ia perintis sastra Antila Belanda. Kemudian<br />

saya membaca seluruh inskripsi:<br />

Recuerdo à mi appreciable<br />

maestro fr. Herman<br />

Curaçao 1916<br />

N. Debrot<br />

(‘Kenangan untuk guruku yang terhormat Frater<br />

Herman’.<br />

Cola menandainya dengan huruf awal nama kecilnya:<br />

Nicolaas.)<br />

Hubungan antara frater itu dan penulis sudah lebih<br />

lama berjalan daripada saya duga di tahun 2005. Cola<br />

Debrot (1902-1981) berasal dari famili perkebunan Antila<br />

yang kaya. Bapanya berasal dari keluarga Protestan di<br />

Swiss dan ibunya dari keluarga Katolik di Venezuela.<br />

Bapak biasanya berbicara bahasa Papiamento dan<br />

ibunya bahasa Spanyol. Ada alasan baik untuk mengirim<br />

Cola yang muda ke sekolah frater. Kolese St. Thomas di<br />

Willemstad mempunyai nama sangat harum, menurut<br />

J.J. Overstegen dalam bagian pertama riwayat hidupnya<br />

‘In het schuim van gauwe wolken: het leven van Cola<br />

Debrot tot 1948’. (Kebanyakan data dalam karangan ini<br />

kupetik dari buku itu, yang diterbitkan tahun 1994).<br />

20


Foto kelas, diambil sekitar 1910. Cola Debrot duduk di depan, anak kedua dari kanan.<br />

Masalah bahasa di Antila<br />

Pada tahun-tahun terakhir di Kolese St. Thomas, mulai<br />

tahun 1914, ketika ia tiba di Curaçao, sampai tahun<br />

1916, Debrot menerima pelajaran bahasa Belanda dari<br />

Frater Herman Walboomers (1883-1967). Frater Herman<br />

tinggal di pulau tersebut sampai tahun 1916. Kemudian<br />

ia puluhan tahun bekerja sebagai guru bahasa Belanda di<br />

Sekolah Guru Diosesan di ´s-Hertogenbosch (Belanda).<br />

Frater Herman adalah seorang disiplin yang berhasil<br />

untuk meningkatkan penggunaan bahasa Belanda di<br />

sekolahnya di Willemstad. Sebelum ia tiba di sekolah<br />

itu, hanya murid-murid kelas-kelas tertinggi cukup<br />

menguasai behasa itu. Ia melibatkan diri dalam diskusi<br />

tentang bahasa di Antila. Baik di Antila Belanda maupun<br />

di Suriname para frater menunjang penggunaan bahasa<br />

Belanda, antara lain untuk memberikan kesempatan<br />

kepada murid-murid mereka untuk mengikuti pendidikan<br />

lanjut. Para pastor lebih memihak pada penggunaan<br />

bahasa rakyat, karena dengan demikian mereka dapat<br />

berpastoral lebih dekat pada masyarakat.<br />

Juara kelas<br />

Frater Herman, yang menjadi sarjana bahasa Belanda<br />

pada tahun 1911, sangat suka akan puisi, sama seperti<br />

sesudahnya Frater Franciscus van Dieten. Cola Debrot<br />

dipengaruhi oleh itu dan menjadi seumur hidupnya<br />

pencinta dan penggemar penyair Gezelle. Anak lelaki dari<br />

golongan tinggi di Antila ini berkontak banyak dengan<br />

Frater Herman. Sesudah ia lulus ujian di tahun 1916, ia<br />

berangkat ke Belanda untuk mengikuti SMA di Nijmegen.<br />

Ia memberikan suatu mangkok yang indah sebagai<br />

kenangan kepada Frater Herman. Di arsip juga ada dua<br />

foto potret, yang ia berikan kepada mantan gurunya.<br />

Pada foto kelasnya, Debrot sendiri menulis namanya.<br />

Frater Herman berdiri di pendopo. Foto ini juga dicetak<br />

dalam riwayat hidup tulisan Bpk. Overstegen. Frater<br />

tetap bangga atas mantan muridnya, terutama karena<br />

ia tetap juara kelasnya, ´juga di bidang studi bahasa<br />

Belanda´.<br />

Debut<br />

Pada tahun 1935 Cola Debrot menulis debutnya terkenal<br />

´Mijn zuster de negerin’ (Saudariku yang berkulit hitam).<br />

Novel yang disusun indah dan jelas itu, dipengaruhi<br />

oleh sahabatnya E. du Perron dan majalah sastra<br />

Forum. Ia menjadi penulis terkenal dan dokter. Selama<br />

beberapa tahun ia diangkat sebagai Gubernur Antila<br />

Belanda. Cukup mengherankan bahwa Cola Debrot,<br />

yang belajar bahasa Belanda dengan baik dari fraternya,<br />

menyumbangkan suatu mangkok dengan inskripsi dalam<br />

bahasa Spanyol sebagai tanda terima kasihnya. Ataukah<br />

ibunya asal Venezuela mengatur inskripsi itu?<br />

Rien Vissers<br />

21


IN MEMORIAM<br />

<strong>FRATER</strong><br />

Maximiliaan (A.M.J.)<br />

van Litsenburg<br />

Frater<br />

Patrick (P.) Kapteijns<br />

Frater Maximiliaan lahir di Eindhoven, Belanda, pada<br />

tanggal 31 Juli 1920, dan masuk Kongregasi <strong>CMM</strong><br />

di Tilburg pada tanggal 8 September 1937. Ia<br />

mengikrarkan profesinya seumur hidup pada tanggal<br />

15 Agustus 1942. Ia meninggal dunia di frateran<br />

Zonhoven pada tanggal 26 Juni 2010. Frater<br />

Maximiliaan dikuburkan di makam Zonhoven-Centrum.<br />

Frater Maximiliaan menjadi pembimbing kelompok anak<br />

pada tahun 1959 di lembaga untuk anak-anak bisutuli<br />

(KIDS) di Hasselt, Belgia. Sebelumnya ia bekerja di<br />

percetakan <strong>CMM</strong> di Tilburg (1938-1950), dan kemudian<br />

sebagai pembimbing di sekolah pendidikan frater di<br />

Goirle. Ketika Frater Max datang di Hasselt, kompleks<br />

bagi anak-anak bisu-tuli dan gangguan bicara masih<br />

baru, namun inventaris cukup miskin. Frater Max, dengan<br />

menggunakan pelbagai talentanya, sangat berjuang<br />

untuk mengatasi kekurangan-kekurangan itu. Di Hasselt<br />

ia berfungsi sebagai pemimpin komunitas dan atau<br />

sebagai wakil pemimpin komunitas. Ketika komunitas itu<br />

dibubarkan, ia pindah ke Zonhoven. Frater Max sangat<br />

menikmati hidup bersama di komunitas. Ia bisa bicara<br />

dengan lancar, selalu penuh humor, merasa pilu hati<br />

dan siap sedia untuk melayani. Hidupnya mirip dengan<br />

Filippi Neri, seorang kudus Italia yang sangat dikagumi<br />

oleh rakyat biasa di abad ke-16. Sama seperti dia, juga<br />

Frater Max mempunyai talenta-talenta khusus dan ajaib<br />

untuk membahagiakan sesamanya dengan pelbagai cara.<br />

Ia menggembirakan dan membahagiakan ribuan orang<br />

dengan talentanya sebagai tukang sulap, penulis indah,<br />

penggambar dan penulis puisi untuk kesempatan yang<br />

khusus. Semua talentanya ia satukan dengan hidup<br />

rohaninya dan itu memberikan warna khas pada hidupnya<br />

sebagai frater.<br />

Frater Patrick lahir di Sint-Michielsgestel - Belanda<br />

pada tanggal 21 Juli 1933, dan masuk Kongregasi<br />

<strong>CMM</strong> di Tilburg pada tanggal 19 Maret 1950. Ia<br />

mengikrarkan profesinya seumur hidup pada tanggal<br />

15 Agustus 1955, dan meninggal dunia di RS Santa<br />

Elisabeth di Tilburg pada tanggal 26 September 2010.<br />

Ia dikuburkan di makam <strong>CMM</strong>, kompleks ‘Huize<br />

Steenwijk’, di Vught.<br />

Frater Patrick adalah seorang frater yang tulen.<br />

Ia mencintai kongregasinya dan anak-anak yang<br />

dipercayakan kepadanya. Dari 1961 sampai 1966 ia<br />

tinggal di Tilburg, dan bekerja sebagai guru di sekolah<br />

menengah St. Stefanus. Dalam masa persiapan sebelum<br />

ia diutus ke Kenya, ia berstudi di universitas Cork-Irlandia,<br />

di bidang studi biologi, botanika dan geologi. Di Kenya<br />

ia menjadi guru di Teacher Training College (PGSD) di<br />

Asumbi. Kemudian ia mengajar di Cardinal Otunga High<br />

School (SMU) di Mosocho. Masa di Asumbi dan Mosocho,<br />

selama 20 tahun lebih, merupakan tahun-tahun terindah<br />

dalam hidupnya. Sebagai hobby ia mengumpulkan batubatu<br />

alam, menikmati flora eksotik dan mengembangkan<br />

talentanya sebagai seniman. Pada tahun 1993 ia pindah<br />

ke komunitas Sikri dan pada tahun 1996 ke frateran<br />

Nairobi-Umoja. Pada tahun 2006 ia pulang ke Belanda,<br />

dan tinggal di komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg.<br />

Sebagai konfrater kehadirannya sungguh terasa: ia<br />

bercerita banyak, membagi pengetahuannya yang<br />

seluas ensiklopedi, ia selalu bergembira dan suka humor.<br />

Wafatnya di rumah sakit tak terduga. Itu menggoyangkan<br />

komunitasnya, kalangan familinya dan para sahabatnya.<br />

Kita mempercayakan Frater Patrick kepada Tuhan Yang<br />

Telah Bangkit.<br />

22


SUMBER<br />

‘CINTA TANPA<br />

PAMRIH’<br />

Suatu semboyan dari Mgr. Zwijsen<br />

Mgr. Zwijsen memberikan moto pada lambang kongregasi Suster S<strong>CMM</strong>: ‘Cinta tanpa pamrih’.<br />

Hal ini tidak mengajak untuk merasa kurang senang dengan diri sendiri, memandang diri secara<br />

negatif atau menghina diri. Justru ‘Cinta tanpa pamrih’ mengajak untuk hidup otentik.<br />

‘Cinta tanpa pamrih’ memanggil kita untuk menerima<br />

diri dan mencintai sesama tanpa pamrih. Ada juga cinta,<br />

yang tidak pantas disebut demikian. Kita dapat berbuat<br />

baik dengan pelbagai maksud sampingan. Kita bisa<br />

berbuat baik, namun serentak hanya mencari kepuasan<br />

diri. Kita dapat melayani luar biasa, namun melakukan<br />

hal itu agar memperoleh tepuk tangan orang lain. Kita<br />

dapat melakukan banyak hal yang baik, namun sekaligus<br />

kita mau menonjolkan diri.<br />

Paulus, dalam ‘Kidung Agung Cintakasih’, menulis tentang<br />

‘cinta tanpa pamrih’ (1 Kor. 13). Ia mengatakan: “Kasih<br />

itu tidak angkuh. Tidak memaksa kemauannya. Ia tahan<br />

menghadapi segala sesuatu, percaya akan segala sesuatu,<br />

mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung<br />

segala sesuatu.” Dengan ‘Cinta tanpa pamrih’ juga mau<br />

dikatakan bahwa demi cintakasih Injili, kita harus menjadi<br />

sedikit gila dan tidak terlalu membuat perhitungan.<br />

Frater Harrie van Geene<br />

23


SEBAGAI SAUDARA<br />

KITA BERUSAHA MENDAMPINGI SEMUA ORANG<br />

YANG KITA JUMPAI<br />

DALAM PERJALANAN MENUJU MASA DEPAN,<br />

YANG DITANDAI BAGI SETIAP ORANG<br />

OLEH KETIDAKPASTIAN DAN HARAPAN.<br />

(dari Pedoman Hidup Frater <strong>CMM</strong>)<br />

Majalah Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih.<br />

24

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!