V - 40

BAB V_Renc. Pola Ruang 1 H.40-49 - Pemerintah Kabupaten Ngawi BAB V_Renc. Pola Ruang 1 H.40-49 - Pemerintah Kabupaten Ngawi

ngawikab.go.id
from ngawikab.go.id More from this publisher
28.08.2015 Views

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 - 2030 Laporan Akhir V - 40

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

RENCANA TATA RUANG WILAYAH<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

TAHUN 2010 - 2030<br />

Laporan Akhir V - <strong>40</strong>


RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

5.2.2.7. Kawasan Peruntukan Pariwisata<br />

Kawasan peruntukan di Kabupaten Ngawi terdiri atas: kawasan<br />

pariwisata budaya, kawasan pariwisata alam dan kawasan pariwisata buatan.<br />

Adapun Kawasan pariwisata budaya dengan luas kurang lebih 1.597,48<br />

ha meliputi:<br />

a. Arca Banteng;<br />

b. Candi Pendem;<br />

c. Pertapaan jaka tarub;<br />

d. Petilasan Kraton Wirotho;<br />

e. Makam PH Kertonegoro dan Patih Ronggolono;<br />

f. Makam Patih Pringgokusum;<br />

g. Kediaman Krt. Radjiman Wedyadiningrat;<br />

h. Monumen Suryo;<br />

i. Pesanggrahan Srigati;<br />

j. Gunung Liliran;<br />

k. Musem Trinil; dan<br />

l. Benteng Van Den Bosch.<br />

Kawasan pariwisata alam dengan luas kurang lebih 12,50 ha, meliputi :<br />

a. Air Terjun Srambang;<br />

b. Gunung Liliran;<br />

c. Waduk Pondok;<br />

d. Bumi Perkemahan Selondo; dan<br />

e. Kebun teh Jamus.<br />

Kawasan pariwisata buatan, yaitu Tempat Pemandian Tawun.<br />

Selanjutnya juga bisa dikembangkan wisata religius dimana selain untuk<br />

minat rekreasi juga untuk minat spiritual adapun potensi wisata tersebut<br />

adalah Pesanggrahan Srigati dan Gunung Liliran.<br />

Diluar wisata ungulan tersebut juga banyak potensi lain yang bisa<br />

dikembangakan seperti obyek wisata Tempat Pemandian Tawun dimana<br />

konsepnya tidak hanya sebagai tempat hiburan, taman yang biasanya<br />

sebagai tempat untuk berekreasi, menghilangkan kepenatan dari rutinitas<br />

dapat juga difungsikan sebagai tempat untuk melakukan konservasi<br />

terhadap satwa langka. Selain itu ada objek wilata budaya antara lain: Arca<br />

Banteng, Candi Pendem, Pertapaan jaka tarub, Petilasan Kraton Wirotho,<br />

Makam PH Kertonegoro dan Patih Ronggolono, Makam Patih<br />

Pringgokusumo, Kediaman Krt. Radjiman Wedyadiningrat.<br />

Selain itu juga dikembangkan Desa wisata dengan menawarkan kehidupan<br />

petani yang masih alamiah dan sebisanya berdekatan dengan obyek wisata<br />

yang memiliki nilai jual tinggi. Adapun desa wisata yang dapat<br />

dikembangkan antara lain adalah: desa wisata Perkebunan Teh Jamus,<br />

Bumi Perkemahan Selondo, dengan memanfaatkan hortikultura dan ternak<br />

sapi serta pemandangan alam, dengan mengembangkan wisata alam, ritual,<br />

perkebunan.<br />

2. Arahan Pengembangan Pariwisata Regional (Yogyakarta – Bali) : Untuk<br />

arahan pengembangan pariwisata regional dapat dilihat dari potensi wisata<br />

yang berada di dekat jalur ateri misalnya Monumen Suryo, Pemandian<br />

Tawun, Benteng Ven Den Bosch, Musium Trinil, Waduk Pondok.<br />

3. Arahan Pengembangan Pariwisata Lokal :<br />

Pengembangan dan peningkatan lokasi-lokasi yang dapat diwisatakan<br />

Pengembangan pariwisata di Kabupaten Ngawi dikembangkan melalui<br />

pembentukan minat wisata wisata, yaitu :<br />

1. Pengembangan wisata di Kabupaten Ngawi dilakukan dengan membentuk<br />

wisata unggulan daerah antara lain adalah : Waduk Pondok, Monumen<br />

Suryo, Air Terjun Srambang, Musem Trinil, Benteng Van Den Bosch.<br />

<br />

<br />

Membentuk link wisata lokal<br />

Pengembangan aktivitas wisata yang lebih beragam beserta zonasizonasinya<br />

guna untuk menghindari titik konflik pengembangan:<br />

a. Utama yaitu sebagai wisata rekreasi, even wisata budaya dan juga<br />

sebagai pusat akomodasi wisata.<br />

Laporan Akhir V - 41


RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

b. Pendukung yaitu sebagai wisata berbelanja dan juga sebagai kota<br />

transit.<br />

<br />

<br />

Pengembangan dan peningkatan fasilitas penunjang kegiatan wisata<br />

Peningkatan pelayanan jaringan air bersih, telepon dan pelayanan<br />

jaringan listrik.<br />

4. Pengembangan dan peningkatan promosi wisata<br />

5. Pengembangan dan peningkatan mutu sumber daya manusia dalam bidang<br />

kepariwisataan baik melalui penyuluhan maupun pelatihan<br />

6. Mengembangkan promosi wisata, kalender wisata dengan berbagai<br />

peristiwa atau pertunjukan budaya, kerjasama wisata, dan peningkatan<br />

sarana-prasarana wisata sehingga Kabupaten Ngawi menjadi salah satu<br />

tujuan wisata;<br />

7. Obyek wisata alam dikembangkian dengan tetap menjaga dan melestarikan<br />

alam sekitar untuk menjaga keindahan obyek wisata;<br />

8. Tidak melakukan pengerusakan terhadap obyek wisata alam seperti<br />

menebang pohon;<br />

9. Menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah;<br />

10. Meningkatkan pencarian/penelusuran terhadap benda bersejarah untuk<br />

menambah koleksi budaya.<br />

11. Merencanakan kawasan wisata sebagai bagian dari urban/regional desain<br />

untuk keserasian lingkungan; serta<br />

12. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian obyek<br />

wisata, dan daya jual/saing.<br />

Laporan Akhir V - 42


RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

RENCANA TAT RUANG WILAYAH<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

TAHUN 2010 - 2030<br />

Laporan Akhir V - 43


RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

5.2.2.8. Kawasan Peruntukan Permukiman<br />

Kawasan permukiman pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua<br />

kelompok yakni permukiman permukiman perdesaan dan perkotaan. Luas<br />

kawasan permukiman di Kabupaten Ngawi secara keseluruhan adalah<br />

16.655,51 ha. Kawasan permukiman di biagi atas kawasan permukiman<br />

perdesaan dan kawasan permukiman perkotaan.<br />

menjadi kaswasan terbangun. Pada kawasan ini diperlukan pembatasan<br />

pengembangan untruk kawasan terbangun.<br />

Pada kawasan permukiman perdesaan yang memiliki potensi sebagai<br />

penghasil produk unggulan pertanian atau sebagai kawasan sentra produksi<br />

akan dilengkapi dengan lumbung desa modern, juga pasar komoditas unggulan.<br />

Selanjutnya beberapa komoditas yang memiliki prospek pengembangan melalui<br />

pengolahan akan dilakukan pengembangan industri kecil dengan membentuk<br />

A. Kawasan Permukiman Perdesaan<br />

Kawasan permukiman perdesaan adalah suatu kawasan untuk<br />

permukiman pada lokasi sekitarnya masih didominasi oleh lahan pertanian,<br />

tegalan, perkebunan dan lahan kosong serta aksesibilitas umumnya kurang,<br />

jumlah sarana dan prasarana penunjang juga terbatas atau hampir tidak ada.<br />

Secara fisiografis permukiman perdesaan di Kabupaten Ngawi terletak di<br />

pergunungan dan dataran tinggi, dataran rendah. Setiap lokasi memiliki<br />

karakter tersendiri dan memerlukan penanganan sesuai karakter masingmasing.<br />

sentra industri kecil.<br />

Kawasan perdesaan dapat berbentuk kawasan agropolitan, yang terdiri<br />

atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem<br />

produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang<br />

ditunjukkan adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan<br />

sistem permukiman dan sistem agrobisnis. Kawasan agropolitan di Kabupaten<br />

Ngawi adalah Kecamatan Karangannyar dengan ditunjang Kecamatan Geneng,<br />

Widodaren, mantingan, Kedunggalar dan Pitu. Luas kawasan permukiman<br />

perdesaan di Kabupaten Ngawi kurang lebih 11.038,47 ha.<br />

Kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada wilayah<br />

pegunungan dan dataran tinggi kegiatan, pengembangan permukiman<br />

diarahkan pada pertanian tanaman keras, perkebunan dan sebagian<br />

hortikultura, dan pariwisata. Kawasan ini terdapat di Kecamatan Jogorogo,<br />

Geneng, Karangannyar, Sine, Ngrambe dan Kendal. Pada kawasan ini<br />

perkembangan permukiman harus diarahkan membentuk cluster dengan<br />

pembatasan pengembangan permukiman pada kawasan lindung.<br />

Kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada dataran rendah,<br />

umumnya memiliki kegiatan pertanian sawah, tegal, kebun campur, termasuk<br />

peternakan dan perikanan darat. Sebagian besar permukiman perdesaan yang<br />

terletak pada dataran rendah memiliki kondisi tanah yang subur. Lahan kosong<br />

yang terletak pada tengah permukiman dan sepanjang jalan utama merupakan<br />

kawasan yang rawan perubahan pengunaan lahan dari kawasan pertanian<br />

B. Kawasan Permukiman Perkotaan<br />

Kawasan permukiman perkotaan adalah kawasan yang dominasi<br />

kegiatannya difungsikan untuk kegiatan yang bersifat kekotaan dan merupakan<br />

orientasi pergerakan penduduk yang ada pada wilayah sekitarnya. Kawasan<br />

permukiman perkotaan di Kabupaten Ngawi merupakan bagian dari kawasan<br />

perkotaan dengan perkembangan dan kondisi yang sangat beragam, dengan<br />

rencana pengembangan kawasan ini kurang lebih 6.559,17 ha dari luas wilayah<br />

kabupaten.<br />

Terkait dengan permukiman perkotaan di Kabupaten Ngawi, rencana<br />

penataan dan pengembangannya sebagai berikut :<br />

1. Seiring dengan pengembangan Perkotaan Ngawi sebagai ibukota<br />

Kabupaten, maka permukiman di perkotaan Ngawi ini akan meningkat<br />

pesat, sehingga perlu peningkatan kualitas permukiman melalui<br />

Laporan Akhir V - 44


RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

penyediaan infrastruktur yang memadai pada permukiman padat,<br />

penyediaan perumahan baru, dan penyediaan Kasiba-Lisiba Berdiri Sendiri.<br />

Pada setiap kawasan permukiman disediakan berbagai fasilitas yang<br />

memadai sehingga menjadi permukiman yang layak dan nyaman untuk<br />

dihuni;<br />

2. Pengembangannya adalah untuk permukiman dengan kepadatan rata-rata<br />

tinggi, dan sebagian kawasan dapat digunakan untuk kawasan siap bangun<br />

yang sudah ditentukan lokasi dan luasannya yaitu di Kecamatan Ngawi<br />

seluas 80 Ha.<br />

3. Permukiman perkotaan yang merupakan bagian dari ibukota kecamatan<br />

pengembangannya adalah untuk perumahan dan fasilitas pelengkapnya<br />

sehingga menjadi permukiman yang nyaman dan layak huni;<br />

4. Pada permukiman perkotaan yang padat dilakukan peningkatan kualitas<br />

lingkungan permukiman perkotaan melalui perbaikan jalan lingkungan dan<br />

jalan setapak, saluran pembuangan air hujan, pengadaan sarana<br />

lingkungan, pembangunan sarana MCK (mandi, cuci, kakus) dan pelayanan<br />

air bersih;<br />

5. Kawasan permukiman baru pengembangannya harus disertai dengan<br />

penyediaan infrastruktur yang memadai, seperti penyediaan jaringan<br />

drainase dan pematusan, pelayanan jaringan listrik, telepon, air bersih dan<br />

sistem sanitasi yang baik. Kawasan opermukiman baru harus menghindari<br />

pola enclove; serta<br />

2. Permukiman perkotaan diarahkan pada penyediaan hunian yang layak dan<br />

dilayani oleh sarana dan prasarana permukiman yang memadai;<br />

3. Perkotaan besar dan menengah penyediaan permukiman selain disediakan<br />

oleh pengembang dan masyarakat, juga diarahkan pada penyediaan<br />

Kasiba/Lisiba Berdiri Sendiri, perbaikan kualitas permukiman dan<br />

pengembangan perumahan secara vertikal;<br />

4. Membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan<br />

dan penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara cluster<br />

permukiman disediakan ruang terbuka hijau;<br />

5. Pengembangan permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui<br />

pembentukan pusat pelayanan kecamatan;<br />

6. Setiap kawasan permukiman dilengkapi dengan sarana dan prasarana<br />

permukiman sesuai hirarki dan tingkat pelayanan masing-masing;<br />

7. Permukiman perdesaan sebagai hunian berbasis agraris, dikembangkan<br />

dengan memanfaatkan lahan pertanian, halaman rumah, dan lahan kurang<br />

produktif sebagai basis kegiatan usaha;<br />

8. Permukiman perdesaan yang berlokasi di pegunungan dikembangkan<br />

dengan berbasis perkebunan dan hortikultura, disertai pengolahan hasil.<br />

9. Permukiman perdesaan yang berlokasi di dataran rendah, basis<br />

pengembangannya adalah pertanian tanaman pangan dan perikanan darat,<br />

serta pengolahan hasil pertanian. Selanjutnya perdesaan di kawasan pesisir<br />

dikembangkan pada basis ekonomi perikanan dan pengolahan hasil ikan;<br />

6. Pada kawasan permukiman perkotaan yang terdapat bangunan lama/kuno,<br />

bangunan tersebut harus dilestarikan dan dipelihara; Selanjutnya<br />

bangunan dapat dialihfungsikan asalkan tidak merusak bentuk dan kondisi<br />

bangunannya.<br />

Rencana pengelolaan kawasan permukiman antara lain meliputi :<br />

1. Secara umum kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan harus dapat<br />

menjadikan sebagai tempat hunian yang aman, nyaman dan produktif,<br />

serta didukung oleh sarana dan prasarana permukiman;<br />

5.2.2.9. Kawasan Peruntukan Lainnya<br />

Kawasan peruntukan lainnya ini adalah kawasan peternakan yang<br />

banyak berkembang dan mempunyai potensi untuk dikembangan di Kabupaten<br />

Ngawi.<br />

Pengembangan Breeding Centre yang dapat berfungsi sebagai lokomotif<br />

penggerak pertumbuhan dan perkembangan di bidang peternakan, yang<br />

dilokasikan di Kecamatan Sine, Jogorogo, Kendal, Paron, Mantingan, Ngawi,<br />

Laporan Akhir V - 45


RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

Kedungggalar, Padas, Widodaren, Ngrambe, Pitu, Padas, Bringin, Karanganyar,<br />

Karangjati, Geneng, Pangkur, Kedunggalar, Kasreman, untuk ternak besar<br />

seperti sapi potong dan sapi perah . Sedangkan untuk pengembangan ternak<br />

kecil (ayam ras, ayam buras/kampung) pendistribusian sudah cukup merata<br />

pada masing-masing kecamatan yang ada di Kabupaten Ngawi dan setiap<br />

penduduk rata-rata memiliki ternak ini meskipun dalam jumlah kecil.<br />

Melihat populasi yang ada dan lokasi penyebaran ternak sapi kereman<br />

manunjukkan banyaknya masyarakat yang memilih usaha dibidang ini. Potensi<br />

lahan yang cukup luas merupakan salah satu modal dasar untuk menjalankan<br />

usaha di sektor peternakan. Hingga saat ini kebutuhan pangan yang berasal<br />

dari ternak masih jauh untuk dapat memenuhi baik kebutuhan lokal maupun<br />

nasional.Untuk dapat meng-antisipasi kebutuhan pangan ternak, maka perlu<br />

terobosan untuk melakukan kerjasama pengadaan pakan ternak.<br />

komersial ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar susu segar. Sehingga<br />

dipasaran tidak tersedia susu segar. Maka Sapi Perah memiliki prospek<br />

investasi yang sangat cerah. Pengembangan kawasan peternakan di Kabupaten<br />

Ngawi adalah:<br />

1. Sentra ternak sapi perah di Kecamatan Kasreman<br />

2. Ternak unggulan: Kecamatan Karangjati, Kendal, Kasreman, Sine, Bringin.<br />

3. Kawasan peternakan diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat<br />

distribusi pakan ternak;<br />

4. Kawasan ternak unggas banyak tersebat di permukiman penduduk harus<br />

dipisahkan dari permukiman penduduk untuk mencegah penyebaran<br />

penyakit ternak seperti flu burung; serta<br />

5. Peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah hasil<br />

ternak, seperti pembuatan industri pengolah hasil ternak, mengolah kulit,<br />

dan industri lainnya.<br />

Adapun arahan pengelolaan peternakan di Kabupaten Ngawi diarahkan sebagai<br />

berikut:<br />

1. Meningkatkan kegiatan peternakan secara alami dengan mengembangkan<br />

padang penggembalaan, dan pada beberapa bagian dapat menyatu dengan<br />

kawasan perkebunan atau kehutanan;<br />

2. Kawasan peternakan dalam skala besar dikembangkan pada lokasi<br />

tersendiri, diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat distribusi<br />

Gambar 5.13<br />

Salah satu jenis ternak besar yang ada di Kabupaten Ngawi<br />

pakan ternak;<br />

3. Mengembangkan sistem inti - plasma dalam pengembangan peternakan;<br />

4. Mengolah hasil ternak sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi;<br />

Melihat populasi sapi perah yang jumlahnya sedikit, sementara lahan<br />

yang ada utamanya didaerah selatan ( kaki Gunung Lawu) bisa dikembangkan<br />

usaha ternak sapi perah. Kebutuhan susu sapi segar selama ini relatif kurang<br />

dan disuplai dari luar daerah antara lain Madiun.<br />

5. Pengembangan ternak unggulan yang dimiliki oleh daerah yaitu komoditas<br />

ternak yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif; serta<br />

6. Ternak unggas dan ternak lain yang memiliki potensi penularan penyakit<br />

pada manusia harus dipisahkan dari kawasan permukiman;<br />

Sapi perah merupakan penghasil susu segar yang banyak diminati oleh<br />

masyarakat. Selama ini belum banyak budidaya ternak Sapi Perah yang secara<br />

Laporan Akhir V - 46


RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

5.2.2.10 . Kawasan Pertahanan Keamanan<br />

Di Kabupaten Ngawi terdapat kawasan pertahan dan keamanan yang<br />

meliputi Kawasan Komando Distrik Militer beserta seluruh jajarannya di tingkat<br />

Koramil, kawasan Artileri Medan 12 dan tempat latihan kemiliteran.<br />

Tabel 5.4<br />

Rencana Luas Kawasan Budidaya di Kabupaten Ngawi<br />

No Rencana Pola Ruang Luas (Ha) %<br />

RENCANA POLA RUANG KAWASAN BUDIDAYA<br />

1 Kawasan peruntukan hutan produksi 34.979,00 35,00%<br />

2 Kawasan hutan rakyat 14.135,43 10,91%<br />

3 Kawasan peruntukan pertanian 0,00%<br />

a. Peruntukan pertanian pangan berkelanjutan 41.523,00 21,03%<br />

b. Peruntukan tegalan<br />

c. Peruntukan pertanian lahan kering 9.188,21 7,09%<br />

d. Peruntukan holtikultura 5.621,20 4,34%<br />

4 Kawasan peruntukan perkebunan 10.788,68 8,32%<br />

5 Kawasan peruntukan perikanan 0,00%<br />

a. Peruntukan perikanan tangkap (perairan umum) 1.351,00 1,04%<br />

b. Peruntukan budidaya perikanan 22,95 0,02%<br />

c. Peruntukan kawasan pengolahan ikan 0,00 0,00%<br />

6 Kawasan peruntukan pertambangan 0,00%<br />

a. Peruntukan mineral dan batu bara 0,00 0,00%<br />

b. Peruntukan minyak dan gas bumi 0,00 0,00%<br />

c. Peruntukan panas bumi 0,00 0,00%<br />

d. Peruntukan air tanah di kawasan pertambangan 0,00 0,00%<br />

7 Kawasan peruntukan industri 0,00%<br />

a. Peruntukan industri besar 0,00 0,00%<br />

b. Peruntukan industri sedang 0,00 0,00%<br />

c. Peruntukan industri rumah tangga 1.628,27 1,26%<br />

8 Kawasan peruntukan pariwisata 0,00%<br />

a. Peruntukan pariwisata budaya 1.597,48 1,23%<br />

b. Peruntukan pariwisata alam 12,50 0,01%<br />

c. Peruntukan pariwisata buatan 0,00 0,00%<br />

9 Kawasan peruntukan permukiman 0,00%<br />

a. Peruntukan permukiman perkotaan 6.559,17 5,06%<br />

b. Peruntukan permukiman perdesaan 11.038,47 8,52%<br />

10 Kawasan peruntukan lainnya 0,00 0,00%<br />

102.597,58 79,17%<br />

Sumber : Hasil Rencana<br />

Dari kondisi lapangan yang ada, diperlukan upaya dalam memecahkan<br />

konflik melalui penerapan sistem pertanian konservasi (SPK), yaitu sistem<br />

pertanian yang mengintegrasikan teknik konservasi tanah dan air dalam sistem<br />

pertanian.<br />

Tabel 5.5.<br />

Jenis Konflik dan Alternatif Pemecahannya<br />

NO JENIS<br />

ALTERNATIF PEMECAHAN<br />

KONFLIK<br />

1 Permukiman<br />

dengan<br />

kawasan<br />

lindung<br />

2 Kebun dengan<br />

kawasan<br />

Lindung<br />

3 Tegal dengan<br />

kawasan<br />

Lindung<br />

Penduduk disekitar hutan harus dilibatkan dalam<br />

pemeliharaan dan pengelolaan hutan sehingga<br />

merasa ikut memiliki;<br />

Membatasi secara tegas pertumbuhan areal<br />

pemukiman, diikuti pengawasan yang ketat; serta<br />

Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan<br />

dan kawasan lindung.<br />

Membatasi secara tegas pertumbuhan areal kebun<br />

disertai pengawasan yang ketat;<br />

Melibatkan petani kebun dalam pengelolaan dan<br />

pemeliharaan hutan;<br />

Mengusahakan petani agar menanam tanaman<br />

tahunan (perkebunan) disertai tindakan konservasi<br />

yang intensif agar fungsi lindung tetap terpelihara;<br />

serta<br />

Agroforestry dan pembuatan hutan kemasyarakatan.<br />

Membatasi secara tegas pertumbuhan areal tegal,<br />

disertai pengawasan yang ketat;<br />

Melibatkan petani dalam pemeliharaan dan<br />

pengelolaan hutan disekitarnya;<br />

Laporan Akhir V - 47


RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

NO<br />

JENIS<br />

ALTERNATIF PEMECAHAN<br />

C. Kawasan Khusus Pengembangan Sektor Informal<br />

KONFLIK<br />

Kawasan khusus pengembangan sektor informal meliputi penyediaan<br />

<br />

Menerapkan sistem pertanian konservasi dalam<br />

PKL bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat marginal/ menengah<br />

budidaya pertanian ditanah tegal;<br />

kebawah di perkotaan. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh tiap wilayah<br />

<br />

Mengganti jenis tanaman yang dibudidaya dan<br />

perkotaan masing-masing kecamatan adalah, minimal menyediakan lahan<br />

tanaman semusim menjadi tanaman tahunan dalam<br />

seluas 5 % sebagai pusat perdagangan sektor informal yang dipenuhi oleh<br />

jangka waktu panjang/bertahap; serta<br />

negara. Sedangkan developer untuk perumahan dengan skala besar di<br />

4 Sawah dengan<br />

<br />

<br />

Agroforestry dan membuat hutan kemasyarakatan.<br />

Membatasi dengan tegas pertumbuhan areal sawah<br />

kemudian hari, dipersyaratkan untuk mengalokasikan lahan untuk kawasan<br />

khusus pengembangan sektor informal ini minimal seluas 1 hingga 2 Ha.<br />

kawasan<br />

dikawasan hutan tersebut;<br />

Lindung<br />

Melibatkan petani dalam pemeliharaan dan<br />

penelolaan hutan sehingga merasa ikut memiliki;<br />

<br />

Dalam jangka panjang, secara bertahap tanah sawah<br />

dialih fungsikan menjadi tanah perkebunan dan<br />

hutan kemasyarakatan (konservasi sawah bersifat<br />

khusus untuk areal sawah di kawasan hutan; serta<br />

<br />

Agroforestry secara bertahap pada tanah sawah<br />

tersebut.<br />

Dalam penanganan konflik penggunaan tanah menggunakan kombinasi<br />

teknik sipil dan vegetatif. Metode yang digunakan adalah:<br />

1. Pembuatan teras : Teras kridit (kemiringan 3 - 10 %), teras gulud (Tgl)<br />

kemiringan 10 - 50 %, teras bangku (Tbk) kemiringan 10 - 30 %, teras<br />

Kebun (TBn) kemiringan 30 - 50 %, teras individu (Tin) kemiringan 30 - 50<br />

%; dan<br />

2. Penggunaan vegetatif dalam konservasi tanah adalah : penanaman<br />

tanaman penutup tanah (TPT), penempatan/ mengatur penanaman dalam<br />

jalur (strip cropping), pergiliran anaman (pt), penggunaan tanaman penguat<br />

teras (ptp), Agroforestry (Agf), hutan kemasyarakatan (Hkm).<br />

Laporan Akhir V - 48


RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

RENCANA TATA RUANG WILAYAH<br />

KABUPATEN NGAWI<br />

TAHUN 2010 – 2030<br />

RENCANA POLA RUANG WILAYAH<br />

5.8<br />

Laporan Akhir V - 49

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!