24.08.2015 Views

skripsi - Jurnal Dinamika Hukum - Unsoed

skripsi - Jurnal Dinamika Hukum - Unsoed

skripsi - Jurnal Dinamika Hukum - Unsoed

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

PENGESAHAN ISI DAN FORMAT SKRIPSISkripsi yang dibuat :Nama : WIJI RAHAYUNIM : E1A007303Angkatan : 2007Program Studi : Ilmu <strong>Hukum</strong>Bagian : <strong>Hukum</strong> PidanaJudul: TINDAK PIDANA PENCABULAN (Studi Kriminologistentang Sebab-sebab Terjadinya Pencabulan danPenegakan <strong>Hukum</strong>nya di Kabupaten Purbalingga)Isi dan format telah disetujui olehPada Tanggal: Februari 2013Pembimbing I/Penguji I Pembimbing I/Penguji II Penguji IIIDr.Angkasa, S.H., M.Hum. Dr.Agus Raharjo, S.H., M.Hum. Haryanto Dwi Atmodjo. SH,.M.HumNIP . 19640923 198901 1001 NIP . 19710810 199802 1001 NIP . 19570225 198702 1001MengetahuiDekan Fakultas <strong>Hukum</strong> Universitas Jenderal SoedirmanDr.Angkasa, S.H., M.Hum.NIP . 19640923 198901 1001


ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui dua hal, yaitu faktor penyebabterjadinya tindak pidana pencabulan, penegakan hukumnya yang perlu di lakukanuntuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana pencabulan.Penelitian ini di laksanakan di Kabupaten Purbalingga dengan metodepenelitian yuridis sosiologis dan kasus pencabulan.Hasil penelitian menujukan bahwa jumlah tindak pidana pencabulan dalamkurun waktu 2006-2012 bersifat fluktuatif. Adapun faktor-faktor penyebabterjadinya tindak pidana pencabulan adalah 1. faktor rendahnya pendidikan danekonomi , 2. faktor lingkungan atau tempat tinggal , 3. faktor minuman keras(beralkohol), 4. faktor teknologi, 5. Peranan korban dalam ranah etiologikriminologi dapat dikategorikan pada teori yang tidak berorientasi pada kelassosisl. Upaya penegakan hukumnya tindak pidana pencabulan adalah denganmelakukan 2 cara yaitu melalui upaya preventif yang harus di lakukan oleh setiapelemen, oleh individu, masyarakat, pemerintah, kepolisian dan pihak terkait.Kedua yaitu melalui upaya represif yang di lakukan oleh aparat penegak hukumyaitu Polres PurbalinggaKata kunci: pencabulan, etiologi kriminal, penegakan hukum


ABSTRACTThis study aims to determine two things, namely factor contributing to thecrime of abuse, law enforcement needs to be done to prevent and combat criminalabuse.The research was carried on in Purbalingga with juridical sociologicalresearch methods and abuse cases.The results addressing the obscene amount of crime in the period 2006-2012 fluctuated. The factors that cause the occurrence of criminal sexual abuse is1. lack of education and economic factors, 2. environmental factors or residence,3. factor liquor (alcohol), 4. technological factors, 5. The role of victims in thedomain of criminology etiology can be categorized on a theory that is not orientedsosisl class. Enforcement of criminal obscenity laws are 2 ways to do that isthrough preventive measures that should be done by each element, by individuals,communities, government, the police and other relevant parties. Second is throughrepressive efforts undertaken by law enforcement officials that police Purbalingga.Keywords: sexual abuse, criminal etiology, law enforcement


PersembahanKARYA KECIL INI KU PERSEMBAHKAN KEPADA:IBU DAN AYAH TERCINTA YANG TULUS IKLAS, SABAR DAN ATASSEGALA PENGORBANAN, DO’A DAN KASIH SAYANGNYA SELAMAINI, TERIMA KASIH IBU & AYAH, MOHON AMPUNI SEGALA KHILAFDAN SALAH ANAKMU SELAMA INI.UNTUK SUAMI KU TERKASIH YANG TELAH MEMBERIKUSEMANGAT DAN DUKUNGAN, ANA UHIBBUH’ILLAIKA.UNTUK ADIK-ADIKU TERCINTA, TERIMA KASIH YA...., ATAS SEMUAPENGORBANA DAN DO’A MU, MAAFKAN KAKAKMU BELUM BISAMEMBERIKAN YANG TERBAIK, SEMOGA KITA BISA BERSAMA-SAMA BISA MEMBERIKAN YANG TERBAIK BAGI IBU&AYAH,NANTINYA.....ALLOHUMMA, AMMIIN.Terima kasih atas ketulusan kasih sayang dan dukungan yangtelah diberikan,Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan meridhoi langkah kitaAmiin


KATA PENGANTARAssalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuhPenulis <strong>skripsi</strong> ini dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan untukmemperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas <strong>Hukum</strong> UniversitasJenderal Soedirman. Dengan segala kerendahan hati penulis haturkan puji syukurkehadirat Allah SWT, dimana berkat limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan <strong>skripsi</strong> ini yang berjudul“TINDAK PIDANA PENCABULAN (Studi Kriminologis tentang SebabsebabTerjadinya Pencabulan dan Penegakan <strong>Hukum</strong>nya di KabupatenPurbalingga).Penulis sangat bersyukur akhirnya <strong>skripsi</strong> ini dapat terselesaikan .sebuahkelegaan, karena segala sesuatunya akan dimulai dari sini. Penulis ingin berterimakasih kepada mereka yang telah memberikan semangat, membantu, menemani,menghibur, dan menguatkan hati penulis.Disisi lain, penulis amat menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ininiscaya jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, saran, kritik, dan masukan dariberbagai pihak tentunya akan memperkaya dan menjadi bagian penting dalamproses penyempurnaannya. Akhirnya, dengan segala kekurangan dan kerendahanhati, penuh ikhlas penulis memberikan hatur terima kasih sedalam-dalamnya,yang pertama kepada-NYA sang penguasa tunggal atas langit-bumi dan isinya.Selanjutnya kepada Rasul Allah, Muhammad SAW, pemimpin ummat manusiasegala zaman, yang berjuang membawa manusia dari alam kegelapan menujualam terang-benderang. Kemudian dengan rasa rendah hati dan rasa hormat yangsangat tinggi penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keduaorang tua penulis, Turahman dan Binah yang selama ini telah banyak berkorbanbaik materi maupun energi,dan kepada saudara penulis Wiji Rahayu, S.H. yangselalu memberikan semangat dan bantuan.Serta keluarga besar penulis yang selaluberdoa yang terbaik buat penulis.


Pada kesempatan kali ini dengan segala kerendahan hati penulissampaikan hasil penelitian yang penulis upayakan secara maksimal dengansegenap keterbatasan dan kekurangan yang penulis miliki sebagai manusia biasanamun berbekal pengetahuan yang ada serta arahan dan bimbingan, juga petunjukdari Dr. Angkasa, S.H., M.Hum selaku pembimbing I <strong>skripsi</strong> dan Dr. AgusRaharjo, S.H., M.Hum selaku pembimbing II <strong>skripsi</strong> yang selalu meluangkanwaktu di tengah kesibukan beliau yang luar biasa untuk memberi bimbingandengan sabar, saran, dan kritik yang membangun, menebarkan keceriaan sertaoptimisme kepada penulis dan akan selalu penulis ingat. Untuk itu penulisucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.Dengan segala kerendahan hati , ucapan terima kasih yang tak terhingga, wajibpenulis berikan kepada Yth:1. Bapak Dr. Angkasa, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas <strong>Hukum</strong>Universitas Jenderal Soedirman.2. Bapak Dr. Agus Raharjo, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas<strong>Hukum</strong> Universitas Jenderal Soedirman dan Pembimbing Akademik.3. Bapak Haryanto Dwi Atmodjo, S.H., M.Hum., dan Dr. Kuat Puji Prasetyo,S.H., M.Hum., yang telah berperan sebagai penguji <strong>skripsi</strong> ini ditengahkesibukan beliau.4. Pihak Polres Purbalingga dan LSM BKBPP yang telah banyak membantuselama melakukan penelitian.5. Para dosen/pengajar Fakultas <strong>Hukum</strong> Universitas Jenderal Soedirman.6. Para staf akademik Fakultas <strong>Hukum</strong> Universitas Jenderal Soedirman.7. Sahabat-sahabat penulis Adina yustianingsih, S.H., Dian Angraini, S.H.,dan Hindun Nur laela, S.H.8. Teman-teman KKN Kabupaten Pemalang.Serta seluruh pihak yang telah membuat perjalanan hidup penulis selama kuliahmenjadi penuh warna dan penuh arti dan banyak menciptakan kisah yang akanpenulis jadikan kisah klasik yang tak lekang oleh waktu.wa’allaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh


“adabanirobbi faahsanata’dibi”Hamba diberikan pendidikan (ada) oleh Rabbku, maka Dia menjadikan adab(pendidikan)-ku yang terbaik.Menjadi hutang bagi penulis kepada Allah SWT menjadi manusia yang baik.Purwokerto, Maret 2013Penulis


DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL....................................................................................iHALAMAN PENGESAHAN......................................................................iiABSTRAK....................................................................................................iiiABSTRACT..................................................................................................ivPERSEMBAHAN........................................................................................vPRAKATA....................................................................................................viDAFTAR ISI.................................................................................................viiiBAB I. PENDAHULUAN..........................................................................1A. Latar Belakang Masalah....................................................................1B. Perumusan Masalah...........................................................................5C. Tujuan Penelitian...............................................................................6D. Kegunaan Penelitian..........................................................................6BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................7A. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana.......................................71. Pengertian Tindak Pidana..............................................................72. Unsur-unsur Tindak Pidana...........................................................14B. Tindak Pidana Pencabulan............................................................191. Pengertian Pencabulan.................................................................192. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencabulan.......................................25C. Teori-teori Kriminologi Tentang Sebab-sebab Kejahatan...................28D. Kebijakan Kriminal dalam Penegakan danPenanggulangan Kejahatan.................................................................35


BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...............................................42A. Metode Pendekatan............................................................................42B. Metode Penelitian..............................................................................42C. Lokasi Penelitian................................................................................43D. Sumber Data.......................................................................................43E. Metode Penentuan Informan..............................................................44F. Instrumen Penelitian..........................................................................45G. Metode Pengumpulan Data...............................................................45H. Metode Penyajian Data......................................................................46I. Metode Analisis Data.........................................................................46J. Metode Uji Vailiditas Data.................................................................46BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.........................48A. Factor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencabulandi Kabupaten Purbalingga..................................................................48B. Upaya Penegakan <strong>Hukum</strong> Tindak Pidana Pencabulandi Kabupaten Purbalingga..................................................................61BAB V. PENUTUP.....................................................................................107A. Simpulan............................................................................................107B. Saran..................................................................................................108DAFTAR PUSTAKA


A. Latar Belakang MasalahBAB IPENDAHULUANTindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya dirumuskan oleh kitabundang-undang hukum pidana sebagai kejahatan atau tindak pidana. Jikadalam arti luas hal ini berhubungan dengan pembahasan masalah delikuens,deviasi, kualitas kejahatan berubah-ubah, proses kriminalisasi dandeskriminalisasi suatu tindakan atau tindak pidana mengingat tempat, waktu,kepentingan dan kebijaksanaan golongan yang berkuasa dan pandangan hidup,berhubungan dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebudayaan padamasa dan tempat tertentu. 1Kejahatan merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan yangmana memerlukan penanganan secara khusus. Hal tersebut dikarenakankejahatan akan menimbulkan keresahan dalam kehidupan masyarakat padaumumnya. Oleh karena itu, selalu diusahakan berbagai upaya untukmenanggulangi kejahatan tersebut, meskipun dalam kenyataannya sangat sulituntuk memberantas kejahatan secara tuntas karena pada dasarnya kejahatanakan senantiasa berkembang pula seiring dengan perkembangan masyarakat. 2Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan1 S.R.Sianturi, 2002, Asas-asas <strong>Hukum</strong> Pidana di Indonesia dan penerapannya,cet.3, Jakarta:Storia Grafika, hlm. 2042 Wirjono Prodjodikoro, 2002, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia,Jakarta:PT.Refika Aditama, hlm. 15.


perkembanggan masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akanikut berkembang seiring dengan perkembangan permasalahan yangf terjadi dimasyarakat. Dimana salah satu sifat hukum adalah dinamis.Perkembangan masyarakat yang begitu pesat dan meningkatnyakriminalitas, di dalam kehidupan bermasyarakat, berdampak kepada suatukecenderuangan dari anggota masyarakat itu sendiri untuk berinteraksi satudengan yang lainnya, dalam interaksi ini sering terjadi sesuatu perbuatan yangmelanggar hukum atau kaidah-kaidah yang telah ditentukan dalammasyarakat, untuk menciptakan rasa aman, tentram dan tertib, dalammasyarakat. Dalam hal ini tidak semua anggota masyarakat mau untukmenaatinya, dan masih saja ada yang menyimpang yang pada umumnyaperilaku tersebut kurang disukai oleh masyarakat. 3Semakin meningkatnya kriminalitas di Indonesia berakibat timbulnyaberbagai macam modus operandi dalam terjadinya tindak pidana. Disampingitu, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hukum pidana menyebabkanseorang menjadi korban perbuatan pidana atau seorang pelaku pidana. Salahsatu bentuk tindak pidana yang terjadi di dalam masyarakat adalah tindakpidana pencabulan anak.Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yangbertentanggan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang yangsemuanya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya seorang laki-laki3 Soerjono, Soekanto, 2000, Sosiologi Suatu Penggantar, Jakarta: Rajawali Pers,hlm. 21


meraba kelamin seorang perempuan. 4 Tindak pidana pencabulan di atur dalamkitab undang-undang pidana (KUHP) pada bab XIV Buku ke- II yakni dimulaidari Pasal 289-296 KUHP, yang selanjutnya dikategorikan sebagai kejahatanterhadap kesusilaan.Tindak pidana pencabulan tidak hanya di atur dalam KUHP sajanamun di atur pula pada UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.Kitab Undang-undang <strong>Hukum</strong> Pidana menyatakan perbuatan pencabulanterdapat pada Pasal 289 KUHP yang menyatakan bahwa:“Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasanmemaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan padanyaperbuatan dihukum karena salahnya melakukan perbuatan melanggarkesopanan dengan hukum penjara selama-lamanya Sembilan tahun”.Bentuk pencabulan cukup beragam, ada beberapa jenis istilah tentangpencabulan adalah: 51. Exhibitionism seksual : sengaja memamerkan alat kelamin padaanak2. Voyeurism : orang dewasa mencium anak dengan bernafsu3. Fonding : mengelus/meraba alat kelamin seorang anak4. Fellatio : orang dewasa memaksa anak untuk melakukan kontakmulut.4 Leden Marpaung, 2004, Kejahatan terhadap Kesusilaan dan MasalahPrevensiny, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 645 Kartini Kartono, 1985, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual,Bandung: Mandar Maju, hlm. 264


Berdasarkan penjelasan tersebut mengenai tindak pidana cabul yaitusuatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang di dorong oleh keinginanseksual untuk melakukan hal-hal yang dapat membangkitkan hawa nafsubirahi, sehingga menimbulkan kepuasan pada dirinya. Tindak pidanapencabulan itu terus berkembang hingga sekarang, dapat dikatakan tidak adaperubahan yang berarti meski struktur dan budaya masyarakat berkembangmenuju kearah modern. Masalah kejahatan merupakan bagian dari perubahansosial dan bukan hal yang baru, pada prinsipnya meskipun tempat danwaktunya berlainan namun tetap dinilai sama. Peningkatan kejahatan dariwaktu ke waktu tidak dapat dihindari, dikarenakan bentuk perubahan sosialsebagai pendorongnya.Tindak pidana pencabulan ini tidak hanya terjadidikota-kota bersar, bahkan terjadi di desa-desa terpencil.Salah satunya di wilayah Kabupaten Purbalingga yang menanganikasus pencabulan yang makin meningkat dan memprihatinkan. Terbuktiselama 8 bulan terakhir, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) PolresPurbalingga menangani total 32 kasus. Sekitar 10 kasus berakhir di pengadilandan sisanya damai secara kekeluargaan. Kapolres Purbalingga AKBP FerdySambo melalui Kasat reskrim, AKBP Sarji mengatakan kasus perkosaanmasuk dalam tindak pidana pencabulan. Pencabulan menimpa usia anak danremaja. 66 Radar Banyumas, tanggal 6 september 2012, Polres Tanggani 32 KasusPencabulan, hlm. 7


Tindak pidana pencabulan terhadap anak sebagai korbannyamerupakan salah satu masalah sosial yang sangat meresahkan masyarakatsehingga perlu di cegah dan di tanggulangi. Oleh karena itu masalah ini perlumendapatkan perhatian serius dari semua kalangan terutama kalangankriminolog dan penegak hukum.Kabupaten Purbalingga adalah kabupaten yang sedang berkemabangdari segala bidang. Begitu pula perkembangan hukumnya akan selaluberkembang seiring dengan perkembanggan masyarakat. Demikian pulapermasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring denganperkembangan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Salah satunyapermasalahan tentang tindak pidana pencabulan di Kabupaten Purbalinggayang memprihatinkan.Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulisingin melakukan penelitian apa sebenarnya yang menjadi faktor penyebabsehingga terjadinya tindak pidana pencabulan serta upaya penegakan hukumapa yang harus ditempuh dalam menanggulangi tindak pidana pencabulandengan judul “TINDAK PIDANA PENCABULAN (Studi Kriminologistentang Sebab-sebab Terjadinya Pencabulan dan Penegakan <strong>Hukum</strong>nyadi Kabupaten Purbalingga)”.B. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan suatupermasalahan sebagai berikut:


1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidanapencabulan di Kabupaten Purbalingga?2. Bagaimanakah upaya penegakan hukum untuk mengatasi tindak pidanapencabulan di Kabupaten Purbalingga?C. Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah:1. Untuk mengetahui dan menjelaskan perlindungan hukummengatasi tindak pidana pencabulan di Kabupaten Purbalingga.2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinyatindak pidana pencabulan di Kabupaten Purbalingga;D. Kegunaan Penelitian1. Kegunaan TeoritisDiharapkan dengan adanya <strong>skripsi</strong> ini dapat memberikan informasi, masukan bagipengembangan ilmu hukum pada umumnya, hukum pidana dan kriminologi padakhususnya mengenai sebab-sebab terjadinya pencabulan dan penegakanhukumnya.2. Kegunaan PraktisHasil penelitian dapat menjadi masukan bagi masyarakat pada umumnya dan parapenegak hukum pada khususnya dalam mencegah dan menanggulangi terjadinyatindak pidana pencabulan terhadap anak.


BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana1. Pengertian Tindak PidanaPembentuk undang-undang kita telah menggunakan istilah “tindakpidana” sebagai pengganti dari perkataan “strafbaar feit” tanpamemberikan sesuatu penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksuddengan perkataan “strafbaar feit”tersebut. Istilah tindak pidana sebagaiterjemahan dari “Strafbaar feit” merupakan perbuatan yang dilarang olehundang-undang yang diancam dengan pidana. 7Mezger mengatakan bahwa hukum pidana dapat didefinisikansebagai aturan hukum, yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yangmemenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana. 8 Denganperbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu dimaksudkanperbuatan yang dilakukan oleh orang, yang memungkinkan adanyapemberian pidana. Perbuatan semacam itu dapat disebut perbuatan yangdapat di pidana atau disingkat perbuatan jahat (Verbrechen atau Crime).Oleh karena dalam perbuatan jahat ini harus ada orang yangmelakukannya, maka persoalan tentang perbuatan tertentu itu diperinci7 Satochid, Kartanegara, <strong>Hukum</strong> Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Satu, BalaiLektur mahasiswa, Tanpa Tahun, hlm. 748 Sudarto, 1990, <strong>Hukum</strong> Pidana, Purwokerto:Fakultas <strong>Hukum</strong> Universitas jenderal SoedirmanPurwokerto Tahun Akademik 1990-1991, hlm. 23.


menjadi dua, ialah perbuatan yang dilarang dan orang yang melanggarlarangan itu.Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari istilah Belanda,yaitu strafbaar feit yang berasal dari kata strafbaar, artinya dapatdihukum. 9 Lebih lanjut Sudarto mengatakan bahwa, pembentuk undangundangsekarang sudah agak tepat dalam pemakaian istilah “tindakpidana”. Akan tetapi para sarjana hukum pidana mempertahankan istilahyang dipilihnya sendiri, misalnya Moeljatno, Guru Besar pada UniversitasGadjah Mada menganggap lebih tepat dipergunakan istilah “perbuatanpidana” (dalam pidatonya yang berjudul “Perbuatan pidana danpertanggungjawaban dalam hukum pidana”, 1955). 10Perlu dikemukakan di sini bahwa pidana adalah merupakan suatuistilah yuridis yang mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari bahasaBelanda "straf" yang dapat diartikan juga sebagai "hukuman". Sepertidikemukakan oleh Moeljatno bahwa istilah hukuman yang berasal darikata "straf" ini dan istilah "dihukum" yang berasal dari perkataan "wordtgestraft", adalah merupakan istilah-istilah konvensional. 11Beliau tidaksetuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan istilah-istilah yanginkonvensional, yaitu "pidana" untuk menggantikan kata "straf" dan“diancam dengan pidana" untuk menggantikan kata "wordt gestraft". Jika9 Ibid10 Lamintang, 1981, Kitab Pelajaran <strong>Hukum</strong> Pidana; Leeboek Van Het Nederlanches Straftrecht,Bandung:Pionir Jaya, hlm. 36.11 Moeljatno, 1993, Asas-asas <strong>Hukum</strong> Pidana, Jakarta:PT.Bima Aksara, hlm. 35


"straf" diartikan "hukuman", maka strafrecht seharusnya diartikan denganhukuman-hukuman. 12Bassar, mempergunakan istilah “tindak pidana” sebagai istilahyang paling tepat untuk menterjemahkan “strafbaar feit”, denganmengemukakan alasan “istilah tersebut selain mengandung pengertianyang tepat dan jelas sebagai istilah hukum, juga sangat praktis diucapkan.Di samping itu pemerintah di dalam kebanyakan peraturan perundangundanganmemakai istilah tindak pidana, umpamanya di dalam peraturanperaturantindak pidana khusus. 13Berkaitan dengan masalah belum adanya kesatuan pendapatmengenai istilah “strafbaar feit” dalamhukum pidana Indonesia,Sudartomenegaskan pemakaian istilah yang berlainan itu tidakmenjadikan soal, asal diketahui apa yang dimaksudkan, dan dalam hal iniyang penting adalah isi dari tindak pidana seperti yang dilakukan olehpembentuk undang- undang. Istilah lain sudah dapat di terima olehmasyarakat. Jadi mempunyai “sociologische gelding”. 14Pendapat dua sarjana di atas, dapatlah disimpulkan bahwaperkataan "pidana" merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu adapembahasan pengertian yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-12 Ibid13 Bassar , Soedrajat, 1999, Tindak-tindak Pidana Tertentu, Bandung: Ghalian,hlm. 114 Muladi dan Barda Nawawi Arif, 1992, Teori-teori dan kebijakan pidana,Bandung:Alumni, hlm. 2


sifatnya yang khas. Untuk memberi gambaran yang lebih luas, maka perludikemukakan beberapa pendapat atau definisi dari para sarjana tentangpidana. Menurut Sudarto yang dimaksud dengan pidana adalahpenderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukanperbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. 15Saleh mengatakan bahwa pidana adalah reaksi atas delik, dan iniberwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepadapembuat delik itu. Cross, mengatakan bahwa pidana berarti pengenaanpenderitaan oleh negara kepada seseorang yang telah dipidana karenasuatu kejahatan. 16Dengan cara lain Hart mengatakan bahwa pidanaharus: 17a. Mengandung penderitaan atau konsekuensi-konsekuensi lain yangtidak menyenangkan;b. Dikenakan kepada seseorang yang benar-benar atau disangka benarmelakukan tindak pidana;c. Dikenakan berhubung suatu tindak pidana yang melanggar ketentuanhukum;d. Dilakukan dengan sengaja oleh orang selain pelaku tindak pidana;e. Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh penguasa sesuai dengan ketentuansuatu sistem hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut.15 Sudarto, op.cit, hlm. 2416 Ibid17 Ibid


Lamintang mengatakan bahwa pidana itu sebenarnya hanyamerupakan suatu penderitaan atau suatu alat belaka. Hal itu berarti pidanaitu bukan merupakan suatu tujuan dan tidak mungkin dapat mempunyaitujuan. 18 Pernyataan yang dikemukakan di atas adalah untuk mengingatkanadanya kekacauan pengertian antara pidana dan pemidanaan yang seringdiartikan sama dengan menyebut tujuan pemidanaan dengan perkataan"tujuan pidana".Pengertian dari tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanyadirumuskan oleh Kitab Undang-undang <strong>Hukum</strong> Pidana (KUHP) sebagaikejahatan atau tindak pidana akan tetapi di dalamnya tidak memberirincian tindak pidana tersebut. Ketidakjelasan pengertian tindak pidana,memunculkan berbagai pendapat mengenai pengertian tindak pidana, paraahli hukum memberikan pengertian yang berbeda-beda, diantaranya:a. UtrechtMenurut Utrecht, pengertian tindak pidana yaitu meliputi perbuatanatau suatu melalaikan maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkanoleh karena perbuatan atau melalaikan itu) "peristiwa pidana" adalahsuatu peristiwa hukum (peristiwa kemasyarakatan yang membawaakibat yang diatur oleh hukum. 19b. Vos18 Lamintang, op.cit, hlm. 36.19 Utrecht, 1986, <strong>Hukum</strong> Pidana 1, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, hlm. 252.


Menurut Vos peristiwa pidana, yaitu adalah suatu kelakuan. Dalamdefinisi Vos dapat dilihat anasir-anasir sebagai berikut:1) Suatu kelakuan manusia;2) Akibat anasir ini ialah hal peristiwa dan pembuat tidakdapat dipisahkan satu dengan lain;3) Suatu kelakuan manusia yang oleh peraturan perundangundangan(Pasal 1 ayat (1) KUHP) dilarang umum dan diancamdengan hukuman. Kelakuan yang bersangkutan harus dilarang dandiancam dengan hukuman, jadi tidak semua kelakuan manusiayang melanggar ketertiban hukum adalah suatu peristiwa pidana. 20c. PompeMenurut Pompe tindak pidana dari gambaran teoritis sama artinyadengan suatu peristiwa pidana. Peristiwa pidana yaitu suatupelanggaran kaidah, diadakan karena kesalahan pelanggar, dan harusdiberi hukuman untuk dapat mempertahankan tata hukum danmenyelamatkan kesejahteraan umum Anasir-anasir tindak pidana atauperistiwa pidana itu menurut Pompe adalah sebagai berikut:1) Suatu kelakuan yang bertentangan dengan (melawanhukum) (onrechtmatig atau wederrechtelijk);2) Suatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah(aan schuld (van de overtreder) te wijten);20 Ibid


3) Suatu kelakuan yang dapat dihukum (stafbaar). 21d. MoeljatnoMenggunakan istilah “perbuatan pidana” dengan pertimbangan bahwaperbuatan itulah keadaan yang dimuat oleh seseorang atau barangsesuatu yang dilakukan dan perbuatan itu menunjuk baik kepadaakibatnya maupun yang menimbulkan akibat. Moeljatno, memberikanpengertian tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatuaturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupapidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. 22e. Van HamelPengertian tindak pidana yaitu: kelakuan atau tingkah laku orang yangbersifat melawan hukum dengan kesalahan yang dapat dipidana. 23f. SudartoMenurut Sudarto, pengertian tindak pidana adalah suatu pengertianyuridis, lain halnya dengan istilah "perbuatan jahat" atau "kejahatan"(crime atau verbrechen atau misdaad) yang bisa diartikan secarayuridis atau secara kriminologis. 24g. Wirjono Prodjodikoro21 Ibid22 Moeljatno, op.cit, hlm. 38.23 Ibid24 Ibid, hlm. 40-57.


Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana dapat digolongkan 2(dua) bagian, yaitu:1) Tindak pidana materiil.Pengertian tindak pidana materil adalah, apabila tindak pidanayang dimaksud dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkansuatu akibat tertentu, tanpa merumuskan ujud dari perbuatan itu. 252) Tindak pidana formil.Pengertian tindak pidana formal yaitu apabila tindak pidana yangdimaksud, dirumuskan sebagai wujud perbuatan tanpamenyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu. 262. Unsur-unsur Tindak PidanaPengertian unsur tidak pidana hendaknya dibedakan daripengertian unsur-unsur tindak pidana sebagaimana tersebut dalamrumusan undang-undang. Pengertian yang pertama (unsur), ialah lebih luasdari yang kedua (unsur-unsur). Misalnya unsur-unsur (dalam arti sempit)dari tindak pidana pencurian biasa, ialah yang tercantum dalam Pasal 362KUHP. 27 Lamintang mengatakan bahwa setiap tindak pidana dalam KUHPpada umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam,25 Wiryono Prodjodikoro, 1986, Tindakan-Tindakan pidana Tertentu diIndonesia, Bandung: Erosco, hlm. 55-57.26 Ibid27 Ibid


yaitu unsur-unsur subjektif dan objektif, yang dimaksud unsur-unsursubjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atauberhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya yaitu segalasesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksudunsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengankeadaan-keadaan, yaitu keadaan-keadaan mana tindakan dari si pelaku ituharus dilakukan. 28Unsur-unsur subjektif dari sesuatu tindak pidana ituadalah:1 Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus/culpa)1) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging sepertiyang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP. 29Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapatmisalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan,pemalsuan dan lain-lain. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana ituadalah:1) merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yangmisalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340KUHP.2) Perasaan takut atau vrees seperti yang antara lain terdapat di dalamrumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.28 Lamintang, 1981, Kitab Pelajaran <strong>Hukum</strong> Pidana; Leekboek Van HetNederlanches Straftrecht, Pionir Jaya, Bandung, hlm.12329 Ibid


Sedangkan unsur-unsur dari sesuatu tindak pidana itu adalah:1) Sifat melanggar hukum;2) Kualitas dari si pelaku;3) Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagaipenyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. 30Moeljatnomembedakan dengan tegas “dapat dipidananyaperbuatan” (de strafbaarheid van het feit atau het verboden zij in het feit) dan“dapat dipidananya orangnya” (strafbaarheid van de persoon) dan sejalandengan ini beliau memisahkan antara pengertian “perbuatan pidana”(criminal act) dan “pertanggungan jawab pidana” (criminal responsibility).Oleh karena hal tersebut dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana tidakmeliputi pertanggung jawab pidana. Pandangan beliau dapat disebutpandangan dualistis mengenai perbuatan pidana (tindak pidana danstrafbaar feit) pandangan ini adalah penyimpangan dari pandanggan yangdisebut oleh beliau sebagai pandangan yang monistis, yang dianggapnyakuno. Pandangan monistis ini melihat keseluruhan syarat untuk adanyapidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan.di bawah ini akandiberikan berturut-turut pendapat Para sarjana mengenai tindak pidana danunsur-unsurnya. Golongan pertama adalah mereka yang bisa dimasukan kedalam “aliran monistis” dan kedua pandangan”dualistis”. Golongan pertama,sebagai berikut: 3130 Ibid, hlm. 18431 Sudarto, op.cit, hlm. 24


a. D. SimonsUnsur-unsur strafbaar feit adalah :1) Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidakberbuat atau membiarkan).2) Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld).3) Melawan hukum (onrechtmatig).4) dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verbandstaand)5) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab(teorekeningsvatbaar persoon).Simons mengatakan adanya unsur objektif dan unsur subjektif daristafbaar feit adalah:1) Yang dimaksud dengan unsur objektif ialah perbuatan orang2) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu3) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-perbuatanitu seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat “openbaar” atau “di mukaumum”Sedangkan unsur subjektif dari strafbaar feit adalah:1) orangnya mampu bertanggung jawab;2) adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan harus dilakukandengan kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat


dari perbuatan atau dengan keadaan-keadaan manakala perbuatan itudilakukan.b. Van HamelStrafbaar feit adalah een wettelijk omschreven menschelijkegedraging, onrechmatig, strafwardig en aan schuld te wijten.Jadi unsur-unsurnya:1) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang2) Bersifat melawan hukum3) Dilakukan dengan kesalahan dan,4) Patut dipidana.c. E. MezgerTindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana, dengandemikian unsur-unsurnya adalah:1) Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif ataumembiarkan);2) Sifat melawan hukum (baik bersifat objektif maupunbersifat subjektif)3) Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang4) Diancam dengan pidana.d. Wirjono ProdjodikoroBeliau mengemukakan definisi pendek yakni: tindak pidana berartisuatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. 3232 Ibid, hlm.26


Pandangan para sarjana yang dapat dimasukan sebagai golonganyang mempunyai pandangan dualistis tentang syarat-syarat pemisahanyaitu: 33a. H.B. VosStrafbaar feit hanya berunsurkan:1) Kelakuan manusia dan2) Diancam pidana dalam undang-undangb. W.P.J. PompeMenurut hukum positif strafbaar feit adalah tidak lain dari feit yangdiancam pidana dalam ketentuan undang-undang, jadi perbuatan ituadalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengankesalahan dan diancam pidana.c. MoeljatnoDalam pidato Dies Natalis tersebut beliau memberikan arti tentangstrafbaar feit, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana,barang siap melanggar larangan tersebut. Untuk adanya perbuatanpidana harus ada unsur-unsur:1) Perbuatan (manusia)2) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (inimerupakan syarat formal) dan3) Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).33 Ibid


Jadi dari pandangan sarjana yang beraliran dualistis ini ada pemisahanantara criminal act dan criminal responsibility.Menurut sistem KUHP Indonesia tindak pidana dibagi ataskejahatan (misdrijven) dan pelanggaran(overtredingen). Pembagian dalamdua jenis ini, tidak ditentukan dengan nyata-nyata dalam suatu pasalKUHP, akan tetapi sudah dianggap demikian adanya. 34Dalam Buku IIKUHP diatur tentang Kejahatan sedangkan dalam Buku III diatur tentangPelanggaran.Dengan kata lain KUHP tidak memberikan kriteriamengenai pembedaan jenis tindak pidana tersebut, akan tetapi KUHPhanya memasukan dalam kelompok pertama kejahatan dan kelompokkedua pelanggaran.B. Tindak Pidana Pencabulan1) Pengertian PencabulanPencabulan merupakan kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksualdengan orang yang tidak berdaya seperti anak, baik pria maupun wanita, dengankekerasan maupun tanpa kekerasan. Pengertian pencabulan atau cabul dalamKamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai berikut: pencabulan adalah katadasar dari cabul, yaitu kotor dan keji sifatnya tidak sesuai dengan sopan santun(tidak senonoh), tidak susila, bercabul: berzinah, melakukan tindak pidana asusila,mencabul: menzinahi, memperkosa, mencemari kehormatan perempuan, film34 Ibid


cabul: film porno. Keji dan kotor, tidak senonoh (melanggar kesusilaan,kesopanan). 35Pencabulan oleh Moeljatno dikatakan sebagai segala perbuatan yangmelanggar susila atau perbuatan keji yang berhubungan dengan nafsukekelaminannya. 36Definisi yang diungkapkan Moeljatno lebih menitikberatkanpada perbuatan yang dilakukan oleh orang yang berdasarkan nafsu kelaminanya,di mana langsung atau tidak langsung merupakan perbuatan yang melanggarsusila dan dapat dipidana.R. Soesilo memberikan penjelasan terhadap perbuatan cabul yaitu segalaperbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji,semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. 37 Jenis pencabulan dalamKitab Undang – Undang <strong>Hukum</strong> Pidana diantaranya:a) Perbuatan cabul dengan kekerasanDi maksud dengan kekerasan, yaitu membuat orang jadi pingsan atautidak berdaya lagi, menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani sekuatmungkin secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan ataudengan segala macam senjata, menyepak, menendang dan sebagainyayang menyebabkan orang terkena tindakan kekerasan itu merasa sakit.35 Departermen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit, hlm. 14236 Moeljatno, 2003, Kitab Undang-undang <strong>Hukum</strong> Pidana (KUHP), Jakarta:Bumi Aksara, hlm. 10637 R. Soesilo. 1996. Kitab Undang-Undang <strong>Hukum</strong> Pidana (KUHP) sertakomentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, Bogor : Politeia. Hlm 21238 Ibid


Terdapat pada Pasal 289 KUHP: Barang siapa dengan kekerasan ataudengan ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan ataumembiarkan dilakukan padanya perbuatannya cabul, karena perbuatanyang merusak kesusilaan, di pidana penjara selama – lamanyasembilan tahun.Ancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang memaksa seseoranguntuk melakukan perbuatan cabul atau memaksa seseorang agar iamembiarkan dirinya diperlakukan cabul, dengan kekerasan ataudengan ancaman kekerasan. Dimaksud dengan perbuatan cabul sesuaidengan Pasal 289 KUHP ialah segala perbuatan yang melanggarkesusilaan, kesopanan, atau perbuatan keji, semuanya itu dalamlingkungan nafsu birahi kelamin, ciuman, meraba – raba anggotakemaluan, buah dada, dan sebagainya. Persetubuhan termasuk puladalam pengertian ini, tetapi dalam Undang-undang disebutkan sendiri,yaitu dalam Pasal 285 KUHP hanya dapat dilakukan oleh seorang priaterhadap seorang wanita, sedangkan perkosaan untuk cabul Pasal 289KUHP dapat juga dilakukan oleh seorang wanita terhadap seorangpria.b) Perbuatan cabul dengan seseorang dalam keadaan pingsan atautidak berdaya pada Pasal 290 KUHP, dapat di pidana dengan pidanapenjara selama – lamanya tujuh tahun. Barang siapa melakukanperbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya, bahwa orang


itu pingsan atau tidak berdaya. Pingsan artinya hilangnya ingatan atautidak sadar akan dirinya, umpamanya karena minum racun kecubungatau obat-obat lainnya yang menyebabkan tidak ingat lagi, orang yangpingsan itu tidak mengetahui lagi apa yang terjadi dengan dirinya.Tidak berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga samasekali, sehingga tidak mampu mengadakan perlawanan sedikit juapun,seperti halnya orang diikat dengan tali pada kaki dan tangannya,terkurung dalam kamar, terkena suntikan, sehingga orang itu menjadilumpuh, orang yang tidak berdaya ini masih dapat mengetahui apayang terjadi atas dirinya. 39c) Perbuatan cabul dengan seseorang dengan cara membujuk terdapatdalam Pasal 290 KUHP, dipidana dengan pidana penjara selama –lamanya tujuh tahun. Barang siapa melakukan perbuatan cabul denganseseorang yang diketahui atau patut dapat di sangka, bahwa umurorang itu belum cukup lima belas tahun atau umur itu tidak terang,bahwa ia belum pantas untuk di kawini, untuk melakukan ataumembiarkan diperbuat padanya perbuatan cabul. Orang yangmembujuk (mempengaruhi dengan rayuan) seseorang yang umumnyadibawah lima belas tahun untuk melakukan perbuatan cabul.d) Perbuatan cabul dengan seseorang dengan cara tipu daya dankekuasaan yang timbul dari pergaulan tedapat dalam Pasal 293 KUHPyang menentukan bahwa: Barang siapa dengan hadiah atau dengan39 Ibid


perjanjian akan memberikan uang atau barang dengan salah memakaikekuasaan yang timbul dari pergaulan atau dengan memperdayakan,dengan sengaja membujuk orang dibawah umur yang tidak bercacatkelakuannya, yang diketahuinya atau patut dapat disangkakannyamasih dibawah umur, melakukan perbuatan cabul dengan dia, ataumembiarkan perbuatan cabul itu dilakukan pada dirinya, dipidanadengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun. Cara membujuk itudengan jalan mempergunakan:1) Hadiah atau perjanjian akan memberikan uang atau barang2) Kekuasaan yang timbul dari pergaulan3) Tipu dayaOrang yang di bujuk itu belum dewasa dan tidak bercacatkelakuannya, maksudnya hanya mengenai kelakuan dalam segiseksuil, membujuk seseorang pelacur yang belum dewasa tidak masukdalam pasal ini, karena pelacur sudah cacat kelakuannya dalam bidangseksuil. Perjanjian itu harus mengarah pada pemberian uang ataubarang, perjanjian dalam hal lain tidak termasuk dalam hal ini.Kejahatan ini adalah suatu delik aduan, tempo untuk memasukkanpengaduan ialah sembilan bulan bagi orang yang di dalam negeri dandua belas bulan bagi orang yang di luar negeri, jelas pengaduan initidak boleh lewat dari tempo yang telah ditetapkan di atas ini bilaterlambat berarti kadaluarsa. 4040 Ibid, hlm. 255


Pasal 82 UU N0. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,yang menetapkanbahwa: setiap orang yang dengan sengajamelakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukantipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untukmelakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidanadengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahundan denda paling banyak 300 juta rupiah dan paling sedikit 60 jutarupiah.Hak anak adalah bagian dari Declaration Human of Right ofThe Child yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua,keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Perlindungan anakbertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapathidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuaidengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatperlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anakIndonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Oleh karenaitu adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 pelaku tindakpidana pencabulan diancam pidana lebih berat dari beban moral danmateriil korban.


2 Unsur-unsur Tindak Pidana PencabulanUntuk dapat menyatakan seseorang bersalah telah melakukanperbuatan cabul yang melanggar Pasal 290 KUHP maka harus memenuhiunsur- unsur sebagai berikut: 41Unsur-unsur Pasal 290 sub 1 e.a. Unsur objektif:1) Barang siapa;Yang dimaksud dengan perkataan barang siapa adalah menunjukkanbahwa siap saja yang apabila orang tersebut terbukti memenuhisemua unsur dari tindak pidana yang dimaksud di dalam ketentuanpidana yang diatur dalam Pasal 290 sub 1 e KUHP, maka ia dapatdisebut sebagai palaku dari tidak pidana tersebut.2) Melakukan pencabulan dengan seseorang;Yang dimaksud dengan malakukan pembuatan cabul adalahmelakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atauperbuatan yang keji dalam lingkungan nafsu birahi kelamin,misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, merabaraba,buah dada dan sebagainya.b. Unsur subjektif:Diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.Bahwanya seseorang berada dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya41 Moch, Anwar, 1981, <strong>Hukum</strong> Pidana Bagian Khusus (kuhp buku II) jilid 2,Bandung:Alumni, hlm. 181


harus diketahui oleh pelaku. Dimaksud dengan pingsan adalah beradadalam keadaan tidak dasar sama sekali, sehingga ia tidak dapatmengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Dimaksud dengan tidakberdaya ialah bahwa ia terjadi pada dirinya. Dimaksud dengan tidakberdaya ialah bahwa ia tidak dapat berbuat apa-apa, kendari iamengetahui apa yang terjadi pada dirinya.Tidak berdaya artinya tidak mempeunyai kekuatan atau tenagasama sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikipun,misalnya mengikat dengan tali kaki dan tangannya, mengurung dalamkamar, memberikan suntikan, sehingga orang itu lumpuh.Unsur-unsur Pasal 290sub 2ea. Unsur Objektif:1) Barang siapa;Yang dimaksud dengan perkataan barang siapa adalahmenunjukkan bahwa siapa saja yang apabila orang tersebut terbuktimemenuhi semua unsur dari tindak pindana yang dimaksudkandidalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 290 sub KUHP,maka ia dapat sebut dari tidak pidana tersebut.2) Melakukan perbuatan cabul dengan seseorang;Yang dimaksud dengan melakukan perbuatan cabul adalahmelakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopana) atauperbuatan yang keji dalam kelingkungan nafsu birahi kelamin,


misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, merabarabadada dan sebagainya.b. Unsur Subjektif:Ketahui atau patut harus disangkanya bahwa umur orang itu belumcukup 15 (lima belas) tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya,bahwa orang itu belum masanya buat perkawinan hanya diizinkan jikapihak pria sudah mencapai umur 19 tahun. Perkawinan hanya dizinkanjika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita umur16 (enam belas) tahun dengan kemungkinan meminta dispensasikepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orangtua pria maupun wanita.Unsur-unsur Pasal 290 sub 3ea. Unsur Objektif:1) Barang siapaYang dimaksud dengan perkataan batrang siapa adalah menunjukkanbahwa siapa saja yang apabila orang tersebut terbukti memenuhisemua unsur dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuanpidana yang diatur dalam Pasal 290 sub 2e KUHP, maka ia dapatdisebut sebagai pelaku dari pidana tersebut.2) Membujuk (menggoda) seseorangPengertian “membujuk” tidak persyaratan dipergunakannya caracaratertentu agar seseorang melakukan suatu perbuatan. Hal ini


dapat terjadi dengan permintaan pelaku agar dipegannya alatkelaminnya.2) Untuk melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinyaperbuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan orang lain dengantiada kawin.Yang dimaksud dengan melakukan perbuatan cabul adalahmalakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atauperbuatan yang keji dalam lingkungan nafsu birahi kelamin,misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-rababuah dada dan sebagainya.Persetubuhan yang dimaksud disini adalah persetubuhan yangdilakukan oleh seseorang yang dewasa dengan seseorang yang belumberumur 15 tahun.b. Unsur Subjektif:Diketahui atau patut harus disangkanya bahwa orang itu belum cukup15 (lima belas) tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya. Bahwaorang itu belum masanya buat dikawini.C. Teori-teori Kriminologi tentang Sebab-sebab KejahatanSesuai dengan perkembangan teori-teori yang dikembangkan olehmazhab-mazhab dalam bidang etiologi criminal, di bawah ini berturut-turutakan dibicarakan teori-teori yang mencari sebab-sebab kejahatan daribeberapa aspek yaitu: 4242 I.S, Susanto, 2011, Kriminologi, Yogyakarta:Genta Publishing, hlm. 47


1. Teori-teori yang Mencari sebab Kejahatan dari Aspek Fisik (BiologisKriminal)Usaha-usaha mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri biologis dipelopori oleh ahli-ahli frenologi, seperti Gall (1758-1828), Spurzheim (1776-1832), yang mencoba mencari hubungan antara bentuk tengkorak kepala dengantingkah laku. Mereka mendasarkan pada pendapat Aristoteles yang menyatakanbahwa otak merupakan organ dari akal. ajaran ahli-ahli frenologi ini mendasarkanpada preposisi dasar:1) Bentuk luar tengkorak kepala sesuai dengan apa yang ada didalamnyadan bentuk dari otak,2) Akal terdiri dari kemampuan atau kecakapan,dan3) Kemampuan atau kecakapan ini berhubungan dengan bentuk otak dantengkora kepala.2. Teori-teori yang Mencari sebab Kejahatan dari Faktor Psikologis danPsikiatris (Psikologi Kriminal)Usaha untuk mencari sebab-sebab kejahatan dari faktor psikis termasukagak baru.seperti halnya para positivistis pada umumnya, usaha mencari ciri-ciripsikis pada para penjahat didasarkan anggapan bahwa penjahat merupakan orangorangyang mempunyai ciri-ciri psikis yang berbeda dengan orang-orang yangbukan penjahat, dan cirri-ciri pisikis tersebut terletak pada intelegensinya yangrendah. 4343 Ibid, hlm. 56


Mengingat konsep tentang jiwa yang sehat sangat sulit dirumuskan, dankalaupun, ada maka perumusannya sangat luas. Adapun bentuk-bentuk gangguanmental yaitu: 441) Psikoses2) Neoroses3) Cacat Mental3. Teori-teori yang Mencari sebab Kerajahatan dari Faktor SosiologiKultural (Sosiologi Kriminal)Objek utama sosiologi kriminal adalah mempelajari hubungan antaramasyarakat dengan anggotanya, antara kelompok, baik karena hubungan tempatmaupun etnis dengan anggotanya, antara kelompok dengan kelompok, sepanjanghubungan tersebut dapat menimbulkan kejahatan. 45 Secara umum dapat dikatakansetiap masyarakat memiliki tipe kejahatan dan penjahat sesuai dengan budayanya,moralnya, kepercayaannya serta kondisi-kondisi sosisl, politik, ekonomi, hukumdan hankam serta struktu-struktur yang ada.Mempelajari tindak penyimpangan sosial (kejahatan), dapat melalui 2 carapendekatan yaitu: 461) Melihat penyimpangan sebagai kenyataan objektif2) Penyimpangan sebagai problematika subjektif44 Ibid, hlm. 5845 Ibid, hlm. 7246 Ibid, hlm. 75


Usaha mencari sebab-sebab kejahatan dari aspek sosial sudah dimulai jauhsebelum lahirnya kriminologi, sedangkan usaha mencari sebab-sebab kejahatan(secara ilmiah) dari aspek sosial dipelopori oleh mazhab lingkungan yang munculdi Prancis pada abad 19, yang merupakan reaksi terhadap ajaran Lombroso.Mannheim membedakan teori-teori sosiologi kriminal ke dalam: 471) Teori yang berorientasi pada kelas sosial, yaitu teori-teori yangmencari sebab kejahatan dari ciri-ciri kelas sosial, perbedaan diantara kelas-kelas sosial yang ada. Termasuk dalam teori ini adalahteori anomie dan teori-teori sub-budaya delinkuen.Teori kelas dapat dipandang sebagai “pendewasaan” teoriteorisosiologi kriminal. Berbeda dengan teori-teori sebelumnyayang mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri yang terdapatatau yang melekat pada orang atau pelakunya, teori kelas mencari“di luar” pelakunya, khususnya pada struktur sosial yang ada.2) Teori-teori yang tidak berorientasi pada kelas sosial yaitu teoriteoriyang membahas sebab-sebab kejahatan tidak dari kelas sosial,tetapi dari aspek yang lain seperti lingkungan, kependudukan,kemiskinan, dan sebagainya, termasuk dalam teori ini adalah teoriteoriekologis, teori konflik kebudayaan, teori faktor ekonomi, dandifferential association.47 Ibid, hlm. 80


Dapat dikatakan teori ini sudah agak kuno dibanding denganteori-teori kelas. Adapun teori-teori yang termasuk teori tidakberorientasi pada kelas sosial yaitu: 48a. Teori ekologisTeori-teori ini mencoba dan mencari sebab-sebab tertentubaik dari lingkungan manusia maupun sosial yaitu:1. Kepadatan penduduk2. Mobilitas penduduk3. Hubungan desa dan kota khususnya urbanisasi4. Daerah kejahatan dan perumahan kumuhb. Teori konflik kebudayaanTeori ini diajukan oleh T. Sellin dalam sosial, kepentingandan norma-norma. Konflik antara norma-norma dari aturan-aturankultural yang berbeda dapat terjadi antara lain:1. Bertemunya dua budaya besar2. Budaya besar menguasai budaya kecil3. Apabila anggota dari suatu budaya pindah ke budaya lain.c. Teori-teori faktor ekonomiPandangan bahwa kehidupan ekonomi merupakan hal yangfundamental bagi seluruh struktur sosial dan kultural dankarenanya menentukan semua urusan dalam struktur tersebut,merupakan pandangan yang sejak dulu dan hingga kini masih48 Ibid


diterima luas. Mengenai hubungan antara faktor ekonomi dankejahatan agaknya perlu diperhatikan beberapa hal yaitu:1. Teknik studi2. Batasan dan pengaruh dari kemiskinan dan kemakmurand. Teori differential associationTeori ini berlandaskan pada proses belajar, yaitu perilakukejahatan adalah perilaku yang dipelajari. Menuru Sutherlandperilaku kejahatan adalah perilaku manusia yang sama denganperilaku manusia pada umumnya yang bukan kejahatan. 49Menjelaskan proses terjadinya perilaku kejahatan,Sutherland mengajukan 9 proposisi sebagai berikut: 501. Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari secaranegative berarti perilaku kejahatan tidak diwarisi.2. Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang laindalam suatu proses komunikasi. Komunikas tersebut terutamabersifat lisan maupun dengan menggunakan bahasa isyarat.3. Bagian yang terpenting dalam proses mempelajari tingkah lakukejahatan terjadi dalam kelompok personal yang intim. Secaranegative komunikasi yang bersifat nirpersonal seperti melalui49 Ibid50 Soedjono Dirdjosisworo, 1994, Kriminologi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,hlm. 108


ioskop, surat kabar, secara relative, tidak mempunyai perananyang penting dalam terjadinya perilaku kejahatan.4. Apabila perilaku kejahatan dipelajari, maka yang harusdipelajari teesebut meliputi: teknik melakukan kejahatan,motif-motif tertentu, dorongan, alasan pembenaran dan sikap.5. Arah dari motif dan dorongan dipelajari melalui batasan(definisi) aturan hukum baik sebagai hal yang menguntungkanmaupun yang tidak.6. Seseorang menjadi delinkeun karena lebih banyak berhubungandengan pola-pola tingkah laku jahat dari pada tidak jahat.7. Differential association dapat bervariasi dalam frekuensinya,lamanya,prioritasnya dan intensitasnya. Hubungan dengan ini,maka differential association bisa dimulai sejak anak-anak danberlangsung sepanjang hidup.8. Proses mempelajari perilaku kejahatan diperoleh melaluihubungan dengan pola-pola kejahatan dan anti kejahatan yangmenyangkut seluruh mekanisme yang melibatkan pada setiapproses belajar pada umumnya.9. Sementara perilaku kejahatan merupakan persyataan kebutuhandan nilai-nilai umum, akan tetapi hal tersebut tidak dijelaskanoleh kebutuhan dan nilai-nilai, sebab perilaku yang bukankejahatan juga merupakan peryataan dari nilai yang sama.Pencuri umumnya mencuri karena kebutuhan untuk


memperoleh uang akan tetapi pekerja yang jujur, dia bekerjajuga dengan tujuan untuk memperoleh uang.Dalam mengajukan teorinya tersebut, Sutherland ingin menjadikanteorinya tersebut sebagai teori yang dapat menjelaskan semua sebabsebabkejahatan.D. Kebijakan Kriminal dalam Penegakan dan PenanggulanganKejahatanBerbicara mengenai penegakan hukum pidana di Indonesia, tentunyaberbicara mengenai 2 (dua) tonggaknya, yakni hukum pidana materiil danhukum pidana formil. <strong>Hukum</strong> pidana materiil di Indonesia secara umum diaturdi dalam Kitab Undang-undang <strong>Hukum</strong> Pidana (KUHP), dan secara khususbanyak diatur di peraturan perundang-undangan yang mencantumkanketentuan pidana. Begitu juga dengan hukum pidana formil di Indonesia,diatur secara umum di dalam Kitab Undang-undang <strong>Hukum</strong> Acara Pidana(KUHAP), dan secara khusus ada yang diatur di undang-undang yangmencantumkan ketentuan pidana .Berpijak pada kedua aturan hukum positif di atas, penegakan hukumpidana di Indonesia menganut 2 (dua) sistem yang diterapkan secarabersamaan, yakni sistem penegakan hukum pidana secara penegasanpembagian tugas dan wewenang antara jajaran aparat penegak hukum acarapidana secara instansional (Diferensiasi Fungsional) dan sistem peradilanpidana yang mengatur bagaimana penegakan hukum pidana dijalankan(Intregated Criminal Justices system). Mengapa demikian, karena pada


strukturnya, penegakan hukum pidana Indonesia dari hulu ke hilir ditanganilembaga yang berdiri sendiri secara terpisah dan mempunyai tugas sertawewenangnya masing-masing. Misalnya penyelidikan dan penyidikandilakukan oleh kepolisian, penuntutan dilakukan oleh kejaksaan, danpemeriksaan persidangan beserta putusan menjadi tanggung jawab dari hakimyang berada di bawah naungan Mahkamah Agung. Hal tersebut yang menjadisebab Indonesia dikatakan menganut sistem differensiasi fungsional. Namunapabila ditilik dari proses kerjanya, ternyata semua lembaga tersebut bekerjasecara berkelanjutan dan berkesinambungan. Antara kepolisian dan kejaksaanmisalnya, ketika melakukan penyidikan kepolisian akan menyusun beritaacara pemeriksaan yang nantinya menjadi dasar dari kejaksaan untukmenyusun surat dakwaan. Sementara itu, ada juga proses yang dinamakan prapenuntutan, yakni ketika berkas dari kepolisian di anggap belum lengkapuntuk menyusun surat dakwaan oleh kejaksaan, maka berkas tersebutdikembalikan ke kepolisian untuk dilengkapi disertai dengan petunjuk darijaksa yang bersangkutan. 51Sisi lain, dalam mekanisme check and balances antara kepolisian dankejaksaan, dikenal Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan SuratKetetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), yang mana terhadap 2 (dua)keputusan tersebut, masing-masing dapat saling mengajukan keberata, melaluimekanisme sidang pra-peradilan. Kedua proses tersebut, menunjukkan bahwa51 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu <strong>Hukum</strong>, Bandung, PT Citra Aditya Bakti,hlm.43


selain menganut sistem Differensiasi Fungsional, Indonesia juga menganutIntegrated Criminal Justice System dalam proses penegakan hukumpidananya.Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknyaatau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedomanperilaku dalam lalu lintas atau hubungan hukum dalam kehidupanbermasyarakat dan bernegara. 52 Dalam menegakkan hukum, ada tiga hal yangharus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Olehkarena itu Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa penegakan hukum merupakansuatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum, dankemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yangmerupakan hakikat dari penegakan hukum. Penegakan hukum harus bergunadan bermanfaat bagi masyarakat, karena hukum diciptakan semata-mata untukkepetingan masyarakat. Sehingga dengan adanya penegakan hukumdiharapkan masyarakat dapat hidup aman, damai, adil, dan sejahtera. 53Aparat penegak hukum aparat penegak hukum mencakup pengertianmengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum.Aparat penegak hukum yang terlibat dalam penegakan hukum antara lain: 5452 Ibid53 Ibid54 Ibid, hlm.45


1) Polisipolisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib.2) JaksaJaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untukbertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilanyang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.3) HakimHakim adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional.4) Penasehat hukumPenasehat hukum adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baikdi dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratanberdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.5) Petugas Lembaga PemasyarakatanPetugas lembaga pemasyarakatan merupakan seseorang yang diberikantugas dengan tanggung jawab pengawasan, keamanan, dan keselamatannarapidana di penjara maupun rutan. Dalam proses bekerjanya aparatpenegak hukum itu, terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhinya,yaitu:a. Institusi penegak hukum beserta perangkat sarana dan prasaranapendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya.b. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenaikesejahteraan aparatnya.


c. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannyamaupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja,baik hukum materiilnya maupun acaranya.Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu: 551) Faktor hukumnya sendiri/substansi Semakin baik suatu peraturanhukum akan semakin memungkinkan penegakannya. Sebaliknya, samakintidak baik suatu peraturan hukum akan semakin sukarlah menegakkannya.Di dalam menyusun hukum yang baik, maka diperlukan ilmu danteknologi hukum yang cukup. Untuk menyusun peraturan perundangundangantertentu misalnya, selain diperlukan kemahiran membuatperaturan secara teknis, juga diperlukan pengetahuan yang sistematismengenai materi atau substansi yang akan diatur dengan peraturan tersebutsecara: 56a. Yuridis yaitu apabila peraturan hukum tersebut penentuannyaberdasarkan kaidah yang lebih tinggi tingkatannya. Hal ini berarti pulaperaturan itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum yanglebih tinggi. contoh: undang-undang di Indonesia dibentuk olehPresiden dengan persetujuan DPR.55 Ibid, hlm.4656 Ibid


. Sosiologis yaitu apabila hukum tersebut diakui atau diterima olehmasyarakat kepada siapa peraturan hukum tersebutditujukan/diberlakukan.c. Filosofis yaitu apabila peraturan hukum tersebut sesuai dengan citacitahukum sebagai nilai positif tertinggi, yaitu masyarakat adilmakmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.2) Faktor penegak hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk maupunmenerapkan hukum. Mentalitas penegak hukum merupakan titik sentraldaripada proses penegakan hukum. Hal ini disebabkan, oleh karena padamasyarakat Indonesia masih terdapat kecenderungan yang kuat, untuksenantiasa mengidentifikasikan hukum dengan penegaknya. Apabilapenegaknya bermental baik, maka dengan sendirinya hukum yangditerapkannya juga baik. Kalau saja penegak hukum tidak disukai, makasecara serta merta hukum yang diterapkan juga dianggap buruk.3) Faktor sarana atau fasilitas tanpa adanya sarana atau fasilitastertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung denganlancar. Sarana atau fasilitas antara lain mencakup tenaga manusia yangberpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yangmemadai, keuangan yang cukup dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidakterpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya.Bahwa sarana atau fasilitas mempunyai pengaruh yang sangat besar bagikelancaran pelaksanaan penegakan hukum sangat mudah dipahami, danbanyak sekali contoh-contoh dalam masyarakat. Misalnya penanganan


kasus yang sampai pada tingkat kasasi yang sangat lambat, hal inidisebabkan jumlah hakim tidak sesuai dengan jumlah perkara yang masuk.4) Faktor masyarakat semakin tinggi kesadaran masyarakat akanhukum maka semakin memungkinkan adanya penegakan hukum dimasyarakat. Karena hukum adalah berasal dari masyarakat dandiperuntukkan mencapai keadilan di masyarakat pula. Kesadaran hukumadalah pengetahuan, penghayatan dan ketaatan masyarakat akan adanyahukum. Kesadaran tersebut dipengaruhi oleh faktor agama, ekonomi,politik dan sebagainya. Taraf kesadaran hukum para warga masyarakat,merupakan faktor yang penting di dalam menegakkan hukum. Oleh karenaada kecenderungan kuat untuk berorientasi ke atas, maka mentalitaspenegak hukum sangat besar peranannya di dalam mengusahakan adanyakepatuhan hukum.5) Faktor kebudayaan/culture, kebudayaan pada dasarnya mencakupnilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai manamerupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik(sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari).Kebudayaan mendasari adanya hukum adat, yakni hukum kebiasaan yangberlaku. Selain itu juga ada hukum tertulis (perundang-undangan) yangdibentuk oleh golongan tertentu yang mempunyai wewenang dan berlakudi masyarakat itu juga yang mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasardari hukum adap agar hokum perundang-undangan dapat berlaku efektif.


Dengan demikian semakin banyak persesuaian, semakin memungkinkanuntuk hukum itu ditegakkan.


BAB IIIMETODE PENELITIANA. Metode PendekatanPenelitian ini merupakan penelitian yang berada pada ranahkriminologi dan hukum pidana. Metode kriminologi adalah metode kasusperkara (the use of case histories) dimana akan diteliti sejarah kasus atausejarah kebenaran dari suatu kasus karena fakta merupakan unsur yangmenentukan dalam mencari sebab-sebab kejahatan 57 . Dan metode ilmu hukumkhususnya yuridis sosiologis (social legal approach), adalah pemaparan danpengkajian hubungan aspek hukum dengan aspek non hukum dalambekerjanya hukum di dalam kenyataan. Penelitian pun harus menggunakanpendekatan dari kedua ilmu tersebut yaitu metode dalam penelitiankriminologi (untuk menjawab pertanyaan mengenai sebab-sebab kejahatan)dan metode dalam penelitian ilmu hukum khususnya penelitian yuridissosiologis adalah untuk menjawab pertanyaan mengenai penegakanhukumnya.B. Spesifikasi PenelitianSpesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahpenelitian deskriptif analitis, yaitu berusaha menggambarkan secara rincifenomena sosial tanpa melakukan hipotesa dan perhitungan secara statistik.57 Soejono Dirjosiswoyo, 1994, Sinopsis Kriminologi Indonesia, Bandung:Mandar Maju, hlm. 77


Deskriptif analistis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulisatau lisan, dan juga perilakunaya yang nyata, yang diteliti dan dipelajarisebagai sesuatu yang utuh. 58C. Lokasi PenelitianPenelitian ini dilakukan di Kabupaten Purbalingga.D. Sumber Data1. Data primerData primer adalah data dasar, dan asli yang diperoleh peneliti dari tanganpertama, dari sumber asalnya yang pertama yang belum diolah baik berupakata-kata ungkapan, gerak tubuh (gesture) maupun bentuk perilaku yanglain. Dalam hal ini data primer berasal dari kepolisian, Unit PerlindunganPerempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Purbalingga dan Badan KeluargaBerencana (BKBPN) Kabupaten Purbalingga serta kotban dan pelaku..2. Data sekunderData sekunder dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer danbahan hukum sekunder sebagai berikut:a) Bahan hukum primer:1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;2) Kitab Undang-Undang <strong>Hukum</strong> Pidana;3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak;4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;58 Soerjono Soekanto, 1994, Pengantar Penelitian hukum, Jakarta, UniversitasIndonesia, hlm.9


5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;b) Bahan hukum sekunder:1) Referensi, yaitu buku-buku perpustakaan yang berkaitan denganperlindungan hukum terhadap anak dari tindak pidana pencabulan;2) Tulisan atau artikel yang berkaitan dengan judul <strong>skripsi</strong>.E. Metode Penentuan InformanPenelitian ini informan sasaran di pilih dengan menggunakan metodepurposive sampling, yaitu suatu metode pengambilan informan sasarandengan cara menetapkan terlebih dahulu ciri-ciri homogenitas dari informansasaran. Pengunaan metode purposive sampling ini di ikuti dengan metodesnowball sampling untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap melaluibeberapa informan lagi. Pencarian data atau informasi akan selesai apabilasudah tidak ada informasi baru yang diperoleh.Selain penggunaan metode purposive sampling dalam penentuaninforman sasaran, tidak menutup kemungkinan menggunakan metodesnowball sampling, yaitu penunjukan atau rekomendasi untuk memberikanatau mengalihkan tugas informan sasaran ke informan lain yang mempunyaikompetensi di bidang penyelenggaraan, pembinaan, pengawasan perlindunganmasyarakat. Ciri-ciri dari informan sasaran yaitu seorang informan sasaranmemiliki kompetensi dan kewenangan dalam bidang penyelenggaraan,pembinaan, dan pengawasan terhadap perlindungan masyarakat. Penelitian iniinforman meliputi kepala Polisi Resort Purbalingga, Kasat Reskrim, danKepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres (PPA) Purbalingga,


Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP)Purbalingga dan pelaku serta korban.F. Instrumen penelitianInstrumen yang digunakan adalah peneliti sendiri, dengan alat bantu berupaperekam, kamera, computer dan HP.G. Metode Pengumpulan Data.Penelitian ini, data dikumpulkan dengan menggunakan metode:a. InterviewSuatu cara pengumpulan data dengan dialog yang dilakukan oleh Intervieweruntuk memperoleh informasi dari informan sasaran. Teknik wawancara yangdigunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in-depth), yaitusuatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanyajawab sambil bertatap muka antara interviewer dengan informan sasaran, denganatau tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana interviewer dan informansasaran terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. 59 Metode ini digunakanpenulis untuk mendapatkan data dengan cara mengajukan pertanyaan padainforman sasaran Kepolisian, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)Kabupaten Purbalingga, kepala badan keluarga berencana dan pemberdayaanperempuan (BKBPP) Purbalingga, korban dan pelaku.b. Dokumentasi59 Mudjirahardjo, Metode penelitian kualitatif http:// Mudjiraharjo.www.penalaranunm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metode-penelitian-kualitatif.html,diakses padatanggal 10 Oktober 2012.


Salah satu cara pengumpulan data yang dipergunakan penulis dengan caramenelaah dokumen-dokumen pemerintah maupun dokumen nonpemerintah yang berkaitan dengan penelitian ini.H. Metode Penyajian DataMetode penyajian data dalam penelitian ini disajikan dalam bentukuraian-uraian yang sistematis dan rasional sesuai dengan alur permasalahanyang diteliti dengan terlebih dahulu, di alakukan proses editing. Penyusunanantara bahan yang satu dengan yang lain harus relevan dengan permasalahansebagai satu kesatuan yang utuh, saling berhubungan, serta urut dan beraturan.I. Analisis DataSesuai dengan metode penelitian yang bersifat kualitatif, maka hasil penelitiantelah dianalisis dengan metode kualitatif yakni diuraikan dan dijabarkanmenurut mutu dan sifat gejalanya, serta peristiwa hukumnya.J. Metode Uji Vailiditas DataTeknik untuk mengecek keabsahan data dalam Penelitian inidengan menggunakan teknik triangulasi, dimana dalam pengertiannyatriangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkansesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objekpenelitian. Triangulasi selain digunakan untuk mengecek kebenaran data jugadilakukan untuk memperkaya data. Triangulasi menurut Lexy J. Moleong ada4 (empat) yaitu dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidikdan teori. Pada penelitian ini, dari keempat macam triangulasi tersebut,


peneliti hanya menggunakan teknik pemeriksaan dengan memanfaatkansumber. Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecekbalik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu danalat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. 60Adapun untuk mencapaikepercayaan itu, maka ditempuh langkah: membandingkan hasil wawancaradengan hasil wawancara yang lain.BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHasil penelitian ini bersumber pada data sekunder dan data primer.Hasil penelitian yang bersumber pada data sekunder didapatkan dari studipustaka terhadap peraturan perundang-undanggan, buku-buku literature,karya-karya ilmiah, serta dokumen-dokumen yang ada kaitannya denganmasalah yang akan diteliti, sedangkan hasil penelitian yang bersumber padadata primer berupa hasil wawamcara dengan informan, yaitu Kasat Reskrimatau penyidik, tersangka, korban, dan LSM BKBPP. Data yang diperolehbukan hanya melalui wawancara searah, tetapi juga dikonfrontir antaraketerangan dari penyidik, tersangka atau terdakwa, korban dan LSM BKBPP(Badan Keluarga Berencana dan Perberdayaan Perempuan). Data diperoleh diKabupaten Purbalingga.60 Lexy J. Moleong, 1999, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung,, PT. RemajaRosada Karya, hlm.5.


A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencabulan diKabupaten PurbalinggaKejahatan sebagai fenomena sosial dipengaruhi oleh berbagai aspekkehidupan dalam masyarakat seperti politik, ekonomi, sosial budaya dan halhalyang berhubungan dengan upaya pertahanan dan keamanan negara.Adapun prespektif kriminologi bersifat dinamis dan mengalami pergeserandari perubahan sosial dan pembangunan yang berkesinambungan.Memperhatikan perspektif kriminologi tentang kejahatan danpermasalahannya. Maka peneliti menggali sebab musabab kejahatan denganmenggunakan teori dari Sutherland yang menjelaskan semua sebab-sebabkejahatan.sebagai berikut:Sebelum membahas jauh tentang faktor yang menyebabkan tindakpidana pencabulan dengan korban anak, maka terlebih dahulu penulis akanmemaparkan data mengenai tindak pidana pencabulan yang terjadi diKabupaten Purbalingga yang diperoleh dengan jalan penelitian langsung kelapangan. Guna memperoleh data, penulis melakukan penelitian di PolresPurbalingga dan di BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan PerlindunganPerempuan) Purbalingga. Dari data yang diperoleh penulis dapat mengetahuifaktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan dan upaya-upayayang dilakukan untuk menanggulanginya. Dari penelitian yang dilakukan diPolres Purbalingga, penulis mendapatkan data mengenai tindak pidanapencabulan yang terjadi di wilayah hukum Polres Purbalingga tahun 2006-


2012. Dimana dalam kurun waktu tersebut, tindak pidana pencabulan adakalanya meningkat dan menurun, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Table 1. Data Mengenai Tindak Pidana Persetubuhan dan Tindak Pidanapencabulan di Polres Purbalingga Tahun 2006-2011No Tahun Tindak pidanapersetubuhanTindak pidanapencabulan1 2006 7 22 2007 10 33 2008 10 44 2009 11 35 2010 15 66 2011 16 47 2012 16 6Total 74 29Sumber: Polres Purbalingga tahun 2012Dengan melihat data di atas dimana jumlah tindak pidana persetubuhan yangterjadi dilaporkan kepada pihak yang berwajib jumlahnya cukup banyakdibandingkan kasus pencabulan. Adapun hasil wawancara dengan Kanit IIIptu Sugeng, Aipda Anang. H.P dan Brigadir Ari pada hari selasa, 21November 2012 mengatakan bahwa kurangnya laporan mengenai tindakpidana pencabulan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:a. Pihak korban masih anak-anak sehingga tidak tahu akan berbuatapab. Pihak korban mendapat ancaman dari pelaku bila memberitahukanapa yang terjadi pada dirinya kepada orang lainc. Pihak korban merasa malud. Pihak keluarga merasa malu sebab merupakan aib keluarga


e. Pihak korban dan keluarga takut akan hukuman sosial darimasyarakat setempat.Adapun keragaman tindak pidana pencabulan di Kabupaten Purbalingga daribulan Januari-November 2012 terdapat 6 kasus, sebagai berikut:a. Pencabulan yg dilakukan anak terhadap anakb. Orang dewasa terhadap anak:1) Anak kandung2) Anak tiri3) Saudara4) Orang yg baru dikenalc. Pencabulan & persetubuhan (dilakukan bersama-sama)Berdasarkan hasil penelitian di BKBPP kabupaten Purbalingga, dalamhal pencabualan terhadap anak di bawah umur dapat dilakukan denganberagam modus operandi sebagai berikut :1. Modus 1Pelaku melakukan tindak pidana perkosaan terhadap anak di bawahumur dengan cara pelaku mengajak berkenalan dengan anak yang akanmenjadi korbannya, pelaku menawarkan sesuatu seperti mengantarkannyapulang ataupun menjanjikan sesuatu. Setelah korban menerima penawarantersebut pelaku melakukan pencabulan.2. Modus 2Pelaku melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur dengan cara atau modus memberikan minuman yang dimana


minuman tersebut telah dicampurkan obat yang membuat anak menjaditidur atau pingsan, obat-obatan tersebut dengan mudah didapatkan diapotek tanpa memerlukan resep dokter yang antara lain seperti Ctm(Chlorpheniramin) atau Diazepam dan obat bius lainnya yang dapatmenimbulkan rasa kantuk yang kuat. Setelah korbannya tidak sadarkandiri kemudian pelaku melakukan perkosaan.3. Modus 3Pelaku melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umurdengan cara pelaku yang mempunyai jiwa yang dekat dengan anak-anakatau yang sering berada di lingkungan anak-anak, mengajak bermainataupun berbicara dengan anak kemudian mengajaknya ke suatu tempatdengan iming-iming akan diberi sejumlah uang atau hadiah, setelah anaktersebut mengiyakan ajakan pelaku, pelaku melakukan pencabulan.4. Modus 4Modus pelaku pencabulan yang menjadikan anak sebagai obyekperkosaannya dengan cara berawal dari media elektronik berupa jejaringsosial seperti yahoo, facebook, friendster dan lain-lain yang dimana usiaseorang anak sudah dapat mengetahui dan memakai kemajuan teknologitersebut, setelah pelaku berbincang atau dengan kata lain chatting dengankorbannya anak, kemudian anak tersebut diajak bertemu dengan pelakudan setelah pelaku bertemu dengan anak yang akan menjadi objeknya,kemudian pelaku menggiring anak tersebut ke suatu tempat untukmelakukan niat jahat pelaku yaitu pencabulan.


5. Modus 5Pelaku melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umurdengan modus atau cara menculik anak yang akan menjadi objekpencabulannya dan membawanya ke suatu tempat kemudian pelakumelaksanakan niat jahatnya yaitu mencabuli anak tersebut.6. Modus 6Pelaku melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umurdengan modus atau cara, pelaku menghipnotis atau membuat anak tersebuttidak sadar dengan kekuatan alam bawah sadar yang di buat oleh pelakusehingga apa yang pelaku katakan anak atau korbannya akan selalumenurutinya dari keadaan seperti pelaku melakukan niat jahatnya denganmencabuli anak atau korbannya.7. Modus 7Pelaku melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umurdengan cara atau modus kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap anakatau korbannya sehingga anak tersebut menjadi takut, dan pelaku bebasmelakukan pencabulan terhadap korbannya.Modus-modus operandi pencabulan terhadap anak di bawah umur diatas, ialah sejumlah modus operandi atau cara yang digunakan oleh pelakupencabulan demi mencapai kepuasan seksualnya yang dilampiaskan kepadaanak-anak. Dari beragam bentuk modus yang dilakukan oleh para pelakudisebabkan oleh suatu faktor yang mendukung perbuatan tersebut.Selain mengetahui jumlah tindak pidana pencabulan dan keragamanjenis tindak pidana pencabulan dan beragam bentuk modus yang dilakukan


oleh para pelaku disebabkan oleh suatu faktor yang mendukung perbuatantersebut yang telah ditangani di wilayah hukum Polres Purbalingga, adapunfaktor-faktor penyebab tindak pidana pencabulan yang dimana memiliki motifberagam yaitu: 61a. Pengaruh perkembangan teknologib. Pengaruh alkoholc. Situasi (adanya kesempatan)d. Peranan korbane. Lingkungan:1. Keluarga: broken home, kesibukan orang tua2. Masyarakatf. Tingkat pendidikan rendahg. Pekerjaan (pengangguran)h. Rasa ingin tahu (anak)Hasil wawamcara dengan informan tentang faktor-faktor penyebab tindakpidana pencabulan yang dilakukan di kabupaten purbalingga akan disajikandalam tabel sebagai berikut:Tabel 2. Faktor-Faktor Penyebab Tindak Pidana PencabulanNo Informan Hasilwawancara1 Iptu Sugeng perkembangan(Kanit II PPA yang semakinPolresmaju danTemaFaktorfaktorpenyebabTujuanMengetahuifaktor-faktorpenyebab61 Simpulan wawancara dengan LSM, BKBPP Pelaku dan polisi. Untuk faktor a-c wawancara dengan LSM BKBPP, faktor d-g wawancara dengan polisi, faktor hwawancara dengan pelaku


Purbalingga)2 Eny. P (KepalaBKBPPPurbalingga)3 Tersangka(Soniyanto)21 thdipengaruhi olehkecanggihanteknologiperkembanganyang semakinmaju dandipengaruhi olehkecanggihanteknologi“Saya seringmenonton videoporno bersamateman-teman diinternet lewathandphoneteman”tindakpidanapencabulanFaktorfaktorpenyebabtindakpidanapencabulanFaktorfaktorpenyebabtindakpidanapencabulantindak pidanapencabulanMengetahuilatarbelakangyang menjadifaktor-faktorpenyebabtindak pidanapencabulanMengetahuifaktor-faktorpenyebabtindak pidanapencabulanSumber: Data primer yang diolahTabel di atas menunjukan faktor-faktor penyebab yang paling terbesarmelatarbelakangi tindak pidana pencabulan di Purbalingga, dimana penyebabterbesar yaitu perkembangan yang semakin maju dan kecanggihan teknologi.Menurut hasil penelitian di Kabupaten Purbalingga dan wawancara dilakukanterhadap pelaku dan korban tindak pidana pencabulan, maka penulis akanmemaparkan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidanapencabulan adalah sebagai berikut:1. Faktor rendahnya pendidikan dan ekonomiRendahnya tingkat pendidikan formal dalam diri seseorangdapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan yangbersangkutan mudah terpengaruh melakukan suatu kejahatan tanpamemikirkan akibat dari perbuatannya. Salah satu delik yangberhubungan karena pelakunya memiliki pendidikan formal yang


endah adalah tindak pidana kesusilaan terutama pencabulan yangterjadi di Kabupaten Purbalingga.Dilihat dari data yang diperoleh dari 6 pelaku tindak pidanapencabulan pada anak di Kabupaten Purbalingga, bahwa padaumumnya mempunyai pendidikan yang rendah, bahkan ada 3 pelakuyang putusekolah. tingkat pendidikan yang rendah para pelaku tidakberpikir bahwa dengan melakukan perbuatan tersebut dapat merusakkeluarga dari pelaku tersebut dan watak anak yang menjadi korban.Karena pendidikan yang rendah maka berhubungan dengan tarafekonomi, dimana ekonomi juga merupakan salah satu penyebabseseorang melakukan suatu perbuatan yang melanggar norma hukum.Menurut Aristoteles menyatakan bahwa: 62“Kemiskinan menimbulkan pemberontakan dan kejahatan. Dankejahatan yang besar itutidak diperbuat orang untukmemdapatkan kebutuhan-kebutuhab hidup yang vital, akantetapi lebih banyak didorong oleh keserakahan manusiamengejar kemawahan dan kesenangan yang berlebih-lebihan”.Menurut Thomas van Aquino: 6362 Kartini kartono, 1981, Patologi Sosial jilit 1, Jakarta: PT. Raja GrapindoPersada, hlm. 14563 Ibid


“Timbulnya kejahatan disebabkan oleh kemiskinan.Kemelaratan itu mendorong oranguntuk berbuat jahat dan tidaksusila”.Pendapat para ahli di atas dilihat bahwa faktor ekonomi jugaikut berpengaruh terjadinya kejahatan termasuk tindak pidanapencabulan, dimana dari data yang diperoleh dari penelitian bahwaterdapat 3 pelaku yang tidak mempunyai pekerjaan dan lainnya bekerjasebagai petani dan wirausaha. Jadi, dapat disimpulkan bahwa faktorpendidikan yang rendah dan ekonomi mempengaruhi keadaan jiwa,tingkah laku terutama intelegensinya sehingga mereka dapatmelakukan kejahatan dalam hal ini tindak pidana pencabulan padaanak di Kabupaten Purbalingga.2. Faktor Lingkungan atau Tempat TinggalKejahatan asusila adalah merupakan tindak manusia terhadapmanusia lainnya di dalam masyarakat. Oleh karena itu manusia adalahanggota dari masyarakat, maka kejahatan asusila tidak dapatdipisahkan dari masyarakat setempat. Lingkungan sosial tempat hidupseseorang banyak berpengaruh dalam membentuk tingkah lakukriminal, sebab pengaruh sosialisasi seseorang tidak akan lepas daripengaruh lingkungan.Dari hasil penelitian penulis, bahwa bukan hanya pengaruhfaktor lingkungan sosial yang ikut berperan akan timbulnya kejehatantetapi faktor tempat tinggal pun ikut juga mempengaruhi kejahatan


seperti tindak pidana asusila terutama tindak pidana Pencabulan,contohnya: Keluarga yang hancur/broken home tentunya menyebabkanluka batin terhadap anak-anaknya. Dan kesibukan orang tua denganpekerjaan menjadikan anak terlantar dan tidak mendapat asuhan dariorang tua dengan maksimal. Menjadikan Pantauan orang tua dalammasa pertumbuhan dan perkembangan anaknya kurang, maka banyakanak-anak yang terjerumus kepada hal-hal yang negatif diantaranyatindak pidana pencabulan, ini sesuai dengan hasil wawancara RobbiAziz Nugroho (pelaku tindak pidana pencabulan).3. Faktor Minuman Keras (beralkohol)Kasus pencabulan juga terjadi karena adanya stimulasidiantaranya karena dampak alkohol. Orang yang dibawah pengaruhalkohol sangat berbahaya karena ia menyebabkan hilangnya dayamenahan diri dari sipeminum. Diluar beberapa hal yang terjadi,dimana si peminum justru untuk menimbulkan kehilangan dayamenahan diri, bahwa alkohol jika dipergunakan akan membahayakanmanusia pertama jiwanya paling lemah. Begitu seseorang yangmempunyai gangguan-gangguan dalam seksualitasnya, dimanaminuman alkohol melampui batas yang menyebabkan dirinya tak dapatmenahan nafsunya lagi, dan akan mencari kepuasan seksualnya,bahkan dengan pencabulan dengan siapa saja tak terkecuali mencabulianaknya sendiri.


Adapun wawancara yang dilakukan oleh Tohadi bin Tarmuni(pelaku tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayahnyasendiri/ pencabulan) bahwa si pelaku setelah minum alkohol (ballo)yang cukup banyak, dia pun pulang kerumahnya dan melihat anaknyayang sedang televisi dan langsung mencabulinya, dan menurutpengakuannya setiap setelah mengkomsumsi alcohol, dia merasa hawanafsunya tidak dapat dia tahan.4. Faktor TeknologiAdanya berkembangnya teknologi tentunya membawapengaruh bagi kehidupan. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitupengaruh positif dan pengaruh negatif. Dampak-dampak pengaruhglobalisasi tersebut kita kembalikan kepada diri kita sendiri sebagaigenerasi muda agar tetap menjaga etika dan budaya, agar kita tidakterkena dampak negatif dari globalisasi. Namun Informasi yang tidaktersaring membuat tidak kreatif, prilaku konsumtif dan membuat sikapmenutup diri serta berpikir sempit. Hal tersebut menimbulkan meniruperilaku yang buruk. Mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuaidengan kebiasaan atau kebudayaan suatu negara yang tidak sesuaidengan norma-norma yang ada .5. Peranan KorbanPeranan korban atau sikap korban sangat menentukanseseorang untuk melakukan kejahatan terhadapnya termasuk kejahatanasusila. Sebagaimana dikemukakan oleh Von Henting menyatakan


ahwa: “ternyata korbanlah yang kerap kali merangsang seseoranguntuk melakukan kejahatan dan membuat orang menjadi penjahat”. 64Hasil wawancara dengan Mistono dan Sumitro (pelaku tindakpidana pencabulan) bahwa si korban adalah teman pelaku (merekamasih di bawah umur). Korban dan pelaku selalu bermain bersamasehingga sering bertemu dan diantara mereka tidak ada rahasia.Sampai-sampai korban berganti pakaian pun didepan para pelaku,sehingga muncul keinginan si pelaku untuk mencabuli si korban. Jadi,pada dasarnya dapat dikatakan bahwa korban adalah pihak yang dapatmembuat orang menjadi penjahat dan melakukan kejahatan.Berdasarkan uraian fakta-fakta diatas maka teori dari sutherlindyang digunakan untuk mengkaji dan menganalisis faktor-faktorpenyebab terjadinya tindak pidana pencabulan masih relevan.Walaupun dari uraian fakta di atas dapat terlihat ada faktorpenghambat terungkapnya tindak pidana pencabulan, dimana dalammasyarakat masih dianggap aib.Maka dapat ditarik kesimpulan dari uraian fakta-fakta di atasbahwa faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi, faktor lingkunganatau tempat tinggal, faktor minuman keras (beralkohol), faktorteknologi, dan peranan korban. Merupakan faktor-faktor penyebabyang penting dari penyebab tindak pidana pencabulan di Kabupaten64 Ninik widiyanti, 1987, Kejahatan dalam Masyarakat dan Pencegahan,Jakarta: Bima Aksara. hlm. 133


Purbalingga. Dengan perkembangan teori-teori yang dikembangkanoleh mazhab-mazhab dalam bidang etiologi kriminal dimana faktorfaktorpenyebab tindak pidana pencabulan di Kabupaten Purbalinggasesuai dengan teori–teori yang tidak berorientasi pada kelas sosia yaituteori ekologi dimana teori ini dipengaruh faktor lingkungan sosial yangikut berperan akan timbulnya kejahatan tetapi faktor tempat tinggalpun ikut juga mempengaruhi kejahatan seperti tindak pidana asusilaterutama tindak pidana pencabulan, contohnya: Keluarga yanghancur/broken home tentunya menyebabkan luka batin terhadap anakanaknya.Dan kesibukan orang tua dengan pekerjaan menjadikan anakterlantar dan tidak mendapat asuhan dari orang tua dengan maksimal.Teori konflik kebudayaan adalah konflik dalam nilai sosial,kepentingan dan norma-norma. Tindak pidana pencabulan diKabupaten Purbalingga ini ditengarai dari proses perkembangankebudayaan dan peradaban. Perpindahan norma-norma perilaku daerahbudaya barat dan dipelajari sebagai konflik mental atau sebagaibenturan nilai kultur, seperti teknologi yang makin canggih danminuman keras (beralkohol). Teori faktor ekonomi merupakan halyang fundamental bagi seluruh struktur sosial dan kultur menentukanstruktus tersebut. Perkembangan perekonomian di KabupatenPurbalingga cenderung belum merata di setiap wilayah KabupatenPurbalingga ditengarai masih terdapat pengangguran, sehinggaterdapat penyimpangan seksual contohnya tindak pidana pencabulan


terhadap anak di bawah umur. Teori differential associationberlandaskan pada proses belajar, adalah perilaku kejahatan yaituperilaku yang dipelajari. Dimana Sutherland berpendapat bahwaperilaku kejahatan adalah perilaku manusia yang sama dengan perilakumanusia pada umumnya yang bukan kejahatan. Misalnya film-filmatau bacaan yang mengandung usus pornografi yang masih menjadikonsumsi umum, sehingga menimbulkan pengaruh negative padamasyarakat.B. Upaya Penegakan <strong>Hukum</strong> Tindak Pidana Pencabulan di KabupatenPurbalinggaBerbicara mengenai penegakan hukum pidana di Indonesia, tentunyaberbicara mengenai 2 (dua) tonggaknya, yakni hukum pidana materiil danhukum pidana formil. <strong>Hukum</strong> pidana materiil di Indonesia secara umum diaturdi dalam Kitab Undang-undang <strong>Hukum</strong> Pidana (KUHP), dan secara khususbanyak diatur di peraturan perundang-undangan yang mencantumkanketentuan pidana. Begitu juga dengan hukum pidana formil di Indonesia,diatur secara umum di dalam Kitab Undang-undang <strong>Hukum</strong> Acara Pidana(KUHAP), dan secara khusus ada yang diatur di undang-undang yangmencantumkan ketentuan pidana .Berpijak pada kedua aturan hukum positif di atas, penegakan hukumpidana di Indonesia menganut 2 (dua) sistem yang diterapkan secarabersamaan, yakni sistem penegakan hukum pidana secara penegasanpembagian tugas dan wewenang antara jajaran aparat penegak hukum acara


pidana secara instansional (Diferensiasi Fungsional) dan sistem peradilanpidana yang mengatur bagaimana penegakan hukum pidana dijalankan(Intregated Criminal Justices system). Mengapa demikian, karena padastrukturnya, penegakan hukum pidana Indonesia dari hulu ke hilir ditanganilembaga yang berdiri sendiri secara terpisah dan mempunyai tugas sertawewenangnya masing-masing. Misalnya penyelidikan dan penyidikandilakukan oleh kepolisian, penuntutan dilakukan oleh kejaksaan, danpemeriksaan persidangan beserta putusan menjadi tanggung jawab dari hakimyang berada di bawah naungan Mahkamah Agung. Hal tersebut yang menjadisebab Indonesia dikatakan menganut sistem differensiasi fungsional. Namunapabila ditilik dari proses kerjanya, ternyata semua lembaga tersebut bekerjasecara berkelanjutan dan berkesinambungan. Antara kepolisian dan kejaksaanmisalnya, ketika melakukan penyidikan kepolisian akan menyusun beritaacara pemeriksaan yang nantinya menjadi dasar dari kejaksaan untukmenyusun surat dakwaan. Sementara itu, ada juga proses yang dinamakan prapenuntutan, yakni ketika berkas dari kepolisian di anggap belum lengkapuntuk menyusun surat dakwaan oleh kejaksaan, maka berkas tersebutdikembalikan ke kepolisian untuk dilengkapi disertai dengan petunjuk darijaksa yang bersangkutan. 65Usaha penanggulangan suatu kejahatan, apakah itu menyangkutkepentingan hukum seseorang, masyarakat maupun kepentingan hukum65 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu <strong>Hukum</strong>, Bandung, PT Citra Aditya Bakti,hlm.43


Negara., tidaklah mudah seperti yang dibayangkan karena hampir tidakmungkin dmenghilangkannya. Tindak kejahatan atau kriminalitas akan tetapada selama manusia masih ada dipermukaan bumi ini, kriminaitas akan hadirpada segala bentuk tingkat kehidupan masyarakat. Kejahatan amatlahkompleks sifatnya, karena tingkah laku dari penjahat itu banyak variasinyaserta sesuai pula dengan perkembangan yang semakin canggih dandipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan berpengaruh terhadap meningkatnyatindak pidana pencabulan, dimana semakin meuasnya informasi melalui mediaelektronik maupun media cetak dari seluruh belahan dunia yang tidak melaluitahap penyaringan terhadap adegan-adegan yang berbau negatif.Tindak pidana pencabulan di Kabupaten purbalingga terhadap anak dibawah umur banyak terjadi permasalahan mengenai bagaimana hukum dalammenegakan keadilan bagi para pelaku pencabulan tersebut yang dihukumdengan hukuman yang dapat dikatakan hukuman tersebut tidak dapatmembuat perilaku para pelaku tersebut berubah menjadi lebih baik, sehinggaini menyebabkan korban merasa tidak mendapatkan keadilan yang efisien olehkejahatan apa yang telah pelaku lakukan terhadap korban khususnya anak dibawah umur. <strong>Hukum</strong> adalah aturan untuk manusia, maka pelaksanaan hukumatau penegakan hukum harus memberikan manfaat atau kegunaan bagimasyarakat.Perlu dipahami bahwa kualitas pembangunan dan penegakan hukumyang dituntut masyarakat saat ini bukan sekedar kualitas formal, akan tetapiadalah kualitas materil atau substansial. Kemudian, strategi sasaran


pembangunan dan penegakan hukum, harus ditujukan pada kualitas substantifyang dimana opini yang dituntut masyarakat yang berkembang dituntut saatini, yaitu antara lain:1. Adanya perlindungan hak asasi manusia;2. Adanya nilai kejujuran, keadilan, kebenaran, dan keyakinan antara masyarakatberserta pemerintah dan penegak hukum;3. Bersih dari praktik pilih kasih, korupsi, kolusi, dan nepotisme, mafia peradilandan penyalahgunaan kekuasaan ataupun kewenangan;4. Terselenggaranya pemerintahan yang bersih dan berwibawa;5. Terwujudnya penegakan hukum yang efisien dan tegaknya kode etik dan profesipenegak hukum.Penegakan hukum dalam suatu tindak pidana pencabulan di KabupatenPurbalingga yang dilakukan oleh pelakunya orang dewasa terhadap korbanyang masih di bawah umur sudah efisien, terdapat faktor-faktor yang mungkindapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut yang antara lain sebagaiberikut :1. Faktor <strong>Hukum</strong>.Faktor hukumnya, maksudnya dalam hal kaitannya mengenai undangundangyang berlaku di Indonesia yang semakin beragam bentuk sertatujuannya dan hampir dalam kehidupan sehari-sehari masyarakat harusmenaati peraturan tersebut. Setiap peraturan perundang-undangan memilikikelemahan-kelemahan dalam setiap pasalnya, banyaknya perundang-undangandibuat yang bertujuan untuk menekan angka pelanggaran dan kejahatan, akan


tetapi dalam kenyataannya angka pelanggaran dan kejahatan itu semakinmeningkat dari tahun ke tahun di Kabupaen Purbalingga terutama tindakpidana pencabulan, peningkatan tersebut disebabkan ialah kurangnyameratanya masyarakat memahami undang-undang tersebut serta kurangnyasosialisasi mengenai penyuluhan hukum mengenai undang-undang padamasyarakat.Penegakan hukum di Kabupaten Purbalingga telah sesuai denganundang-undang yang ada dan berlaku dalam penegakan hukum tindak pidanapencabulan, ditegaskan dengan pernyataan dari Kanit unit PPA PolresPurbalingga menyatakan bahwa: ”Kami dalam menangani tindak pidanapencabulan anak di bawah umur di wilayah hukum Polres Purbalingga inisesui dengan procedural penyidikan dan telah menerapkan undang-undangyang sesuai dengan perlindungan anak yaitu UU No. 23 Tahun 2002 tentangPerlindungan Anak”.2. Faktor Penegak <strong>Hukum</strong>Penegakan hukum tidak akan berjalan dengan baik, apabila tidakdidukung oleh para penegak hukumnya yang khususnya bergerak di dalambidang hukum seperti kepolisian, kejaksaan, pengacara, kehakiman danlembaga pemasyarakatan. Lemah kuatnya suatu penegakan hukum berasal daripara penegak hukumnya, jika para penegak hukumnya lemah, makamasyarakat akan mempersepsikan bahwa hukum dilingkungannya tidak ada


atau seolah masyarakat berada dalam hutan rimba yang tanpa aturan satu punyang mengaturnya. 66Saat ini dinamika yang terjadi dalam proses pencarian keadilan padapranata hukum kita ternyata telah berkembang menjadi begitu kompleks.Masalah-masalah hukum dan keadilan bukan lagi sekedar masalah teknisprosedural untuk menentukan apakah suatu perbuatan bertentangan atau tidakdengan peraturan perundang-undangan, atau apakah sesuai atau tidak denganhukum kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, akan tetapi, masalah hukumyang menjadi polemik adalah seputar bagaimana mempersiapkan yang belumada dan menyesuaikan yang tidak lagi cocok dalam rangka prosestransplantasi hukum secara besar-besaran yang berjalan mengiringi prosespertumbuhan tatanan baru globalisasi. Dalam kondisi seperti ini, permasalahanhukum bukan lagi hanya persoalan eksklusif yang berkaitan denganperlindungan atas hak dari segelintir orang. Yang terjadi dalam masyarakatseperti ini adalah dihadapkannya kenyataan bahwa permasalahan hukummerupakan permasalahan setiap orang. Di sisi lain, proses transplantasitersebut juga menuntut negara dan masyakarat untuk menanggulangi distorsiyang ada agar tidak terus-menerus menjalar dan menggerogoti seluruhinstitusi dan infrastruktur pendukung sistem hukum Indonesia.Perlu diperhatikan ialah mengenai kebutuhan akan etika, standar dantanggung jawab sebagai nilai-nilai pokok para penegak hukum yang akan66 Satjipto Rahardjo, Op. Cit, hlm. 46


mendukung dan menjamin keberlanjutan terselenggaranya proses pencariankeadilan yang sehat. Faktor yang ikut menuntut mencuatnya debat tersebutberada di sisi masyarakat yang dari waktu ke waktu semakin tergantungkepada keahlian dan keterampilan dari sekelompok orang yang disebut kaumprofesional. Kondisi ketergantungan tersebut pada akhirnya menempatkanetika profesi sebagai salah satu sarana kontrol masyarakat terhadap profesi,yang dalam hal tertentu masih dapat di nilai melalui parameter etika umumyang ada di dalam masyarakat. Dengan begitu, telah lebih lanjut mengenaidimensi moral dari profesi penegak hukum dan berkaitan erat dengan makna,fungsi dan peranan penegak hukum beserta kode etik yang mengaturmengenai profesi penegak hukum itu sendiri.Kehormatan, keberanian, komitmen, integritas, dan profesional adalahmerupakan dasar bagi para penegak hukum. Sudah sejak dahulu profesi parapenegak hukum dianggap sebagai profesi mulia. Oleh karena itu seorang parapenegak hukum dalam bersikap haruslah menghormati hukum dan keadilan,sesuai dengan kedudukan aparat penegak hukum tersebut sebagai the officerof the criminal. Sudah merupakan suatu keharusan bagi para penegak hukummemahami kode etik profesi dalam menjalankan tugasnya masing-masing.Kode etik profesi ini bertujuan agar ada pedoman moral bagi para penegakhukum dalam bertindak menjalankan tugas dan kewajibannya.Profesionalisme tanpa etika menjadikannya tanpa kendali dan tanpapengarahan. Sebaliknya, etika tanpa profesionalisme menjadikannya tidakmaju bahkan tidak tegak.


Dunia hukum khususnya Pidana, sering kita mendengar istilah kodeP18, P19 ataupun P21 baik di media masa maupun Media Elektronik. Kadangkadangorang yang tidak mengerti arti dari kode-kode tersebut diatas hanyabertanya-tanya, dalam hal ini kami akan jelaskan tentang kode P21 yangseringkali kita mendengarnya berdasarkan Peraturan <strong>Hukum</strong> yang berlaku.P21 yaitu artinya berkas perkara yang diserahkan kepolisian telah dianggaplengkap oleh kejaksaan dan siap untuk dilimpahkan ke pengadilan untukmenjalani proses persidangan.Penelitian yang dilakukan di Polres Purbalingga, penulis mendapatkandata mengenai tindak pidana pencabulan yang terjadi di wilayah hukum PolresPurbalingga pada bulan Januari-November tahun 2012, dapat dilihat padatabel di bawah ini:Tabel 3. Data Kasus Pencabulan Anak di POLRES Purbalingga BulanJanuari-November tahun 2012NO NO DAN TANGGALLP1 LP/K/III/2012/SekPbg4 maret 20122 LP/K/139/VII/2012/SPKT 9 Agustus 20123 LP/K/15/VII/2012/SekMbt 28 Agustus 20124 LP/K/158/IX/2012/SPKT 11 September 20125 LP/B/186/X/2012/SPKT, 28 oktober 2012TERSANGKAFajarSoniyantoMistonoIlham, aan,teguh, lutfi,selamet danyusufRobbi aziznugrohoPASAL YANGDILANGGAR82 uuperlindungananak82 uuperlindungananak82 uuperlindungananak82 uuperlindungananak81 dan atau 82uu perlindungananakKETERANGANP21 (selesai)P21 (selesai)Di cabut(menikahikorban)Dicabut(pembinaanorangtua dankompensasi)Kirimberkas6 LP/B/189/XI/2012/Jate Tohadi 81 dan atau 82 Penyidikan


ng/Res.pbg, 3november 2012uu perlindunganBerdasarkan tabel di atas terlihat tindak pidana pencabulan terhadapanak di bawah umur di Kabupaten Purbalingga, para penegak hukum telahmenerapkan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.Di dalam kasus pencabulan yang korbannya menimpa seorang anak di bawahumur ini menyangkut tentang hak asasi anak sebagai korbannya yang tidakbaik mendapatkan perlakuan dalam hal kekerasan seksual sesuai denganUndang-undang No. 23 Tahun 2002 pada Pasal 82 yang menyatakan bahwa:“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atauancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaiankebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkandilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara palinglama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan dendapaling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan palingsedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)”.Pasal di atas, pada kasus pencabulan terhadap anak di bawah umurkhususnya dalam menjerat para pelakunya bukan hanya Pasal 285 KUHP saja,akan tetapi pasal tersebut di atas dapat juga menjadi acuan para penegakhukum untuk menjerat para pelaku yang dimana ancaman pidana bagi parapelakunya lebih berat dibandingkan dalam pasal 285 KUHP atau dengan katalain undang-undang mengenai perlindungan anak tersebut janganlahdikesampingkan akan tetapi dipakai dalam menjerat para pelaku yangmenjadikan anak-anak-sebagai objeknya.3. Faktor Sarana Atau Fasilitas.


Sarana atau fasilitas di bidang hukum harus benar-benar berjalansecara baik, seperti: mobil/motor patrol dan pos-pos polisi. Sarana ataufasilitas tersebut menjadi sebuah dukungan demi kelancaran penegakanhukum di Indonesia. Sarana atau fasilitas yang dimaksud mencakup mengenaiproses perkara pidananya. Hasil wawancara dengan Kanit PPA, IPTU Sugengpada hari rabu tanggal 21 November 2012 menyatakan bahwa: “sarana danfasilitas sudah memadai dalam kelancaran penegakan hukum di KabupatenPurbalingga”. Namun dengan adanya sarana dan fasilitas juga harus ditunjangdengan partisipasi dari pihak terkait dan masyarakat, sehingga berjalan secaraseimbang menjadikan kelancaran dalam penegakan hukum pada tindak pidanapencabulan di Kabupaten Purbalingga.4. Faktor Masyarakat dan KebudayaanKehidupan bermasyarakat, penegakan hukum menjadi tolak ukur bagimasyarakat untuk merasakan suatu keadilan. Mengenai kasus pencabulandimana masyarakat sangat berperan aktif dalam masalah penegakan hukum,maksudnya masyarakat harus mendukung secara penuh dan berkerja samadengan para penegak hukum dalam usaha penegakan hukum. Akan tetapimasyarakat di Kabupaen purbalingga mempunyai pengaruh adat yang sangatbesar belum mempercayai dengan secara penuh tentang adanya hukum yangberlaku di negara ini, dikarenakan mereka masih percaya dengan hukumadatnya sendiri atau dengan kata lain masyarakat purbalingga yangmempunyai cara tersendiri untuk menegakan aturan yang berlaku di daerahnyatersebut atau dengan kata lain pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya


kepada korban. Dari faktor-faktor yang tersebut di atas mungkin dapatmempengaruhi penegakan hukum khususnya dalam kasus pencabulanterhadap anak di bawah umur karena perbuatan yang melanggar hukum harussenantiasa dilengkapi dengan organ-organ penegakannya yang tergantungpada faktor-faktor yang meliputi : 67a. Harapan masyarakat, yakni apakah penegakan hukum tersebutsesuai atau tidak dengan nilai-nilai masyarakat.b. Adanya motivasi warga masyarakat untuk melaporkan terjadinyaperbuatan melanggar hukum kepada organ-organ penegak hukum tersebut.c. Kemampuan dan kewibawaan dari organisasi penegak hukum.Penegakan hukum yang konsisten harus terus diupayakan olehkepolisian Purbalingga untuk mengembalikan kepercayaan masyarakatterhadap hukum yang berlaku di Indonesia, karena masyarakatlah faktor yangsangat berperan aktif mendukung proses penegakan hukum pada akhir-akhirini di media masa banyak masalah yang timbul seperti adanya mafia hukumyang dimana hukum digunakan sebagai alat kekuasaan bagi mereka yangmenjadi oknumnya sehingga membuat kepercayaan masyarakat pada hukumyang berlaku di Indonesia mulai musnah sedikit demi sedikit oleh sebab itu,Polres Purbalingga harus lebih di upayakan profesionalitas, kejujuran danbersih dari permainan yang di buat oleh oknum-oknum tertentu dalamkinerjanya di bidang penegakan hukum. Peranan hukum dalam masyarakat67 Simpulan wawancara dengan polisi di Polres Purbalingga, hari rabu tanggal 21November 2012


yang bebas ialah to enforce the truth and justice, yaitu penegakan kebenarandan menegakkan keadilan. Hal ini dapat terwujud bila penegakan hukumdilakukan Polres Purbalingga tanpa pandang bulu atau pilih kasih dan tidakada diskriminasi ataupun tidak bersifat berat sebelah atau imparsial Penegakanhukum yang dilakukan oleh Polres Purbalingga melalui faktor-faktor tesebuttelah sesui dengan sistem penegakan hukum pidana secara penegasanpembagian tugas dan wewenang antara jajaran aparat penegak hukum acarapidana secara instansional (Differensiasi Fungsional) dan sistem peradilanpidana yang mengatur bagaimana penegakan hukum acara pidana dijalankan(Intregated Criminal Justices system). Sehingga tercipta keadaan yangkondusif di dalam kehidupan masayarakat.Beberapa data diatas dapat diketahui faktor-faktor yang mungkin dapatmempengaruhi penegakan hukum di Kabupaten Purbalingga selanjutnya akandipaparkan mengenai penegakan hukumnya dengan upaya pencegahan(preventif) dan upaya penanggulanggan (refresif). Hasil wawancara denganinforman tentang upaya pencegahan (preventif) dan upaya penanggulangan(refresif) disajikan dalam tabel sebagai berikut:Tabel 3.Upaya PencegahanNo Informan Hasil wawancara Tema Tujuan1 Iptu Sugeng(Kanit PPAPolresPurbalinggaPencegahantindakpidanapencabulanTerhadappencegahan polrespurbalinggamengadakanbimbingan danpenyuluhan(Binhul) kepadaAgar tindakpidanapencabulandapat diminimalisir


2 Eny. P (ketuaLSM BKBPPPurbalingga)3 Akhmad(TokohMasyarakat)masyarakatkhususnya tentangpelecehan seksualbekerjasama denganPemda melaluiBapermas,BKBPPdan jugadiadakamnyapemantauan danrazia.BKBPP Purbalinggaselalu mengadakanbimbingan danpenyuluhan kepadamasyarakatkhususnyapelecehanseksual yangbekerjasama denganPemdamelaluiBapermasDiadakannyabimbingan danpenyuluhan hukumtentang UUperlindungan anakdan pelecehanseksual sertapenyuluhankeagamaanPencegahantindakpidanapencabulanPencegahantindakpidanapencabulanAgar tindakpidanapencabulandapat diminimalisirAgar tindakpidanapencabulandapat diminimalisirSumber: Data Primer yang diolahBerdasarkan tabel di atas menunjukan bertanggung jawab untukmenanggulangi tindak pidana kesusilaan terutama tindak pidana Pencabulan diKabupaten Purbalingga dan apa saja upaya yang harus dilakukan:1. Tindakan preventifa. IndividuHarus dilakukan oleh setiap individu adalah berusaha untuk terusmencoba agar tidak menjadi korban kejahatannya khususnya


pencabulan, salah satunya adalah tidak memberikan kesempatanatau ruang kepada setiap orang atau setiap pelaku untuk melakukankejahatan. Salah satunya yaitu dengan:1) Menghindari pakaian yang dapat menimbulkan rangsanganseksual terhadap lawan jenis;2) Tidak tidur bersama dengan anggota keluarga yangberlainan jenis yang telah dewasa.b. MasyarakatKehidupan masyarakat adalah suatu komunitas manusiayang memiliki watak yang berbeda-beda satu sama lainnya,sehingga kehidupan masyarakat merupakan salah satu hal yangpenting dimana menentukan dapat atau tidaknya suatu kejahatandilakukan. Dalam kehidupan bermasyarakat perlu adanya polahidup yang aman dan tentram sehingga tidak terdapat ruang atauuntuk terjadinya kejahatan, khususnya kejahatan di bidang asusilaterutama pencabulan terhadap anak.Pencegahan terhadap kejahatan asusia yang merupaka suatuusaha bersama yang harus dimulai sedini mungkin pada setiapanggota masyarakat. Kanit PPA IPTU Sugeng menyatakan bahwa:”Upaya yang dilakukan Polres Purbalingga agar mencegahterjadinya tindak pidana kesusilaan yaitu menciptakan suasanayang tidak menyimpang dengan tata nilai yang dianut oleh


masyarakat”. Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakatuntuk mencegah yaitu dengan jalan mengadakan acara silaturahiantara anggota masyarakat yang diisi dengan ceramah-ceramahyang dibawakan oleh tokoh masyarakat dilingkungan tempattinggal.c. Usaha yang dilakukan oleh pemerintahUsaha penanggulangan kejahatan, pemerintah KabupatenPurbalingga juga tidak lepas dari hal ini, menginggat pemerintahKabupaten Purbalingga merupakan salah satu wilayah Kabupatenyang sedang berkembang pesat dari segala bidang, antaralainbidang ekonomi, bidang pariwisata, bidang industri dansebagainya. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintahsebagai upaya penanggulangan kejahatan asusila terutamapencabulan, diantaranya:1. Mengadakan penyuluhan hukum.Upaya penyuluhan hukum sangatlah penting dilakukan,mengingat bahwa pada umumnya pelaku kejahatan, khususnyatindak pidana pencabulan adalah tingkat kesadaran hukumnyamasih relative rendah, sehingga dengan adanya kegiatanpenyuluhan ini diharapkan mereka dapat memahami danmenyadari, bahwa tindak pidana pencabulan itu merupakanperbuatan melanggar hukum serta merugikan masyarakat, yangdiancam dengan Undang-undang.


2. Mengadakan penyuluhan keagamaanAgama merupakan petunjuk bagi umat manusia untukmendapat kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Melaluipenyeluhan keagamaan diharapkan keimanan seseorangterhadap agama kepercayaannya semakin kokoh, sertadimanifestasikan dalam perilaku sehari-hari di dalammasyarakat, serta untuk melakukan kejahatan menyangkuttindak pidana asusila terutama tindak pidana pencabulan dapatdialihkan kepada hal-hal yang positif.d. KepolisianKepolisian sebagai salah satu instansi penegak hukum, jugamemandang peranan yang sangat penting demi terwujudnyakehidupan yang aman dan tentram. Usaha yang dilakukan polisiKabupaten Purbalingga dalam upaya penanggulangan tindakpidana pencabulan diantaranya adalah melakukan patrol/razia rutinuntuk meningkatkan suasana kamtibmas dalam kehidupanmasyarakat, selain itu kepolisian juga secara rutin memberikanpenyuluhan hukum terhadap masyarakat dibantu lembaga terkait .Selain itu aparat kepolisian dalam melakukan patroli diharapkanmampu membangun komunikasi yang baik dengan masyarakatsehingga tercipta hubungan yang harmonis antara polisi denganmasyarakat yang nantinya akan melahirkan kerjasama yang baikdiantara keduannnya.


Selain upaya preventif di atas, juga diperlukan upaya represifsebagai bentuk dari upaya penanggulangan kejahatan asusila termasukpencabulan. Penanggulangan yang dilakukan secara represif adalah upayayang dilakukan oleh aparat penegak hukum, berupa penjatuhan ataupemberian sanksi pidana kepada pelaku kejahatan, dalam hal ini dilakukanoleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga permasyarakatan.berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang upayapenanggulangan yang dilakukan Polres Purbalingga akan disajikan dalamtabel sebagai berikut:Tabel 4. Upaya PenanggulanganSumber: Data Primer yang diolah


Selain tindakan preventif yang dapat dilakukan oleh kepolisianKabupaten Purbalingga, kepolisian Kabupaten Purbalingga juga dapatmelakukan tindakan-tindakan represif. Tindakan represif yang dilakukanharus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan atas perintahatasan tertinggi kepolisian tersebut. Tindakan tersebut harus mendapatperintah dari atasan dikarenakan jika terjadi kesalahan prosuder dan lainsebagainya yang mengakibatkan kerugian bagi pelaku ataupunmasyarakat, hal tersebut menjadi tanggung jawab atasan. Sehingga aparatyang bekerja dilapangan dalam melakukan tindakan tidak sewenangwenang.Tindakan tersebut dapat berupa pelumpuhan terhadap pelaku,melakukan penangkapan, penyelidikan, penyidikan dan lain sebagainya.Sementara bagi pihak kejaksaan adalah meneruskan penyidikan darikepolisian dan melakukan penuntutan dihadapan majelis hakim pengadilannegeri. Sementara di pihak hakim adalah pemberian pidana maksimalkepada pelaku diharapkan agar pelaku dan calon pelakumempertimbangkan kembali untuk melakukan dan menjadi takut dan jerauntuk mengulangi kembali. Sementara bagi pihak LembagaPermasyarakatan memberikan pembinaan terhadap narapidana yangberada di Lembaga Permasyarakatan berupa pembinaan mental agama,penyuluhan hukum serta berbagai macam keterampilan.Tabel di atas menunjukan upaya pencegahan dan upaya penanggulanganuntuk meminimalisir terjadinya tindak pidana pencabulan di Kabupaten


Purbalingga. Diperlukan pencegahan dan penanganan yang serius dari pihakpihakyang terkait, yaitu: kepolisian, aparat penegak hukum, pemerintah daerah,LSM dan mayarakat.Berbagai kasus pencabulan yang terjadi di kabupaten Purbalinggayang bermacam- macam bentuk dan modus operandinya seperti dirayu,diancam, dipaksa, ditipu dan lain sebagainya, para pelaku pencabulantersebut menurut Unit Perlindungan Perempuan Anak Polres Purbalinggarata-rata dijatuhi hukuman penjara sekitar tiga sampai lima tahun.Efisiensi hukuman penjara tersebut apakah sesuai denganperbuatan yang dilakukan oleh para pelaku pencabulan anak di bawahumur, ini menjadi suatu polemik dikalangan masyarakat , akan tetapipenjatuhan hukuman bagi pelaku itu tergantung pada proses hukumnya. 68Majelis Hakim dalam menjatuhkan hukuman bagi para pelaku didasarkanpada pembuktian dan keyakinan dari hakim serta dengan hal-hal yangmemberatkan dan hal-hal yang meringankan, hal-hal ini yang akanmenjadi tolak ukur dari berat ringannya hukuman bagi pelaku.Sebagaimana pengaturan bagi pelaku perkosaan terhadap anak di bawahumur menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesiaialah sebagai berikut :1. Sanksi Pidana Bagi Pelaku Pencabulan Terhadap Anak Di BawahUmur Menurut Kitab Undang-undang <strong>Hukum</strong> Pidana (KUHP).68 Kartini kartono, Op.Cit, hlm. 167


Sanksi pidana bagi pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur menurutKUHP ialah sebagai berikut:a. Pasal 285 KUHP yang menentukan bahwa:Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasanmemaksa seorang wanita yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia,diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara palinglama dua belas tahun.Pasal 285 KUHP di atas, pelaku pencabulan terhadap anak dibawah umur dapat diancam hukuman pidana penjara paling lama duabelas tahun, akan tetapi dalam pasal ini tidak menyebutkan kategorikorban atau usia korban, hanya menyebutkan korbannya seorangwanita tanpa batas umur atau klasifikasi umur berarti seluruhklasifikasi umur termasuk lanjut usia maupun anak-anak dapatdikategorikan dalam pasal ini. Dalam hal pencabulan yang korbannyaanak di bawah umur berarti dapat diatur dalam pasal ini.b. Pasal 286 KUHP yang menentukan bahwa:Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita yang bukanistrinya, padahal diketahuinya bahwa wanita itu dalam keadaanpingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara palinglama sembilan tahun.Pengaturan pada pasal ini ialah apabila pelaku pencabualanterhadap anak di bawah umur melakukan pemenuhan hasratseksualnya bukan dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan,


melainkan dengan cara meminumkan suatu zat atau obat yangmembuat korbannya pingsan atau tidak berdaya, pelaku dapat diancamdengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.c. Pasal 287 ayat (1) KUHP yang menentukan bahwa:Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluarpernikahan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwaumurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata ,belum mampu kawin diancam dengan pidana penjara paling lamasembilan tahun.Perbuatan yang terjadi di sini adalah perbuatan pencabulanterhadap anak di bawah umur dilakukan dengan memaksakankehendak dari orang dewasa terhadap anak di bawah umur yangdilakukan tanpa atau dengan kekerasan demi tercapainya pemenuhanhasrat seksual.Pemenuhan hasrat seksual yang dilakukan tanpa kekerasan bisaterjadi dengan cara atau upaya orang dewasa dengan membujuk korbandengan mengiming-imingi korban dengan sesuatu atau hadiah yangmembuat korban menjadi senang dan tertarik, dengan demikian sipelaku merasa lebih mudah untuk melakukan maksudnya untukmenyetubuhi korban. Dalam hal ini pelaku dapat diancam denganpidana penjara paling lama sembilan tahun.2. Sanksi Pidana Bagi Pelaku Pencabulan Terhadap Anak Di Bawah UmurMenurut Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang PerlindunganAnak.


Sanksi pidana bagi pelaku pencabulan terhadap anak di bawahumur menurut undang-undang perlindungan anak ialah Pasal 82 yangmenentukan bahwa:Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancamankekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaiankebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkandilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara palinglama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan dendapaling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan palingsedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).Pasal ini, pengaturan bagi pelaku pencabualan terhadap anak dibawah umur dengan cara kekerasan ataupun ancaman kekerasan yangdimana menerangkan hukuman bagi pelaku sangatlah berat yaitupaling lama lima belas tahun penjara dan paling singkat tiga tahunpenjara, setidaknya akan membuat pelaku geram dan menyadari benarperbuatan apa yang telah dilakukan. Pengaturan pada pasal ini sudahcukup efisien dalam menjerat para pelaku untuk dapatmempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.Berdasarkan uraian dari data hasil penelitian di atas dapat ditarikkesimpulan mengenai penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadapanak di bawah umur di Kabupaten Purbalingga. Peranan menurut teoriSutherland, penegakan hukum pidana di Indonesia menganut 2 (dua) sistemyang diterapkan secara bersamaan, yakni sistem penegakan hukum pidanasecara penegasan pembagian tugas dan wewenang antara aparat penegakhukum acara pidana secara instansional (Diferensiasi Fungsional) dan sistemperadilan pidana yang mengatur bagaimana penegakan hukum pidana


dijalankan (Intregated Criminal Justices system). Mengapa demikian, karenapada strukturnya, penegakan hukum pidana Indonesia dari hulu ke hilirditangani lembaga yang berdiri sendiri secara terpisah dan mempunyai tugasserta wewenangnya masing-masing, hal tersebut pembagian tugas danwewenang antara aparat penegak hukum acara pidana secara instansional(Differensiasi Fungsional). Dalam penegakan hukum tindak pidanapencabulan terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Purbalingga ini telahdilaksanakan menurut proses hukumnya, mengacu dan berpegang padaketentuan perundang-undangan yang berlaku seperti KUHP dan UU NO. 23Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hal tersebut merupakan wujudperadilan pidana yang mengatur bagaimana penegakan hukum pidanadijalankan (Intregated Criminal Justices system).Berdasarkan pada kenyataan tersebut maka dapat ditarik kesimpulanbahwa upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencabulan terhadapanak di bawah umur di Kabupaten Purbalingga sudah optimal. Hal tersebutdapat terlihat dari perilaku dan tindakan penegakan hukum pidana secarapenegasan pembagian tugas dan wewenang antara aparat penegak hukumacara pidana secara instansional dan sistem peradilan pidana yang mengaturbagaimana penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pencabulandijalankan dengan upaya penegakan hukumnya tindak pidana pencabulan baiksecara upaya preventif dan upaya represif.C. Perlindungan Terhadap Korban (Anak)1. Hak Anak Sebagai Korban


Banyaknya kasus mengenai kekerasan terhadap anak yang terjadidi Indonesia dianggap sebagai suatu indikator buruknya kualitasperlindungan anak. Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidupmandiri tentunya sangat membutuhkan orang-orang sebagai tempatberlindung bagi anak. Rendahnya kualitas perlindungan anak di Indonesiabanyak menuai sorotan dan kritik dari berbagai lapisan masyarakat.Perlindungan anak ialah “suatu usaha yang mengadakan kondisi dimanasetiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya”. 69Masalahperlindungan terhadap anak di bawah umur yang menjadi korbanpencabulan atau kekerasan seksual bukan persoalan yang mudah untukkita praktekkan dalam kenyataannya di kehidupan sehari-hari.Setiap terjadinya suatu kejahatan, dimulai dari kejahatan yangringan sampai yang berat sudah tentu akan menimbulkan korban dankorbannya tersebut akan mengalami penderitaan, baik yang bersifatmateril maupun imateril khususnya dalam kasus pencabualan ataukekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang dimana seoranganak tidak semestinya mendapatkan perlakuan yang salah tersebut,dikarenakan setiap anak memiliki hak yang terkandung dalam UndangundangNo 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 82 yangmeliputi:a. Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang danberpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat69 Wahid, Abdul, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual(Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan), Bandung, Refika Aditama, hlm. 3


kemanusian, serta mendapatkan perlindungan dari bentuk kekerasandan diskriminasi.b. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan statuskewarganegaraan.c. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, bepikirdan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalambimbingan orang tua.d. Setiap anak berhak untuk mengetahuinya orang tuanya. Haltersebut dimaksudkan agar anak tersebut mengetahui asal usul dansilsilah keluarganya apabila anak tersebut dalam keadaan lain karenasuatu sebab diantaranya anak terlantar atau orang tua tidak dapatmenjamin tumbuh kembang anak maka anak dapat diasuh ataudiangkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundanganyang belaku.e. Setiap anak berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan danjaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spritual dansosia.f. Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran.g. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya. Yangdimaksudkan ialah setiap anak berhak menyatakan dan didengarpendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuaidengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinyasesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.h. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktuluang, bergaul dengan anak yang seumurnya, bermain, berekreasisesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya dalampengembangan dirinya.i. Setiap anak yang menyandang cacat berhak untuk memperolehrehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.j. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan :1) Diskriminasi, misalnya perlakuan yang membedakan suku,agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, bahasa, statushukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik maupunmental anak.2) Ekspoitasi dengan cara ekonomi atau seksual, misalnyatindakan memperalat, memanfaatkan ataupun memeras anak untukmemperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau kelompok.3) Penelantaran, misalnya tindakan mengabaikan dengansengaja kewajiban untuk memelihara, merawat atau mengurus anaksebagaimana mestinya.4) Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, misalnyatindakan secara keji, sadis, melukai, mencederai bukan hanya fisik,akan teapi mental dan sosial, tidak menaruh belas kasihan kepadaanak.


5) Ketidakadilan, misalnya tindakan keberpihakan antara anakyang satu dan yang lainnya atau kesewenang-wenangan terhadapanak.6) Perlakuan salah lainnya, misalnya tindakan pelecehan atauperbuatan tidak senonoh lainnya.k. Setiap anak berhak untuk diasuh orang tuanya sendiri terkecualiapabila ada suatu alasan atau aturan hukum yang sah untukmemisahkan anak dari orang tuanya sendiri, pemisahan tersebut bukanuntuk menghilangkan hubungan anak dengan orang tuanya akan tetapidemi kepentingan yang terbaik bagi anak.l. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari:1) Penyalahgunaan dalam kegiatan politik.2) Pelibatan dalam sengketa bersenjata.3) Pelibatan dalam kerusuhan sosial.4) Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan.5) Pelibatan dalam peperangan.m. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaranpenganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidakmanusiawi.n. Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.o. Penangkapan, penahanan atau tindak pidana yang dilakukan anakdapat dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku, dan hanyadilakukan sebagai upaya terakhir.p. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak :1) Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannyadipisahkan dari orang dewasa.2) Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efisiendalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.3) Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anakyang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untukumum.Sedangkan kewajiban anak yang terkandung di dalam UndangundangNo 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 82 yangmeliputi :a. Setiap anak berkewajiban untuk menghormati orang lain.b. Setiap anak berkewajiban untuk mencintai keluarga,masyarakat dan menyayangi teman.c. Setiap anak berkewajiban untuk mencintai tanah air, bangsadan negara.


d. Setiap anak berkewajiban untuk menunaikan ibadah sesuaidengan ajaran agamanya.e. Setiap anak berkewajiban untuk melaksanakan etika danakhlak yang mulia.Apabila diperhatikan dari hak dan kewajiban anak tersebut di atasmerupakan suatu upaya dimana hak asasi seorang anak harus tetapdiperhatikan dalam usaha pelindungan terhadap anak, karena anak yangdimana usia mereka merupakan usia yang sangat mudah dan renta untukdijadikan korban dari perlakuan yang salah dari orang dewasa, merekabelum mengerti dan paham bahwa hak mereka telah dirampas oleh orangyang menjadikan anak sebagai korbannya dalam suatu kejahatan.Seorang anak yang menjadi korban kejahatan dari suatu tindakpidana yang khususnya pencabulan mempunyai berbagai hak dankewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan kemampuan yangberhubungan dengan usianya. Hak dan kewajiban tersebut yangdikemukakan oleh Arief Gosita yang antara lain sebagai berikut :a. Hak-hak anak yang menjadi korban perbuatan kriminal adalah :1) Mendapat bantuan fisik (pertolongan pertama kesehatan,pakaian, naungan dan sebagainya).2) Mendapat bantuan penyelesaian permasalahan yang(melapor, nasihat hukum, dan pembelaan).3) Mendapat kembali hak miliknya.4) Mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi.5) Menolak menjadi saksi, bila hal ini akan membahayakandirinya.


6) Memperoleh perlindungan dari ancaman pihak pembuatkorban bila melapor atau menjadi saksi.7) Memperoleh ganti kerugian (restitusi, kompensasi) daripihak pelaku (sesuai kemampuan) atau pihak lain yangbersangkutan demi keadilan dan kesejahteraan yang bersangkutan.8) Menolak ganti kerugian demi kepentingan bersama.9) Menggunakan upaya hukum (rechtsmiddelen).b. Kewajiban-kewajiban korban adalah :1) Tidak sendiri membuat korban dengan mengadakanpembalasan (main hakim sendiri).2) Berpartisipasi dengan masyarakat mencegah pembuatankorban lebih banyak lagi.3) Mencegah kehancuran si pembuat korban baik oleh dirisendiri maupun oleh orang lain.4) Ikut serta membina pembuat korban.5) Bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidakmenjadi korban lagi.6) Tidak menuntut ganti kerugian yang tidak sesuai dengankemampuan pembuat korban.7) Memberi kesempatan pada pembuat korban untuk memberiganti kerugian pada pihak korban sesuai dengan kemampuannya(mencicil bertahap/imbalan jasa).


8) Menjadi saksi jika tidak membahayakan diri sendiri dan adajaminan keamanan untuk dirinya.2. Bentuk-Bentuk Perlindungan AnakMasalah anak memang bukan suatu masalah kecil yang denganhanya membalikan telapak tangan saja, akan tetapi anak ialah sebagaigenerasi penerus bangsa dan negara. Usaha perlindungan terhadapanak yang menjadi korban pencabulan telah diupayakan sedemikianrupa, mulai dari pendampingan kepada korban sampai pada pembinaanmental korban akibat peristiwa perkosaan yang dialami oleh korban.Faktor-faktor yang mendukung pelayanan terhadap anak korbankejahatan menurut Arif Gosita ialah sebagai berikut :a. Keinginan untuk mengembangkan perlakuan adil terhadapanak dan peningkatan kesejahteraan anak.b. <strong>Hukum</strong> kesejahteraan yang dapat mendukung pelaksanaanpelayanan terhadap anak korban kejahatan.c. Sarana yang dapat dimanfaatkan untuk melaksanakanpelayanan terhadap anak korban kejahatan. 70Usaha perlindungan yang diberikan Kitab Undang-undang<strong>Hukum</strong> Pidana kepada anak dalam hal perbuatan kesusilaan terhadapanak, yang meliputi :a. Melindungi anak dalam hal kesopanan yang terdapat dalampasal 283 KUHP yang pada dasarnya melarang orang untukmenawarkan, menyewakan untuk selamanya atau sementara,70 Gosita Arif, Op.Cit, hlm.142


menyampaikan di tangan atau mempertunjukan sesuatu tulisan,gambar, barang yang menyinggung kesopanan kepada anak.Misalanya gambar porno, tulisan porno atau alat-alat kontrasepsi.Disamping itu tidak boleh memperdengarkan isi surat yangmelanggar kesopanan atau mempertunjukan surat-surat yang isinyatidak sopan kepada anak.b. Melarang orang melakukan persetubuhan dengan orangyang belum dewasa yang terkandung dalam pasal 287 KUHP yangpada dasarnya melarang orang bersetubuh dengan perempuan yangbelum genap berusia lima belas tahun meskipun persetubuhantersebut dilakukan atas dasar suka sama suka diantara mereka.c. Melarang orang berbuat cabul kepada anak yang terkandungdalam pasal 290 KUHP yang pada dasarnya melarang seseorangmelakukan atau membiarkan perbuatan cabul dengan orang yangbelum dewasa (belum genap berusia lima belas tahun) atau belumpantas dikawin baik laki-laki maupun perempuan yang dalamkeadaan pingsan atau tidak berdaya.d. Melarang orang melakukan perbuatan cabul dengananaknya sendiri atau anak asuhnya atau anak angkat atau orangyang belum dewasa atau anak yang berada di bawahpengawasannya, demikian juga perbuatan yang dilakukan olehpejabat, pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas, atau pesuruhdi penjara dan sebagainya yang mempunyai jabatn yang strategis dipemerintahan atau instansi yang terkandung dalam pasal 294KUHP.e. Melarang orang memperdagangkan anak laki-laki atauwanita yang belum dewasa yang bertujuan untuk dilakukanperbuatan cabul yang terkandung dalam pasal 297 KUHP.Sedangkan usaha perlindungan terhadap anak dari perbuatankesusilaan tersebut yang diberikan di dalam Undang-Undang No 23Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dapat disimpulkan yaitusebagai berikut :a. Melarang orang melakukan pebuatan persetubuhan dengananak dengan cara kekerasan ataupun ancaman kekerasan yangterkadung di dalam Pasal 81 ayat (1). Melarang orang melakukanperbuatan persetubuhan dengan anak dengan cara apapunmisalnya, membujuk, merayu, menipu serta mengimingimingianak untuk diajak bersetubuh yang diatur dalam Pasal 81 ayat (2).Melarang orang melakukan perbuatan cabul dengan anak dengancara apapun misalnya dengan cara kekerasan, ancaman kekerasan,


membujuk, menipu dan sebagainya dengan maksud agar anakdapat dilakukan pencabulan yang diatur dalam Pasal 82.b. Melarang orang memperdagangkan anak ataumengekspoiltasi anak agar dapat menguntungkan dirinyasendirinya atau orang lain diatur dalam pasal 88.Bentuk perlindungan terhadap anak di atas merupakan suatubentuk atau usaha yang diberikan oleh KUHP dan undang-undangperlindungan anak kepada anak, agar anak tidak menjadi korban darisuatu tindak pidana akan tetapi apabila anak telah menjadi korbantindak pidana maka usaha yang dilakukan menurut Undang-undang No23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pada pasal 64 ayat (2) yangpada dasarnya memuat tentang segala upaya yang diberikanpemerintah dalam melindung anak yang menjadi korban tindak pidanayang meliputi :a. Upaya rehabilitasi yang dilakukan di dalam suatu lembagamaupun di luar lembaga, usaha tersebut dilakukan untukmemulihkan kondisi mental, fisik, dan lain sebagainya setelahmengalami trauma yang sangat mendalam akibat suatu peristiwapidana yang dialaminya.b. Upaya perlindungan pada identitas korban dari publik,usaha tersebut diupayakan agar identitas anak yang menjadi korbanataupun keluarga korban tidak diketahui oleh orang lain yangbertujuan untuk nama baik korban dan keluarga korban tidaktercemar.b. Upaya memberikan jaminan keselamatan kepada saksi korbanyaitu anak dan saksi ahli, baik fisik, mental maupun sosialnya adriancaman pihak-pihak tertentu, hal ini diupayakan agar prosesperkaranya berjalan dengan efisien.c. Pemberian aksesbilitas untuk mendapatkan informasi mengenaiperkembangan perkaranya, hal ini diupayakan agar pihak korbandan keluarga mengetahui mengenai perkembangan prosesperkaranya.Upaya perlindungan terhadap anak perlu secara terus-menerusdiupayakan demi tetap terpeliharanya kesejahteraan anak, mengingat


anak merupakan salah satu aset berharga bagi kemajuan suatu bangsadikemdian hari. Kualitas perlindungan terhadap anak hendaknyamemiliki derajat atau tingkat yang sama dengan perlindungan terhadaporang-orang yang berusia dewasa, dikarenakan setiap orangmempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum (equality beforethe law). Oleh karena itu, negara bersamasama dengan segenapmasyarakat saling bekerja sama dalam memberikan perlindungan yangmemadai kepada anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan danmanipulasi yang dilakukan oleh orang-orang yang tidakbertanggungjawab yang memanfaatkan anak-anak sebagai wahanakejahatannya, agar anak sebagai generasi pewaris bangsa dapat berdiridengan kokoh dalam memasuki kehidupan yang semakin keras dimasa-masa yang akan datang. Berdasarkan Undang-Undang No 23tahun 2003 tentang Perlindungan Anak pada pasal 20, yangmenyebutkan pada dasarnya yang berkewajiban dan bertanggungjawabterhadap perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat,keluarga dan orang tua.Adanya kewajiban dan tanggungjawab negara, pemerintah,masyarakat, keluarga dan orang tua terhadap penyelenggaraanperlindungan anak dikemukakan dalam pasal 21 sampai dengan pasal25 Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,yang meliputi kewajiban dan tanggungjawab sebagai berikut :a. Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpamembedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,


udaya, dan bahasa, status anak, urutan kelahiran anak, dan kondisifisik dan atau mental (pasal 21).b. Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalampenyelenggaraan perlindungan anak (pasal 22).b. Menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraananak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, waliatau orang lain yang secara hukum bertanggungjawab terhadapanak dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak (pasal23).c. Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalammenyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasananak (pasal 24).Dari rincian mengenai tanggungjawab dan kewajiban tersebutialah suatu bentuk perlindungan yang harus diberikan kepada anakguna melindungi anak-anak dari hal-hal yang tidak layak bagihidupnya ataupun yang dapat merampas hak-hak anak dikarenakananak secara jasmani dan rohani sekaligus sosial belum memilikikemampuan untuk berdiri sendiri, oleh karena itu merupakankewajiban bagi generasi terdahulu untuk menjamin, memelihara, danmengamankan kepentingan anak. Pemeliharaan, jaminan, danpengamanan kepentingan tersebut selayaknya dilakukan oleh pihakpihakyang mengasuhnya yaitu keluarga, tidak hanya keluarga anaktersebut akan tetapi masyarakat dan pemerintah juga berperan aktifdalam hal ini.Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap kepentingandan hak-hakanak yang berhadapan dengan hukum, PemerintahIndonesia telah mengeluarkanbeberapa peraturan perundangundanganterkait, antara lain UU No. 39 Tahun 1999 tentang HakAsasi Manusia, UU No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan UU


No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.Masalahperlindungan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum, yangterdapat dalam Pasal 66 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999,menentukan bahwa:a. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaranpenganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidakmanusiawi;b. <strong>Hukum</strong>an mati atau hukuman seumur hidup tidak dapatdijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak;c. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannyasecara melawan hukum;d. Penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanyaboleh dilakukan sesuai dengan hukum yang belaku dan hanyadapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir;e. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhakmendapatkan perlakuan secara manusiawi dan denganmemperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai denganusianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demikepentingannya;f. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhakmemperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektifdalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku;


g. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untukmembela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anakyang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutupuntuk umum.Terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, UU No. 3Tahun 1997 menggunakan istilah “anak nakal”. Sehubungan denganperlindungan terhadap anak nakal, maka menurut undang-undang initidak selalu anak pelaku tindak pidana harus mendapatkan hukumanpenjara. Sebagaimana ditegaskan pada Pasal 24 UU No. 3 Tahun1997, bahwa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal,berupa pengembalian kepada orang tua, wali/orang tua asuh ataumenyerahkannya kepada negara untuk mengikuti pendidikan,pembinaan dan latihan kerja atau menyerahkannya kepada departemensosial atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidangpendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Selanjutnya berdasarkanketentuan yang terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2002, ada beberapapasal berhubungan dengan masalah perlindungan anak yangberhadapan dengan hukum, yaitu:a. Pasal 1 angka 2, yang menentukan bahwa perlindungananak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anakdan hak-haknya agar dapathidup, tumbuh, berkembang danberpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat


kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dandiskriminasi.b. Pasal 1 angka 15, menentukan bahwa perlindungan khususadalah per-lindungan yang diberikan kepada anak dalam situasidarurat, anak yangberhadapan dengan hukum, anak darikelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secaraekonomi dan/atau seksual, anak yang diper-dagangkan, anak yangmenjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropikadan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan,perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/ataumental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuansalah dan pene-lantaran.c. Pasal 2, menentukan bahwa penyelenggaraan perlindungananak berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 sertaprinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-hak Anak meliputi:1. non diskriminasi;2. kepentingan yang terbaik bagi anak;3. hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan;4. penghargaan terhadap pendapat anak.d. Pasal 3, menentukan bahwa perlindungan anak bertujuanuntuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuaidengan harkat dan martabat kemanu-siaan, serta mendapat


perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnyaanak Indonesia berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.Dalam Pasal 59 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentangPerlindungan Anak, dinyatakan bahwa: “Pemerintah dan Lembaganegara lainnya wajib memberikan perlindungan khusus kepada anakdalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak darikelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secaraekonomi dan atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yangmenjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika danzat adiktiflainnya, anak korban penculikan, penjualan danperdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan atau mental, anakyang menyandang cacat, dan anak korban perlakuansalah danpenelantaran.”Dalam salah satu poin pasal tersebut menyebut tentang anakyang berhadapan dengan hukum. Asumsi setiap orang jika mendengarkata anak yang berhadapan dengan hukum seolah terkooptasi padapemahaman anak yang menjadi pelaku tindak pidana. Padahal telahdinyatakan secara tegas dalam Pasal 64 Undang-Undang No. 23Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebutbahwa:“Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukumsebagaimana dimaksud dalam pasal 59 meliputi anak yang berkonflikdengan hukum dan anak korban tindak pidana. Perlindungan khususterhadap anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui:


1. Perlakuan atas anak secara menusiawi sesuai denganmartabat dan hak-hak anak.2. Penyediaan Petugas Pendamping sejak dini.3. Penyediaan sarana dan prasarana khusus.4. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yangterbaik bagi anak.5. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadapperkembangan anak yang berhadapan dengan hukum.6. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungandengan orangtua atau keluarga.7. Perlindungan dari pemberian identitas melalui media masauntuk menghindari labelisasi.Sistem Peradilan Pidana Anak(Juvenile Justice System) adalah segala unsur sistem peradilanpidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus kenakalananak. Pertama, polisi sebagai institusi formal ketika anak nakalpertama kali bersentuhan dengan sistem peradilan, yang juga akanmenentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses lebihlanjut. Kedua, jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat yang jugaakan menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses kepengadilan anak. Ketiga, Pengadilan Anak, tahapan ketika anakakan ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskansampai dimasukkan dalam institusi penghukuman. Yang terakhir,institusi penghukuman.


3. Perlindungan <strong>Hukum</strong> Terhadap Anak Pelaku Tindak PidanaPencabulan Pada Tahap Penyidikan di Kaporles Purbalingga.Pada hakikatnya ketentuan KUHAP tentang penyidikandidefenisikan sebagai berikut. Penyidikan adalah serangakaiantindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalamUndang-Undang ini (KUHAP) untuk mencari serta mengumpulkanbukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidanayang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Tindakan itu dapatmeliputi pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi, penyitaan alat-alatbukti, pengeledahan, pemanggilan dan pemeriksaan tersangka,melakukan penangkapan, melakukan penahanan, dan lain sebagainya.Sementara penyidik sesuai Pasal 1 angka 1 KUHAP, adalah PejabatPolisi Negara RI atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yangdiberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukanpenyidikan. Penyidikan yang dilakukan oleh pejabat kepolisian negaraRI bertujuan untuk mengumpulkan bukti guna menemukan apakahsuatu peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa pidana, denganpenyidikan juga ditujukan untuk menemukan pelakunya. Setelahadanya penyidikan tahapan selanjutnya dilakukan penyelidikan.Penyelidikan kasus pidana dilakukan oleh kepolisian sesuai denganKUHAP dan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindunganAnak. Polisi dalam melakukan penyelidikan terhadap anak pelakutindak pidana harus memperhatikan berbagai ketentuan mengenai


upaya penangan anak mulai dari penangkapan sampai prosespenempatan.Secara umum berdasarkan ketentuan Undang-Undang No 23Tahun 2002 tentang perlindungan Anak bahwa penyidikan terhadappelaku tindak pidana anak hanya dapat dilakukan apabila pelaku tindakpidana telah berusia 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18(delapan belas) tahun, tarhadap anak dibawah umur delapan tahunyang melakukan tindak pidana akan mendapat pembinaan dandikembalikan pada orang tua/wali.Penyidikan terhadap anak dalam hal anak nakal dilakukan olehPenyidik Anak, yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan KepalaKepolisian RI atau Pejabat yang ditunjuk olehnya. Dengan demikianPenyidik Umum tidak dapat melakukan penyidikan atas Perkara AnakNakal, kecuali dalam hal tertentu, seperti belum ada Penyidik Anak ditempat tersebut.Penyidikan terhadap anak nakal berlangsung dalam suasanakekeluargaan, dan untuk itu penyidik wajib meminta pertimbanganatau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan sesuai Undang-UndangNo 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak. Diperiksa dalamsuasana kekeluargaan, berarti pada waktu memeriksa tersangka anak,penyidik tidak memakai pakaian seragam/dinas, dan melakukanpendekatan secara efektif, aktif, dan simpatik.


Suasana kekeluargaan itu juga berarti tidak ada pemaksaan,intimidasi atau sejenisnya selama dalam penyidikan. Salah satujaminan terlaksananya suasana kekeluargaan ketika penyidikandilakukan, adalah hadirnya Penasehat <strong>Hukum</strong>, disamping itu, karenayang disidik adalah anak, maka juga sebenarnya sangat pentingkehadiran orang tua/wali/orang tua asuhnya, agar tidak timbulketakutan atau trauma pada diri si anak.Seorang yang melakukan perbuatanmenyimpang dari peraturandan tergolong sebagai tindak pidana misalnya memukul sampailuka,membawa senjata api atau melakukan perbuatan tidak senonoh dapatmenjadi perkara pidana yang penyelesaiannya melalui siding pengadilanmeskipun pelakunya adalah seorang anak. Padahal seorang anak memilikikekhususan dalam penangannannya. Dalam penanganan hukum terhadapanak, saat ini berpedoman pada Undang-Undang No 23 Tahun 2002tentang perlindungan Anak.MenurutKanit PPA Polres Purbalingga, Penanganan tindakpidana anak di Polres Purbalingga dilakukan orang dewasa dan anak telahdibedakan. Halini diketahui dengan dibentuknya unit khususyaitu UnitPelayanan Anak pada tahun 2009. Unit ini dibentuk pentingnyapenanganan anak pelaku tindak pidana karena akan berkaitan denganmasa depan anak itu sendiri dan semakin meningkatnya anak pelakutindak pidana.Peningkatan anak pelaku tindak pidana setiap tahunnya inimenunjukkan begitu rentannya anak pada usia transisi dari remaja-


pemuda melakukan pelanggaran pidana yang membuat mereka terpaksaharus berhadapan dengan proses peradilan pidana.Penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik selamapemeriksaan pendahuluan untuk mencari bukti-bukti tentang tindakpidana yang dilakukan oleh anak. Sesuai ketentuan pasal 41 UUPerlindungan Anak, yang memiliki kewenangan untuk melakukanpenyidikan adalah penyidik khusus anak dari Kepolisian Negara R.I ataupejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertentu. Namun di PolresPurbalingga hingga tahun 2012 dimana unit PPA dibentuk, penyidik untukanak pelaku tindak pidana masih penyidik umum di kepolisian.Perlakuan khusus dalam penanganan perkara anak, semestinyadimulai manakala anak bersinggungan dengan proses peradilan pidanaanak yang pertama kali, yakni penangkapan. Namun dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak tidak diatursecara spesifik mengenai perlakuan terhadap anak pada saat penangkapan.Pasal 43 ayat (1) UU Perlindungan anak mengatur bahwa penangkapananak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang<strong>Hukum</strong> Acara Pidana.Pemeriksaan dimaksudkan untuk dapat menentukan perlutidaknya diadakan penahanan, mengingat jangka waktu Penangkapanyang diberikan oleh Kitab Undang-Undang <strong>Hukum</strong> Acara Pidana hanya 1x 24 jam. Pada tahap penangkapan terhadap anak yang diduga sebagaitersangka, namun bukan karena tertangkap tangan, penting bagi seorangPolisi untuk menghindarkan anak dari pengalaman-pengalaman traumatik


yang akan dibawa oleh anak seumur hidupnya. Dalam penjelasan pasal 42ayat (1) Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindunganAnak, juga dijelaskan bahwa, “yang dimaksud dengan ‘dalam suasanakekeluargaan’ antara lain pada waktu memeriksa tersangka, penyidiktidak memakai pakaian dinas dan melakukan pendekatan secara efektif,afektif dan simpatik”Khusus dalam menangani kasus anak yang berhadapan denganhukum, petugas harus mewawancarai anak yang terlibat (baik sebagaipelaku, korban, maupun saksi), orang tua, saksi dan orang-orang lain yangdiperlukan atau berkaitan dengan kasus tersebut secara berkesinambungandalam suasana kekeluargaan.Kanit unit PPA Polres Purbalingga menyatakan bahwa : ”Pemeriksaan yang dilakukan terhadap anak pelaku tindak pidana dilakukansecara santai, tidak menggunakan kekerasan agar anak merasa nyamandann tidak takut. Yang melakukan pemeriksaan adalah Polwan dan tidakmemakai pakaian dinas. Biasanya juga anak diperiksa di ruang PPA yangdibuat sedemikian rupa agar anak merasa nyaman. Dalam pemeriksaanpenyidik juga meberi hak pada anak untuk didampingi orang tua,didampingi penasihat hukum dan didampingi oleh petugaspemasyarakatan. Dalam pemeriksaan juga dilakukan secara santai, tidakmenggunakan kekerasan agar anak merasa nyaman dan tidak takut”.Pemeriksaan dimaksudkan untuk dapat menentukan perlutidaknya diadakan penahanan, mengingat jangka waktu Penangkapanyang diberikan oleh Kitab Undang-Undang <strong>Hukum</strong> Acara Pidana hanya 1x 24 jam. Pada tahap penangkapan terhadap anak yang diduga sebagaitersangka, namun bukan karenatertangkap tangan, penting bagiseorang Polisi untuk menghindarkan anak dari pengalaman-pengalamantraumatik yang akan dibawa oleh anak seumur hidupnya. Dalam


penjelasan pasal 42 ayat (1) UU No Undang-Undang No 23 Tahun 2002tentang perlindungan Anak, juga dijelaskan bahwa,“yang dimaksud dengan ‘dalam suasana kekeluargaan’ antara lainpada waktu memeriksa tersangka, penyidik tidak memakai pakaiandinas dan melakukan pendekatan secara efektif, afektif dansimpatik”Penyidikan anak harus dilakukan dalam suasana tertutup untukmenjaga agar anak kelak tidak mengalami depresi, rasa malu, danakhirnya sulit bermasyarakat atau diterima dilingkungannya apabilahselesai menjalani proses hukum. Pada prakteknya penyidikan anak olehpolisi di Kabupaten Purbalingga dilakukan diruanganPolres yangtertutup untuk umum. Namun di Polres Purbalingga ruangan khusus untukpemeriksaan anak baru ada semenjak unit PPA dibentuk sedangkan diPolsek, ruangan pemeriksaan khusus untuk anak masih belum ada. Hal initerbukti ketika wartawan yang biasa meliput di Polres Purbalinggaditanyai apakah mereka mengetahui ada kasus anak pelaku tindak pidanadi Polres Purbalingga, para wartawan menjawab tidak tahu karenamenurut mereka kalau kasus anak biasanya dirahasiakan dan tertutup dariumum. Menurut Kanit PPA Polres Purbalingga bahwa setelah menerimalaporan, kepolisian membuat suarat panggilan. Jika dua kali suratpanggilan tersebut diabaikan maka dilakukan penjemputan denganmembawa surat keterangan. Dalam melakukan penjemputan polisi tidakmemakai pakaian dinas.Semakin meningkatnya angka pertumbuhan anak pelaku tindakpidana diKabupaten Purbalingga, hal lain yang harus mendapatperhatian serius adalahtingginya angka penahanan oleh penegak


hukum khususnya penyidik terhadap tersangka anak. Namunberdasarkan studi pustakaan atas kasus pencabulan anak diketahui bahwaberdasarkan laporan orang tua korban pada tanggal 16 Juni 2012,kemudian dibuat surat penahanan pada tanggal 17 Juni 2012.Berdasarkan surat penahanan tersebut dalam kasus pencabulan anakkemudian dijemput kerumahnya dan langsung ditahan. Hal inibertentangandengan apa yang disampaikan Kanit PPA PolresPurbalingga dimana pelaku akan menerima dua kali surat panggilan danbila diabaikan baru dilakukan penjemputan. Lebih lanjut disampaikanKanit PPA Polres Purbalingga bahwa dalam hal penahanan, untuk anakyang masih sekolah tidak ditahan di rutan namun menjadi tahanan kotadengan jaminan orang tua.Berdasarkan pasal 44 UU Undang-Undang No 23 Tahun 2002tentang perlindungan Anak, apabila penahanan melebihi 30 hari, makaanak harus dibebaskan demi hukum. Selain bertentangan dengan UUPengadilan Anak, tindakan dari pihakpenyidik yang menahantersangka anak melebihi batas waktu 30 tersebut juga bertentangandengan Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang PerlindunganAnak pasal 16 ayat (2-3), “(2) Setiap anak berhak untukmemperoleh kebebasan sesuaidengan hukum; (3) Penangkapan,penahanan, atau tindak pidana penjara hanya dilakukan apabilah sesuaidengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upayaterakhir.


Pasal 44 ayat 2 Penahanan terhadap anak dilaksanakan di tempatkhusus untuk anak di lingkungan Rumah Tahanan Negara, CabangRumah Tahanan Negara, atau tempat tertentu. Untuk lamanyapenahanan sebelum pemeriksaan, penyidik polisi telahmelaksanakannya sesuai UU Pengadilan Anak yaitu paling lama 1 X 24jam,sehingga dapat disimpulkan bahwa prosedur dan tata carapenyidikan anakdilaksanakan secara penuh oleh aparat penyidikkepolisian di Kabupaten Purbalingga. Hal ini disampaikan Kanit PPAbahwa pemeriksaan anak dilakukan 1 x 24 jam. Demikian juga untukkasus pencabulan anak dengan pemeriksaan dilakukan 1 x 24 jam.Hasil penelitian di lapangan dan studi pustaka diketahui bahwapenyidikan anak yang dilakukan dalam suasana kekeluargaan sudahsesuai dengan Undang-undang Pengadilan Anak menegaskan bahwaproses pemeriksaan dilakukan dalam suasana kekeluargaan. Namunpemeriksaan yang dilakukan khusus oleh penyidik anak hanya terjadisesudah unit PPA dibentuk.


BAB VPENUTUPA. SimpulanHasil penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya tersebutdapat disimpulkan 2 (dua) hal sebagai berikut:1. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan mempengaruhiterjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur diPurbalingga, yaitu: faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi, faktorlingkungan atau tempat tinggal, faktor minuman (berakohol), faktorteknologi dan faktor peranan korban dalam ranah etiologi kriminologidapat di dikategorikan pada teori yang tidak berorientasi pada kelas sosial.2. Dalam mengatasi tindak pidana pencabulan di KabupatenPurbalingga, Polres Purbalingga telah menegakan hukum dengan baik.Cara mengatasinya adalah melakukan patrol/razia secara rutin danpenyuluhan hukum terhadap masyarakat di bantu oleh lembaga terkait,yaitu: BAPAS, BKBPP dan PEMDA Kabupaten Purbalinga yang berlaku.B. SaranSaran yang dapat penulis berikan berkaitan dengan permaaslahan yangdiajukan adalah sebagai berikut:1. Mayarakat diharapkan dapat meningkatkan mentalitas, moralitas,serta keimananan dan ketaqwaan yang bertujuan untuk pengendalian diriyang kuat sehingga tidak mudah tergoda untuk melakukan sesuatu yang


tidak baik, dan juga untuk mencegah agar dapat menghindari pikiran danniat yang kurang baik di dalam hati serta pikirannya.2. Diharapkan pemerintah dapat memberantas film-film atau bacaanyang mengandung unsur pornografi karena pornografi merupakan salahsatu sebab terjadinya tindak pidan pencabulan. Tindakan ini di harapkandapat mencegah ataupun mengurangi terjadinya tindak pidana pencabulanterhadap anak di bawah umur.3. Kepolisian diharapkan dapat mewujudkan perlindungan hukumterhadap korban dengan memberikan pendampingan psikiater untukmenjaga kejiwaan dari rasa trauma akibat tindak pidana pencabulantersebut.


DAFTAR PUSTAKAAnwar, Moch. 1981. <strong>Hukum</strong> Pidana Bagian Khusus (KUHP buku II) jilid 2,Bandung: Alumni;Bassar, Soedrajat. 1999. Tindak-tindak Pidana Tertentu. Bandung: Ghalia;Dirjosiswoyo, Soejono. 1994. Sinopsis Kriminologi Indonesia, Bandung:Mandar Maju;-----------. 1994. Kriminologi.Bandung: PT. Cipta Aditya Bakti;Gosita, Arif. 1993. Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan).Jakarta: Akademika Presindo;Kartanegara, Satochid. <strong>Hukum</strong> Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Satu, BalaiLektur mahasiswa, Tanpa TahunKartini, Kartono. 1985. Psikologi Abnormalitas Seksual. Bandung: MandarMaju;------------. 1981. Patologi Sosial. Jakarta: PT. Grafindo Persada;Lamintang. 1981. Kitab Pelajaran <strong>Hukum</strong> Pidana; Leekboek Van HetNederlanches Straftrecht. Bandung: Pionir Jaya;Leden, Marpaung. 2004. Kejahatan terhadap Kesusilaan dan MasalahPrevensinya. Jakarta: Sinar Grafika;Lexy, J. Moleong. 1999. Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Persada;Ninik, Widiyanti. 1987. Kejahatan dalam Masyarakat dan Pencegahan.Jakarta: Bumi Aksara;Moeljatno. 1993. Asas-asas Hukuk Pidana. Jakarta: Bumi Aksara;------------. 2003. Kitab Undang-undang <strong>Hukum</strong> Pidana(KUHP). Jakarta:Bumi Aksara;Muladi, Barda Nawawi Arief. 1992. Bunga Rampai <strong>Hukum</strong> Pidana. Bandung:Alumni;Prodjodikoro,Wiryono. 1986. Tindakan-Tindakan pidana Tertentu diIndonesia. Bandung: PT.Erosco;


------------. 2002. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Jakarta:PT.Refika Aditama;Rahardjo, Satjipto. 2000. Ilmu <strong>Hukum</strong>. Bandung: PT Citra Aditya Bakti;Sianturi, S.R, 2002. Asas-asas <strong>Hukum</strong> Pidana di Indonesia danpenerapannya. cet.3. Jakarta: Storia Grafika;Soesilo. 1996. Kitab Undang-undang <strong>Hukum</strong> Pidana (KUHP) sertaKomentar-komentarnya Lengkap Dem Pasal. Bogor: PoliteaSoemitro, Ronny Hanitijo. 1998. Metodologi Mukum Dan Jurimetri. Jakarta:Ghalian Indonesia;Soekanto, Soejono. 1981. Kriminologi Suatu Pengantar. Jakarta: GalianIndonesia;------------. 1994. Pengantar Penelitian hukum. Jakarta: Universitas Indonesia;Sudarto. 1990. <strong>Hukum</strong> Pidana 1A-B. Purwokerto: Fakultas Hukun UniversitasJenderal Soedirman Purwokerto Tahun Akademik 1990-1991;Susanto. 2011. Kriminologi. Yogyakarta: Genta Publishing;Utrecht. 1986. <strong>Hukum</strong> Pidana 1. Surabaya: Pustaka Tinta Mas.Surat kabar:Radar Banyumas, tanggal 6 september 2012Kamus:Departermen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Kamus Besar BahasaIndonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Internethttp://mudjiarahardjo.com/www.penalaran-unm.org/index.php/artikelnalar/penelitian/116-metode-penelitian-kualitatif.html, diakses pada tanggal 10 Oktober2012.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!