Download - Jurnal Dinamika Hukum

Download - Jurnal Dinamika Hukum Download - Jurnal Dinamika Hukum

24.08.2015 Views

159PERLINDUNGAN PENGUNGSI DALAM PERSPEKTIF HUKUMINTERNASIONAL DAN HUKUM ISLAM(Studi Terhadap Kasus Manusia Perahu Rohingya )Aryuni YuliantiningsihFakultas Hukum Universitas Jenderal SoedirmanE-mail : yoen_71@yahoo.co.idAbstractThe problem of refugees is a difficult problem that againts up by international community.Commonly, the reason of refugee because of human rights violation in their State. In the end of2011, based on report of United Nations, there are 47,5 million refugees from moslem majority, theone of them is called ‘The Boat People’ Rohingya. Islamic law had interferenced regulation ininternational law about protection for refugee . The refugees rights for protection by the host Stateregulated in Convention relating Status of Refugees 1951 and the protocol relating the Status ofRefugee 1967. Islamic law regulated in QS Al Hasyr: 9. The principle of Non Refoulment is a principlethat recognized under international law and Islamic law. Non refoulment is a concept in which stateshall not return (refoule) a refugee or asylum seeker in any manner. This principle is becomeinternational customary law so every State must be implementing it.Key words : The protection of refugees, international law, Islamic lawAbstractMasalah pengungsi merupakan persoalan yang rumit yang dihadapi masyarakat dunia saat ini. Padaumumnya, pengungsian dilakukan karena terjadinya penindasan hak asasi pengungsi di negaramereka. Berdasarkan laporan PBB, pada akhir tahun 2011, terdapat 47,5 juta sebagai pengungsi,orang tergusur atau pencari suaka yang mayoritas adalah muslim, salah satunya adalah manusiaperahu Rohingya. Hukum Islam banyak mempengaruhi pengaturan dalam hukum internasionalmengenai perlindungan pengungsi. Perlindungan pengungsi menurut hukum internasional diaturdalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 yang mengatur prinsip-prinsip dan hak-hak serta kewajibanbagi pengungsi. Hukum Islam mengatur dalam Alquran surat Al Hasyr : 9 yang memuat prinsip-prinsipdan hak-hak pencari suaka. Prinsip yang diakui dalam hukum Islam dan hukum internasional adalahprinsip non refoulement, artinya negara tidak boleh mengusir pencari suaka atau pengungsi yangmasuk di wilayahnya. Prinsip ini sudah menjadi hukum kebiasaan internasional sehingga harusdilaksanakan oleh semua negara.Kata kunci : perlindungan pengungsi, hukum internasional, hukum IslamPendahuluanMasalah pengungsi dan pemindahan orangdi dalam negeri merupakan persoalan yang palingpelik yang dihadapi masyarakat dunia saatini. Banyak diskusi tengah dilakukan di PerserikatanBangsa-Bangsa (yang dalam penulisan selanjutnyapenulis singkat dengan kata PBB)yang terus berusaha mencari cara-cara lebihefektif untuk melindungi dan membantu kelompokyang sangat rentan ini. Sejumlah orang menyerukanditingkatkannya kerja sama dan koordinasiantara lembaga pemberi bantuan, sebagianlain menunjuk pada celah-celah dalam peraturaninternasional dan menghimbau disusunnyastandar-standar dalam bidang ini lebih jauhlagi. Bagaimanapun, setiap orang setuju bahwapersoalan ini merupakan masalah multidimensionaldan global. Oleh karenanya setiap pendekatandan jalan keluar harus dilakukan secarakomprehensif dan menjelaskan semua aspekpermasalahan, dari penyebab eksodus massalsampai penjabaran respon yang perlu untukmenanggulangi rentang permasalahan pengung-

159PERLINDUNGAN PENGUNGSI DALAM PERSPEKTIF HUKUMINTERNASIONAL DAN HUKUM ISLAM(Studi Terhadap Kasus Manusia Perahu Rohingya )Aryuni YuliantiningsihFakultas <strong>Hukum</strong> Universitas Jenderal SoedirmanE-mail : yoen_71@yahoo.co.idAbstractThe problem of refugees is a difficult problem that againts up by international community.Commonly, the reason of refugee because of human rights violation in their State. In the end of2011, based on report of United Nations, there are 47,5 million refugees from moslem majority, theone of them is called ‘The Boat People’ Rohingya. Islamic law had interferenced regulation ininternational law about protection for refugee . The refugees rights for protection by the host Stateregulated in Convention relating Status of Refugees 1951 and the protocol relating the Status ofRefugee 1967. Islamic law regulated in QS Al Hasyr: 9. The principle of Non Refoulment is a principlethat recognized under international law and Islamic law. Non refoulment is a concept in which stateshall not return (refoule) a refugee or asylum seeker in any manner. This principle is becomeinternational customary law so every State must be implementing it.Key words : The protection of refugees, international law, Islamic lawAbstractMasalah pengungsi merupakan persoalan yang rumit yang dihadapi masyarakat dunia saat ini. Padaumumnya, pengungsian dilakukan karena terjadinya penindasan hak asasi pengungsi di negaramereka. Berdasarkan laporan PBB, pada akhir tahun 2011, terdapat 47,5 juta sebagai pengungsi,orang tergusur atau pencari suaka yang mayoritas adalah muslim, salah satunya adalah manusiaperahu Rohingya. <strong>Hukum</strong> Islam banyak mempengaruhi pengaturan dalam hukum internasionalmengenai perlindungan pengungsi. Perlindungan pengungsi menurut hukum internasional diaturdalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 yang mengatur prinsip-prinsip dan hak-hak serta kewajibanbagi pengungsi. <strong>Hukum</strong> Islam mengatur dalam Alquran surat Al Hasyr : 9 yang memuat prinsip-prinsipdan hak-hak pencari suaka. Prinsip yang diakui dalam hukum Islam dan hukum internasional adalahprinsip non refoulement, artinya negara tidak boleh mengusir pencari suaka atau pengungsi yangmasuk di wilayahnya. Prinsip ini sudah menjadi hukum kebiasaan internasional sehingga harusdilaksanakan oleh semua negara.Kata kunci : perlindungan pengungsi, hukum internasional, hukum IslamPendahuluanMasalah pengungsi dan pemindahan orangdi dalam negeri merupakan persoalan yang palingpelik yang dihadapi masyarakat dunia saatini. Banyak diskusi tengah dilakukan di PerserikatanBangsa-Bangsa (yang dalam penulisan selanjutnyapenulis singkat dengan kata PBB)yang terus berusaha mencari cara-cara lebihefektif untuk melindungi dan membantu kelompokyang sangat rentan ini. Sejumlah orang menyerukanditingkatkannya kerja sama dan koordinasiantara lembaga pemberi bantuan, sebagianlain menunjuk pada celah-celah dalam peraturaninternasional dan menghimbau disusunnyastandar-standar dalam bidang ini lebih jauhlagi. Bagaimanapun, setiap orang setuju bahwapersoalan ini merupakan masalah multidimensionaldan global. Oleh karenanya setiap pendekatandan jalan keluar harus dilakukan secarakomprehensif dan menjelaskan semua aspekpermasalahan, dari penyebab eksodus massalsampai penjabaran respon yang perlu untukmenanggulangi rentang permasalahan pengung-


160 <strong>Jurnal</strong> <strong>Dinamika</strong> <strong>Hukum</strong>Vol. 13 No. 1 Januari 2013si, dari keadaan darurat sampai pemulanganmereka (repatriasi).Saat ini, perlindungan pengungsi masihmenjadi alasan bagi keberadaan United Nationsof High Comission for Refugees (UNHCR). UN-HCR mempunyai tanggung jawab untuk memberiperlindungan kepada pengungsi. 1 Berdasarkanlaporan Global Trends 2011 yang dikemukakanoleh UNHCR pada tanggal 18 Juni 2012, menunjukkan3,5 juta orang tergusur dari tempattinggal mereka tapi masih berada di dalam negara.Pejabat UNHCR Antonio Guteres mengatakanbadan dunia itu bersyukur karena sisteminternasional yang melindungi pengungsi bertugasdengan baik dan tapal-tapal batas tetapterbuka. Menurut PBB, pada akhir tahun 2011,terdapat 47,5 juta sebagai pengungsi, orangtergusur atau pencari suaka. Afghanistan merupakanpenghasil pengungsi terbesar yaitu 2,7juta disusul Irak, Somalia, Sudan dan Kongo. 2Pada umumnya, pengungsian dilakukankarena terjadinya penindasan hak asasi pengungsidi negara mereka. Pada umumnya merekajuga mencari tanah atau negara lain sebagaitempat kediaman barunya yang tentunyajauh dari penindasan hak azasi manusia. Pencariannegara baru oleh pengungsi tentu sajaharus dianggap sebagai suatu hak azasi manusia.Pengungsi adalah orang yang terpaksamemutuskan hubungan dengan negara asalnyakarena rasa takut yang berdasar dan mengalamipenindasan (persecution). Rasa takut yang berdasarinilah yang membedakan pengungsi denganjenis migran lainnya, seberat apapun situasinya,dan juga dari orang lain yang membutuhkanbantuan kemanusiaan. Pengungsi tidakdapat mengandalkan perlindungan dari negarayang seharusnya memberi perlindungan kepadamereka, maka untuk menanggapi situasi menyedihkanyang dihadapi pengungsi, persiapan –persiapan khusus harus dibuat oleh masyarakatinternasional.Setiap negara mempunyai tugas umumuntuk memberikan perlindungan internasionalsebagai kewajiban yang dilandasi hukum internasional,termasuk hukum hak asasi internasionaldan hukum kebiasaan internasional. Jadinegara-negara yang menjadi peserta/penandatanganKonvensi 1951 mengenai status pengungsidan/atau Protokol 1967 mempunyai kewajiban-kewajibanseperti yang tertera dalamperangkat-perangkat hukum yang diatur dalamKonvensi 1951 (tentang kerangka hukum bagiperlindungan pengungsi dan pencari suaka). 3Dalam praktiknya, banyak negara-negara yangkemudian menangani pengungsi tidak sesuaidengan standar internasional yang sudah diaturdalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 bahkanmelanggar prinsip mengenai larangan pengusiranatau pengembalian (non refoulement) yangsudah menjadi hukum kebiasaan internasional.Terkait dengan perlindungan warga negaraasing khususnya pengungsi, selain diatur dalamhukum internasional, sejak lama <strong>Hukum</strong>Islam sudah mengatur mengenai perlindunganhak asasi manusia. <strong>Hukum</strong> Islam ini mempengaruhipengaturan hukum pengungsi internasional.Syariat Islam hadir untuk mengukuhkanprinsip-prinsip kemanusiaan, seperti persaudaraan,persamaan dan toleransi. Pemberian bantuan,jaminan keamanan dan perlindungan kepadaorang yang membutuhkan, hingga kepadamusuh sekalipun, merupakan ajaran mulia SyariatIslam, yang hadir mendahului kelahiransejumlah instrumen hukum internasional moderntentang hak asasi manusia dan pengungsi,yang mengatur, antara lain, hak suaka danlarangan ekstradisi pengungsi. Itu semua dalamrangka melindungi keselamatan jiwa orang bersangkutandan menghindarkannya dari penganiayaanatau pembunuhan. 412Alexander Betts, “Towards a Soft Law Framework forthe Protection of Vunarable Irregular Migrants”, InternationalJournal Of Refugee Law, Vol.22 No 2 2010,Oxford University Press, hlm. 210Anonim, “PBB: Krisis Timbulkan 800.000 Pengungsi Tahun2011”, tersedia di htpp//www.voa diakses tanggal10 Agustus 2012.3Alice Edwards, 2005, Human Righs, Refugeess, and TheRight To Enjoy Asylum, hlm. 301, tersedia di http://ijrl.oxfordjournals.org-/diakses tanggal 23 agustus20124 Ahmad Abu Wafa’, 2011, Hak Pencarian Suaka dalamSyariat Islam dan <strong>Hukum</strong> Internasional (Suatu kajianPerbandingan) terjemahan oleh Asmawi dkk, UNHCR,hlm. X


Perlindungan Pengungsi Dalam Perspektif <strong>Hukum</strong> Internasional Dan <strong>Hukum</strong> Islam ... 161<strong>Hukum</strong> Islam mengatur dalam Pasal 12Piagam Deklarasi Universal Hak Asasi ManusiaMenurut Islam yang menyatakan, “Setiap orangberhak, dalam pandangan Syariat Islam, berpergiandan mengungsi ke negara lain... apabilamenghadapi penganiayaan”. Negara tujuanwajib memberikan suaka kepada orang tersebutsehingga ia memperoleh keamanan, terkecualipelarian didorong oleh alasan dan tindakanyang dipandang oleh Syariat Islam sebagaikejahatan.Berdasarkan laporan UNHCR pada tahun2009, ada sekitar 16 juta pengungsi dan pencarisuaka yang mayoritas adalah muslim. Separuhdari pengungsi dunia berasal dari dua negaramuslim yaitu Irak dan Afganistan. Selain ituterjadi pula di Bangladesh dan Myanmar. Namunsayangnya, semangat perlindungan terhadapHAM yang universal ternyata tak sepenuhnyadapat dikecap oleh umat Islam di dunia.Salah satunya adalah pencari suaka Rohingyadari negara Myanmar.Pemberitaan terkait pengungsi suku minoritasRohingya Myanmar mengundang perhatianmasyarakat internasional, setelah ratusanmanusia perahu melarikan diri dari Myanmardan terdampar di Aceh. Mereka mengungkapkanperlakuan buruk yang diterima selama beradadi Thailand. Pada awal tahun 2009 lalu,Angkatan laut Thailand telah menangkap manusiaperahu Rohingya di perairan Andaman dankemudian memaksa sekitar 1000 manusia perahukembali ke laut dalam perahu-perahu merekatanpa mesin serta tanpa perbekalan air danmakanan yang memadai. 5Muslim Rohingya merupakan salah satuetnis muslim yang mendiami Negara Burma(Myanmar). Selain muslim Rohingya, masih adabeberapa etnis muslim lainnya yang hidup diMyanmar. Sangat disayangkan muslim Rohingyatak pernah termasuk dalam daftar 137 etnisyang diakui oleh pemerintah Myanmar. Tidakadanya pengakuan ini menyebabkan mereka tidakmemiliki kewarganegaraan. Kondisi yang5Irma D, Rismayanti, “Manusia Perahu Rohingya: TantanganPenegakan HAM di ASEAN”, Opinio Juris, Vol 01Oktober 2009, Jakarta:Ditjen HPI Kemenlu, hlm. 16tak jelas secara hukum membuat PemerintahMyanmar memperlakukan muslim Rohingya secaratidak manusiawi. Sebagian besar muslimRohingya mendapatkan siksaan dari junta militerMyanmar, bahkan beberapa diantara telahmereka menjadi korban perdagangan manusia.Beratnya ujian yang mereka terima di Negarakelahirannya, memaksa muslim Rohingya untukkeluar dari Myanmar dan hidup sebagai manusiaperahu.Mencermati peristiwa hukum tersebut,maka artikel ini dimaksudkan untuk menjelaskantentang pengaturan perlindungan terhadappengungsi menurut hukum internasional danhukum Islam serta bentuk perlindungan terhadapmanusia perahu Rohingya menurut hukuminternasional dan hukum Islam.Pengertian Suaka dan PengungsiSuaka adalah penganugerahan perlindungandalam wilayah suatu negara kepadaorang-orang dari negara lain yang datang kenegara yang bersangkutan karena menghindaripengejaran atau bahaya besar. Suaka mencakupberbagai aspek termasuk prinsip non refoulement,ijin untuk tetap tinggal di wilayahnegara pemberi suaka dan perlakuan sesuaistandar umum kemanusiaan. 6 Prinsip non refoulmentdiatur dalam Pasal 33 Konvensi Pengungsi1951 yang menyatakan bahwa tidak satupun dari negara-negara yang mengadakan perjanjianakan mengusir atau mengembalikan seorangpengungsi dengan cara apapun ke perbatasanwilayah-wilayah di mana kehidupan ataukebebasanya akan terancam oleh karena suku,agama, kebangsaan keanggotaan pada kelompoksosial tertentu atau pendapat politiknya.Prinsip ini termasuk salah satu norma juscogens 7 karena merupakan bagian dari hukumkebiasaan internasional yang mengikat semua67Ajat Sudrajat Havid,”Pengungsi dalam Kerangka KebijakanKeimigrasian Indonesia Kini dan yang akan Datang”,<strong>Jurnal</strong> <strong>Hukum</strong> Internasional, Vol. 2 No 1 Tahun2004, Jakarta:LPHI UI, hlm.. 88.Menurut Pasal 53 Konvensi Wina 1969 Jus cogens adalahnorma yang diterima dan diakui oleh masyarakat internasionalsecara keseluruhan sebagai norma yang tidakboleh dikesampingkan dan yang hanya dapat diubaholeh kaidah hukum internasional umum yang munculkemudian yang memiliki sifat atau karakter yang sama.


162 <strong>Jurnal</strong> <strong>Dinamika</strong> <strong>Hukum</strong>Vol. 13 No. 1 Januari 2013negara baik itu anggota Konvensi 1951 maupunbukan anggota. 8Pengungsi adalah satu status yang diakuioleh hukum internasional dan/atau nasional.Seseorang yang telah diakui statusnya sebagaipengungsi akan menerima kewajiban-kewajibanserta hak-hak yang ditetapkan. Seorang pengungsiadalah sekaligus seorang pencari suaka.Sebelum seseorang diakui statusnya sebagaipengungsi, pertama-tama ia adalah seorangpencari suaka. Status sebagai pengungsi merupakantahap berikut dari proses beradanya seseorangdi luar negeri. Sebaliknya seorang pesuakabelum tentu merupakan pengungsi. Iabaru diakui setelah diakui statusnya oleh instrumenhukum internasional dan atau nasional.Ada perbedaan pengertian pengungsi sebelumdan sesudah tahun 1951. Perbedaan inididasarkan pada isi perjanjian internasional,terutama mengenai pengertian Pengungsi. Pengungsidalam perjanjian internasional sebelum1951 pada prinsipnya adalah pengungsi yangberasal dari daerah-daerah tertentu. Jadi disini didasarkan dari orang-orang yang berasaldari daerah tertentu, yang karena keadaandaerahnya terpaksa keluar. Perlindungan menurut<strong>Hukum</strong> Internasional dalam hal ini hanyaorang-orang tertentu tersebut dan tidak dimaksudkanuntuk melindungi pengungsi secaraumum. Pengertian pengungsi dalam perjanjianinternasional setelah tahun 1951 diartikansecara umum, tidak hanya daerah tertentu, namundalam Konvensi ini masih ada pembatasanyaitu pembatasan waktu dimaksudkan adalahhanya mereka yang mengungsi sebelum 1 Januari1951, jadi ada batas tanggal walaupun secarageografis tidak dibatasi.Konvensi Pengungsi 1951 tentang statuspengungsi menentukan bahwa pengungsi adalahany person who owing to well-foundedfear of being persecuted for reasons ofrace, religion, nationality, membershipof a particular social group or politicalopinion, is outside the country of his nationalityand is unable, or owing to suchfear, is unwilling to avail himself of the8Jean Allain, “The Jus Cogens nature of non refoulment”,International Journal of Refugee Law, Vol. 13No. 4 Tahun 2002, Oxford University Press, hlm. 538protection of that country; or who, nothaving a nationality and being outsidethe country of his former habitual residenceas a result of such events, isunable, or owing to such fear, is unwillingto return to it."Pengertian ini berlaku bagi mereka yangmenjadi pengungsi akibat peristiwa sebelumtanggal 1 Januari 1951, dan pengakuan terhadapstatus pengungsi mereka diberikan berdasarkaninstrumen internasional lainnya. Dalamhal ini kemudian Majelis Umum PBB mengeluarkanresolusi 2198 (XXI) 1966 yang mulaiberlaku 4 oktober 1967 tentang status pengungsiyang dikenal dengan Protokol tentang StatusPengungsi 1967. Dalam protokol ini dinyatakanbahwa pengertian pengungsi tidak lagi dibatasikepada peristiwa sebelum 1951, hal ini terlihatdalam pasal 1 ayat 2 protokol tersebut yangmenghapuskan kata-kata “As a result of eventsoccuring before 1 Januari 1951” dan kata-kata“…. As a result of such events”. Protokol jugamenghilangkan batas geografis berlakunya Konvensi1951. 9Klasifikasi pengungsi di atas merupakankompetensi UNHCR dalam mengatasi masalahtersebut dan pengungsi demikian disebut jugasebagai convention refugees atau Goodwin-Gillmenyebutnya sebagai statutory refugees, tapimunculnya pengungsi tidak hanya karena adakonflik bersenjata antar negara, tapi banyakkonflik internal juga menyebabkan orang mengungsidan tidak melewati batas negaranya. Untukkategori yang seperti ini tidak terdapat dalamKonvensi 1951. 10Seseorang agar dapat disebut pengungsikalau telah memenuhi persyaratan yang telahditentukan, misalnya dalam Konvensi 1951, iniberarti status pengungsi itu sudah ada sebelumyang bersangkutan dinyatakan secara formalatau resmi. Oleh karena itu, pengakuan seseorangmenjadi pengungsi sebenarnya tidakmembuat orang itu menjadi pengungsi tetapipengakuan hanya menyatakan bahwa dia ada-910M. Husni Syam, Perlindungan Internasional terhadapPengungsi dalam Konflik Bersenjata, hlm. 54, tersediadi isjd.pdii.lipi.go.id./admin/jurnal/09525-2086.5499diakses tangga l 6 April 2012.Ibid, hlm.55


164 <strong>Jurnal</strong> <strong>Dinamika</strong> <strong>Hukum</strong>Vol. 13 No. 1 Januari 2013sekolah dasar (Pasal 22). Kedelapan, setiap pengungsiakan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraansosial, seperti hak untuk bekerja,perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaanyang merekalakukan (Pasal 20 dan 22). Ini merupakanhak atas kesejahteraan sosial. Kesembilan,setiap pengungsi berhak atas surat-suratidentitas dan dokumen perjalananan ke luardari teritorial negara dimana dia ditempatkankecuali karena alasan keamanan dan kepentinganumum. Dokumen perjalanan yang dikeluarkanatas perjanjian internasional akan diakuioleh negara peserta Konvensi (Pasal 27 dan 28).Selain dari hak-hak pengungsi yang disebutkandi atas, Konvensi juga telah menggariskankewajiban pengungsi sebagaimana tercantumdalam Pasal 2 Konvensi:Every refugee has duties to the countryin which he finds himself, wihch requirein particular that he conform to its lawsand regulations as well as to measurestaken for maintenance of public order.Berdasarkan Pasal 2 di atas, setiap pengungsiberkewajiban untuk mematuhi semua hukumdan peraturan atau ketentuan- ketentuan untukmenciptakan ketertiban umum di negara dimana dia ditempatkan.Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam IslamPerlindungan pengungsi terkait denganperlindungan hak asasi manusia pada umumnya.Dalam Islam ada dua kata yang sering diterjemahkansebagai hukum Islam yaitu syariah danfiqh. Syariah adalah firman Allah dan sabda NabiMuhammad. Jadi sumber utama syariah adalahQur’an dan Sunnah Rasul. Sedangkan fiqhadalah ijtihad manusia atas hukum syariah yangterdiri dari Qur’an dan Sunnah. 14Hak Asasi Manusia dalam Islam, tidak hanyadiakui tetapi dilindungi sepenuhnya sebagaisalah satu pilar bangunan Islam. Prinsip ini secarategas telah digariskan dalam Al Qur’anantara lain dalam surat Al Isra ayat 70:Dan sesungguhnya telah Kami muliakananak-anak Adam, Kami angkut mereka di14Uswatun Hasanah, “Human Rights in The Perspective ofIslamic Law”, <strong>Jurnal</strong> <strong>Hukum</strong> Internasional, Vol. 7 No 4Tahun 2010, Jakarta: LPHI FH UI, hlm. 718daratan dan di lautan, Kami beri merekarezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkanmereka dengan kelebihan yang sempurnaatas kebanyakan makhluk yang telahKami ciptakan.Ayat tersebut mengeskpresikan kemuliaanmanusia yang dalam teks Al Qur’an disebutkaramah (kemuliaan). Mohammad Hasbi AshShiddieqy membagi karamah ke dalam tiga kategori.Pertama, kemuliaan pribadi atau karomahfardiyah; kedua, kemuliaan masyarakatatau karomah ijtimaiyah; dan ketiga, kemuliaanpolitik atau karomah siyasiyah. Dalam kategoripertama, manusia dilindungi baik pribadimaupun hartanya. Dalam kategori kedua “statuspersamaan manusia dijamin sepenuhnya”dan dalam kategori ketiga, Islam menjamin sepenuhnyahak-hak politik ummatnya.Pada tanggal 5 Agustus 1990, negara-negaraIslam yang tergabung dalam OrganisasiKonferensi Islam menghasilkan deklarasi kemanusiaanmenurut hukum Islam berdasarkan AlQur’an dan as Sunnah. Dekklarasi ini disebutDeklarasi Cairo yang terdiri dari 25 pasal. Dinyatakandalam deklarasi itu bahwa semua hakdan kebebasan yang terumus tunduk pada syari’atatau hukum Islam. Hak asasi tersebut meliputi:hak hidup (QS. Al-Isra: 33, Al-An’am:151); hak atas persamaan dan satus (QS Al Baqarah:286); kebebasan ekspresi (QS. At-Taubah:71); hak kebebasan beragama (QS. Al Baqarah: 256); hak milik (QS. Al-Baqarah: 188,An-Nisa:29); hak mendapatkan keadilan (QS.Asy-Syura:15); hak mendapatkan kebutuhan dasarhidup manusia (QS. Adz-Dzariyat:19); danhak mendapatkan pendidikan(QS.Yunus:101).Berkaitan dengan pencari suaka, agar dapatdiberikan suaka sesuai dengan ketentuanSyariat Islam maka harus dipenuhi beberapapersyaratan. 15 Pertama, pencari suaka beradadi negara Islam atau di wilayah yang tunduk kepadanegara Islam. Hal ini masuk akal, sebab,untuk dapat diberikan suaka oleh suatu negaraIslam, pencari suaka harus berada di wilayahnegara Islam itu. Sebutan “negara Islam” mencakupwilayah-wilayah di mana Syariat Islam15 Abu Wafa, op.cit, hlm. 55-57


Perlindungan Pengungsi Dalam Perspektif <strong>Hukum</strong> Internasional Dan <strong>Hukum</strong> Islam ... 165diterapkan, dan orang-orang yang menghuninya,baik Muslim, non-Muslim (dzimmiy) maupun orang lainnya, berada di bawah perlindunganIslam dan dilindungi atas dasar ajaran Islam.Dalam kaitan ini, Abu Hanîfah mengemukakan 3(tiga) syarat mengenai apa yang disebut sebagainegara Islam (Dâr al-Islâm), yaitu aturanaturanyang ditegakkan bersumber dari SyariatIslam; negara itu bertetangga dengan negaranegaraIslam lainnya; dan penduduknya, baikMuslim maupun non-Muslim, dilindungi atas dasarajaran Islam. Begitu pula halnya, suaka/perlindungan dapat diberikan, seperti akan kitabahas lebih lanjut, di wilayah-wilayah yangtunduk kepada negara-negara Islam (sepertitempat-tempat misi diplomatik atau kapal perang).Para ulama fikih juga mengakui suaka/perlindungan yang diberikan negara-negaralain, dan ini sejalan dengan penerapan asasyurisdiksi-teritorial dan asas yurisdiksi non-perluasanteritorial negara Islam ke wilayah yangbukan bagian dari negara Islam. Kedua, terdapatmotif untuk memperoleh suaka dan dalampandangan Islam, semua motif itu adalah setara.Prinsip-prinsip Memperoleh Suaka dalam Al-Qur’anQ.S. Al-Hasyr/59: 9 menetapkan 5 (lima)prinsip utama terkait suaka dan tatacara penanganan/perlakuanterhadap pengungsi. Allahberkalam:Dan orang-orang yang telah menempatikota Madinah dan telah beriman (ansâr)sebelum (kedatangan) mereka (muhâjirîn),mereka (ansâr) mencintai orangyang hijrah kepada mereka (muhâjirîn).Dan mereka (ansâr) tiada menaruh keinginandalam hati mereka terhadap apaapayang diberikan kepada mereka (muhâjirîn);dan mereka mengutamakan(orang-orang muhajirin), atas diri merekasendiri, SekalipunDari ayat ini terlihat jelas beberapa prinsip.Pertama, Kaum Muslim sepantasnya bersikapsenang dan gembira menyambut kedatanganpengungsi (atau imigran dari suatu wilayah kewilayah lain) dan bergaul secara baik denganmereka. Ini terlihat jelas dari kalam Allah:“…mereka (ansâr) mencintai orang yanghijrah kepada mereka (muhâjirîn)…”.Oleh karena itu, para pencari suaka tidakboleh diusir ke luar batas teritori negaraIslam atau ditolak kedatangannya.Kedua, Kaum Muslim sepantasnya memperlakukanmereka dengan baik, dan memprioritaskankepentingan/kebutuhan hidup mereka.Ini terlihat jelas dari kalam Allah, “… dan merekamengutamakan (orang-orang muhajirin),atas diri mereka sendiri…”. Maksud al-îtsârialah lebih mengutamakan orang lain ketimbangdirinya sendiri perihal kebutuhan/kepentinganduniawi lantaran lebih menginginkan keuntunganukhrawi. Sikap ini lahir dari sikap percayadiri yang kokoh, kecintaan kepada Allah yangmendalam, dan kesabaran terhadap kesulitan/kesukaran. Seperti demikian halnya, karena sikaplebih mengutamakan orang lain dalam urusanhidup berada di atas sikap lebih mengutamakanorang lain dalam urusan harta sekalipunkembalinya kepada urusan hidup juga.Ketiga, penerimaan simpatik terhadappengungsi, baik yang kaya maupun yang miskin.Ini terlihat jelas dari kalam Allah:”Dan mereka (ansâr) tiada menaruhkeinginan dalam hati mereka terhadapapa-apa yang diberikan kepada mereka(muhâjirîn) …”.Dengan demikian, apakah pengungsi itu orangkaya atau miskin tidak punya pengaruh apapun,karena masalah ini hanya berkaitan denganupaya perlindungan dan jaminan keamananserta kesejahteraan terhadap diri pengungsi didaerah/negara tujuan.Keempat, ketidakbolehan menolak imigransekalipun penduduk daerah/negara tujuanmigrasi para imigran itu tengah mengalami krisis,kemiskinan dan kebutuhan hidup yang meningkat.Ini terlihat jelas dari kalam Allah,“Sekalipun mereka dalam kesusahan…”, yaknikemiskinan kebutuhan hidup yang mendesakatau sedikitnya harta kekayaan.Kelima, ayat ini juga membuktikan adanyasuaka teritorial, hal ini tercermin dalam


166 <strong>Jurnal</strong> <strong>Dinamika</strong> <strong>Hukum</strong>Vol. 13 No. 1 Januari 2013ayat, “Dan orang-orang yang telah menempatikota Madinah dan telah beriman (ansâr) sebelum(kedatangan) mereka (muhâjirîn) …”.Maksudnya, mereka yang tinggal di negeri itudan menjadikannya sebagai tanah kediamanmereka. Ini menunjukkan bahwa penduduk daerah/wilayahtujuan migrasi wajib menerima kedatanganimigran ke daerah/negara mereka.Perlindungan Pengungsi Rohingya menurut<strong>Hukum</strong> Internasional dan <strong>Hukum</strong> IslamEtnis Rohingya telah mendiami dua kotadi Utara negara bagian Rakhine yang dulu dikenaldengan nama Arakan, wilayah bagian baratMyanmar sejak abad ke-7 masehi. Saat inimasih terdapat sekitar 600.000 orang Rohignyayang tinggal di Myanmar. Selama bertahun-tahunmereka mendapat perlakuan buruk dandiskriminatif dari Pemerintah Myanmar.Menurut data UNHCR, saat ini terdapatsekitar 28 ribu orang Rohingya yang tinggal dikamp-kamp pengungsi Bangladesh. Ironisnyaetnis muslim Rohingya tidak diakui baik olehMyanmar maupun Bangladesh sebagai warganyasehingga dapat dikatakan bahwa etnis Rohingyaadalah orang-orang tanpa kewarganegraan ataustateless. 16Kebebasan orang Rohingya sangat dibatasi,mayoritas dari mereka tidak diakui kewarganegaraannya.merekahanya sedikit dan bahkantidak diberi hak kepemilikan atas tanah dan rumahserta dipekerjapaksakan pada sejumlahpekerjaan pembangunan infrastruktur di Myanmar.Perlakuan diskriminatif tersebut telah memaksamereka memilih untuk menjadi manusiaperahu dan meninggalkan myanmar untukmencari keamanan dan penghidupan yang lebihbaik di negara lain. Negara-negara yang menjaditempat transit dan tujuan mereka antaralain, Bangladesh, Malaysia, Pakistan, Saudi Arabia,Thailand, Indonesia dan Singapura.Bagaimanakah status ‘manusia perahu’Rohingya? Menilik pengertian di atas, merekaadalah orang-orang tanpa kewarganegaraan(stateless persons) sekaligus pencari suaka(asylum seekers). Namun tidak jelas apakah16Irma D Rismayati, op.cit., hlm. 17kemudian suatu negara akan memberikan kepadamereka status sebagai ‘pengungsi” (refugees)atau tidak. Ada beberapa fakta terkaitmanusia perahu Rohingya. Pertama, etnis Rohingyatidak diakui sebagai rakyat Myanmar(stateless); kedua, mereka mengalami perlakuandiskriminatif dan rasis baik secara ekonomi,sosial maupun politik; dan ketiga, etnis Rohingyamengalami berbagai penyiksaan dan pelanggaranHAM dengan dipekerjapaksakan, diberiupah minim dan bahkan tanpa diberi upah diberbagaiproyek pembangunan infrastruktur diMyanmar.Etnis Rohingya telah mengalami berbagaitekanan dan perlakuan–perlakuan diskriminatifsebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1Konvensi tentang Pengungsi yang menyebutkanmengenai definisi pengungsi adalah orang yangberada di luar negara atau tempat tinggal asalnya,mengalami ketakutan terhadap penuntutandikarenakan oleh ras, agama, kewarganegaraan,keanggotaan pada kelompok sosial tertentuatau memiliki pandangan politik yangberbeda, dan tidak memiliki kewarganegraandan tidak mampu atau tidak bersedia untukmendapatkan perlindungan dari negaranya dikarenakanadanya ketakutan tersebut. Berdasarkanketentuan Konvensi tersebut, manusiaperahu Rohingya berhak mendapat status pengungsi.Berdasarkan pasal 14 (1) Deklarasi HAMUniversal 1948, setiap orang memiliki hak untukmencari dan menikmati suaka dari negaralain karena takut akan penyiksaan. Hak untukmencari suaka mengandung pengertian bahwaorang-orang yang melarikan diri dari persekusidan masuk ke wilayah negara lain tanpa membawadokumen yang lengkap harus diberi ijinmasuk ke suatu negara, minimal untuk jangkawaktu sementara. Setiap pencari suakapunmemiliki hak untuk tidak diusir atau dikembalikansecara paksa apabila mereka telah tiba disuatu negara dengan cara yang tidak lazim.Prinsip ini kemudian dikenal sebagai non refoulement.Prinsip non refoulment harus dibedakandari expulsion atau deportation atau pengusiran.Deportasi dilakukan jika warga negaraasing melakukan tindakan yang melawan hukum


Perlindungan Pengungsi Dalam Perspektif <strong>Hukum</strong> Internasional Dan <strong>Hukum</strong> Islam ... 167di negara penerima atau ia merupakan pelakukejahatan yang melarikan diri dari proses pengadilan,sedangkan prinsip non refoulmenthanya digunakan terhadap pengungsi atau pencarisuaka. 17Pasal 33 (1) Konvensi tentang Status Pengungsi1951 menyebutkan bahwa negara-negarapeserta Konvensi ini tidak diperbolehkanuntuk mengusir ataupun mengembalikan pengungsidalam bentuk apapun ke luar wilayahnyadimana keselamatan dan kebebasan merekaterancam karena alasan ras, agama, kebangsaan,keanggotaan pada kelompok sosial ataupun opini politik tertentu.Prinsip non refoulement ini tidak hanyaterdapat pada Konvensi 1951, namun juga tercantumsecara implisit maupun eksplisit padaKonvensi Anti Penyiksaan (Convention AgainstTorture) pasal 3, Konvensi Jenewa IV (FourthGeneva Convention) tahun 1949 pada pasal 45paragraf 4, pada Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant onCivil and Political Rights) 1966 pasal 13, daninstrumen-instrumen HAM lainnya. Prinsip inipun telah diakui sebagai bagian dari hukumkebiasaan internasional (international customarylaw). Dalam arti, negara yang belum menjadipihak dari Konvensi Pengungsi 1951 punharus menghormati prinsip non refoulementini.Baik Myanmar, Thailand, maupun Indonesiahingga saat ini belum menjadi negara pihak(state parties) dari Konvensi Status Pengungsi1951. Kendati demikian negara-negaratersebut tak bisa melepaskan tanggungjawabnyabegitu saja terhadap pencari suaka Rohingya.Ini berarti tindakan Pemerintah Thailandyang menangkap manusia perahu Rohingya danmengusirnya telah melanggar ketentuan Konvensi.Myanmar selaku negara asal adalah yangpaling bertanggungjawab karena sudah puluhantahun lamanya etnis Rohingya bermukim diMyanmar namun tak kunjung diakui sebagai17Sigit Riyanto, “The Refoulement Principle and Its Relevancein the International Law System”, <strong>Jurnal</strong> <strong>Hukum</strong>Internasional, Vol. 7 No.4 Tahun 2010, Jakarta: LPHI FHUI, hlm. 697warganegara. Myanmar juga membiarkan terjadinyapenyiksaan dan diskriminasi terhadapmereka atas dasar perbedaan etnis dan agama(persecution). Hal mana dapat digolongkansebagai kejahatan negara (state violence).Thailand dan Indonesia bertanggungjawabuntuk tidak serta merta mengusir dan memulangkanmereka secara paksa (non refoulement)ketika pencari suaka asal Rohingya terdamparataupun tiba di wilayah kedaulatannyamelalui cara yang tidak lazim. Jalan terbaikadalah menampung mereka untuk sementarasambil menentukan proses selanjutnya, apakahakan memberi suaka langsung, meneruskan kenegeri lain, ataukah mengembalikan ke negeriasal ketika kondisinya memang sudah memungkinkan.Keputusan dari rakyat Aceh dan pemerintahIndonesia menampung sementara pencarisuaka Rohingya adalah hal yang sepatutnya dilakukandari sisi hukum internasional. PemerintahIndonesia memang mungkin tak akanmemberikan status sebagai refugees (pengungsi)kepada mereka karena menganggap merekadatang karena ‘motif ekonomi’, namun tidakserta merta mengusir dan memberikan penampungansementara adalah hal yang sepatutnyadilakukan sesuai asas non refoulement dalamKonvensi tentang Status Pengungsi 1951.Kondisi muslim Rohingya yang memprihatinkansegera mengundang perhatian banyakpihak, tak terkecuali dari dunia Islam. Hal inidapatlah dimaklumi, karena Islam adalah sistemkehidupan yang sempurna dan menyeluruh.Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, sehinggaIslam juga memberikan perhatian yangsangat besar terhadap perlindungan Hak AsasiManusia dan menjunjung tinggi prinsip persamaan.Tindakan penganiayaan yang telah dilakukanterhadap muslim Rohingya jelas tidakdapat dibenarkan dan bertentangan denganajaran Islam. Tentunya nasib Muslim Rohingyaini juga menuntut simpati dari ummat Islam didunia, khususnya Indonesia.Setidaknya ada empat alasan utama yangdapat dijadikan pijakan bagi umat Islam untukmemperlakukan muslim Rohingya secara baik.


168 <strong>Jurnal</strong> <strong>Dinamika</strong> <strong>Hukum</strong>Vol. 13 No. 1 Januari 2013Pertama, solidaritas ummat Islam. Salah satuprinsip utama dalam bangunan Islam adalahprinsip ukhuwah/persaudaraan. Allah SWTberfirman dalam surat Al Hujarat ayat 13“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakankamu dari seorang laki-laki danseorang perempuan dan menjadikan kamuberbangsa-bangsa dan bersuku-sukusupaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnyaorang yang paling mulia diantarakamu disisi Allah ialah orang yangpaling taqwa diantara kamu. SesungguhnyaAllah Maha Mengetahui lagi MahaMengenal.”Berdasarkan ayat tersebut di atas, dapat diambilpelajaran bahwa hubungan antara manusiapada dasarnya adalah perdamaian. Ayat ini jugamenjelaskan beberapa hal lainnya yaitu: (a)asal manusia adalah satu. Hal ini senada denganayat sebelumnya yang menyatakan bahwasetiap muslim adalah bersaudara; (b) Allahmenjadikan manusia berbangsa dan bersuku supayasaling mengenal dengan tujuan untuk salingbersepakat sebagai dasar dalam hubunganantar individu dan golongan; (c) Allah menentukansatu ukuran kualitas manusia, yaitu takwa;(d) komprehensifitas pernyataan dalamayat ini untuk semua semua manusia, tak hanyauntuk orang-orang yang beriman.Ayat ini telah menyerukan kepada manusiauntuk menjaga perdamaian dunia secaraumum. Pelecehan dan penyiksaan terhadap satuetnis tertentu jelas bertentangan denganayat ini, apalagi jika ternyata orang-orang yangdianiaya adalah orang-orang muslim yang bertakwa.Padahal orang-orang yang beriman ituadalah bersaudara dan pembelaan terhadap sesamamuslim adalah sebuah hal yang patut diperjuangkansebagai penyempurna iman kaummuslimin.Kedua, Maqasid Syariah Al Khamsah. MenurutAsy Syatibi, segala sesuatu di dunia inipasti memiliki tujuan, termasuk juga dengansyariat Islam. Teori ini biasa disebut denganMaqasid Syariah Al Khamsah atau lima tujuan<strong>Hukum</strong> Islam. Kelima tujuan syariat ini antaralain: perlindungan terhadap agama, jiwa, akal,keturunan dan harta. Pada kasus muslim Rohingya,diketahui bahwa perlakuan junta MilterMyanmar dan Pemerintah Thailand bertentangandengan Maqasid Syariah. Seluruh perlindunganterhadap kebutuhan primer manusia untukbertahan hidup telah dilanggar. Perlindunganterhadap Agama tak dapat dirasakan oleh MuslimRohingya. Menurut informasi di beberapamedia, Junta militer Myanmar telah menyiksakaum muslimin Rohingya yang pada akhirnyamemaksa mereka untuk keluar dari tempatnyasendiri. Muslim Rohingya memilih hidup di perahuyang jauh dari kehidupan yang layak.Anak-anak mereka pun tidak mungkin bisa merasakanpendidikan. Maka kasus ini setidaknyatelah melanggar tiga dari lima tujuan syariatIslam.Hak Asasi Manusia dalam Islam tidak hanyadiakui, akan tetapi dilindungi sepenuhnyasebagai salah satu pilar bangunan Islam. Prinsipini secara tegas telah digariskan dalam AlQur’an antara lain dalam surah Al Isra ayat 70:“Dan sesungguhnya telah Kami muliakananak-anak Adam, Kami angkut mereka didaratan dan di lautan, Kami beri merekarezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkanmereka dengan kelebihan yangsempurna atas kebanyakan makhluk yangtelah Kami ciptakan.”Ayat tersebut mengeskpresikan kemuliaanmanusia yang dalam teks Al Qur’an disebutkaramah (kemuliaan). Mohammad Hasbi AshShiddieqy membagi karamah ke dalam tiga kategoriyaitu kemuliaan pribadi atau karomahfardiyah; kemuliaan masyarakat atau karomahijtimaiyah; dan kemuliaan politik atau karomahsiyasiyah. Dalam kategori pertama, manusiadilindungi baik pribadi maupun hartanya. Dalamkategori kedua “status persamaan manusiadijamin sepenuhnya” dan dalam kategori ketiga,Islam menjamin sepenuhnya hak-hak politikummatnya.Pada kasus muslim Rohingya, kemuliaanpribadi sebagai seorang manusia yang merdekatelah dihilangkan dengan adanya penyiksaandan perdagangan manusia. Kemuliaan sebagaisebuah entitas manusia dalam sebuah suku,etnis, golongan atau apapun namanya yang berhakdilakukan diperlakukan secara sama dihadapanhukum pun telah dilanggar pula. Tidak


Perlindungan Pengungsi Dalam Perspektif <strong>Hukum</strong> Internasional Dan <strong>Hukum</strong> Islam ... 169adanya pengakuan terhadap etnis muslim Rohingyayang menyebabkan mereka tidak memilikikewarganegaraan telah melanggar doktrinHAM terkait dengan hak sipil dan politik, dimanasemestinya setiap orang di dunia berhakmemiliki kewarganega-raan.Pengakuan Islam terhadap HAM yang begitudominan juga dituangkan ke dalam beberapakonvensi dan perjanjian internasional didunia, salah satunya dalam The Cairo Declarationon Human Rights in Islam 1990. Article 1menentukanAll human beings form one family whosemembers are united by submission toGod and descent from Adam. All men areequal in terms of basic human dignityand basic obligations and responsibilities,without any discrimination on thegrounds of race, colour, language, sex,religious belief, political affiliation, socialstatus or other considerations. Truefaith is the guarantee for enhancing suchdignity along the path to humanperfection.Selain itu, berdasarkan Q.S. Al-Hasyr/59:9 menetapkan 5 (lima) prinsip utama terkaitsuaka dan tatacara penanganan/perlakuanterhadap pengungsi. Allah berkalam:Dan orang-orang yang telah menempatikota Madinah dan telah beriman (ansâr)sebelum (kedatangan) mereka (muhâjirîn),mereka (ansâr) mencintai orangyang hijrah kepada mereka (muhâjirîn).Dan mereka (ansâr) tiada menaruh keinginandalam hati mereka terhadap apaapayang diberikan kepada mereka (muhâjirîn);dan mereka mengutamakan(orang-orang muhajirin), atas diri merekasendiri, sekalipun mereka juga memerlukan.Dari ayat ini terlihat jelas prinsip-prinsip di bawahini. Pertama, kaum Muslim sepantasnyabersikap senang dan gembira menyambut kedatanganpengungsi (atau imigran dari suatu wilayahke wilayah lain) dan bergaul secara baikdengan mereka. Oleh karena itu, para pencarisuaka tidak boleh diusir ke luar batas teritorinegara Islam atau ditolak kedatangannya. Kedua,kaum Muslim sepantasnya memperlakukanmereka dengan baik, dan memprioritaskan kepentingan/kebutuhanhidup mereka. Ketiga,Penerimaan simpatik terhadap pengungsi, baikyang kaya maupun yang miskin. Keempat ketidakbolehanmenolak imigran sekalipun pendudukdaerah/negara tujuan migrasi para imigranitu tengah mengalami krisis, kemiskinan dankebutuhan hidup yang meningkat. Kelima, adanyasuaka teritorial Maksudnya, mereka yangtinggal di negeri itu dan menjadikannya sebagaitanah kediaman mereka. Ini menunjukkan bahwapenduduk daerah/wilayah tujuan migrasiwajib menerima kedatangan imigran ke daerah/negaramereka.Sebagai sebuah Negara yang memilikipenduduk mayoritas muslim, sudah selayaknyajika muslim Indonesia menghormati prinsipprinsipyang diatur dalam Alquran dan Konvensiinternasional. Dengan demikian, muslim Indonesiasudah sepantasnya memperlakukan muslimRohingya yang terdampar di perairan Acehsebaik mungkin sebagai penghormatan terhadapperlindungan HAM menurut hukum internasionaldan hukum Islam.PenutupPerlindungan pengungsi menurut hukuminternasional terdapat dalam Konvensi tentangStatus Pengungsi tahun 1951 dan Protokol tahun1967. Menurut hukum Islam perlindungan pengungsitercantum dalam QS, Al Hasyr: 9. Prinsipyang diterapkan terhadap pengungsi adalahprinsip non refoulment (larangan melakukanpengusiran). Negara-negara peserta Konvensimaupun bukan peserta Konvensi seharusnyamenerapkan prinsip non refoulment yang sudahmenjadi hukum kebiasaan internasional.Manusia Perahu Rohingya belum mendapatkanperlindungan pengungsi menurut hukuminternasional dan hukum Islam, karena seharusnyaberdasarkan ketentuan Pasal 1 Konvensitentang Status Pengungsi mereka termasukkelompok yang berhak mendapat status pengungsi.Baik Myanmar, Thailand, maupun Indonesiahingga saat ini belum menjadi negarapihak (state parties) dari Konvensi Status Pengungsi1951. Kendati demikian negara-negaratersebut tak bisa melepaskan tanggungjawab-


170 <strong>Jurnal</strong> <strong>Dinamika</strong> <strong>Hukum</strong>Vol. 13 No. 1 Januari 2013nya untuk memberi perlindunganpencari suakaDaftar PustakaterhadapAbu Wafa’, Ahmad. 2011. Hak Pencarian Suakadalam Syariat Islam dan <strong>Hukum</strong> Internasional(Suatu kajian Perbandingan). Terjemahanoleh Dr. Asmawi dkk. UNHCR;Allain, Jean. “The Jus Cogens Nature of Nonrefoulment”, International Journal ofRefugee Law. Vol. 13 No. 4 Tahun 2002Oxford University Press;Anonim. PBB: Krisis Timbulkan 800.000 Pengungsitahun 2011. Tersedia di htpp//www.voa diakses tanggal 10 Agustus 2012;Betts, Alexander. “Towards a soft Law Frameworkfor the Protection of Vunarable IrregularMigrants”. International Journal ofRefugee Law, Vol. 22 No. 2 Tahun 2010.Oxford University Press;Edwards, Alice. 2005. Human Righs, Refugeess,and The Right To Enjoy Asylum. OxfordUniversity;Handayani, Irawati. “Perlindungan terhadapPengungsi Domestik (Internally DisplacedPersons) dalam Sengketa Bersenjata Inter-nal Menurut <strong>Hukum</strong> Internasional”. <strong>Jurnal</strong><strong>Hukum</strong> InternasionaI Vol. 1 No. 2 Tahun2002. Bandung: UNPAD;Hasanah, Uswatun. “Human Rights in The Perspectiveof Islamic Law”. <strong>Jurnal</strong> <strong>Hukum</strong> Internasional,Vol. 7 No. 4 Tahun 2010. Jakarta:LPHI UI;Havid, Ajat Sudrajat. “Pengungsi dalam KerangkaKebijakan Keimigrasian Indonesia Kinidan yang akan Datang”. <strong>Jurnal</strong> <strong>Hukum</strong>Internasional, Vol. 2 No. 1 2004. LPHI UI;Rismayanti, Irma D. “Manusia Perahu Rohingya:Tantangan Penegakan HAM di ASEAN”.Opinio Juris, Vol. 01 Oktober 2009,Jakarta: Ditjen HPI Kemenlu;Riyanto, Sigit. “The Refoulement Principle andIts Relevance in the International LawSystem”. <strong>Jurnal</strong> <strong>Hukum</strong> Internasional, Vol.7 No. 4, Tahun 2010, Jakarta:LPHI FH UI;Suwardi, Sri Setianingsih. “Aspek <strong>Hukum</strong> MasalahPengungsi Internasional”, <strong>Jurnal</strong> <strong>Hukum</strong>Internasional, Vol.2 No.1 Tahun 2004,Jakarta: LPHI FH UI;Syam, M. Husni. Perlindungan Internasionalterhadap Pengungsi dalam Konflik Bersenjata,tersedia di isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/09525-2086.5499diakses tanggal6 April 2012.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!